Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INDIVIDU

SISTEM LOGISTIK PERIKANAN

Dosen :
Dr. Maman Hermawan, A.Pi., M.Sc

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD SYIHABUDIN
NIM. 12 22 265

JENJANG MAGISTER TERAPAN


PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA, OKTOBER, 2022
HAL - HAL PENTING YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM
LOGISTIK NASIONAL, SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
DAN PENGEMBANGAN SLIN

1. Tantangan Mendasar dalam Implementasi SLIN :


a. Faktor Musim : Masih banyak terdapat di beberapa daerah, pada saat musim ikan,
harga ikan mengalami penurunan. Sehingga jika di suatu daerah ada yang mempunyai
kelebihan pasokan ikan, maka perlu dibawa keluar dan dialokasikan ke daerah yang
mempunyai pasokan ikan kurang. Namun jenis ikan yang akan dibawa ataupun di
pasok, perlu disesuaikan terlebih dahulu dengan kemampuan daya beli daerah tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN),
nantinya ikan yang melimpah tersebut akan dibeli dan kemudian disimpan di mesin
pendingin (cold storage) sehingga tidak akan ada lagi faktor musiman dalam pasca
panen ikan. Jika musim ikan lagi penuh perlu dibeli semua namun dengan harga yang
sangat wajar dan jika pada saat kosong, ikan perlu untuk dikeluarkan.

b. Keterpencilan (remoteness)
Terdapat tiga tantangan mendasar dalam implementasi SLIN pada bagian
keterpencilan (remoteness), diataranya sebagai berikut :
 Pertama, masih adanya keterbatasan rute dan frekuensi angkutan tol laut. Pada bagian
ini terjadi pada pada lokasi sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) dan sentra
produksi / pengumpulan hasil perikanan lainnya di lokasi 3TP yakni logistik di wilayah
Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan.
 Kedua, adanya keterbatasan infrastruktur sarana dan prasarana dalam rantai dingin.
Beberapa diantaranya seperti air blast freezer, gudang penyimpanan beku, pabrik es,
dan kendaraan pendingin. Selain itu, terdapat juga keterbatasan kontainer
berpendingin (reefer container) untuk komoditas perikanan dan keterbatasan sarana
dan prasarana di pelabuhan.
 Ketiga, Sinergitas lokasi pelabuhan perikanan dengan pelabuhan niaga masih menjadi
persoalan. Tidak hanya itu, keberlanjutan muatan hasil perikanan tertentu juga menjadi
persoalan dan masih kurangnya sosialisasi program tol laut pada pelaku usaha
perikanan.
c. Karakteristik Komoditas Ikan
 Karakteristik Agronomis : Kelompok komoditas perikanan pangan yang dipilah
berdasarkan nomenklatur biologi (divisi, kelas, ordo, famili, genus, species,
varietas). Biasanya, pengelompokkan hasil perikanan secara agronomis
didasarkan pada “famili” yang sama namun tidak selalu demikian, sehingga aspek
lain yang dapat menjadi pertimbangan adalah berdasarkan bentuk, wujud, atau
bagian dari sesuatu yang dimanfaatkan.
 Karakteristik Fisiologis : Pengelompokkan komoditas perikanan dengan cara
yang didasarkan pada ketahanan atau daya simpan suatu komoditas. Secara
fisiologis, suatu pangan ikan dapat pula berpengaruh terhadap kesegaran (efek
segar). Selain itu, pengelompokkan juga didasarkan pada mudah atau tidaknya
pangan ikan tersebut mengalami kerusakkan yang dibagi menjadi tiga yaitu
pangan ikan cepat rusak (peresible), agak cepat rusak (semi perishable), dan cepat
rusak (non perishable).
 Karakteristik Gizi : Kelebihan pangan ikan yang telah dikonsumsi manusia akan
disimpan kembali oleh tubuh dalam bentuk glokogen, sel-sel atau jaringan atau
disimpan sebagai lemak tubuh. Selain itu, senyawa protein berperan juga sebagai
pembangun dan memperbaiki jarigan yang rusak. Kemudian vitamin dan mineral
juga berperan sebagai zat pengatur proses metabolisme dadalam tubuh.

