Anda di halaman 1dari 7

Nama : Amrin

Nim : 859411707

Tugas : Tutorial 2 (MK. Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus)

1. Menurut Pradopo (1977) menyatakan bahwa terdapat dua factor umum yang
menyebabkan seseorang menderita tunanetra, antara lain:
a. Faktor endogen, merupakan faktor yang sangat erat hubungannya dengan masalah
keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan atau yang disebut juga
dengan faktor genetik. Adapun ciri yang disebabkan oleh faktor keturunan adalah
bola mata yang normal tetapi tidak dapat menerima energi positif sinar atau cahaya,
yang kadang-kadang seluruh bola matanya tertutup oleh selaput putih atau keruh.
b. Faktor eksogen atau faktor luar, seperti:
1) Penyakit yaitu virus rubella yang menjadikan seseorang mengalami campak pada
tingkat akut yang ditandai dengan kondisi panas yang meninggi akibat
penyerangan virus yang lama kelamaan akan mengganggu saraf penglihatan
fungsi indera yang akan menjadi permanen, dan ada juga yang diakibatkan oleh
kuman syphilis, degenerasi atau perapuhan pada lensa mata yang mengakibatkan
pandangan mata menjadi mengeruh.
2) Kecelakaan yaitu kecelakaan fisik akibat tabrakan atau jatuh yang berakibat
langsung yang merusak saraf netra atau akibat rusaknya saraf tubuh yang lain atau
saraf tulang belakang yang berkaitan erat dengan fungsi saraf netra, akibat terkena
radiasi ultra violet atau gas beracun yanga dapat menyebabkan seseorang
kehilangan fungsi mata untuk melihat, dan dari segi kejiwaan yaitu stress psikis
akibat perasaan tertekan, kesedihan hati yang amat mendalam yang
mengakibatkan seseorang mengalami tunanetra permanen
2. Kebutuhan khusus yang diciptakan untuk anak tunanetra, yaitu :
a. Huruf Braille
Huruf braille digunakan untuk keperluan membaca dan menulis bagi anak tunanetra.
E. Kosasih menjelaskan bahwa “huruf braille merupakan kumpulan titik-titik timbul
yang disusun untuk menggantikan huruf biasa untuk para penyandang tunanetra.”29
Huruf braille tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertikal, dan tiga dalam
posisi horizontal. Semua titik yang ditimbulkan dapat ditutup oleh satu jari sehingga
memudahkan anak dalam membaca ataupun menulis braille. Sebelum ditemukan
huruf braille, anak-anak tunanetra belajar menggunakan huruf latin yang dibuat
timbul, namun hal ini kurang efektif dan efisien. Penggunaan huruf braille sangat
bergantung pada indra peraba anak. Sebelum menggunaka braille anak perlu dilatih
untuk meningkatkan sensitivitas indra perabanya.
b. Kamera Khusus untuk Tunanetra
Kamera khusus tunanetra ini diciptakan oleh Chueh Lee dari Samsung China. Kamera
ini disebut dengan touch sight. Kamera ini memiliki layar braille fleksibel yang
menampilkan gambar tiga dimensi dengan gambar timbul di bagian permukaan. Cara
kerja kamera ini dengan menaruh kamera di jidat user. Kamera ini dapat merekam
suara selama tiga detik setelah tombol shutter ditekan. Suara ini yang menjadi
petunjuk user untuk mengatur foto.31
c. Mesin Baca Kurzweil
Mesin ini dapat membaca suatu buku yang tercetak, hasil huruf-hurufnya dikeluarkan
dalam bentuk suara. Mesin dapat membaca buku dari awal sampai akhir atau
mengulang-ulang kata, kalimat, paragraf dengan terus menerus, bahkan mesin juga
dapat mengeja kata.
d. Optacon
Optacon adalah singkatan dari (Optical-to-Tactile converter) di alat ini dapat
mengubah tulisan menjadi getaran. Optacon terdiri dari satu kamera dengan elemen
photosensitive yang dihubungkan ke susunan sandi raba yang sesuai dengan huruf
tertentu. Satu huruf yang dipindai oleh kamera akan menghasilkan pola getaran
tertentu yang bisa dirasakan dengan meraba.
e. Reglet
Untuk keperluan menulis anak tunanetra memerlukan alat khusus untuk
memudahkannya. Alat khusus ini dikenal dengan sebutan reglet.
f. Mesin ketik braille
Mesin ketik braille lebih dikenal dengan keyboard khusus untuk tunanetra.
Ketrampilan menggunakan keyboard ini sangat berguna untuk proses pembelajaran
dan keahliannya.
g. Papan hitung dan sempoa
Untuk belajar menghitung anak tunanetra biasanya menggunakan papan hitung
khusus ataupun sempoa. Bulir-bulir pada sempoa memudahkan indra anak untuk
belajar matematika.
3. Upaya-upaya pencegahan terjadinya tunarungu, antara lain:
a. Pada saat sebelum nikah (pranikah) antara lain: menghindari pernikahan sedarah atau
pernikahan dengan saudara dekat; melakukan pemeriksaan darah; dan melakukan
konseling genetika.
b. Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil, antara lain: menjaga kesehatan dan
memeriksakan kehamilan secara teratur; mengkonsumsi gizi yang baik/seimbang;
tidak meminum obat sembarangan; dan melakukan imunisasi tetanus.
c. Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan, antara lain: tidak menggunakan
alat penyedot dan apabila Ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah
vaginanya, maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
d. Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir antara lain: melakukan imunisasi
dasar serta imunisasi rubela yang sangat penting, terutama bagi wanita; mencegah
sakit influenza yang terlalu lama (terutama pada anak); dan menjaga telinga dari
kebisingan.
4. Pengaruh ketunarunguan dan gangguan komunikasi terhadap pencapaian prestasi
akademik anak sangatlah berpengaruh, karena dampak yang ditimbulkan dari hambatan
pendengaran pada anak tunarungu mempengaruhi pada perkembangan kognitif,
perkembangan bicara dan bahasa, perkembangan sosial emosi, dan prestasi akademik.
Dampak yang ditimbulkan anak tunarungu dalam perkembangan bicara dan bahasa
adalah kesulitan berbicara, kesulitan berbahasa yang ditandai dengan kesulitan dalam
keterampilan menggunakan lambang, mengucapkan lambang serta mengadakan
penggabungan dari lambang- lambang tersebut, kesulitan dalam mengungkapkan
perasaan, ide, gagasan, kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara.
Menurut Sutjihati, 1996 bahwa pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara
potensial sama dengan anak pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangannya
dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bicara dan bahasa, keterbatasan informasi, dan daya
abstraksi.
Pernyataan di atas menegaskan bahwa kemampuan intelegensi anak tunarungu
sama dengan kemampuan anak pada umumnya tetapi karena anak tunarungu memiliki
hambatan dalam kemampuan bicara dan bahasa mengakibatkan anak tunarungu
mengalami keterbatasan dalam memperoleh informasi yang diterimanya. Sejalan dengan
pendapat di atas bahwa perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh
perkembangan bicara dan bahasa. Dampak yang ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki
oleh anak tunarungu dalam perkembangan kognitif lebih kepada fungsi perkembanga
bahasa. Kesulitan lainnya yang muncul sebagai akibat dari ketunarunguan adalah
berhubungan dengan bicara, membaca, menulis, tetapi tidak berhubungan dengan tingkat
intelegensi (Rahardja, 2006).
5. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut individu yang memiliki
kecerdasan intelektual (IQ) secara signifikan di bawah rata-rata karena adanya hambatan
masa perkembangan, mental, emosi, sosial dan fisik sehingga tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan mental,
yang perlu dididik dan dilatih untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Mereka
membutuhkan dukungan yang lebih dari orang tua dan lingkungannya agar bisa hidup
mandiri. Oleh karena itu, anak tunagrahita membutuhkan layanan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Menurut WHO (World Health Organization) anak tunagrahita adalah anak yang memiliki
dua komponen esensial, yaitu fungsi intelektual secara nyata berada dibawah rata-rata
dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Sedangkan menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD)
mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di
bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes dan muncul sebelum usia 16 tahun
(Amin, 1995).
Klasifikasi Tunagrahita
Pengelompokan anak tunagrahita pada umumnya berdasarkan pada taraf intelegensinya.
Menurut Somantri (2006), anak tunagrahita dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok,
yaitu:
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet. Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak tunagrahita
ringan merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana sampai tingkat tertentu. Biasanya hanya sampai pada kelas IV sekolah
dasar (SD). Melalui bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental
ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak
terbelakang mental ringan dapat dilatih menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti
pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih
dan bimbingan dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik
dengan sedikit pengawasan.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36
menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang
mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun.
Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti
menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya.
Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik
seperti menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis
secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain.
Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum,
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari,
anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka juga
masih dapat bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered workshop).
c. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan
lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala
Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19
menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC).
Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun
atau empat tahun.
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam
berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan
dari bahaya sepanjang hidupnya. Perawatan khusus dan keikhlasan dari keluarga
sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya keadaan idiot ini diikuti dengan berbagai
kelainan dan kelemahan dalam fungsi tubuh lainnya. Mereka perlu perawatan khusus
dan dibantu dalam setiap aktivitasnya. Untuk bertahan hidup saja rasanya
membutuhkan banyak bantuan.
Menurut Aqila (2010), selain dibedakan berdasarkan tingkat intelegensinya, anak
tunagrahita juga diklasifikasikan berdasarkan tipe klinis, yaitu sebagai berikut:
a. Down Syndrom (dahulu disebut mongoloid)
Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena raut mukannya seolah-olah
menyerupai orang mongol dengan ciri-ciri: bermata sipit dan miring, lidah tebal
dan berbelah, biasanya suka menjulur ke luar, telinga kecil, tangan kering, makin
dewasa kulitnya semakin kasar, kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang
kurang baik sehingga berpengaruh pada pencernaan, dan lingkar tengkoraknya
biasanya kecil.
b. Kretin
Dalam bahas Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-cirinya: badan gemuk dan
pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, badan dingin, kulit kering, tebal
dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir tebal, kelopak mata, telapak tangan,
dan kuduk tebal, pertumbuhan gigi terlambat, serta hidung lebar.
c. Hydrocypal
Anak ini memiliki ciri-ciri: kepala besar, raut muka kecil, tengkoraknya ada yang
membesar ada yang tidak, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata
kadang-kadang juling.
d. Microcephal, Macrocephal, Brahicephal, dan Scaphocepal
Keempat istilah tersebut menunjukkan bentuk dan ukuran kepala. Seorang dengan
tipe Microcephal memiliki ukuran kepala yang kecil. Kebanyakan dari mereka
menyandang tunagrahita yang berat atau sedang. Namun penderita Macrocephal
kebanyakan tidak menyusahkan orang, dengan ukuran kepala besar. Sedangkan
penderita Brahicephal memili ukuran kepala yang panjang, dan Scaphocepal
memiliki ukuran kepala yang lebar.

Anda mungkin juga menyukai