Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL

“PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM


BASED LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL DI KELAS
VII SMP NEGERI 1 SIAU TIMUR SELATAN”

OLEH

Vani Baule

18504170

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN KEBUMIAN
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 2
C. Batasan Masalah............................................................................. 3
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................... 4

A. Landasan Teori .............................................................................. 4


B. Penelitian Relevan ......................................................................... 18
C. Kerangka Berpikir ......................................................................... 19
D. Uji Hipotesis ................................................................................. 20

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 21

A. Metode dan Desain Penelitian ....................................................... 21


B. Tempat dan Waktu ........................................................................ 21
C. Subjek Penelitian ........................................................................... 21
D. Varibel Penelitian .......................................................................... 22
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 22
F. Prosedur Penelitian ........................................................................ 22
G. Teknik dan Pengumpulan Data ...................................................... 24
H. Teknik Analisis Data ..................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 27

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas manusia
yang terjadi melalui proses pembelajaran. Pendidikan juga sangat dibutuhkan
dalam kelangsungan dan kesejahteraan hidup manusia bahkan dalam
kesejahteraan bangsa. Dengan pendidikan manusia akan mempunyai kecakapan
untuk menciptakan hidup yang baik, dan pendidikan yang baik akan menciptakan
manusia dengan kualitas yang semakin baik.

Proses pendidikan di sekolah dioperasionalkan dalam bentuk


pembelajaran, bimbingan dan latihan yang disebut proses belajar mengajar
(PBM). Dalam proses pembelajaran tentunya terdapat banyak permasalahan yang
dihadapi oleh guru, salah satunya yaitu masih lemahnya proses pembelajaran itu
sendiri. Dalam proses pembelajaran guru sering menggunakan model
pembelajaran konvensional, yang dimana guru lebih mendominasi kegiatan
pembelajaran dan siswa menjadi pasif dalam kegiatan pembelajaran tersebut,
sehingga model pembelajaran konvensional tidak efektif dalam proses
pembelajaran. Dan kebiasaan yang bersikap pasif dalam pembelajaran dapat
mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai
materi yang kurang dipahami sehingga membuat susasana belajar menjadi sangat
monoton dan kurang menarik.

Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 1 Siau Timur Selatan,


pembelajaran konvensial adalah pembelajaran yang masih dilakukan oleh guru,
dimana dalam proses pembelajaran guru langsung menjelaskan materi kepada
siswa tanpa ada interaksi dari siswa sendiri, hal tersebut membuat proses
pembelajaran yang ada menjadi kurang menarik sehingga kurangnya motivasi
belajar siswa.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika SMP


Negeri 1 Siau Timur Selatan diperoleh informasi bahwa kurangnya motivasi
belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika yang dapat dilihat dari hasil

1
belajar siswa yaitu sekitar 33% siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) dengan nilai rata-rata 71,4 dan sebanyak 67% siswa yang tidak
mencapai KKM yaitu 70 dengan nilai rata-rata 68,5. Dalam proses pembelajaran
yang ada, model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru yaitu model
pembelajaran konvesional/langsung sehingga siswa hanya mendengar dan
menerima apa yang telah disampaikan oleh guru tanpa ada umpan balik dari
siswa. Dalam mengajarkan materi aritmetika sosial, guru menggunakan model
pembelajaran konvensional membuat motivasi belajar siswa berkurang sehingga
siswa tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik, dan dalam pemberian
tugas siswa kesulitan menentukan jawaban yang tepat dan benar.

Dalam hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based


Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas karena dapat menciptakan dan
membangkitkan keaktifan dari siswa, melibatkan siswa dalam pemecahan
masalah(soal) sehingga pembelajaran yang ada menjadi menarik. Adanya ciri-ciri
Problem Based Learning (PBL) yaitu memotivasi siswa untuk belajar, siswa
terlibat secara aktif, kolaborasi kerja serta siswa memiliki berbagai keterampilan
dan konsep. Dari model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa
dalam proses pembelajaran dikelas, sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa khususnya dalam materi Aritmetika Sosial.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya motivasi belajar siswa pada pembelajaran matematika

2. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih kurang efektif

3. Rendahnya hasil belajar matematika siswa

4. Tidak ada interaksi antara siswa dan guru dalam pembelajaran matematika

2
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
pengaruh penggunaan model pembelajaran problem based learning terhadap
motivasi belajar siswa pada materi Aritmetika Sosial.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah rata-rata hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
model pembelajarann problem based learning lebih dari yang diajarkan dengan
model pembelajaran konvensional/langsung?

