Anda di halaman 1dari 5

Pengertian dan Contoh Hadits Muallal

Hadits Muallal merupakan salah satu bagian dari hadits dhaif, yang dikategorikan
berdasarkan pada adanya cacat pada rawinya. Lalu, apa Hadits Muallal itu ? penjelasan
singkat berikut semoga bisa memberi sedikit kemanfaatan bagi umum.

Pengertian Hadits Muallal ( ‫ث ا ْل ُم َعلَّ ُل‬


ُ ‫)ا ْل َح ِد ْي‬
Menurut bahasa, mualla berasal dari kata 'allala " ‫ " َعلَّ َل‬yang berarti menampakkan cacat
atau aib.

Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dalam Kitab Minhatul Mugits, Bab Hadits Muallal,
adalah :

ٍ ِ ِ ‫ اَو اِ ْد َخ‬ ‫ص ِل مرس ٍل اَو م ْن َق ِط ٍع‬


ٍ ْ‫ث ِفي ح ِدي‬ ِ ِ َّ ‫ِفي‬
 ‫ث اَ ْو‬ َ ْ ْ‫ال َحدي‬ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ ‫السنَد اَ ْو في ال َْم ْت ِن َك َو‬
‫ك‬َ ِ‫غَْي ِر ٰذل‬
"Hadits yang secara dhahirnya (lahiriyahnya) sudah selamat (dari cacat), tetapi setelah ditelaah
pada jalur sanad-sanadnya, ternyata terdapat cacat yang parah, baik di dalam sanadnya atau
matannya, seperti menyambungkan hadits mursal, menyambungkan hadits munqathi',
memasukkan sebuah hadits ke dalam hadits lainnya, dan lain sebagainya".

Dari pengertian di atas, maka kita bisa memberi kesimpulan singkat bahwa Hadits Muallal
merupakan hadits yang nampaknya tidak ada cacat, namun setelah sanad-sanadnya diteliti
dan ditelaah, ternyata terdapat cacat yang parah.

Yang dimaksud cacat di sini adalah setiap hal yang bisa menyebabkan hadits tersebut
ditolak atau tidak diterima keshahihannya. Cacat itu bisa terdapat pada sanad atau pada
matan, namun cacat pada matan lebih buruk daripada cacat pada sanad. Mengapa
demikian ? karena cacat pada sanad hanya akan menodai sanad itu sendiri, sedangkan
cacat pada matan bisa mempengaruhi sanad.

Tentu saja upaya menelaah dan meneliti adanya cacat pada sanad-sanad dan matan
sebuah hadits  itu sangatlah sulit, hanya para ulama' ahli hadits yang sanggup
menelaahnya, baik matan atau pun setiap rawi dalam sanad (mengetahui bagaimana
riwayat, latar belakang, sifat, dan kepribadian rawi).

Contoh Hadits Muallal


ٰ
‫اجةَ لَ ْم‬
َ ‫ْح‬ َ ‫صلَّى اللّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم إِذَا أ ََر‬
َ ‫اد ال‬ َ ‫ال َكا َن النَّبِ ُّي‬ َ َ‫س ق‬ ٍ َ‫ش َع ْن أَن‬ ِ ‫َع ْن اأْل َ ْع َم‬
ِ ‫َي ْرفَ ْع َث ْوبَهُ َحتَّى يَ ْد ُن َو ِم ْن اأْل َ ْر‬
‫ض‬
"Dari Al-A'masy dari Anas bin Malik, berkata, "Ketika Nabi SAW hendak buang hajat beliau tidak
mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah"" (HR. Tirmidzi No.14).

Secara dhohiriyyah, hadits tersebut kelihatan tidak ada cela atau cacat, karena rawi-rawinya
terlihat dapat dipercaya. Namun, banyak ulama' hadits menyatakan bahwa Al-A'masy tidak
pernah mendengar hadits dari Sahabat Anas bin Malik, atau pun mendengar dari satupun
sahabat Nabi SAW.