d. Infrastruktur
 Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Lokal : bagian dari konektivitas
domestik yang diharapkan mampu menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan
(kota, kabupaten, dan provinsi), pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di dalam satu pulau
atau didalam satu koridor ekonomi. Pada tahun 2025, secara Nasional diharapkan
jaringan infrastruktur transportasi massal baik darat (kereta api) maupun air (short sea
shipping) yang menjadi tulang punggung harus sudah terbangun sehingga akan
mengikat kuat interkoneksi antara kawasan-kawasan industri, perkotaan, dan
pedesaan. Titik simpul logistik yang penting untuk dikembangkan adalah pelabuhan
laut, bandar udara, terminal, pusat distribusi, pusat produksi, dan kawasan
pergudangan yang harus terintegrasi dengan jaringan jalan raya, jalan tol, jalur kereta
api, jalur sungai, jalur pelayaran dan jalur penerbangan. Dengan kondisi ini diharapkan
daya saing produk nasional meningkat, serta kebutuhan bahan pokok dan strategis
masyarakat dapat dipenuhi dengan jumlah yang sesuai dan harga terjangkau.
 Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Antar Pulau : Bagian dari konektivitas
domestik yang diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi baik dalam (intra) koridor ekonomi dan wilayah dalamnya (hinterland),
termasuk daerah tertinggal, terpencil dan terdepan (perbatasan) maupun antar koridor
ekonomi, dan antar pulau (inter island). Pada tahun 2025, secara Nasional diharapkan
jaringan infrastruktur transportasi harus sudah dibangun yang menghubungkan antara
kawasan-kawasan industri, perkotaan, dan antar pulau. Titik simpul transportasi
penting antar pulau adalah pelabuhan laut dan bandar udara yang harus terkoneksi
dengan jalur pelayaran dan jalur penerbangan yang memadai dan efisien.
 Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global : Bagian dari konektivitas global
(global connectivity) yang diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi utama (national gate way) ke pelabuhan hub internasional baik
di wilayah barat. Indonesia maupun wilayah timur Indonesia, serta antara Pelabuhan
Hub Internasional di Indonesia dengan Pelabuhan hub internasional di berbagai negara
yang tersebar pada lima benua. Pada tahun 2025 diharapkan Sistem Logistik Nasional
akan terhubung dengan sistem logistik global, melalui jaringan infrastruktur
multimoda.
 Transportasi multi moda : Transportasi barang dengan menggunakan paling sedikit
dua moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan
dokumen transportasi multimoda dari sesuatu tempat barang diterima oleh operator
transportasi multimoda ke satu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang
tersebut. Diharapkan pada akhir tahun 2025 telah terwujud sistem transportasi
multimoda.
 Pelabuhan khusus : diperuntukkan bagi kelancaran operasi ekspor dan impor dalam
rangka mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus, industri pertambangan
dan migas (batu bara, nikel, tembaga, LNG, minyak dan sebagainya), serta industri
perikanan. Mengingat sifat komoditasnya yang berbasis pada sumber daya alam, maka
lokasi dan penyelenggaraannya akan diatur secara tersendiri.
 Industri Perkapalan sebagai Industri Strategis Pendukung Logistik : Industri
strategis yang berfungsi mendukung kelangsungan pelayaran domestik yang berperan
sebagai komponen kunci logistik. Peran ini juga telah diperkuat dengan telah
diakuinya peran penting industri perkapalan sebagai pendukung utama pelayaran
nasional. Sampai dengan saat ini, industri perkapalan masih dianggap sebagai industri
yang “terpisah” dengan industri pelayaran dalam mendukung sistem logistik nasional.
Industri ini masih dianggap berdiri sendiri bersama dengan sektor industri alat angkut
lainnya, misalnya: industri mobil. Pembangunan industri perkapalan untuk ke depan
adalah revitalisasi dan pendirian galangan baru yang terletak di sekitar jalur pelayaran
domestik maupun ALKI guna mendukung kehandalan dan keselamatan pelayaran.
Lokasi galangan kapal nasional yang perlu direvitalisasi atau dibangun baru adalah
daerah sekitar pelabuhan: Belawan, Kuala Tanjung, Batam, Jakarta, Surabaya,
Banjarmasin/ Balikpapan, Makasar, Bitung, Sorong, Kupang, dan Biak. Pasokan
bahan baku dan bahan antara untuk industri perkapalan di lokasi tersebut juga harus
dibangun sesuai dengan Pusat Distribusi Logistik Provinsi.

2. Kesenjangan (Geographical Gap, Price Gap, Quality Gap) :


a. Kesenjangan Ketersediaan Komoditas (Geographical Gap)
Kesenjangan atau gap yang disebabkan oleh tempat pemusatan produksi dan lokasi
konsumsi yang tersebar dibeberapa daerah. Contoh : Nelayan ikan di pantai indrayanti yang
menggunakan jasa distribusi untuk menjual ikan mereka di pasar-pasar kota karena peminat
yang mengkonsumsi ikan tersebut banyak di perkotaan.
b. Kesenjangan Harga Akibat Rantai Distribusi Panjang (Price Gap)
Kesenjangan atau gap yang terjadi karena adanya kenyataan bahwa pembelian atau
konsumsi dilkukan hanya pada waktu-waktu tertentu, sementara produksi dilakukan
berlangsung secara terus-menerus sepanjang waktu. Contoh : Meningkatnya permintaan ikan
konsumsi pada saat sesudah hari raya idul fitri atau idul adha baik di pasaran maupun di
berbagai tempat padahal ikan konsumsi di hari-hari biasanya tersedia banyak.
c. Kesenjangan Mutu Ikan (Quality Gap)
Kesenjangan atau gap yang terjadi karena jumlah barang yang dapat di produksi secara
ekonomis oleh suatu perusahaan yang berbeda dengan kuantitas normal yang diinginkan
konsumen. Contoh : ketika seorang konsumen ingin membeli ikan namun kondisinya berada
pada saat bukan musimnya, sehingga terjadi gap antara jumlah permintaan dan jumlah
ketersediaan.

Anda mungkin juga menyukai