E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar
siswa dengan menggunakan model problem based learning dengan siswa yang
belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat
Peneliti berharap dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru yaitu dapat membantu untuk memperoleh pengetahuan mengenai


penggunaan model pembelajaran problem based learning dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa khususnya pada materi aritmetika sosial.
2. Bagi peserta didik yaitu dapat meningkatkan keaktifan serta motivasi belajar
dengan model pembelajaran problem based learning.
3. Bagi peneliti yaitu dapat menambah pengetahuan tentang penggunaan model
pembelajaran based learning untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
sebagai bekal ketika menjadi seorang guru.
4. Bagi pembaca yaitu dapat menjadi suatu sumber bacaan/literatur dalam
menambah wawasan serta dalam melakukan penelitian khususnya dibidang
pendidikan.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Landasan Teori
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari kata motif yakni kondisi dalam diri individu yang
mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu baik disadari maupun
tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu (Winarmi, Anjariah, dan Romas,
2016). Sedangkan Rifa’i (2012:134) menyatakan bahwa motif anak yang di
bawah kedalam situasi belajar sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka
belajar dan apa yang mereka pelajari.
Sardiman (2011:75) menjelaskan bahwa motivasi belajar merupakan
faktor psikis yang bersifat non intelektual yang berperan dalam menumbuhan
gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.

Kompri (2016:231) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah segi


kejiwaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi
fisiologis dan kematangan psikologis siswa. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan internal maupun
eksternal dalam diri seorang yang dapat menumbuhkan gairah dan semangat
dalam belajar.

2. Teori Motivasi Belajar


a. Teori Motivasi ABRAHAM MASLOW (Teori Kebutuhan)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima
tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow,
dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih
kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi.
Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum
kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting:
a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)

4
b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
potensinya).
b. Teori Motivasi HERZBERG (Teori dua faktor)
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator
(faktor intrinsik).
a) Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan,
termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi
lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik)
b) Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan,
yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan
tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
c. Teori Motivasi DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y
(positif), Menurut teori X empat pengandaian yag dipegang manajer.
a) karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b) karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
c) Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d) Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang
dikaitkan dengan kerja.

5
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori
Y:
a) karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat
dan bermain.
b) Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
c) Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab.
d) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
d. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan.
Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
a) Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
b) Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil
dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan
outcome tertentu).
c) Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi
harapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang
diharapkan.
e. Teori Motivasi ACHIEVEMENT Mc CLELLAND (Teori Kebutuhan
Berprestasi)
Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada
tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
a) Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
b) Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
c) Need for Power (dorongan untuk mengatur).

6
f. Teori Motivasi CLAYTON ALDERFER (Teori “ERG)
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan
pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini
Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum
dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari
pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
g. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat
macam mekanisme motivasional yakni:
a) Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b) Tujuan-tujuan mengatur upaya
c) Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d) Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
3. Macam-Macam Motivasi Belajar
Uno (2006:7) menyatakan bahwa terdapat dua macam motivasi yaitu :
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang muncul dari dalam, seperti minat
atau keingintahuan, sehingga seseorang tidak termotivasi oleh bentuk-bentuk
insentif / hukuman.

b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi dari luar yang disebabkan oleh
keinginan untuk menerima ganjaran atau menghindari hukuman, dan juga
motivasi yang terbentuk oleh faktor eksternal berupa ganjaran atau hukuman.

Motivasi ekstrinsik dalam kegiatan pembelajaran dapat ditimbulkan


dengan hal-hal sebagai berikut.

1. Pendidik memerlukan anak didikny sebagai manusia yang berpribadi,


menghargai pendapat, pikiran, perasaan, dan keyakinannya.
2. Pendidik menggunakan berbagai metode yang ada dalam melaksanakan
kegiatan pendidikannya.

7
3. Pendidik senantiasa memberikan bimbingan serta pengarahan kepada anak
didiknya yang mengalami kesulitan.
4. Pendidik memiliki pengetahuan yang luas dan penguasaan bidang studi
yang diajarkan kepada anak didiknya.
5. Pendidik mempunyai rasa cinta dan sifat pengabdian kepada profesinya
sebagai seorang pendidik.
4. Bentuk-Bentuk Motivasi Belajar
Sardiman (2011:92) menyatakan bahwa terdapat bentuk-bentuk motivasi
belajar di sekolah sebagai berikut:

a. Memberikan angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan pembelajaran. Angka-
angka yang baik itu merupakan motivasi yang sangat kuat bagi para siswa.

b. Hadiah
Hadiah juga dapat memberi motivasi bagi setiap siswa.

c. Saingan atau kompetisi


Dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong semangat belajar siswa,.
Dalam persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi
maupun motivasi belajar siswa.

d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan, sehingga bekerja keras dengan mempetaruhkan
harga diri adalah satu bentuk motivasi yang cukup penting.

e. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan adanya ulangan.

f. Mengetahui hasil
Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat maka ada motivasi
pada diri siswa untuk terus giat belajar.

