Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi dan Metode Pembelajaran
MI/SD
Di susun oleh :
1. Susilowati 2020030047
2. Rohana Nur Lutfiyani 2020030048
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar mengajar adalah sesuatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif
mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai
edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar
merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala
sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka
perubahan prilaku peserta didik secara kontruktif. Hal ini sejalan dengan undang-undang
sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif megembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perubahan perilaku dalam belajar
mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Namun pada kenyataannya kita menyadari selama ini tidak mudah bagi guru untuk
menjadikan peserta didik aktif dalam megembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Salah satu penyebabnya adalah kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
kurang diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah,
walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya
dengan baik.
Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan SPBM dimana
menurut seorang ahli yaitu Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7),
Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk
membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan
memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar
mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran
berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri.
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode
library research. yang mana penulis menggunakan buku-buku dari perpustakaan sebagai
bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai dengan materi yang di kupas
dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang
berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses
interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi
sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi
pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan secara
internal akan problema yang dihadapi.
Di lihat dari aspek fisilofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersipakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi
yang memungkinkan dan sangat penting unuk dikembangkan. Hal ini sebabkan pada
kenyataannya manusia akan dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah diharapkan dapat
memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu
strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita
menyadari selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang
diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun
masalah itu dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.
a) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi
pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
b) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu
kemapuan menganalisi situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan situasi baru,
mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan
dalam membuat judgment secar objektif.
d) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
e) Jika guru inginagar siswa memahami hubungan anatar apa yang dipelajari dengan
kenyataan dalam kehidupan nya (hubungan antar teori dengan kenyataan. )
Antara strategi pembelajaran inkuiri (SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah
(SPBM) memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan
yang ingin di capai.
Berbeda dengan SPI, masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka.
Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat
mengembangkan kemungkinan jawaban. Denagn demikian, SPBM memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berekplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secar lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPBM adalah
kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka
menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan dan kerisauan atau
kecemasan. Oleh karena itu, maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi
pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat juga bersumber dari
peristiwa-peristiwa tertentu sesuai denagn kurikulum yang berlaku. Dibawah ini diberikan
kriteria pemilihan bahan pelajaran SPBM.
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang
bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar (akrab) dengan siswa, sehingga
setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.
Belajar Berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran ynag berlandaskan
para paradiqma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa(student-
centerned-learning). PBL (problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang
sangat popular dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu
permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa dimintai mencari
pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep,
prinsip yang dipeljarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Permasalahan
menjadi focus, stimulus, dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator dan
pembimbing. PBL mempuanyai banyak variasi, diantaranya terdapat 5 bentuk belajar
berbasis masalah, yaitu:
3. Permasalahan sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar.
Masalah digunakan untuk menggambarkan teori, konsep dan prinsip dan dibahas antara
pemelajar dan guru.
4. Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar: masalah dijadikan alat untuk melatih
pemelajar bernalar dan berfikir kritis.
Definisi pendekatan belajar berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar di mana
masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar,
mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa
mereka memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan ini juga mencakup keduanya itu yaitu sebagai sebuah kurikulum dan
sebuah proses. Kurikulum pemelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah-masalah yang
dirancang dan dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam critical
knowledge, problem solving proficiency, self-directed learning strategis dan team
participation skills. Dalam prosenya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru
pendekatan system yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemukan
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir (Borrows dan Kelson). Para ahli
lainnya mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu pendekatan untuk
membentk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan
yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud dan Feletti). Pendekatan ini juga merupakan
suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk “learn to learn”, bekerjasama dalam
sebuah group untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang nyata didunia ini. Masalah-
masalah ini digunakan untuk menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-
pokok perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta
untuk menemukan san menggunakan sumber-sumber belajar.
a. Merumuskan masalah yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secar kritis dari berbagai
sudut pandang.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang
diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai
dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan sesuia rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa
bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan
langkah-langkah :
1. Menyadari Masalah
Implemanatsi SPBM adalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus
di pecakan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjanagn
atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus
dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap
kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Mungkin pada tahap ini siswa
dapat menemukan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar menentukan
satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok kecil atau bahkan
individual.
2. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan, slanjutnya
difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting,
sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus dikumpulkan untuk
menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah siswa
dapat menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuanya untuk
mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul rumusan
masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
3. Merumuskan Hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan
induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh
ditinggalkan.
4. Mengumpulkan Data
Yaitu sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah
merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara menyelesaikan masalah sesuai
dengan hipotesis yang diajukan harus diajukan sesuai dengan data yang ada. Kemampuan
yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah
data, kemudian memetakan dan menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah
dipahami.
5. Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang dikumplkan, akhirnya siswa mengumpulkan hipotesis mana yang
diterima dan mana yang ditolak kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini
adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya
dengan masalah yang dikaji. Disamping itu, diharapkan siswa dapat mengambil keputusan
dan mengambil kesimpulan.
Merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan diharapkan dari tahapan ini adalah
kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang
dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pilihannya.
1. Keunggulan
1. Pemecahan masalah (problem solving) merupaka teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta dapat
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran (matematika,ipa, sejarah dan lain sebagainya) pada dasarnya merupakan
cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari
guru atau dari buku-buku saja.
7. Pemeccahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
2. Kelemahan
1. Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
3. Tanpa pemahaman maka mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Beberapa tahapan yang perlu guru lalui dalam pembelajaran berbasis masalah adalah :
Ø Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas denagn temannya.
Ø Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah ungkin
berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika , ilmu-ilmu sosial), masalah yang
akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran.
e) Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu
dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja
sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Menurut sudjana, manfaat khusus yang diperoleh dari metode dewey adalah metode
pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan
bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi
masalah yang ada disekitarnya.
Menurut Boud dan Felleti pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik
serta menjadi pelajar yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah tidak di rancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektualnya, belajar berbagai
peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pembelajaran yan mandiri.
c) Merancang situasi masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru memberikan
kebebasan siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan
motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik, mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan
secara ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
d) Organisasi sumber daya dan rencana logistik. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan keperluan untuk keperluan penyelidikan
siswa karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam
material dan peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun di luar kelas.
2. Tugas interaktif
c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. (1) guru membantu siswa dalam
pegumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan dan membuat siswa
memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah
sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik yang katif dan dapat menggunakan metode yang
sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. (2) guru mendorong pertukaran ide secara bebas
dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. (3) puncak kegiatan pembelajaran berbasis
masalah adalah penciptaan dan peragaan seperti poster, videotape dan lain sebagainya.
Tugas guru pada tahp akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.
J. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, problem-based learning)
Metode ini erat kaitanya dengan pendekatan kontekstual. Banyak ahli yang
mneyebutnya sebagai metode pembelajaran, tetapi ada pula sementara ahli yang
menyebutnya sebagai model pembelajaran. Konsep pembelajaran sendiri berasal dari konsep
Joyce dan Weil, namun justru banyak berkembang karena dukungan dari Charles I. Arends.
Perbedaan pokok antara metode pembelajaran dengan model pembelajaran sendiri berasal
dari konsep joyce pokok antara metode penbelajaran dengan model pembelajaran adalah pada
model pembelajatan sintaks nya relatif sudah tertentu langka-langkah nya, seuai dengan yang
di tetapkan oleh ahli yang mengungkapkan nya. Dalam pengertian metode pembelajaran ,
guru masih diberikan keleluasaan dalam bervariasi. Perlu penekanan pada kata relatif tersebut
karaena ternyata suatu model pembelajaran tertentu akan berbeda sintaks nya jika ahli yang
menyampaikanya juga berbeda. Jadi sintaks nya sangat bergantung pada sumber yang
digunakan berdasarkan pendapat Arends, pada esensi pembelajaran berbasis masalah adalah
model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasi kan
keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan maslah yang kontekstual.
Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan kosep-konsep sains siswa belajar tentnag
bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan
mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data dan menyusun argumentasi
terkait pemecahan masalah, kemudiaan memecahkan masalah baiksecara individual maupun
dalam kelompok.
Dalam hubungan ini Arends merengutip hasil penelitian para ahli Vanderbilt, Krajck
dan Czerniak, salvin dan lain-lain menyimpulkan ada lima gambaran umum menjadi
identifikasi pembelajaran berbasis masalah yaitu:
2. Fokusnya anatar disiplin. Walau PBL dapat di terapkan memusat untuk membahas subjek
tertentu dalalm (sans, matemtika, sejarah atau lainya), tetapi dipilih pembahasan masalah
akatual yang dapat di investigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu. Contohnya masalah
pencemaran lingkungan yang timbul dilaut timur akibat pencemaran oleh perusahaan
pengeboran minyak milik australia.dapat di investigasi dan dijelaskan dari aspek ekonomi,
biologi, sosiologi, kimia, hubungan antar negara, dan sebagainya.
3. Penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan denagan masalah yang timbul di
kehidupan nyata, yang lngsung dapat diamati oleh karena itu, masalah yang timbul juga harus
di carikan penyelesaian secara nyata. Para siswa harus menganalisis dan mendefinisiskan
masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuata predeksi, mengumppulkan dan
menganalisis informasi bila perlu melaksanakan eksperimen, membuat inferensi dan menarik
simpulan.
4. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu
program computer, naskah drama dan lain-lain
5. Ada kaloborasi. Implementasi PBL. Ditandaaai oleh adanya kerja sama antar siswa satu
sama lain, biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan
memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks,
meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta
melakukan dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial (dikemabngkan dari Arends,
2009: 387).
PBI atau PBL baru dapat berkembang jika terbangun suatu situasi kelas yang efektif.
Combs (1976) seperti yang diungkap oleh North Central Regional Educational Library
(2006) menyatakan bahwa minimal ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi agar terbangun
situasi kelas yang efektif dalam PBL., yaitu sebagai berikut:
1. Atmosfer kelas harus dafat memfasilitasi suatu eksplorasi makna. Para pebelajar harus
merasa aman dan merasa di terima. Merekaa memerlukan pemahaman baik tentang resiko
maupun penghargaan yang akan di perolehnya dari pencarian pengetahuan dan pemahaman.
Situasi kelas harus mampu menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat, saling,
beriteraksi, dan sosialisasi.
2. Pebelajar harus sering diberi kesempatan untuk mengkonfrontasikan infotrmasi baru dengan
pengalaman nya selama proses mencari makna. Namun kesemptan semacam itu janganlah
timbul dari dominasi guru selam pembelajaran, tetapi harus timbul dari banyaknya
kesempatan suswa untuk menghadapi tantangan-tantangan baru berdasarkan
pengala,manmasa lalaunya.
3. Makna baru tersebut harus di peroleh melalui proses penemuan secara personal.
Berkaitan dengan filsofi seperti diata berkembanglah apa yang disebut problem-based
learning. Problem-based learning ( pembelajaran berbasis masalah) atau sering disebut PBI
(problem based instruiction) merupakan suatu tipe penelolaan kelas yang diperlukan untuk
mendukung pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran dan belajar.
Dalam sumber yang sama, savoie dan hughes (1994) mengungkap perlunya suatu
proses yang dapat digunakan untuk mendesain pengalaman pembelajaran berbasis masalah
bagi siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut di bawah ini diperlukan untuk menunjukan proses
tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Indentifikasikan suatu masalah yang cocok bagi para siswa
b. Kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat menghadirkan
suatu kesempatan otentik.
c. Organisasikan pokok bahasan disekitar masalah, jangn berlandaskan bidang studi.
d. Berilah para siswa tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar
mereka serta membuat perencanaan dalam menyelesaikan masalah.
e. Dorong timbulnya kaloborasi dengan membentuk kelompok pembelajaan.
f. Berikan dukungan kepada semua siswa untuk mendemonstrasikan hasil-hasil pembelajaran
merek misalnya dalam bentuk suatu karya atau kinerja tertentu.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa kekuatan dan penerapan metode PBL/PBI ini
antara lain:
a. Siswa akan tebiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk
menyelesaikana masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi
juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real –word) .
b. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok
kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan
teman sekelasnya
c. Makin mengakrabkan guru denga siswa
d. Karena ada kemungkinansuatu masalah harus di selesaikan siswa melalui eksperimen hal
ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.
a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah .
b. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang
c. Aktivita siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa bahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari beberapa ahli
diantaranya Menurut Jodion Siburian, dkk Muslimin I dalam Boud dan Felleti, Bern dan
Eriction. hampir sama menjelaskan bahwa SPBM merupakan salah satu model pembelajaran
yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran dihadapkan pada suatu
masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa
belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
Hanya saja Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7), Bern dan Eriction (2001: 5)
menambahkan bahwa SPMB juga memberikan keterampilan berfikir dan keterampilan
memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar
mandiri.
Jika dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif
yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif,
tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui pernghayatan secara internal akan problema
yang dihadapi.
Kemudian jika di lihat dari aspek fisilofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau
wadah untuk mempersipakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM
merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting unuk dikembangkan. Hal ini
sebabkan pada kenyataannya manusia akan dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Selain itu, dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
pembelajaran.
Jiak kita perhatikan terdapat 3 ciri utama dari SPBM. Pertama, SPBM merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak diharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan,
mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif
berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Kedua,
aktivitas pembelajran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif.
DAFTAR PUSTKAKA
Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua Jakarta: PT
Reneka Cipta, 2002
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua (Jakarta: PT
Reneka Cipta, 2002). Hlm. 1-2.
Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010, hal. 120-121
Warsono, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen Bandung; PT Remaja Rosdakarya. 2013 hal 147