Anda di halaman 1dari 2

Kitab Al-Muwaththa terdiri dari 1843 hadis.

Hadis-hadis tersebut diklasifikasikan ke


dalam tema besar (kitab) dan sub-bahasan (bab). Total tema besar dalam Al-Muwaththa yaitu 61
topik, sedangkan babnya sendiri berjumlah 803 bahasan. Hadis-hadis tersebut diletakkan
sedemikian rupa berdasarkan ijtihad Imam Malik.

Untuk memperkuat hadis yang dinukil, Imam Malik menyertakan atsar yang
diriwayatkan dari para sahabat ataupun tabi'in. Menariknya lagi, dari 803 bab dalam kitab Al-
Muwaththa terdapat sekitar 100 bab yang murni hasil ijtihad dan pemikiran fikih Imam Malik
tanpa disertai nukilan riwayat satu pun.

Sebab itu, Al-Muwaththa dikoreksi terus-menerus oleh Imam Malik sampai akhir
hayatnya. Setelah melakukan kajian mendalam lagi, Imam Malik menganulir beberapa hadis
ataupun riwayat yang kurang memenuhi kriteria keabsahan.

Karenanya menurut Abu Bakar Al-Abhari, jika total riwayat mulai dari hadis hingga atsar
sahabat dan tabi'in dalam Al-Muwaththa berjumlah sekitar 1720 riwayat. Sebanyak 600 hadis
menyambung ke Rasulullah (musnad), sekitar 222 memiliki derajat mursal, 613 riwayat maukuf
dan 285 riwayat merupakan atsar tabi'in.

Sebagai contoh misalnya, dalam kitab yang membahas tentang shalat Jumat, Imam Malik
menyebutkan bab-bab yang terkait dalam pembahasan itu. Di antaranya bab keutamaan mandi di
hari Jumat yang terdapat sejumlah riwayat tentang hal itu.

Di antaranya hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Barangsiapa yang pada hari Jumat mandi seperti mandi janabat, kemudian berangkat awal (ke
masjid), maka seakan-akan ia bersedekah seekor unta gemuk. Barangsiapa berangkat pada waktu
kedua, maka ia seakan-akan ia bersedekah seekor sapi. Barang siapa berangkat pada waktu
ketiga, maka seakan-akan ia bersedekah seekor kambing bertanduk. Barangsiapa yang berangkat
pada waktu keempat, maka seakan-akan ia bersedekah seekor ayam. Dan barang siapa berangkat
pada waktu kelima, maka seakan-akan ia bersedekah sebutir telur. Dan bila imam telah naik
mimbar (untuk berkhutbah), maka para malaikat hadir untuk mendengarkan zikir."
Dinamakan marfu’ karena disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada
seorang sahabat atau segolongan sahabat, baik perkataan, perbuatan, atau persetujuannya,
bersambung sanadnya maupun terputus disebut dengan hadis mauquf. Sandaran hadis ini hanya
sampai kepada sahabat, tidak sampai kepada Rasulullah saw.

Menurut bahasa kata maqthu‟ berasal dari akar kata ‫ع‬


ٌ ‫ط ْو‬
ُ ‫ع َو َم ْق‬ ِ ‫طعًا َقا‬
ٌ ‫ط‬ ْ ‫ط ّ ُع َق‬ َ َّ‫ َقط‬yang berarti
ِ ‫ع ُي َق‬
terpotong atau teputus, lawan dari maushul yang berarti bersambung. Kata terputus di sini
dimaksudkan tidak sampai kepada Rasulullah saw, hanya sampai kepada tabi’in saja.

Menurut istilah hadis maqthu‟ adalah

‫ف ِإلَيالتابعي أو من دونه من قول أو فعل‬


َ ‫ض ْي‬
ِ ‫َما ُا‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi‟in dan orang setelahnya daripada Tabi’in
kemudian orang-orang setelah mereka, baik berupa perkataan atau perbuatan dan sesamanya

Anda mungkin juga menyukai