8
g. Pujian
Hukuman sebagai reinforcement yang positif dan sekaligus motivasi yang baik
untuk siswa.

h. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat
dan bijak bisa menjadi alat motivasi belajar.

i. Hasrat untuk belajar


Hasrat untuk belajar yang berarti bahwa pada diri anak didik itu memang ada
motivasi untuk belajar, sehingga sudah tentu hasilnya akan lebih baik.

j. Minat
Motivasi muncul karena ada kebutuhan begitu juga minat, sehingga tepatlah kalau
minat merupakan alat motivasi yang pokok.

k. Tujuan yang diakui


Memahami tujuan yang harus dicapai sangat berguna dan menguntungkan,
sehingga akan timbul gairah pada siswa untuk terus belajar.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motiasi Belajar


Dimyati dan Mudjiono dalam (Kompri 2016:231) bahwa terdapat beberapa
unsur yang mempengaruhi motivasi dalam belajar sebagai berikut:

a. Cita-cita dan aspirasi siswa


Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik intrinsik maupun
ekstrinsik.

b. Kemampuan siswa
Keinginan seorang anak perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan dalam
pencapaiannya.

c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi.

d. Kondisi lingkungan siswa


Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya dan kehidupan bermasyarakat.

9
B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang efektif sangat berkaitan dengan tingkat pemahaman
guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa dikelas. Pengembangan model
pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif dan menyenangkan
dengan begitu bisa meningkatkan motivasi belajar siswa.

Menurut Anurrahaman (2012:146) model pembelajaran dapat dimaknai


sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang
bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran dikelas atau
di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran.

C. Model Problem Based Learning


1. Pengertian Problem Based Learning
Nurhadi (2004:109) Problem Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran. Hong (2007:4) menyatakan bahwa dalam pembelajaran Problem
Based Learning guru memberikan permasalahan dari dunia nyata kepada siswa
untuk dipecahkan bersama. Pada saat membahas dan menjawab masalah, siswa
harus terlibat dalam kegiatan nyata misalnya mengobservasi, mengumpulkan data
dan menganalisa bersama siswa lain dalam kelompok atau didalam kelas. Kamdi
(2007:77) mengemukakan bahwa Problem Based Learning diartikan sebagai
sebuah model pembelajaran yang didalamnya melibatkan siswa untuk berusaha
memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahap metode ilmiah, sehingga
siswa diharapkan mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan
masalah tersebut dan sekaligus siswa diharapkan akan memiliki keterampilan
dalam memecahkan masalah.

Menurut Duch sebagaiman yang dikutip Shoimin (2014:130) Problem Based


Learning adalah model pengajaran yang bercirikan permasalahan nyata sebagai
konteks untuk peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan
masalah serta memperoleh pengetahuan. Selanjutnya Finkle An Torp

10
sebagaimana yang dikutip Shoimin (2014:130) mengemukakan bahwa Problem
Based Learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran
yang mengembangkan secara stimulant strategi pemecahan masalah dan dasar-
dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik
dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang terstruktur
dengan baik.

2. Karakteristik Model Problem Based Learning


Karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning dalam Rusman
(2012:232) adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar, dimana permasalahan


yang diangkat adalah permasalahan yang ada didunia nyata yang tidak
terstruktur.
b. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
Permasalahan yang menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
c. Belajar pengarahan diri menjadi hal baru dalam belajar. Pemanfaatan
sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam Problem Based
Learning.
d. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. Pengembangan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah, sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah
permasalahan.

11
Lima tahapan menurut Arends (dalam Daris Al-Ma’ruf 2015:14) ditampilkan
dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Tahap-tahap Model Problem Based Learning

Tahapan Aktivitas Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menginformasikan tujuan- Siswa
Mengorientasi siswa tujuan pembelajaran, memdengarkan apa
kepada masalah mendeskripsikan kebutuhan yang disampaikan
logistik peting, memotovasi oleh guru.
siswa agar terlibat dalam
kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
Tahap 2 Guru membantu siswa untuk Siswa memulai
Mengorientasikan menentukan dan mengatur kegiatan belajar
siswa untuk belajar tugas-tugas belajar yang dengan bantuan dari
berhubungan dengan masalah guru.
itu.
Tahap 3 Guru membantu siswa untuk Siswa diberikan
Membantu mengumpulkan informasi yang masalah dan mulai
penyelidikan sesuai, melaksanakan mencari solusi dari
mandiri maupun eksperimen, mencari penjelasan masalah tersebut.
kelompok dan solusi.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam Siswa membuat atau
Mengembangkan merencanakan dan menyiapkan menyiapkan laporan
dan menyajikan karya yang sesuai seperti dan membagikannya
hasil karya serta laporan, video dan model, serta dengan teman.
memamerkannya membuat mereka berbagi tugas
dengan teman.
Tahap 5 Guru membantu siswa Siswa memperbaiki
Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi apa yang salah
mengevaluasi proses terhadap penyelidikan dan sesuai dengan
pemecahan masalah proses-proses yang mereka evaluasi dari guru.
gunakan.

3. Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning


Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, begitu
pula dengan model pembelajaran problem based learning ada beberapa kelebihan
dan kekurangan seperti yang diungkapkan oleh Hariyanto dan Warsono
(2014:152).

12
Kelebihan Problem Based Learning sebagai berikut:

a. Siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa


tertantang untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan pembelajaran
dalam kelas maupun menghadapi masalah sehari-hari (real word).
b. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-
teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman sekelas.
c. Membantu hubungan guru dengan siswa semakin akrab
d. Karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan oleh siswa
melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam
menerapkan metode eksperimen.

Kelemahan problem based learing sebagai berikut:

a. Tidak banyak guru yang mampu untuk mengantarkan siswa pada


pemecahan masalah.
b. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang sangat panjang.
c. Aktivitas yang dilaksanakan siswa diluar sekolah yang akan sulit dipantau
guru.
D. Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran yang paling sering digunakan guru dalam proses belajar
khususnya matematika adalah model pemebelajaran konvensional/langsung.
Secara umum model pembelajaran konvensional merupakan kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada guru, dimana pembelajaran didominasi oleh
guru dan siswa kurang dilibatkan sehingga proses pembelajaran terkesan monoton
serta hampir tidak adanya interaksi antara guru dan siswa

Menurut Rooijakkers sebagaimana dikutip Ginting (2008:43) menjelaskan


bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang bersifat satu arah
dan berpusat hanya pada guru. Dalam praktiknya, guru sebagai sumber informasi
utama yang mengambil peranan sentral dalam proses pembelajaran. Siswa
dipandang sebagai gelas kosong yang harus diisi oleh guru dengan informasi yang
sebanyak-banyaknya.

Menurut Subaryana (2005) bahwa pembelajaran konvesional dalam proses


belajar mengajar dapat dikatakan efisien tetapi hasilnya belum memuaskan. Guru

13
menyampaikan materi secara lisan dan siswa mendengarkan, mencatat,
mengajukan pertanyaan, dan dievaluasi.

Menurut Richardi (dalam Trianto 2009) pembelajaran langsung dapat


berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek, dan kerja kelompok.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran


konvensional adalah pembelajaran yang bersifat langsung dan didominasi oleh
guru, dimana guru yang memberikan informasi dan siswa sebagai penerima
informasi sehingga jarang adanya interaksi antara guru dan siswa begitu pun
sebaliknya.

Dalam pembelajaran konvesional/langsung tentunya memiliki tahapan-


tahapan atau langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh guru sebagai penuntun
dalam kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkahnya diuraikan melalui
tabel berikut.

Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Pembelajaran Konvensional

Tahapan Aktivitas Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan Siswa mendengarkan
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dan merespon apa yang
dan mempersiapkan dicapai pada pelajaran disampaikan oleh guru
siswa tersebut serta mengecek
kehadiran siswa
Tahap 2 Guru menyajikan informasi Siswa memperhatikan
Menyajikan informasi kepada siswa secara tahap materi yang akan
demi tahap dengan metode disampaikan oleh guru
ceramah
Tahap 3 Siswa menyelesaikan
Mengecek soal dan berdiskusi
Guru mengecek
pemahaman dan dengan guru dan teman
keberhasilan siswa dan
memberikan umpan mengenai materi yang
memberikan umpan balik
balik telah disampaikan oleh
guru
Tahap 4 Siswa mencatat tugas
Guru memberikan tugas
Memberikan yang diberikan oleh
tambahan untuk dikerjakan
kesempatan latihan guru
dirumah
lanjutan

14
E. Materi Aritmetika Sosial
Berdasarkan buku cetak kurikulum 2013 dan buku paket matematika kelas VII
SMP/MTs Semester 2 (2016.67-89)

a. Definisi dan Konsep Aritmetika Sosial


Aritmatika sosial merupakan salah satu cabang matematika yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Cabang ilmu ini erat kaitannya dengan
perhitungan keuangan di ritel. Aritmatika sosial sama dengan mempelajari
bilangan dengan operasi sederhana.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak mungkin terlepas dari kegiatan yang
terkait dengan artimetika soal. Dalam artimetika sosial ini akan dibahas tentang
kegiatan yang terkait dengan dunia perekonomian, antara lain: penjualan,
pembelian, keuntungan, kerugian, bunga, pajak, bruto, neto, dan tara.

