Anda di halaman 1dari 20

~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Ketahanan Mental Keluarga dalam


Naskah Sunda
Dede Burhanudin
Balai Litbang Agama Jakarta
(kangdede2@gmail.com)
Ikhwan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Bandung
(ikhwanpisan@gmail.com)

Pendahuluan
Salah satu ragam warisan budaya bangsa Indonesia adalah
karya sastra. Bentuk kekayaan sastra yang dimiliki bangsa
Indonesia antara lain berupa naskah klasik islami. Naskah
klasik adalah benda peninggalan dalam bentuk tulisan tangan
yang berisi berbagai aspek kehidupan seperti masalah sosial,
politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra.
Menurut KBBI (1996:684), naskah yaitu karangan yang masih
ditulis dengan tangan; karangan seseorang sebagai karya asli.

~ 55 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan


bahwa kebanyakan isinya mengacu kepada sifat-sifat historis,
didaktis, religius, dan belletri (Baried dkk, 1985: 4). Kandungan
naskah, baik dari sisi isi (genre wacana) maupun bentuk
pengungkapannya, pada umumnya tidak dapat dilepaskan
dari pengalaman hidup dan imajinasi pengarangnya, sehingga
aspek kesastraannya dapat dipengaruhi oleh situasi zamannya.
Oleh sebab itu, naskah dapat dipandang sebagai cipta sastra
karena teks yang terdapat di dalamnya mengungkapkan suatu
keutuhan pesan, sebagai bentuk ekspresi pengarang yang
disampaikan kepada pembacanya. Secara fungsional, seperti
diungkapkan Baried dkk. (1985: 4), pesan yang terbaca dalam
teks berhubungan erat dengan filsafat hidup dan bentuk
budaya dan seni tertentu.
Seperti halnya yang akan dibahas dalam tulisan ini, tentang
ketahanan mental yang merupakan serpihan kecil dari Disetasi
penulis dari naskah Wawacan Nyi Zaojah (WNZ). Tokoh sentral
dalam naskah ini, menampilkan seorang perempuan bernama
Nyi Zaojah yang menunjukkan perempuan Muslimah yang
ideal dalam keluarga dan bisa dijadikan teladan oleh para
pembaca, baik pada zaman dahulu ketika naskah itu hidup
di tengah-tengah masyarakatnya, maupun masa kini ketika
naskah tersebut telah menjadi barang antik dalam upaya
revitalisasi nilai-nilai kandungannya.
Isi teksnya, secara umum, menggambarkan tentang cara
membina dan menata keluarga dalam rangka memperkuat
negara dan bangsa. Arti penting penelitian naskah ini
terletak pada kemungkinan adanya penggambaran objektif
atas WNZ tentang ketahanan mental perempuan dalam
mengatasi kelemahan dan ketidakberdayaannya, serta sikap
dan tanggung jawabnya dalam memperjuangkan keadilan,
baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Semua ini, baik
tersurat maupun tersirat, menarik untuk dibahas agar dapat
dijadikan alternatif pedoman hidup bagi kaum perempuan.

~ 56 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Atas dasar hal tersebut, masalah utama penelitian


ini adalah bagaimana sebagai produk wacana yang lahir
dari budaya masyarakat Islam masa lampau, teks WNZ
memiliki keterkaitan erat dengan ketahanan mental tentang
perempuan? Bagaimana ajaran Islam, khususnya tentang
perempuan, di dalam WNZ melalui tokoh utamanya yang
merupakan sosok perempuan? Sumbangan sangat penting
dari kajian terdahulu terkait dengan WNZ dapat dilihat melalui
tabel berikut.
Tabel 1
Kajian Terdahulu tentang Naskah Wawacan Nyi Zaojah
Judul Bentuk &
No Peneliti Proses Garapan
(Aksara & Bahasa Katagori
Tim Direktorat
Hikayat Raden Pengantar,
Puisi Jenderal
1 Qodli Sareng Deskripsi dan
Kagamaan Kebudayaan
Zaojah edisi Teks
(1996)
Skripsi filologi
Unpad.
Pengantar,
Wawacan Siti Puisi Firmansyah
2 Deskripsi,
Jaojah Kagamaan (2016)
edisi teks,
Transliterasi &
terjemah
Disertasi
Erlan Filologi,
Wawacan Puisi
3 Saefuddin Menemukan
Padmasari Kagamaan
(2015) kosmologi
wanita Sunda

Dalam artikel ini penulis akan berfokus kepada ketahanan


mentan seorang perempuan, sebagai produk yang lahir dari
budaya masyarakat lampau untuk dijadikan cerminan untuk
masa kekinian. Naskah WNZ merupakan koleksi Perpustakaan
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, hasil digitalisasi yang
sengaja dilakukan terkait dengan penelitian ini. Naskah ini
penting ditangani secara filologis dan kemudian dikaji isinya

~ 57 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

secara intertekstual dengan memanfaatkan teori kajian


strukturalisme.

