BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beton dan baja merupakan dua jenis material struktur yang umum digunakan
dalam konstruksi suatu bangunan. Kedua jenis material tersebut kadang kala
saling membantu satu sama lain, namun biasa juga berdiri sendiri-sendiri,
sehingga banyak struktur dengan bentuk dan fungsi yang serupa dapat di bangun
dengan beton atau baja. Beton merupakan material yang relatif kuat terhadap
tekan tetapi lemah terhadap beban tarik, maka ditambahkan baja tulangan
didalamnya. Kombinasi antara beton dan baja tulangan tersebut dikenal dengan
nama beton bertulang sebagai struktur yang optimal pada konstruksi suatu
bangunan. Hal ini bukan karena sifat mekaniknya saja yang relatif baik, tetapi
beton bertulang juga memiliki sifat tahan lama.
cukup besar secara periodik. Matsuhima dan Tamada (1989) menyatakan bahwa
pemeliharaan jembatan dengan pengecatan setiap lima tahun akan memakan
biaya 10% dari harga bangunan. Hal ini berarti bahwa biaya 50 tahun
pemeliharaan akan sama dengan biaya pembuatan jembatan baru. Kekuatan baja
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperature tinggi kekuatan baja
sangat rendah, sehingga pada saat terjadi kebakaran bangunan dapat runtuh
sekalipun tegangan yang terjadi hanya rendah. Kendala berikutnya, karena
kekuatan baja sangat tinggi maka banyak dijumpai batang-batang stuktur yang
langsing.
B. Tujuan percobaan
Untuk mendapatkan nilai kuat tarik baja beton dan parameter lainnya (Nilai
kuat tarik leleh, nilai kuat tarik putus, regangan, dan kontraksi). Pengujian ini
selanjutnya dapat digunakan dalam pengendalian mutu baja beton.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Dasar
Baja tulang beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang lingkaran
yang di gunakan untuk penulangan beton, yang di produksi dari bahan baku billet
dengan cara hot rolling. Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton di bedakan
menjadi 2 (dua) jenis yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton
sirip.
Baja tulangan beton polos (BJTP) adalah baja tulangan beton berpenampang
lingkaran dengan permukaan rata tidak bersirip dan baja tulangan beton sirip
(BJTS) adalah baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya
memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang di maksudkan untuk
meningkatkan daya lekat dan menahan gerakan membujur dari batang secara
relatif terhadap beton.
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanis dari baja, terutama mengenai batas leleh,
kuat tarik dan regangannya, biasanya di lakukan pengujian kuat tarik. Umunya
hasil pengujian tersebut dapat di gambarkan dalam suatu diagram yang
menyatakan hubungan antara tegangan dan regangan yang terdiri atas beberapa
daerah, seperti tampak pada gambar berikut :
1. Dasar Pengujian
Uji tarik adalah suatu metode yang di gunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan atau material dengan cara memberikan beban gaya (askeland, 1985). Hasil
yang di dapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan
desain produk karna menghasilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik di
gunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang di
berikan secara lambat.
Jika diameter contoh ≤ 15mm sehingga gaya tarik maksimum lebih kecil dari
kapasitas mesin tarik maka benda uji dibuat dengan bentuk dan dimensi seperti
tercantum pada gambar 2.1 tanpa perubahan bentuk penampang
Jika diameter contoh lebih >15mm, atau gaya tarik maksimum melebihi
kapasitas mesin tarik , maka bentuk dan dimensi benda uji dibuat seperti gambar
2.2.
Keterangan Gambar :
D = diameter contoh, mm
Tegangan tarik leleh adalah besarnya gaya tarik yang bekerja pada saat suatu
bahan mengalami leleh pertama. Rumus yang di gunakan untuk menentukan
tegangan tarik leleh adalah :
Py
fy =
A so
Dimana :
fy = Tegangan tarik leleh (N)
Py = Kuat tarik leleh (N)
Asoz = Luas penampang benda uji semula (mm)
Tegangan tarik putus adalah besarnya gaya tarik maksimum yang bekerja pada
saat bahan mengalami putus. Rumus yang digunakan untuk menentukan tegangan
tarik leleh adalah :
P maks
fu =
A so
Dimana :
fu = Tegangan tarik putus (N)
Pmaks = Kuat tarik leleh (N)
Aso = Luas penampang benda uji semula (mm)
4. Regangan Maksimum
lu −I o
ε maks = x 100 %
lo
Dimana :
ε maks = Regangan maksimum benda uji pada saat putus (%)
lu = Panjang benda uji setelah pengujian (mm)
lo = Panjang benda uji semula (mm)
5. Kontraksi
A so− Asu
S= x 100 %
A so
Dimana :
BAB III
METODE PERCOBAAN
B. Bahan
1. Baja beton berdiameter 12 mm
2. Baja beton berdiameter 10 mm
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Buat benda uji untuk setiap contoh dengan bentuk dan dimensi yang sesuai
dengan ketentuan.
2. Buat 2 buah benda uji untuk pengujian ganda.
3. Timbang berat benda uji sebelum pengujian.
4. Ukur dimensi benda uji sebelum pengujian.
5. Beri tanda pada benda uji dengan tipe-x.
6. Pasang benda uji dengan cara menjepit bagian ujung dari benda uji pada alat
penjepit mesin Tarik, sumbu alat penjepit harus berimpit dengan sumbu benda
uji.