b. Presentase Untung dan Rugi


Dalam proses perdagangan bebas selalu terjadi interaksi antara penjual dan
pembeli tentang kecocokan harga. Pembeli menginginkan harga yang cukup
murah dan terjangkau, sedangkan penjual menginginkan untung yang sebesar-
besarnya. Besar untung atau rugi biasanya dinyatakan dengan nominal uang atau
persentase. Dalam pembahasan ini, persentase untung dan rugi selalu dihitung dari
harga beli barang.

1. Persentase Keuntungan
Persentase keuntungan digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan
dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal: PU = Persentase keuntungan

HB = Harga beli (modal)

HJ = Harga jual (total pemasukan)

Persentase keuntungan dapat ditentukan dengan rumus:

𝐻𝐽 − 𝐻𝐵
𝑃𝑈 = × 100%
𝐻𝐵

15
2. Persentase Kerugian
Persentase kerugian digunakan untuk mengetahui persentase kerugian dari
suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal: PR = Persentase kerugian

HB = Harga beli (modal)

HJ = Harga jual (total pemasukan)

Persentase kerugian dapat ditentukan dengan rumus:

𝐻𝐵 − 𝐻𝐽
𝑃𝑅 = × 100%
𝐻𝐵

Karena yang dihitung adalah persentasenya,maka orang dengan keuntungan


lebih besar belum tentu persentase keuntungannya juga lebih besar.

c. Menentukan Bunga Tunggal


Di dalam kegiatan ekonomi dan keuangan tidak akan lepas dari perhitungan
matematika. Seorang pengusaha dalam menjalankan usahanya harus berurusan
dengan bank. Terkadang bank tersebut digunakan untuk menyimpan uang, kadang
pula untuk tempat meminjam uang guna menjadi modal dalam menjalankan
usahanya. Di lingkungan sekitar kita, sering kita jumpai bahwa seseorang
membeli mobil secara angsuran dengan bunga 10% pertahun atau seseorang
meminjam uang di bank dengan bunga 2% per bulan.Jadi kata bunga bukanlah
kata asing di telinga masyarakat Indonesia.

Secara umum bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang diberikan
oleh pihak peminjam kepada pihak yang meminjamkan modal atas persetujuan
bersama. Ada kalanya juga bunga dapat diartikan sebagai jasa berupa uang yang
diberikan oleh pihak bank kepada pihak yang menabung atas persetujuan
bersama. Dalam dunia ekonomi terdapat bunga majemuk dan bunga tunggal.
Namun, bunga yang akan dibahas dalam artikel ini hanya bunga tunggal saja.
Sehingga, jika ada istilah bunga pada materi ini, yang akan yang dimaksud adalah
bunga tunggal. Besarnya bunga biasanya berbeda untuk setiap bank, sesuai
dengan kebermanfaatan uang dan kesepakatan kedua pihak.

16
d. Diskon (Potongan)
Saat kita pergi ke toko, minimarket, supermarket, atau tempat-tempat jualan
lainnya kadang kita menjumpai tulisan Diskon 10%, diskon 20%, diskon 50%.
Secara umum, diskon merupakan potongan harga yang diberikan oleh penjual
terhadap suatu barang. Misal suatu barang bertuliskan harga Rp200.000,00
dengan diskon 15%. Ini berarti barang tersebut mendapatkan potongan sebesar
15% × 200.000 = 30.000. Sehingga harga barang tersebut setelah dipotong adalah
200.000 − 30.000 = 170.000.

e. Pajak
Jika diskon adalah potongan atau pengurangan nilai terhadap nilai atau harga
awal, maka sebaliknya pajak adalah besaran nilai suatu barang atau jasa yang
wajib dibayarkan oleh masyarakat kepada Pemerintah. Pada materi ini yang perlu
dipahami adalah bagaimana cara menghitung besaran pajak secara sederhana.
Besarnya pajak diatur oleh peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis
pajak. Dalam transaksi jual beli terdapat jenis pajak yang harus dibayar oleh
pembeli, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang harus dibayarkan oleh
pembeli kepada penjual atas konsumsi/pembelian barang atau jasa. Penjual
tersebut mewakili pemerintah untuk menerima pembayaran pajak dari pembeli
untuk disetorkan ke kas negara. Biasanya besarnya PPN adalah 10% dari harga
jual.

f. Bruto, Neto, dan Tara


Istilah bruto, neto, dan tara mungkin terasa asing bagi sebagian orang karena
jarang menggunakan istilah ini dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tanpa kalian
sadari sebenarnya sering kali kalian menjumpai benda yang bertuliskan istilah
bruto, neto, ataupun tara. Istilah yang sering kali muncul adalah neto. Kalau tidak
percaya silakan lihat bungkus makan snack, permen, atau kuekue kering yang
biasa kamu makan. Pasti kamu akan menjumpai istilah neto (atau netto).