Ketahanan Mental
Ketahanan mental merupakan sebuah kondisi dimana
individu terbebas dari segala gejala gagguan mental. Individu
yang sehat secara mental dapat berfunfsi secara normal
dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaiakan
diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan
ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan
kemampuan pengolahan stress. Ketahanan mental akan
berimplikasi kepada kesehatan mental. Hal penting yang
harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Diketahui
bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling
mempengaruhi. Untuk itu pemberian informasi, mengedukasi
masyarakat sangatlah penting terkait ketahanan mental.
Adisty. dkk, (2015: 252).
Terkait dengan ketahanan mental di atas, topik ini
tertuang dalam naskah WNZ naskah yang berasal dari
kampung Gajrug Cipanas Lebak Banten dan Bogor. Naskah
WNZ berkuran 21,5x16 cm, ukuran teks 17x13 cm, terdiri atas
dua jilid. Jilid pertama berjumlah 47 halaman, sedangkan
jilid kedua berjumlah 45 halaman. Jumlah rata-rata baris tiap
halaman adalah antara 13 sampai 14 baris, dengan masing-
masing halaman dilengkapi nomor halaman dan kata alihan.
Beberapa kata alihan tampak ditulis terlalu rapat dan sejajar
dengan teksnya sehingga dapat membingungkan pembaca.
Keadaan fisik naskah WNZ secara keseluruhan cukup baik.
Dalam naskah WNZ identitas penulisan tanggal 5 Muharam
tanpa tahun, penulis dan penyalin tidak ada, alas naskah yang
dipakai kertas bergaris dalam negeri, tulisan dapat dibaca.
Naskah ditulis dengan aksara Arab bahasa Sunda (pegon).
Bentuk penyajian naskah bentuk pupuh (puisi) dan prosa.

~ 58 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Adapun pupuh yang digunakan adalah Dangdanggula, Sinom,


Pangkur, Kinanti, Pucung, Asmarandana, Magatru, Lambang,
Maskumambang, Mijil, dan Wirangrong. Ukuran huruf yang
dipakai dalam naskah WNZ tergolong sedang, hurufnya cukup
baik dan konsisten, cukup rapi, jelas dan cukup bisa dibaca.
Naskah ini banyak membahas tentang ketahanan mental
perempuan yang bersumber dalam ajaran Islam. Di dalam Al-
Qur’an, sendiri nama-nama surat seperti Maryām, an-Nisā’,
aṭ-Ṭalaq, al-Mumtaḥanah, al-Mujādilah, dan sebagainya.
menunjukkan keseriusan Islam dalam memperhatikan
masalah perempuan, demikian pula di dalam hadis. Di dalam
Ṣaḥiḥ al-Bukhārī, terdapat bab-bab khusus yang membahas
tentang perempuan, baik dalam hubungannya dengan laki-
laki ataupun berdiri sendiri, antara lain: kitab al-ḥaiḍ, kitab an-
nikaḥ, kitab aṭ-ṭalaq, di samping pembahasan khusus dalam
masalah farā’id (hukum waris) dan adab (etika).
Ketahan mental dalam keluarga, khususnya perempuan
dalam Al-Qur’an bervariasi, mulai dari yang taat hingga
perempuan yang durhaka. Perempuan yang taat disebutkan
di dalam Al-Qur’an, antara lain: Maryam, Ratu Bilqis, dan
beberapa lainnya, sementara perempuan yang durhaka
antara lain: istri Abu Lahab, Imra’ah Nuh, Imra’ah Luth, dan
beberapa lainnya. Naskah WNZ yang berpusat pada tema
“Kesetiaan seorang istri dalam keluarga.” Untuk mendukung
sekaligus menyempurnakan tema ini, tokoh Nyi Zaujah
dikarakteristisasi sebagai perempuan ideal yang nyaris tidak
memiliki kekurangan. Di bawah ini dijelaskan gambaran mental
perempuan yang direpresentasikan di dalam WNZ melalui
tokoh Nyi Zaojah dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman.
Sebagai dokumen sosio-budaya masyarakat, sastra
memiliki fungsi sesuai dengan amanatnya. Seperti sifat sastra,
dulce et utile. Bahwa sastra itu indah dan bermanfaat. Indah
berfungsi untuk hiburan. Sedangkan bermanfaat karya sastra