7. Catat besarnya gaya Tarik pada batas leleh dan pada batas putus.
8. Keluarkan benda uji dari mesin penarik.
9. Ukur dimensi benda uji setelah pengujian.
BAB IV
A. Perhitungan
Do = 8 mm
lo = 300 mm
Du = 5 mm
lu = 335 mm
Py = 25,6 kN = 25600 N
1 2
Aso = × π × Do
4
1
= ×3,14 × 82
4
= 50,24 mm2
1
Asu = × π × Du 2
4
1
= ×3,14 × 52
4
= 19,63 mm2
c) Tegangan Leleh:
Py
fy =
A so
25600
=
50,24
= 509,55 MPa
d) Tegangan Putus:
P max P maks
fu =
Aso A so
33500
=
50,24
= 666,80 MPa
e) Regangan Maksimum:
lu −l o I −I
ε maks = ε maks= x 100 % u o ×100 %
lo Io
335−300
= ×100 %
300
= 11,67 %
f) Kontraksi:
A so − A su
S = x 100 %
A so
50,24−19,63
= ×100 %
50,24
= 60,95 %
Do = 10 mm
lo = 300 mm
Du = 7 mm
lu = 350 mm
Py = 36,5 kN = 36500 N
1 2
Aso = × π × Do
4
1 2
= ×3,14 × 10 = 78,5 mm2
4
1 2
Asu = × π × Du
4
1 2
= ×3,14 × 7
4
= 38,47 mm2
c) Tegangan Leleh:
Py
fy =
A so
36500
=
78,5
= 464,97 MPa
d) Tegangan Putus:
P max P maks
fu =
Aso A so
41200
=
78,5
= 524,84 MPa
e) Regangan Maksimum:
lu −l o Iu−Io
ε maks = ε maks = x 100 % ×100 %
lo Io
350−300
= ×100 %
300
= 16,67 %
f) Kontraksi:
A so − A su
S = x 100 %
A so
78,5−38,47
= ×100 %
78,5
= 50,99 %
B. Pembahasan
Pada observasi I berdasarkan nilai Tegangan Leleh = 497,17 MPa dan Tegangan
Putus = 516,63 MPa yang diperoleh, maka dapat diklasifikasikan bahwa baja beton
tersebut dapat digolongkan dalam jenis mutu baja BJ 35. Sedangkan pada
observasi II berdasarkan nilai Tegangan Leleh = 535,03 MPa MPa dan Tegangan
Putus = 662,93 MPa yang diperoleh, maka dapat diklasifikasikan bahwa baja
beton tersebut dapat digolongkan dalam jenis mutu baja BJ 50.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada hasil analisis perhitungan dari pengujian baja diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan nilai Tegangan Leleh dan Tegangan Putus yang diperoleh, maka
dapat diklasifikasikan bahwa baja beton tersebut dapat digolongkan dalam jenis
mutu baja BJ 35. (SNI 03 – 2052 – 2014)
Berdasarkan nilai Tegangan Leleh dan Tegangan Putus yang diperoleh, maka
dapat diklasifikasikan bahwa baja beton tersebut dapat digolongkan dalam jenis
mutu baja BJ 50. (SNI 03 – 2052 – 2014)
B. Saran
1. Sebaiknya ketika selesai melakukan praktikum percobaan, agar
membersikan alat-alat yang telah digunakan dan dikembalikan ke
tempat semula.
2. Peralatan yang kurang memadai di lab, menghambat kelancaran jalannya
praktikum sehingga sebaiknya penyediaan alat harus lebih diperhatikan.
3. Sebaiknya praktikan memperhatikan saat asisten memberikan pengarahan.
4. Sebaiknya praktikan jangan terlalu dekat dengan mesin uji tarik.
5. Sebelum melakukan percobaan praktikum sebaiknya periksa dan perhatikan
alat – alat yang akan digunakan dalam keadaan baik atau tidak.
6. Kebersihan dan kerapihan lab harus lebih diperhatikan demi kelancaran
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Gambar-1. Timbangan
Gambar 13. Pemasangan baja beton Gambar 14. Pencatatan hasil uji
Kata Pengantar
Daftar Gambar
Gambar 1. Timbangan......................................................................................................16
Gambar 2. Mesin Uji Tarik Baja........................................................................................16
Gambar 3. Mistar Ukur.....................................................................................................17
Gambar 4. Alat pemotong baja........................................................................................17
Gambar 5. Jangka Sorong.................................................................................................18
Gambar 6. Tipe-X.............................................................................................................18
Gambar 7. Baja beton diameter 8 mm dan 10 mm..........................................................19
Gambar 8. Baja beton diameter 8 mm dan 10 mm..........................................................19
Gambar 9. Pemotongan baja beton.................................................................................20
Gambar 10. Penimbangan baja beton..............................................................................20
Gambar 11. Pengukuran diameter baja beton.................................................................21
Gambar 12. Pengukuran dimensi sebelum pengujian......................................................21
Gambar 13. Pemasangan baja beton pada mesin uji tarik...............................................22
Gambar 14. Pencatatan hasil uji.......................................................................................22
Gambar 15. Pengukuran dimensi setelah pengujian........................................................23
Gambar 16. Pemberian tanda pada benda uji..................................................................23
Daftar Tabel