Istilah Neto diartikan sebagai berat dari suatu benda tanpa pembungkus benda
tersebut. Neto juga dikenal dengan istilah berat bersih. Misal dalam bungkus suatu

17
snack tertuliskan neto 300 gram. Ini bermakna bahwa berat snack tersebut tanpa
plastik pembungkusnya adalah 300 gram.

Istilah Bruto diartikan sebagai berat darisuatu benda bersama


pembungkusnya. Bruto juga dikenal dengan istilah berat kotor. Misal, dalam suatu
kemasan snack tertuliskan bruto adalah 350 gram. Ini berarti bahwa berat snack
dengan pembungkusnya adalah 350 gram.

Istilah Tara diartikan sebagai selisih antara bruto dengan neto. Misal diketahui
pada bungus snack tertuliskan bruto tertuliskan 350 gram, sedangkan netonya
adalah 300 gram. Ini berarti bahwa taranya adalah 50 gram. Atau secara sederhana
berat pembungkus dari snack tersebut tanpa isinya. Tiga pemisalan di atas
dimaksudkan agar kalian mudah dalam memahami makna istilah bruto, neto, dan
tara. Kalian bisa mengaplikasikan untuk benda-benda lain yang sesuai.

Persentase Neto dan Tara:

Misal diketahui Neto = N, Tara = T, dan Bruto = B

Persentase Neto = %N, Persentase Tara = %T

Persentase neto dapat dirumuskan:

𝑁
%𝑁 = × 100%
𝐵

Persentase tara dapat dirumuskan:

𝑇
%𝑇 = × 100%
𝐵

Dalam mengaplikasi pemahaman tentang bruto, neto, dan tara sering kali terkait
dengan harga suatu benda. Dalam kasus tersebut kita harus bisa menentukan
pilihan mana yang lebih menguntungkan.

Penelitian Relevan
1. Penelitian Tika Wahyuning (2020) yang berjudul: “Pengaruh Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Motivasi dan Hasil
Belajar Siswa Kelas VII SMPN 1 Ngunut Materi Aritmetika Sosial Tahun
Ajaran 2019/2020”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh

18
penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap
motivasi dan hasil belajar siswa. Terbukti dengan nilai signifikan 0,000 <
0,05.
2. Penelitian Nurul Utami (2018) yang berjudul: “Pengaruh Model Project Based
Learning Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Aritmetika
Sosial Kelas VII Di MTsN 3 Tulungagung tahun ajaran 2017/2018”. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran Project
Based Learning terhadap motivasi dan hasil belajar siswa pada materi
Aritmetika Sosial kelas VII di MTsn 3 Tulungagung yang dibuktikan dengan
nilai signifikan 0,005 < 0,05.
3. Penelitian Elfrida Kolo, Selestina Nahak, Hermina Disnawati (2020) yang
berjudul: ‘Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Materi Aritmetika Sosial”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) hasil belajar siswa meningkat, hal ini terlihat dari hasil
belajar siswa pada siklus I persentase ketuntasan kelas mencapai 60%.
Sedangkan pada siklus II persentase ketuntasan kelas meningkat menjadi
86,66%.

Kerangka Berpikir

Rendahnya motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran khususnya


pada pelajaran matematika dikarenakan oleh lemahnya proses pembelajaran itu
sendiri, dimana guru masih menggunakan model pembelajaran
konvenensial/ceramah yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru.

Dalam hal ini, diperlukan suatu proses pembelajaran yang efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran
yang dapat memacu semangat siswa agar dengan aktif terlibat dalam proses
pembelajaran, sehingga pembelajaran yang ada menjadi menarik bagi siswa.
Maka alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model
pembelajaran problem based learning yang mampu membimbing siswa lebih aktif
dalam pembelajaran yang ada sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa,
serta siswa mampu memecahkan masalah yang ada dengan sendirinya. Hal

19
tersebut memberikan pengaruh yang baik dalam proses pembelajaran dan akan
berpengaruh juga pada motivasi belajar siswa dalam kelas.

Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu rata-rata hasil belajar siswa
yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi
dari yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional/langsung.

