Anda di halaman 1dari 8

RESUME

HAK MEMILIH DALAM PERNIKAHAN

Resume ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqh Hukum
Keluarga

Dosen Pengampu: Dr. Moh. Lutfi Nurcahyono, S.H.I, M.H.I

Disusun Oleh:

Muhammad Luhmas Diovy Sabili 214102010021

FAKULTAS SYARIAH

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA

UNIVERSITAS KH.AHMAD SHIDDIQ JEMBER

PERIODE 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Hal hal yang Mendorong Adanya Khiyar Dalam Pernikahan

Hal hal yang Mendorong adanya hak memilih dalam pernikahan ada Empat
Yaitu:

1. Cacat
2. Kesulitan Untuk memberikan mahar,nafkah atau pakaian
3. Kehilangan Suami
4. Kemerdekaan yang dimimiliki oleh budak wanita yang bersuami
BAB II
PEMBAHASAN
A. Khiyar(Hak Memilih) Karena Cacat(98)
Dalam Hal ini ulama berbedapat tentang hal hal yang mendorong adanya
khiyar karena cacat,bagi masing masing suami istri,yaitu dalam dua
Hal,Yaitu:
1. Apakah Pernikahan dapat ditolak karena cacat atau tidak?

Menurut pendapat Malik,Syafi’i dan para pengikut mereka berdua


berpendapat bahwa cacat bisa mendorong adanya khiyar untuk menolak atau
menahan istri

Lalu menurut ahli Dhahir lebih tepatnya Umar Bin Abdul Aziz bahwa tidak
mendorong adanya Khiyar untuk menolaj dan menahan istri.

Lalu hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat adalah karena


dua sebab,pertama,apakah perkataan seorang sahabat itu bisa menjadi
hujjah,kedua,pengqiyasan nikah dalam hal itu dengan jual beli.

Adapun perkataan sahabat yaitu “laki laki mana saja yang menikah dengan
seorang wanita dan pada diri wanita tersebut terdapat penyakit gila,lpera atau

1
kusta,maka dia dapat mahar sepenuhnya ,hal itu adalah suatu kerugian(denda) atas
suami terhadap walinya,

Lalu tentang qiyas jual beli,ulama berpendapat bahwa hal ini memeiliki
kesamaan dengan jual beli,yaitu karena dijual beli bisa ditolak jika ada cacatnya.

2. Apakah Pernikahan karena cacat itu bisa ditolak?dan Apa


hukumnya?

Para Ulama berbeda pendapat,dan terbagi menjadi 3 Pemahaman yaitu:

Malik dan Syafii Sepakat bahwa hal tersebut bisa ditolak karena 4
hal:Gila,Lepra,Ksuta,Dan penyakit kemaluan yang mengalami
persetubuhan.

Lalu menurut Maliki,berpendapat ada 4 hal juga namun berbeda


yaitu:Hitam,Botak,kemaluan yang tidak berfungsi,mulut yang berbau busuk.

Sedangkan abu hanifah dan Ats-Tsunari berpendapat bahwa ada 2


hal:daging yang tumbuh pada kemaluan dan yang menutup kemaluan.

Adapun penolakan,jika sebelum menggaulinya maka dia boleh


menceraikanya dan tidak membayar mahar.

Lalu yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah ketidak jelasan


kesamaan nikah dengan jual beli(Kesepakatan mereka akan kewajiban
membayar mahar suami meminta kembali kepada wanita itu dan tidak pula
kepada walinya.

Jadi tepatnya,Ketidakjelasan pembatalan ini antara hukum penolakan karena


cacat dalam jual beli dan hukum pernikahan yang dibatalkan(setelah
Menggaulinya).

Para Ulama Sepakat dibatalkan pernikahan orang yang kemaluanya


terpotong,bahwa pernikahanya tidak dibatalkan selama setahun.

2
Para pengikut madzhab Maliki,berbeda pendapat karena adanya 4
cacat,yaitu:

1. Disebut syariat yang tidak diketahui alasanya.


2. Hal tersebut termasuk hal-hal yang samar,sedangkan semua yang cacat
termasuk yang dianggap tidak samar.
3. Bisa menular kepada anak.
4. Bisa ditolak karena hitam atau botak,dan alasan pertama ditolak karena
cacat,jika diketahui cacat tersebut diketahui oleh suami.
B. Khiyar Karena Kesulitan Untuk memberikan Mahar Dan Nafkah

Para Ulama Berbeda pendapat tentang kesulitan untuk memberkan mahar


diantara pendapat merak yaitu:

Syafii Berpendapat diberikan hak khiyar jika dia belum digauli,pendapat ini
juga dikemukakan oleh malik.