~ 59 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

dapat dipakai sebagai sarana pendidikan, terutama pendidikan


agama yang berkaitan dengan akhlak.
Akhlak sendiri adalah salah satu pokok ajaran dalam
Islam, hal ini terlihat dari hadis yang menjelaskan bahwa
Nabi Muhammad SAW. diutus di dunia adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia, agar manusia memiliki
perilaku yang baik dalam menjalani kehidupannya di dunia
untuk bekal kehidupan di akhirat. Namun kenyataan saat
ini masih banyak umat Islam atau masyarakat yang masih
mengalami krisis moral atau akhlak. Akhlak pada dasarnya
dapat dibentuk dengan adanya pendidikan dan pembinaan,
tujuannya adalah untuk memperkuat ketahan mental. Dalam
pendidikan akhlak, banyak metode yang dapat digunakan,
salah satunya melalui kisah dengan memanfaatkan buku-buku
cerita dan/atau sejarah sebagai sumber pembelajaran.
Rahmat Djatnika, sebagaimana dikutip Damanhuri (2000),
mengemukakan bahwa hakikat akhlak memiliki lima ciri yaitu:
(1) perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa menjadi
bagian dari kepribadian, (2) perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran, (3) perbuatan yang timbul dari
dalam diri orang yang melakukannya tanpa ada paksaan,
(4) perbuatan dilakukan secara sungguh-sungguh tanpa
bersandiwara, dan (5) perbuatan yang dikakukan secara ikhlas
semata-mata hanya karena Allah.
Dalam karya sastra, nilai-nilai keislaman yang terkandung
dalam sebuah cerita menunjukkan pentingnya sebuah cerita
tersebut di masyarakat. Dalam WNZ, nilai-nilai keislaman yang
berkaitan dengan akhlak dalam rangka memperkuat mental
seseorang dapat diidentifikasi antara lain: (a) nilai pendidikan
akhlak terhadap Allah, yaitu: shalat, berdoa, menyegerakan
dalam beribadah, bertaubat, (b) nilai pendidikan akhlak
terhadap manusia meliputi sikap jujur, sopan, bersabar, bekerja
keras, disiplin, ikhlas, hidup sederhana, berbakti kepada
orangtua, berbakti kepada suami, merawat, mendidik, dan

~ 60 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

mendoakan anak, bermusyawarah, silaturrahmi, dan tolong


menolong antar-sesama. Nyi Zaojah merupakan representasi
dari perempuan berakhlak luhur, baik terhadap diri sendiri
sendiri, suami, orang lain, dan terutama terhadap Allah.

Ketahanan Mental Terhadap Diri


Ketahanan Mental diri sendiri yang dicitrakan melalui tokoh
dan penokohan Nyi Zaojah di dalam WNZ dalam penelitian ini
teridentifikasi meliputi dua sifat mulia, yaitu perempuan yang
memiliki sifat malu (khajūlah) dan perempuan yang betah
tinggal di rumah (sākinah fil-bait), sebelum akhirnya keadaan
memaksa Nyi Zaojah untuk bertahan hidup di negeri asing
yang bernama Negeri Adil.
WNZ menceritakan Nyi Zaojah dalam citra perempuan
pemalu, dalam arti positif. Di dalam WNZ disebutkan:
Tékad garwa nu Tekad istri yang sempurna
sampurna
Yang siang malamnya di
siang wengina di bumi rumah
cumantelna dina ati Menempel dihati
kasieunna kahayangna, Rasa takut dan keinginannya
risi jeung ajrih jeung isin Rasa risi, hormat, dan malu
payuneun peungkeureun Di depan dibelakang sama
sami,
Tidak berani melanggar
ngalanggar teu pisan sedikitpun
wantun,
Hakikatnya takut kepada Allah
hakékatna sieun ka Allah
Sedangkan dohirnya takut
zhohir sieun ka salaki pada suami
(J1-II/4)
Raden Qodi memanggil
Radén Qadi lajeng nyaur saudaranya
sadérékna,