20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang dipakai yaitu metode penelitian quasi experiment,
dengan membagi kelompok penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dengan menggunakan pembelajaran model problem based learning
dan kelompok kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensial.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Post-test Only Control Group


Design (Sugiyono, 2013) sebagai berikut:

Tabel 3.Post-test Only Control Group Design

Kelas Perlakuan Tes Akhir


(Treatment) (Posttest)
Eksperimen (E) X O1
Kontrol (K) - O2
Keterangan:
E : Kelas Eksperimen
K : Kelas Kontrol
X : Perlakuan di Kelas Eksperimen yaitu penggunaan model Problem Based
Learning
O1 : Observasi akhir atau nilai post-test Kelas Eksperimen
O2 : Observasi akhir atau nilai post-test Kelas Kontrol

B. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Siau Timur Selatan pada tahun ajaran
2021/2022.

C. Subjek Penelitian
1. Populasi : Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Siau Timur Selatan yang terdiri dari 2 kelas.
2. Sampel : Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu kelas VII A
sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol.

21
D. Variabel Penelitian
Secara garis besar variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu variabel
perlakuan dan variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah:

a. Variabel bebas (X) : Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model
pembelajaran problem based learning.
b. Variabel terikat (Y) : Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi
aritmetika sosial.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu dalam bentuk uraian atau tes
tertulis yang dilakukan pada akhir setelah perlakuan serta daftar yang berisi
serangkaian pertanyaan atau pernyataan tertulis yang terdiri dari sejumlah item
mengenai sesuatu yang akan diteliti yang harus dijawab oleh responden yang
disebut dengan angket/kusioner. Pemberian skor atau penilaian dalam penelitian
ini menggunakan skala Likert, yaitu metode yang mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidak setujuan terhadap subjek, objek atau kejadian
tertentu dengan menggunakan skor 1-5.

a. Selalu (Sangat Setuju), diberi skor 5

b. Sering (Setuju), diberi skor 4

c. Kadang-Kadang (Kurang Setuju), diberi skor 3

d. Pernah (Tidak Setuju), diberi skor 2

e. Tidak Pernah (Sangat Tidak Setuju), diberi skor 1

F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahap,
yaitu Tahap Persiapan dan Tahap Pelaksanaan, sebagaimana yang diuraikan
berikut.

1. Tahap Persiapan, meliputi:


a. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
b. Penyusunan dan Pengujian Instrumen Penelitian

22
c. Menyiapkan dua kelas yang akan dijadikan subyek penelitian
2. Tahap Pelaksanaan, meliputi:
a. Pembelajaran matematika materi Aritmetika Sosial dengan
menggunakan model Problem Based Learning di kelas eksperimen dan
menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas kontrol.
Aktivitas guru dan siswa di kedua kelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Tahapan Pembelajaran Menggunakan Model Problem Based


Learning di Kelas Eksperimen

Tahapan Aktivitas Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menginformasikan tujuan- Siswa mendengarkan
Mengorientasi tujuan pembelajaran, apa yang
siswa kepada mendeskripsikan kebutuhan disampaikan oleh
masalah logistik penting, memotivasi guru.
siswa agar terlibat dalam
kegiatan pemecahan masalah
yang mereka pilih sendiri.
Tahap 2 Guru membantu siswa untuk Siswa memulai
Mengorientasikan menentukan dan mengatur kegiatan belajar
siswa untuk tugas-tugas belajar yang dengan bantuan dari
belajar berhubungan dengan masalah guru.
itu.
Tahap 3 Guru membantu siswa untuk Siswa diberikan
Membantu mengumpulkan informasi yang masalah dan mulai
penyelidikan sesuai, melaksanakan mencari solusi dari
mandiri maupun eksperimen, mencari penjelasan masalah tersebut.
kelompok dan solusi.
Tahap 4 Guru membantu siswa dalam Siswa membuat atau
Mengembangkan merencanakan dan menyiapkan menyiapkan laporan
dan menyajikan karya yang sesuai seperti dan membagikannya
hasil karya serta laporan, video dan model, serta dengan teman.
memamerkannya membuat mereka berbagi tugas
dengan teman.
Tahap 5 Guru membantu siswa Siswa memperbaiki
Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi apa yang salah
mengevaluasi terhadap penyelidikan dan sesuai dengan
proses pemecahan proses-proses yang mereka evaluasi dari guru.
masalah gunakan.