Sedangkan para pengikutnya berbeda pendapat tentang batasan


menunggunya.menurut satu pendapat,tidak ada batasan dalam hal itu,pendapat
lainya 1 tahun,ada juga yang 2 tahun.

Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa istri menjadi salah satu orang
yang berutang,tidak dipisahkan antara keduanya dan suami djtuntut untuk
memberikan nafkah dan ustru boleh menghalangi dirinya hingga suaminya
memberikan mahar kepadanya.

Adapun Sebab perbedaan diatas karena lebih dominanya kesamaan


pernikahan dalam hal itu dengan jual beli atau lebih dominanya bahaya
yangmenimpa istri dalam hal itu daripada tidak menggaulinya,disamakan dengan
sumpah ila’ dan lemah syahwat.

Adapun untuk kesulitan memberikan nafkah menurut pendapat beberapa


ulama yaitu:

3
Malik,Syafii,Ahmad,Abu Tsaur,Abu Ubaid dan sekelompok ulama berpendapat
boleh diceraikan antara keduanya,pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hurairah
dan Sa’id Bin Al musayib.

Sedangkan Abu Hanifah dan Atas-Tsauri berpendapat tidak diceraikan antara


keduanya,pendapat ini dikemukakan oleh ahli Zhahir.

Alasan Sebab perbedaan pendapat ialah kesamaan bahaya yang terjadi keran hal
itu dengan bahaya yang terjadi karena lemah syahwat,karena jumhur berpendapat
untuk menthalak karena lemah syahwat,hingga Ibnu Al Mundzir mengatakan itu
adalah Ijma’dan barangkali mereka mengatakan,nafkah itu sebagai timbal balik
kenikmatan yang dirasakan oleh suami,dengan dalil bahwa wanita yang
membangkang tidak mendapatkan nafkah menurut jumhur.jika suami tidak
mendapatkan nafkah,gugurlah kenikmatan yang dirasakanya,maka wajib untuk
melakukan Khiyar.

Adapun ulama yang tidak meyakini adanya qiyas,mengatakan ismah (ikatan


perkwanian)telah ditetapkan berdasarkan Ijma’,maka tidak bisa lepas kecuali
dengan Ijma’ atau dengan dalil Alquran Atau Sunnah SAW.Jadi sebab
perselisihan mereka adalah pertentangan antara kembali kepada hukum asal
dengan qiyas.

C. Khiyar Karena Kehilangan Suami

Para Ulama memeliki perbedaan Pendapat tentang seuami yang hilang serta tidak
diketahui hidup atau matinya di negeri Islam Yaitu :

1. Malik berpendapat bahwa istrinya diberi waktu empat tahun dimulai sejak
dia mengadukan perkaranya kepada hakim.jika penilitian tentang hidup
atau matinya seuami telah selesai,lalu dia tidak diketahui,maka hakim
memberikan waktu kepada istrinya.jika masa iddah orang yang ditinggal
mati oleh suami selesai,Yaitu Empat bulan sepuluh hari dan dia telah
halal,dai(Malik) mengatakan,harta orang tersebut tidak diwariskan hingga
datang masanya yang denganya bisa diketahui bahwa orang yang hilang

4
tersebut tidak akan hidup sampai semisal itu umumnya.Maka ada pendapat
mengatakan tujuh puluh tahun.pendapat lain mengatakan delapan puluh
tahun,bahkan sampai seratus tahun,dan pendapat ini diriwayatkan dari
Umar Bin AL Khataab dan juga diriwayatkan dari Utsman dan pendapat
ini juga dikemukakan oleh Al-Laits.
2. Sedangkan Syafii,Abu Hanifah dan Ats- Tsauri berpendapat bahwa istri
orang yang hilang tidak halal hingga kematianya terbukti,pendapat ini
diriwaytkan dari Ali dan Ibnu Mas’ud.