Seorang istri yang berakhlak mulia dan mempunyai


ketahanan mental demi keluarga, sebagaimana karakter Nyi

~ 61 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

Zaojah adalah perempuan yang betah tinggal di rumah dan


memiliki rasa malu di hadapan Allah, baik pada saat di tengah
keberadaan orang lain maupun pada saat sendiri. Rasa malu
di hadapan Allah SWT. itulah yang membuat Nyi Zaojah dapat
menjaga kehormatan dirinya dan kehormatan suaminya
(keluarganya).
Malu, di dalam Islam, merupakan sebagian dari iman,
sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:
َ َّ
ْ‫ب‬ َْ َ َ ْ
‫ي‬ ُ َ
ٍ ِ ِ ِ ‫الياء ال يأ‬
‫ال‬ ‫إ‬ ‫ت‬
Artinya:
“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan” (HR.
Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imran bin Hushain).

Malu dalam konteks ini memiliki makna positif, yakni malu


di “hadapan” Allah jika “terlihat” dalam keadaan melakukan
maksiat. Kriteria ini dapat dijumpai pada karakter Nyi Zaojah,
meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Sikap Nyi Zaojah
ketika menghadapi setiap laki-laki yang berusaha merayunya,
ia selalu mengingat Allah dan suaminya sehingga dapat
bersikap teguh menjaga prinsip hidup dan perilakunya tetap
terjaga.

Ketahanan Mental Demi Keluarga


Dalam WNZ menunjukkan tentang pentingnya pasangan
hidup yang mampu menciptakan suasana yang tenteram.
Seperti kata sakana, dalam WSZ dikatakan mengandung makna
istiqrār (stabilitas), rāḥah (kenyamanan), dan ṭuma`nīnah
(ketenangan) di dalam rumah, dan istri salehah memerankan
fungsi sebagai rabbatu baitin atau rabbatu manzilin (house
wife ‘ibu rumah tangga’) yang mengurus segala urusan
domestik rumah tangga. Atas dasar hal tersebut, seorang istri
ditekankan untuk betah tinggal di rumah suaminya.
Nyi Zaojah ditokohkan sebagai perempuan yang betah
tinggal di rumah. Hal ini diceritakan terjadi sebelum sang

~ 62 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

suami meninggalkannya untuk menunaikan ibadah haji yang


membuat semua kejadian buruk menimpanya hingga akhirnya
ia mengembara dan sampai di Negeri Adil. Tentang betahnya
Nyi Zaojah menemani suami di rumah disebutkan di dalam
WNZ:
Sifat garwa nu Memiliki sifat istri yang sempurna
sampurna
Siang malam selalu di rumah
Siang wengina di bumi
Selalu nyaman dalam kondisi tidak
Tetep ngeunah nu teu nyaman
genah
Mencari kasih sayang gusti
Ngintip pikaasih Gusti (suami)
bari damel anu hasil Sambil bekerja yang menghasilkan
niyat ka carogé nulung Maksudnya menolong suami
diraksa benerna raga Raganya senantiasa dijaga
palay naon geus sayogi Apapun keinginan suami
disediakan
saadatna, sabisana,
Seadanya, sebagaimana biasanya
sagaduhna (J1-II/2)
apapun yang dimilikinya

Di antara hal yang bisa diteladani dari kisah Nyi Zaojah


adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh
menghindari laki-laki yang bukan mahram serta tidak keluar
rumah kecuali jika ada kebutuhan atau dalam keadaan
mendesak. Hal ini, sebagaimana diungkapkan di dalam WNZ,
dilakukan Nyi Zaojah untuk menjaga perasaan suaminya dan
menghindari fitnah yang datang dari masyarakat. Terkait
perintah bahwa kaum perempuan lebih baik tinggal di rumah
Allah SWT. berfirman:
َ ُْ ْ ْ َّ َ َ َ َ َّ ُ ُ ُ َ ْ َ َ
ُّ َ ‫ج َن َت‬
‫ب َج الَا ِه ِل َّي ِة الول‬ ‫وقرن ِف بيوتِكن ول تب‬
Artinya:
“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan
janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah
terdahulu” (QS. al-Aḥzab: 33).