Al-A'masy adalah seorang yang dulunya pernah menjadi budak Bani Kahili, nama
lengkapnya adalah Sulaiman bin Mihran Abu Muhammad Al-Kahili. Dia hanya pernah
melihat Sahabat Anas bin Malik melakukan sholat, kemudian menuturkan darinya
mengenai masalah shalat.

#####

Definisi Hadits Mu’allal
‫ص َّحتِ ِه َم َع أَ َّن ظَا ِه ُرهُ ال َّسالَ َمةُ ِم ْنهَا‬ ْ ُ‫ْث الَّ ِذي أ‬
ِ ‫طلِ َع فِ ْي ِه َعلَى ِعلَّ ٍة تَ ْق َد ُح فِي‬ ُ ‫ه َُو ْال َح ِدي‬

Yaitu hadis yang di dalamnya terungkap adanya cacat sehingga


menyebabkan rusak  kesahihannya, padahal secara dhahir hadis itu
terbebas dari cacat tersebut

Cara mengetahui apakah suatu hadis memiliki cacat sehingga termasuk


mu’allal ataukah tidak adalah dengan mengumpulkan semua jalur sanad
hadis dan riwayatnya, mengkajinya secara mendalam, dan melihat
perbedaan rawinya, mengadakan i’tibar (analisis) terhadap kedudukan
para rawi dari segi hafalan, keakurasian dan kebenarannya.
Al-Khathib al-Baghdadi mengatakan, Cara mengetahui illah  hadis adalah
dengan mengumpulkan semua jalur periwayatan, melihat perbedaan
rawinya, mengadakan i’tibar  terhadap kedudukan mereka dari segi
hafalan, dan posisi mereka dalam hal kebenaran dan keakurasian. Ali al-
Madini mengatakan, Bab; apabila tidak tekumpul jalur periwayatan maka
tidak akan tampak kesalahannya
Illah  kadang-kadang terjadi pada sanad  dan kadang-kadang terjadi
pada matan. Contohnya; Hadis  yang diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah bin
Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam bin Harb al-Mala’I,
dari al-A’masy dari Anas, ia berkata,
ِ ْ‫اجةَ لَ ْم َيرْ فَ ْع ثَوْ بَهُ َحتَّى يَ ْدنُو ِمنَ ْاألَر‬
‫ض‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا أَ َرا َد ْال َح‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ّي‬

Apabila Rasulullah saw hendak membuang air maka beliau tidak


membuka (mengangkat) pakaiannya sehingga berada di tempat yang
tersembunyi.

Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi (14), Abu Isa ar-Ramli di dalam Zawaid ‘ala
Sunan Abu Dawud (Sunan;1/50)

Sanad hadis ini secara lahir adalah sahih, rijalnya siqah, hanya saja al-
A’masy tidak pernah mendengarkan hadis secara langsung dari Anas bin
Malik ra. Ibnu al-Madini mengatakan, “al-A’masy tidak pernah mendengar
hadis dari Anas bin Malik, ia hanya pernah melihatnya di Mekkah, ketika
salat ada di belakang Maqam”

____________________

Pengertian dan Contoh Hadits Muharraf


Salah satu jenis hadits yang bisa digolongkan ke dalam salah satu bagian hadits dhaif
adalah hadits muharraf, untuk itulah di bawah ini ada sedikit penjelasan mengenainya.

Pengertian Hadits Muharraf ( ُ‫ث ا ْل ُم َح َّرف‬


ُ ‫)ا ْل َح ِد ْي‬
Menurut bahasa, muharraf merupakan isim maf'ul dari lafadz "harrafa" ( ) yang berarti ‫ف‬
َ ‫َح َّر‬
memutar-balikkan, sedangkan muharraf sendiri berarti sesuatu yang diputar-balikkan.

Adapun menurut istilah, maka dalam Kitab Minhatul Mughits pada bab yang sama,
dijelaskan sebagai berikut ini :
ِ ‫هو ما َتغََّير فِي ِه اَو فِي سنَ ِد ِه َش ْكل الْحرو‬
‫ف‬ ْ ُُ ُ َ ْ ْ ْ َ َ َُ
"Yaitu hadits yang terjadi perubahan syakal hurufnya di dalam matan atau di dalam sanadnya".