Sebab Perbedaan pendapat diatas yiatu:pertentangan antara istishabul hal (Kembali


kepada hukum asal) dengan Qiyas.Yaitu bahwa Istishabul hal mengharuskan
ikatan pernikahan itu tidak lepas kecuali dengan adanya kematian atau perceraian
hingga terdapat dalil yang menunjukan selain itu.

Adapun Qiyas tersebut yaitu: kesamaaan bahaya yang menimpa isitri karena
kehilangan suami dengan ila’ dan lemah syahwat.Maka dia berhak melakukan
khiyar seperti yang terjadi pada dua hal ini.

Orang orang yang hialng menurut para ulama dari pengkiut madhzab Maliki ada
empat Macam Yaitu:

1. Orang yang hilang dinegeri Islam (Terjadi perbedaan pendapat).


2. Orang yang hilang dinegeri musuh.

Orang yang hilang dinegeri musuh,hukumnya seperti orang ditawan,istrinya tidak


boleh menikah dan hartana tidak boleh dibagi hingga kematianya terbukti

3. Orang yang hilang dalam peperangan Islam(perang diantara mereka).

Orang yang hilang dalam peperangan islam hukumnya adalah orang yang
terbunuh tanoa harus menunggunya,pendapat lain mengatakan ditunggu
berdasarkan jauh dekatnya tempat terjadinya peperangan dan waktu paling lama
adalah 1 tahun.

4. Orang yang hilang dalam peperangan dengan orang kafir.

5
Orang yang hilang dalam peperangan orang kafir hukumnya menurut Maliki
ada beberapa,yaitu hukumnya seperti orang tertawan,hukum orang terbunuh
setelah satu tahun,lalu hukum orang yang hilang di negeri muslim,terakhir orang
yang hilang di negeri kaum muslim berhubungan dengan hartanya.

Beberapa pendapat diatas didasarkan atas dioblehkanya meniliti yang lebih dalam
syari’at,yang dikenal dengan qiyas mursal. Diantara ulama terjadi perbedaan
pendapat tentang qiyas Mursal(para ulama yang menyatakan adanya Qiyas)

D. Khiyar Memerdekakan

Para ulama sepakat bahwa seorang budak wanita jika merdeka,sementara


suaminya adalah seorang budak,maka dia berhak melakukan Khiyar.

Mereka berbeda pendapat jika dia merdeka,sedangkan suaminya adalah


orang merdeka,apakah dia berhak melakukan Khiyar atau tidak:

1. Malik,Syafii,Ahli Madinah,Al Auza’i,Ahmad dan AL-Laits berpendapat


tidak ada Khiyar baginya
2. Abu Hanifah dan Ats-Tsauri berpendapat dia erhak melakukan Khiyar,baik
suaminya merdeka atau budak.

Sebab perbedaan Pendapat Yaitu:Kontradiksi penukilan Hadits Barirah dan


kemungkinan alasan yang mengharuskan adanya hak Khiyar,yaitu apakah paksaan
yang terjadi dalalm pernikahanya secara mutlak,jika ia sebagai budak wanita,atau
paksaan agar dia menikah dengan budak laki-laki.

Ulama yang mengatakan bahwa alasanya ialah paksaan dalam pernikahanya


secara mutlak,mereka berpendapat dia diberi hak Khiyar baik suaminya merdeka
atau budak.dan ulama yang mengatakan bahwa alasanya adalah paksaan untuk
menikah dengan budak laki laki saja,mereka berpendapat,dia hanya diberi hak
khiyar ketika suaminya seorang budak.

Sedangkan perselisihan tentang penukilan,yaitu telah diriwayatkan dari


Ibnu Abbas,Bahwa suami Barirah adalah seorang budak hitam.dan diriwayatkan

6
dari Aisyah bahwa suaminya adalah seorang yang merdeka.dan kedua penukuilan
ini memeiliki ketetapan menurut ahli hadits.

Mereka juga berbeda pendapat tentang waktu yang dibolehkan baginya untuk
melakukan Khiyar:

1. Malik dan Syafi’i berpendapat dia dibolehkan melakukan khiyar selagi


suaminya belum menggaulinya.
2. Abu Hanifah berpendapat Khiyar nya adalah ketika di Majlis .
3. Al Auza’i Berpendapat Khiyarnya gugur karena menggaulinya,jika dia
mengatahui bahwa menggauli bisa menggugurkan Khiyarnya.

Anda mungkin juga menyukai