~ 63 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

Al-Qurthubi (2006: XVII/141), salah seorang mufasir


yang bercorak hukum, menjelaskan: “Makna ayat tersebut
adalah perintah bagi perempuan untuk menetap di rumah.”
Walaupun redaksi ayat ini ditujukan secara khusus kepada
istri-istri Nabi SAW., tetapi – masih menurut al-Qurthubi
– makna ayat tersebut juga mencakup perintah terhadap
perempuan-perempuan lain pada umumnya. Hal yang
sama juga diungkapkan Ibn Katsir (1999: VI/409). Ibn Katsir
menyatakan, “perempuan seyogyanya tidak berbicara
dengan laki-laki lain sebagaimana ia berbicara dengan
suaminya.” Dalam kaitan ini hendaklah perempuan tinggal di
dalam rumah-rumah mereka dan tidak keluar rumah kecuali
karena adanya kebutuhan. Sesuai dengan hal tersebut, di
dalam WNZ disebutkan:
Adat garwa nu daulat Adat istri yang akrab
anu bagja anu pinuji ku Yang bahagia yang terpuji oleh
Nabi nabi
Saumurna tara tepung Seumur hidup tidak bertemu
tara tepang jeung nu Tidak bertemu dengan yang
liyan lain
teu ngahaja henteu Tidak disengaja tidak dekat
nyobat tidak kenal
hanteu wawuh Meskipun terpisah dengan
majikan
najan [pira] jeung ipar
dahuwan tara padeukeut Tidak pernah berdekatan
ningali (J1-III/3) bertatapan

Ibnul ‘Arabi, sebagaimana dikutip al-Qurthubi (2006:


XVII/143-144), bercerita:
“Aku sudah pernah memasuki lebih dari seribu
perkampungan namun aku tidak menjumpai perempuan
yang lebih terhormat dan terjaga melebihi perempuan di
daerah Napolis, Palestina, tempat Nabi Ibrahim dilempar
ke dalam api. Selama aku tinggal di sana aku tidak pernah
melihat perempuan di jalan saat siang hari kecuali pada

~ 64 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

hari Jumat. Pada hari itu para perempuan pergi ke masjid


untuk ikut shalat Jumat sampai masjid penuh dengan
para perempuan. Begitu shalat Jumat berakhir mereka
segera pulang ke rumah mereka masing-masing dan
aku tidak melihat satupun perempuan hingga hari Jumat
berikutnya”.
Dalam riwayat lain, disebutkan dari Abdullah,
Nabi SAW. bersabda,
ُ َّ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َّ َ ٌ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َّ
‫شف َها الشيْ َطان‬ ‫ت ِمن بي ِتها است‬ ‫ وإنها إذا خرج‬،‫إن المرأة عورة‬
ُ ُ َ َ ُ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ْ َِ ِ ٌ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ِ
ْ‫ون إ َل الل َّ إ َذا َكنَت‬
ِ ِ ِ ‫ وأقرب ما تك‬،‫ مْا ر ِآن أحد ِإال أعجبته‬:‫ول‬ ‫فتق‬
َ‫ف َق ْعر بَيتها‬
ِ ِ ِ
Artinya:
“Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah
maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling
dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam
rumahnya”. (HR Ibnu Khuzaimah no. 1685)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra. di dalam Majmu’ Al-


Fatawa (2004: XXXII/281) menyatakan, “Tidak halal bagi
seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.”
Selanjutnya, beliau juga mengungkapkan, “Bila sang istri
keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat
nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.”
Perihal apakah boleh atau tidak perempuan bekerja di
luar rumah telah menjadi perdebatan di kalangan para ulama.
Tim penulis Tafsir Al-Qur’an Tematik Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Depag RI (2009:
11) menyebutkan bahwa Islam memberi kesempatan kepada
perempuan untuk bekerja di luar rumah apabila masyarakat
memerlukan keahliannya. Beraktivitas sosial di luar rumah
sebagai upaya merealisasikan wajibah ijtima’iyyah merupakan
suatu upaya yang patut diapresiasi.
Hal ini senada dengan yang diungkapakan Murad (t.t:
77-78), jika dalam keadaan terpaksa, wanita diperbolehkan

