Anda di halaman 1dari 2

2.A. Dalam hokum acara perdata, dikenal adanya larangan Ultra Petitum PArtium.

Apa akibat hukumnya jika hakim mengabaikan hal tersebut ? jelaskan


Ultra petita dilarang dalam lingkup acara perdata. Hal ini diatur dalam pasal 178 ayat
2 “Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan.” Dan ayat 3 ”Ia dilarang menjatuhkan
keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang dituntut.
(Rv. 50.)”, dan dalam pasal 189 RBg ayat (2)  “Ia wajib memberi keputusan tentang semua
bagian gugatannya.” Dan ayat (3)  “Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak
dimohon atau memberikan lebih dari yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)”.
Yahya Harahap berpendapat bahwa putusan Ultra Petita dianggap sebagai Ultra Vires
atau dapat dikatakan hakim melebihi wewenang memutuskan. Ini dikarenakan dalam acara
perdata, hakim bersifat pasif dan meskipun memberikan putusan Ultra Petitum Partium
dengan alasan keadilan atau itikad baik. Maka putusan tersebut dianggap cacat hukum.
Hakim hanyya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan huku yang
didasarkan kepadanya (iudex non ultra petita / ultra petita non cognoscitur). Hakim hanya
menentukan tentang adakah hal-hal yang diajukan dan dibuktikan para pemohon atau
penggugat. Karena hukum acara perdata dalam ranah hokum privat makanya hakim hanya
mempertahankan hukum materil dalam suatu perjanjian dan tentang hubungan hak dan
kewajiban para pihak.
Namun, menurut Mertokusumo, dengan mendasarkan pada Putusan Mahkamah
Agung tanggal 4 Februari 1970, Pengadilan Negeri boleh memberi putusan yang melebihi
apa yang diminta dalam hal adanya hubungan yang erat satu sama lainnya.  Dalam hal ini
asas non ultra petita tidak berlaku secara mutlak sebab hakim dalam menjalankan tugasnya
harus bertindak secara aktif dan selalu harus berusaha agar memberikan putusan yang benar-
benar menyelesaikan perkara.
Jadi, dalam hokum acara perdata dapat dikatakan hakim tidak perlu memberikan
putusan hokum yang sifatnya ultra petita karena dapat dianggap cacat hukum dengan alasan
melebihi kewenangan hakim. Tetapi tidak memungkinkan jika memutuskan dengan dengan
ultra petita selagi dapat dibuktikan dan memiliki alasan yang kuat untuk menyelesaikan
perkara karena hakim juga mementingkan asas ex aquo et bono yang dimana memberikan
putusan yang seadil adilnya karena ada dalam yurisprudensi ketika terdapat sengketa yang
pemohonnya tidak memberikan petitum dengan baik tetapi dalam positanya terdapat petitum
yang dibutuhkan pemohon, maka dari itu hakim memberikan putusan yang sifatnya ultra
petitum ini, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 41 H/PHPU.D-VI/2008
tertanggal 2 Desember 2008.
2.C. Sebut dan jelaskan 3 macam sifat dari putusan hakim

Menurut Yahya Harahap putusan ditinjau dari sifatnya terdapat 3 macam yaitu

a. Putusan Deklarator

pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu
merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau title maupun status dan
pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan. Jadi putusan declatoir berisi
pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata.

b. Putusan Constitutief

putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu
keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru. Sebenarnya hampir tidak
ada batas antara putusan deklaratif dengan konstitutif. Misalnya putusan konstitutif yang
menyatakan perjanjian batal, pada dasarnya amar yang berisi pembatalan perjanjian adalah
bersifat deklaratif yakni berisi penegasan hubungan hukum atau keadaan yang mengikat para
pihak dalam perjanjian itu tidak sah oleh karena itu perjanjian itu dinyatakan batal.

c. Putusan Condemnatoir

Putusan condemnatoir adalah putusan yang memuat amar yang menghukum salah satu
pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak
terpisah dari amar deklaratif atau konstitutif.[10] Oleh karena itu dapat dikatakan amar
kondemnator adalah asesor (tambahan) dengan amar deklarator atau konstitutif, karena amar
tersebut tidak dapat berdiri sendiri tanpa didaluhui amar deklaratif yang menyatakan
bagaimana hubungan hukum di antara para pihak. Sebaliknya amar yang bersifat deklaratif
dapat berdiri sendiri tanpa amar putusan kondemnator. Merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisah dengan amar deklaratif, sehingga amar deklarator merupakan condition sine qua
non atau merupakan syarat mutlak untuk menjatuhkan putusan kondemnator

Anda mungkin juga menyukai