Sedangkan yang dimaksud dengan syakal huruf adalah harakat hurufnya, yaitu fathah,
fathatain, dhammah, dhammatain, kasrah, kasratain, sukun, dan tasydid.

Kita sendiri tahu bahwa perubahan harakat dalam sebuah lafadz bisa memperngaruhi
makna lafadz itu sendiri, itulah sebabnya sangat penting juga menguasai ilmu alat bahasa
arab yaitu nahwu dan sharaf. Namun dalam mempelajari hadits, nahwu sharaf saja belum
cukup, tentu harus diselingi dengan mempelajari ilmu hadits dan berbagai macam riwayat
dan penjelasan mengenai hadits-hadits dari para ulama' ahli hadits, baik secara langsung
maupun dari kitab-kitab.

Contoh Hadits Muharraf

Nah, bisa dibayangkan sendiri bagaimana jika di dalam sebuah hadits terdapat perubahan
harakat di dalam hurufnya, tentu saja maknanya pun bisa berubah, adakalanya perubahan
makna yang tidak jauh menyimpang, bahkan sampai perubahan makna yang sangat parah.
Kita pun tahu bahwa penulisan hadits pada masa Rasulullah SAW dan sahabat tidak
menggunakan titik dan harakat.

Namun, yang dimaksud hadits muharraf di sini adalah perubahan harakat yang menjadikan
makna huruf 180 derajat berubah dari makna aslinya, sehingga hal ini pun akan kegagalan
faham dalam memaknai hadits itu sendiri, contohnya adalah hadits yang diriwayatkan dari
Sahabat Jabir ra :

#####

HADITS MUHARRAF
Yaitu hadits yang berubah syakal (harakat) huruf-huruf di dalam matan dan sanadnya.

Yang dimaksud dengan syakal huruf adalah harakat dan sukun, seperti hadits riwayat Sahabat Jabir ra :
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ َر‬#ُ‫ب َعلَى اَ ْك َحلِ ِه فَ َك َواه‬
َ ِ ‫س ْو ُل‬ ِ ‫ُر ِم َي اُبَ ُّي يَ ْو َم ااْل َ ْح َزا‬
"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat nadinya, lalu
Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas".

Ghandar memuharrafkannya (memutarbalikkannya), dia mengatakan di dalamnya " ‫( " اَبِ ْي‬ayahku)
dengan susunan idhafah, sedangkan dia sebenarnya adalah Ubay bin Ka'ab.

Catatan :
Dari contoh hadits Sahabat Jabir di atas, terjadi muharraf yaitu Ghandar meriwayatkan dengan " " ‫اَبِ ْي‬
(ayahku), seolah yang terkena panah adalah ayah Shabat Jabir, padahal yang terkena panah adalah
Ubay bin Ka'ab.
Susunan Idhofah adalah susunan yang terdiri dari mudhof dan mudhof ilaih. Mudhafnya adalah " ٌ َ‫" ا‬
‫ب‬
(ayah) dan mudhof ilaihnya adalah " ْ " (ku). Jika disambung menjadi "‫( " اَبِ ْي‬ayahku).
‫ي‬

‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ َر‬#ُ‫ب َعلَى اَ ْك َحلِ ِه فَ َك َواه‬
َ ِ ‫س ْو ُل‬ ِ ‫ُر ِم َي اُبَ ُّي يَ ْو َم ااْل َ ْح َزا‬
"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat nadinya, lalu
Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas" (HR. Muslim No. 4089).
Ghandar pernah meriwayatkan hadits tersebut dan mengubah lafadz " ‫( " اُبَ ُّي‬Ubay bin Ka'ab) menjadi "
‫( " اَبِ ْي‬ayahku). Jadi, di sini seolah yang terkena panah bukanlah Sahabat Ubay bin Ka'ab ra, tetapi ayah
Sahabat Jabir ra, padahal ayah Sahabat Jabir ra sudah meninggal dunia sebelum Perang Ahzab (Perang
Khandaq).

Anda mungkin juga menyukai