~ 65 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

bekerja di luar rumah. Namun, dia tetap harus menjaga


kehormatannya, menutupi auratnya, tidak boleh bercampur
secara bebas dengan laki-laki bukan mahram, serta tidak
boleh memerdukan suaranya. Bekerja di luar rumah terkadang
diwajibkan bagi sebagian wanita jika pekerjaannya berkaitan
dengan kemaslahatan kaum wanita, seperti menjadi dokter
spesialis bagi penyakit kewanitaan atau mengajar untuk
wanita dewasa.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh al-Maududi,
seorang pemikir Muslim kontemporer. Seperti dikutip
Shihab (1996:304), di dalam bukunya al-Hijab al-Maududi
menyatakan bahwa tempat perempuan adalah di rumah,
mereka tidak dibebaskan dari pekerjaan luar rumah kecuali
agar mereka selalu berada di rumah dengan tenang dan
hormat, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban
rumah tangga. Adapun kalau ada hajat keperluannya untuk
keluar, maka boleh saja mereka keluar rumah dengan syarat
memperhatikan segi kesucian diri dan memelihara rasa malu.
Pandangan senada diberikan Tim Penyusun Tafsir
Departemen Agama RI (t.t: VIII/5) yang memberi penjelasan
bahwa istri Nabi SAW. tetap tinggal di rumah mereka masing-
masing kecuali apabila ada keperluan. Rasyid Rida juga
menegaskan bahwa bekerja diwajibkan bagi laki-laki dan
perempuan. Allah SWT. mengarahkan laki-laki dan perempuan
agar mencari keutamaan dengan usaha dan kerja keras tidak
dengan angan-angan. Hikmah dipilihnya kata al-iktasab
daripada kata al-kasab karena kata pertama menunjukan
usaha keras. Kata inilah yang tepat untuk melarang orang
berangan-angan. Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan
bahwa tidak ada teks ayat maupun hadis Nabi SAW. yang
secara tegas melarang perempuan untuk bekerja di luar rumah
sekali pun. Oleh karena itu, pelarangan terhadap perempuan
untuk bekerja dipandang kurang tepat.

~ 66 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Naskah WNZ yang ditokohkan melalui tokoh dan


penokohan Nyi Zaojah di dalam penelitian ini teridentifikasi
meliputi tiga ketahan mental dalam keluarga mulia, yaitu:
(1) perempuan yang baik terhadap orang lain, (2) perempuan
yang tahu diri dan tahu balas budi, dan (3) perempuan yang
suka membantu orang lain yang membutuhkan. Nyi Zaojah, di
dalam WNZ juga dikarakterisasi sebagai perempuan yang baik
budi dan dapat dipercaya. Atas kebaikan budi itulah ia sering
mendapatkan pertolongan dari orang lain. Ketika ia masih
diberi kesempatan hidup dari hukuman rajam, Nyi Zaojah
ditolong oleh seseorang bernama Ki Jamal dan ditampung
di rumahnya. Ketika istri Ki Jamal menuduh Nyi Zaojah telah
membunuh anak perempuannya, Ki Jamal justru membelanya.
Bahkan dalam situasi yang sulit mendapatkan pertolongan
pun, ketika disiksa oleh Ki Sudagar di kapal, ia diceritakan
akhirnya mendapatkan pertolongan dengan datangnya badai.
Bersikap dan berbuat baik kepada orang lain merupakan
bagian dari ajaran Islam. Allah SWT. berfirman dalam Surah
at-Taubah ayat 71.
Ketika tinggal di rumah Ki Jamal, Nyi Zaojah diceritakan
sebagai orang yang tahu diri. Di samping peranannya yang
baik, ia juga mau membantu berbagai urusan di rumah Ki Jamal.
Nyi Zaojah diceritakan sebagai perempuan yang multitalenta.
Kepandaiannya dalam menyembuhkan penyakit ia gunakan
untuk menolong sesama. Dalam sejarah Islam, sosok
perempuan penolong juga terdapat di dalam diri Khadijah,
istri Rasulullah. Khadijah mengulurkan bantuan kepada orang-
orang yang lemah dengan harta yang dimilikinya, setelah
orang-orang kafir mengusir mereka dan mengharamkan
segala sesuatu untuk mereka. ia telah banyak mengeluarkan
harta untuk membebaskan budak-budak yang masuk Islam.
Dia menolong orang-orang yang dizalimi dan memberi
makan orang yang kelaparan. Lebih dari memperhatikan dan
memberi makan untuk dirinya sendiri. Rumahnya menjadi

