Anda di halaman 1dari 13

Lampiran : Keputusan Direktur RSD

Madani Pekanbaru
Nomor : 85/SK/DIR/RSD/XII/2019
Tanggal : 06 Desember 2019

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT DAERAH MADANI KOTA PEKANBARU

BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan
adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau
pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah
terjadi kerusakan jaringan.
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang
terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya
cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang
lama. Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi
proses penyembuhan dan sering kali tidak diketahui penyebabnya
yang pasti.

B. TUJUAN
Tujuan dari manajemen nyeri adalah membantu pasien untuk
mengenali rasa nyeri dan mengetahui bagaimana cara mengendalikan
serta mengurangi nyeri yang dirasakannya.
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup panduan manajemen nyeri dilakukan oleh dokter dan perawat yang
kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku.

A. Sifat Nyeri
Antara lain sebagai berikut:
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
5. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
6. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
7. Nyeri mengawali ketidakmampuan
8. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal.

B. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan) nyeri yang dirasakan pada area yang bukan
merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang
otak dll.
c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada
lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi
dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
2. Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat
dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya


a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

4. Berdasarkan lama / durasi


a. Akut : kurang dari 1 bulan
b. Sub akut : 1-2 bulan
c. Kronis : lebih dari 2-3 bulan

C. Mekanisme Nyeri
Ada empat tahapan terjadinya nyeri;
1. Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi
suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa
stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri).
Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi
juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya
terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH
jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak
menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula
terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada spinalis,
terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan
nyeri dirasakan lebih lama.
2. Transmisi
Merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang
akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke
pasca sinaps melewati neurotransmitter.
3. Modulas
Adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau
mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui sistem analgesia
endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain endorphin
yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area
periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca
sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula
spinalis atau supraspinalis.
4. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi
kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala).
Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.

D. Respon Terhadap Nyeri


1. Stimulus Simpatik (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b. Peningkatan heart rate
c. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d. Peningkatan nilai gula darah
e. Diaphoresis
f. Peningkatan kekuatan otot
g. Dilatasi pupil
h. Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a. Muka pucat
b. Otot mengeras
c. Penurunan HR dan BP
d. Nafas cepat dan irreguler
e. Nausea dan vomitus
f. Kelelahan dan keletihan
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri
adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas
kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap
nyeri. (ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh
jika ada nyeri).
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik
untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
9. Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
BAB III
TATA LAKSANA

Setiap pasien yang berobat ke Rumah Sakit Daerah Madani dilakukan asesment,
meliputi asesment awal dan asesment ulang. Asuhan pasien dirumah sakit diberikan dan
dilaksanakan berdasarkan konsep pelayanan berfokus pada pasien (Patient/Person
Centered Care). Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam bentuk
Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal dengan elemen
1. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim asuhan/ Clinical
Leader
2. Profesional Pemberi Asuhan bekerja secara tim inter dan intra-disipliner dengan
kolaborasi interprofesional,dibantu antara lain dengan Panduan Praktik Klinis
(PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/Clinical Pathway terintegrasi,
Alogaritme, Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi).
3. Manager Pelayanan Pasien/ Case Manager.
4. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
5. Data pengkajian pada pelayanan rumah sakit diperoleh dari pasien,keluarga,
pengantar. Asesment dilakukan dengan sistematika IAR.
6. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologi, sosial, kultur, spiritual
dan riwayat kesehatan pasien ( I: Informasi dikumpulkan)
7. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan radiologi diagnostik
imaging untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien. (A:
Analisis data dan informasi)
8. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang
telah teridentifikasi. (R: rencana disusun)

Rumah Sakit menetapkan pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri sesuai dengan
kebutuhan yang disertai dengan pemberian edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri
akibat tindakan atau prosedur pemeriksaan serta edukasi pilihan yang tersedia untuk
mengatasi nyeri dengan memperhatikan latar belakang agama, budaya, dan nilai-nilai
pasien/keluarga.

A. Manajemen Pengurangan Nyeri


1. Farmakologi :
a. Analgesics
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan
jalan mendepresi sistem saraf pusat pada Thalamus dan Korteks Cerebri.
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan nyeri yang
berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Untuk alasan ini maka analgesik
dianjurkan untuk diberikan secara teratur dengan interval, seperti setiap 4 jam
setelah pembedahan.
Terdapat dua klasifikasi mayor dari analgesik, yaitu :
1) Narcotic (Strong analgesics)
Termasuk didalamnya adalah : derivat opiate seperti morphine dan codein.
Narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari
pengalaman nyeri (misal : persepsi nyeri). Perubahan mood dan perilaku
dan perasaan sehat membuat seseorang merasa lebih nyaman meskipun
nyerinya masih timbul.
2) Nonnarcotics (Mild analgesics)
Mencakup derivat dari : Asam Salisilat (aspirin); Para-aminophenols
(phenacetin); Pyrazolon (Phenylbutazone).
3) analgesik kombinasi
seperti kombinasi dari analgesik kuat (strong analgesics) dengan analgesik
ringan (mild analgesics), contohnya : Tylenol #3, merupakan kombinasi dari
acetaminophen sebagai obat analgesik nonnarkotik dengan codein, 30mg.
b. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
(seperti : gula, larutan garam/normal saline, atau air) tetapi hal ini dapat
menurunkan nyeri. Hal itu karena faktor persepsi kepercayan klien.