23
Tabel 5. Tahapan Pembelajaran Konvensional di Kelas Kontrol

Tahapan Aktivitas Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan Siswa mendengarkan
Menyampaikan pelajaran yang ingin dan merespon apa yang
tujuan dan dicapai pada pelajaran disampaikan oleh guru
mempersiapkan tersebut serta mengecek
siswa kehadiran siswa
Tahap 2 Guru menyajikan informasi Siswa memperhatikan
Menyajikan kepada siswa secara tahap materi yang akan
informasi demi tahap dengan metode disampaikan oleh guru
ceramah
Tahap 3 Siswa menyelesaikan
Mengecek soal dan berdiskusi
Guru mengecek
pemahaman dan dengan guru dan teman
keberhasilan siswa dan
memberikan umpan mengenai materi yang
memberikan umpan balik
balik telah disampaikan oleh
guru
Tahap 4 Siswa mencatat tugas
Guru memberikan tugas
Memberikan yang diberikan oleh
tambahan untuk dikerjakan
kesempatan latihan guru
dirumah
lanjutan

b. Pemberian tes akhir (posttest) pada siswa di Kelas Eksperimen dan


Kelas Kontrol
G. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara :

1. Teknik Angket

Kuisioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau

opini yang berkaitan dengan diri responden yang dianggap fakta atau kebenaran

yang diketahui dan perlu dijawab responden. Suroyo (2009:168).

2. Teknik Tes

Tes dalam penelitian ini menggunakan post-test, yaitu tes diakhir

pembelajaran yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan akhir siswa di kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

24
H. Teknik Analasis Data
Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis dengan langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas, bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan awal
kedua kelas berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini
menggunakan rumus Lilliefors.
b. Uji Homogenitas, bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan kedua
kelas bersifat homogen sehingga layak dijadikan sampel penelitian. Untuk
pengujian homogenitas digunakan analisis varian kedua sampel dengan
menggunakan rumus:
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹=
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
Selanjutnya nilai Fhitung yang diperoleh dibandingkan terhadap Ftabel criteria
pengujiannya adalah H0 diterima jika Fhitung < Ftabel dan H0 ditolak jika
Fhitung > Ftabel
Kriteria: Varians data homogen jika Fhitung < Ftabel
: Varians tidak homogen jika Fhitung > Ftabel
2. Uji Hipotesis, menguji hipotesis digunakan uji-t namun sebelum data
yang diperoleh dianalisis, data tersebut dahulu diuji normalitas dan
homogenitas sebagai persyaratan analisis selanjutnya. Setelah itu
digunakan uji dengan perbedaan dua rata-rata (uji-t) nilai selisih dengan
taraf nayata 𝛼 = 0,05. Tujuan uji-t beda rata-rata adalah untuk
membandingkan (membedakan) apakah kedua variable tersebut sama atau
berbeda.
Kriteria:
Hipotesis diterima jika Thitung > Ttabel ;
Hipotesis ditolak jika Thitung < Ttabel

25
Untuk uji hipotesis digunakan rumus yang dikemukakan oleh Julius
Lolombulan(2017):
𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡=
𝑆 1 1
√𝑛 + 𝑛
1 2

Dengan varians sampel:

2
(𝑛1 − 1)𝑠1 2 + (𝑛2 − 1)𝑠2 2
𝑆 =
𝑛1 + 𝑛2 − 2
Keterangan:
𝑥1 = rata-rata selisih skor tes awal dan tes akhir kelas eksperimen
̅̅̅
𝑥2 = rata-rata selisih skor tes awal dan tes akhir kelas kontrol
̅̅̅
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol
𝑠1 2 = varian kelas eksperimen
𝑠2 2 = varian kelas kontrol

26
DAFTAR PUSTAKA

Rifa’I, A & Anni, C. T. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pusat


Pengembangan MKU-MKDK UNNES

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers

Kompri. 2016. Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung:


Remaja Rosdakarya

Hong, J. 2007. The Comparison Of Problem Based Learning Model and Project
Based Learning Model. Internasional Conference On Engineering
Education. Diaksen 5 Maret

Anurrahaman. 2012. Belajar Dalam Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo

Kamdi, d. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Universitas Negeri Malang.


Malang

Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Warsono dan Haryanto. 2014. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Ginting, A. 2008. Esensi Praktis Belajar & Pembelajaran. Bandung: Humaniora

B. Uno, Hamzah. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis Di Bidang


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Subaryana. 2005. Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta: IKIP PGRI Wates

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep,


Landasan, dan Implementasinya pada kurikulum tingkat satuan
pendidikan.Jakarta: Kencana

As’ari,Abdur Rahman. Mohammad Tohir. Erik Valentino. Zainul Imron. Ibnu


Taufiq. 2016. Matematika Untuk SMP/MTs Kelas VII Semester 2: Buku
siswa. Jakarta: Puskurbuk.

27
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta

28

Anda mungkin juga menyukai