~ 67 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

tempat berlabuh orang-orang yang lemah (mustad’afin)


memohon perlindungan dan bantuan, karena rumahnya telah
dijadikan tempat makan orang-orang yang lapar dan tempat
berlindung orang-orang yang ketakutan. Khadijah selalu
bersemangat untuk berjihad. Semakin berat tantangan yang
dihadapinya semakin besar semangat dan pengorbanan yang
dia berikan. Sehingga, Allah memberikan keberkahan dari
pengorbanannya tersebut.
Kehidupan Nyi Zaojah tidak lepas dari kehidupan religius.
Ia disebutkan senantiasa menjalankan perintah syara dan tidak
henti-hentinya berzikir setiap saat. Hampir tidak ada bagian
dari kehidupan Nyi Zaojah yang lepas dari mengingat Allah.
dalam berbagai kesempatan, baik suka maupun duka ia selalu
mengingat Allah. Ketika dalam keadaan senang, ia selalu
bersyukur kepada Allah, sedangkan ketika dalam keadaan
susah ia selalu bersabar dan memohon pertolongan-Nya.
Tokoh Nyi Zaojah di dalam WNZ ditokohkan sebagai
perempuan cantik. Hal ini yang membuat ia diidamkan
oleh banyak laki-laki. Raden Akhi, Ki Sobat, Ki Maslub, dan
Ki Sudagar adalah empat tokoh laki-laki begitu tergila-gila
kepada Nyi Zaojah hingga ingin berbuat tidak senonoh
kepadanya. Bahkan, meskipun ia mengatakan bahwa dirinya
telah bersuami, tetapi Ki Sobat, Ki Maslub, dan Ki Sudagar
tergila-gila dan ingin menikahinya.
Jika kebanyakan perempuan pada masa lalu diceritakan
sebagai perempuan yang berada di bawah bayang-bayang
laki-laki dan dianggap tidak perlu memiliki pengetahuan lebih
tinggi dari laki-laki, WNZ justru mengunngkapkan sebaliknya.
Nyi Zaojah ditokohkan sebagai perempuan yang menguasai
banyak ilmu pengetahuan, termasuk pengobatan. Nyi Zaojah
disebutkan diangkat oleh Sultan di Kerajaan Negeri Adil
sebagai guru di lingkungan istana. Di sana ia mengajar para
santri, baik tua maupun muda, termasuk keluarga kerajaan.
Nyi Zaojah dipercaya mengajari mereka mengaji, rukun iman

~ 68 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

dan rukun Islam, hukum syara’ dan hukum akal, dan ‘aqaid
50 (20 sifat wajib bagi Allah, 20 sifat mustahil bagi Allah, dan
1 sifat jaiz bagi Allah, serta 4 sifat wajib bagi Rasul, 4 sifat
mustahil bagi Rasul, dan 1 sifat jaiz bagi Rasul) beserta dalil-
dalilnya. Selain itu, Nyi Zaojah juga mengajarkan ilmu fikih dari
mulai masalah bersuci hingga masalah haji, serta mengajarkan
akhlak.
Di dalam WNZ diungkapkan sebagai berikut:
Tiada lain kerjaannya
Taya lian téh damelna mengajar saja
muruk baé siang wengi Biasa santri datang dan pergi
adat santri undur datang Yang dekat dan yang jauh
anu parék anu tebih Anak bangsawan anak
sahaya
putra ménak putra kuring
Istri muda istri tua
istri anom istri sepuh
Adat mengajar yang berniat
adat ngajar nu wara
Yang benar mengajar
anu apik ngajar ngaji
mengaji di mulai rukun Islam
mimitina rukun iman rukun Iman rukun Islam
Islam

Lalu mengajar hukum akal


Lajeng ngajar hukum akal
Hukum syara hukum adil
hukum syara hukum adil
Lalu semua akidahnya
lajeng kabéh a’qaidna
Yang berjumlah lima puluh
nu lima puluh a’qaid akidah
Sinareng sakabéh dalil Lalu semua jumlah dalil
Jumlah tafsilna diatur Jumlah tafsilnya diatur
lajeng ngajar papaqihna Lalu mengajar aturan fikih
mimiti urusan cai dan tafsil

lajeng ngajar pasal susuci Yang pertama urusan air


istinja Lalu mengajar bab bersuci
istinja

~ 69 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat Islam,


baik laki-laki ataupun perempuan, sebagaimana Rasulullah
saw. bersabda:
ِّ ُ َ ٌ َ َ ُ َ َ
‫يضة ع ك ُم ْس ِل ٍم‬ ‫لم ف ِر‬
ِ ‫طلب ال ِع‬
Artinya:
“Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap umat Islam” (HR.
Ibn Majah no. 224).