2. Non farmakologi
a. Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan
energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada
ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada klien,
diharapkan ada transfer energi ke klien.
b. Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri.
c. Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,
tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi
dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan.
Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri
akut.
d. Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio
(mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan),
distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
e. Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
f. Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
g. Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang
respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren,
dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
h. Stimulasi cutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara
ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa
dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dingin dan stimulasi
saraf elektrik misalkan dengan TENS (transcutaneus electrical nerve
stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus
listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

B. Pengukuran skala nyeri


Semua pasien yang datang di Rumah Sakit Daerah Madani dilakukan
asesmen nyeri mulai pasien masuk sampai pasien keluar dari Rumah Sakit Daerah
Madani .
Asesmen yang dilakukan meliputi:
1. Skrening nyeri,berupa pertanyaan ada atau tidak nyeri
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Pengkajian dilakuakan berdasarkan P,Q,R,S,T yaitu:

Provokes/point : faktor yang mempengaruhi berat ringannya nyeri

Q (Quality) : bagaimana rasa nyerinya

R (radiation/relief) : melacak daerah nyeri dari titik paling nyeri

S (Severity) : Keparahan atau intensitas nyeri

T(time/on set) : waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri


4. Riwayat pembedahan/penyakit dahulu
5. Riwayat psikososial: riwayat pola hidup dan aktivitas pasien sehari-hari, masalah
psikiatri (depresi, cemas, ide ingin bunuhn diri).
6. Obat-obatan dan alergi (daftar obat-obat yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri.
7. Riwayat Keluarga: evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
8. Asesmen sistem organ yang komperhensif evaluasi gejala kardiovaskuler,
pulmoner, gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitouria, endokrin,
muskuloskeletal, psikiatri dan penyakit penyerta lainnya.

Persepsi nyeri mencakup proses sensasi ketika stimulus nyeri terjadi dan
berhubungan dengan interpretasi nyeri oleh seseorang. Ambang nyeri adalah
intensitas terendah dari stimulus nyeri yang dapat menyebabkan seseorang mengenal
nyeri. Sebenarnya ambang nyeri itu jika tanpa adaptasi, sama pada setiap orang, akan
tetapi proses adaptasi setiap orang tidaklah sama sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan ambang nyeri pada setiap orang karena adanya perubahan sesuai dengan
adaptasi yang dialami setiap orang. Nyeri pada dasarnya adalah “personal
experience”/ pengalaman seseorang individu. Jadi dengan demikian persepsi nyeri itu
sangat individual dan unik pada setiap orang. Durasi, Berat/Intensitas, Kualitas,
Periode dari Nyeri.
Nyeri itu suatu perasaan campuran dan terjadi pada berbagai tingkatan.
Skala nyeri, pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program pengobatan
nyeri setelah pembedahan. Derajat nyeri dapat diukur dengan macam- macam cara,
misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar, skala analog visual. Secara
sederhana nyeri setelah pembedahan pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan
pada yang bersangkutan dan biasanya dikatagorikan sebagai: tidak nyeri (none), nyeri
ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri
(very severe, intolerable).

Numeric Rating Scale


Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1–3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4–6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

Wong Baker FACES Pain Scale


Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen
Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai
dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri

0–1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali


2–3 = sedikit nyeri
4–5 = cukup nyeri
6–7 = lumayan nyeri
8–9 = sangat nyeri
10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)

Metoda pengobatan nyeri, sesuai dengan step ledder dari WHO maka untuk
mengatasi nyeri ringan digunakan obat anti inflamasi non steroid, untuk mengatasi
nyeri sedang digunakan obat anti inflamasi non steroid dikombinasi dengan golongan
opioid lemah dan untuk mengatasi nyeri berat digunakan obat anti inflamasi non steroid
dikombinasi dengan golongan opioid kuat. Selain pengobatan diatas kadang
dibutuhkan juga pengobatan tambahan diantaranya obat sedatif bila nyeri disertai
stress, pengobatan akupunktur untuk mengatasi nyeri kronik, sampai blok anestesi.
Untuk masyarakat umun bila mengalami nyeri disarankan untuk segera berkonsultasi
ke dokter untuk mendapatkan pengobatan sesuai dengan masalah nyeri yang dialami.
Metoda pengobatan nyeri dapat dengan cara sistemik (oral, rectal, transdermal,
sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau perinfus). Cara yang sering
digunakan dan paling digemari ialah intramuscular opioid. Metoda regional misalnya
dengan epidural opioid atau intraspinal opioid. Kadang- kadang digunakan metoda
infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan selesai misalnya pada sirkumsisi
atau pada luka operasi usus buntu (apendektomi).
Begitu pentingnya pengetahuan nyeri, maka saat ini nyeri merupakan tanda vital
kelima, setelah tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, dan suhu tubuh.

C. Asesmen Ulang Nyeri


Asesmen ulang nyeri dilakukan pada:
1. Nyeri non cardiac dievaluasi tiap 30 menit atau lebih cepat bila ada
kegawatan.
2. Nyeri cardiac/jantung dievaluasi tiap 15 menit.
3. Pada pasien nyeri ringan-sedang (skala nyeri 1-6) bisa dievaluasi tiap 24
jam.
4. Pada pasien yang mendapatkan tindakan, evaluasi dilakukan tiap 15 menit
setelah tindakan dilakukan.
5. Hasil dari asesmen dan reasesmen pasien didokumentasikan pada catatan
rekam medis.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Asesmen nyeri di rawat jalan didokumentasikan dalam MR rawat jalan.


2. Asesmen nyeri di rawat inap didokumentasikan dalam MR rawat inap.
3. Catatan perkembangan pasien didokumentasikan dalam lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4. Pemberian edukasi/ penyuluhan didokumentasikan di formulir lembar edukasi kepada
pasien dan keluarga pasien terintegrasi di status MR pasien.

Ditetapkan di : Pekanbaru
Pada tanggal : 06 Desember 2019

Direktur Rumah Sakit Daerah Madani


Kota Pekanbaru

dr. Mulyadi, Sp.BP


NIP. 19751011 200501 1 005

Anda mungkin juga menyukai