Selain itu, di dalam Al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:


ً ْ ْ ُ
‫َوقل َّر ِّب ِزد ِن ِعلما‬
Artinya:
Dan katakanlah (Hai Muhammad): “Ya Tuhanku, tambahkanlah
ilmu kepadaku.” (QS. Ṭāḥa: 114)

Ini merupakan salah satu doa yang harus dipanjatkan


oleh seorang Muslim/Muslimah yang diajarkan oleh Al-
Qur’an. Memohon kepada Allah SWT. agar ditambahkan ilmu
pengetahuan adalah bagian dari kebutuhan hidup.

Penutup
Naskah WNZ yang ditokohkan ke Nyi Zaojah sebagai
perempuan sempurna. Nyi Zaojah merupakan simbol seorang
wanita yang mempunyai Ketahan Mental dalam Keluarga,
kesetiaan perempuan terhadap keluarga khususnya kepada
suami. Tipikal perempuan (al-mar’ah) ke dalam 3 kategori,
yaitu: (1) al-Mar’ah aṣ-Ṣaliḥah, perempuan salehah; (2) al-
Mar’ah as-Sayyi’ah, perempuan durhaka; (3) al-Mar’ah wa
Musyarakatuha fil-Ijtima’iyyah, perempuan mempunyai
peran sosial di masyarakat. Dalam kategori ini, Nyi Zaojah
dapat digolongkan sebagai perempuan salehah sekaligus
perempuan mental tangguh dan memiliki peranan mental.
Perempuan salehah terlihat dari akhlaknya, khususnya
akhlak terhadap Allah, diri sendiri, dan suaminya. Sedangkan
perempuan yang memiliki peran sosial terlihat dari kiprahnya
sebagai layaknya perempuan.

~ 70 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Sebagai produk wacana yang lahir dari budaya masyarakat


Islam, teks WNZ memiliki keterkaitan erat dengan ajaran Islam
tentang perempuan. Tokoh utama yang diceritakan di dalam
WNZ, merepresentasikan seorang perempuan Muslimah
berakhlak mulia: senantiasa mengingat Allah, malu berbuat
dosa, dan betah tinggal di rumah. Kepada suaminya, ia tunduk
dan taat, selalu berusaha menyenangkan hatinya, bersyukur,
dan menjaga kehormatannya. Kepada orang lain, ia suka
menolong, tahu diri, dan tahu balas budi. Dalam kehidupan
sosial, ia ditokohkan sebagai perempuan yang cerdas dan
memiliki banyak pengetahuan, khususnya masalah agama
Islam dan pengobatan. Kepandaiannya itu ia gunakan untuk
membantu sesama manusia. Secara tematik, ia merupakan
simbol seorang perempuan yang mempunyai ketahanan
mental dalam kehidupan keluarga, kesetiaan terhadap suami,
sebagaimana diajarkan di dalam Islam.

Daftar Pustaka
Adisty, Wismani, Putri, Budy Wibhawa, Arie, Surya, Gautama,
2015. “Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia
(Pengetahuan, dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap
Gangguan Kesehatan Mental”, dalam Jurnal UNPAD, Vol
2, No. 2 2015.
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 1998. Shahih
al-Bukhari. Taḥqīq oleh Abu Shuhaib al-Karmi. Cet I, Saudi
Arabia: Bait al-Afkar ad-Dauliyah.
Al-Qurtubi. 2006. Qurtubi, Muhammad bin Ahmad bin Abu
Bakar, dalam al-Jami’ al-Ahkam Al-Qur’an. Cet. I, Bairut:
Mu`assasah ar-Risalah.
Baried, Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta:
Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Burhanudin, Dede. 2018. Citra Perempuan Dalam Wawacan Nyi
Zaojah: Edisi Teks dan Analisis Nilai-nilai Keislaman, dalam

~ 71 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

Disertasi, Bandung: Fakultas Ilmu Budaya Universitas


Padjadjaran.
Damanhuri. 2000. Akhlak Persfektif Tasawuf Syeikh Abdulrrauf
As-Singkili. Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khasanah
Keagamaan, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Djatnika, Rahmat. 2000. Akhlak Persfektif Tasawuf Syeikh
Abdulrrauf As-Singkili. Jakarta: Puslitbang Lektur dan
Khazanah Keagamaan, Kementerian Agama Republik
Indonesia.
Ibn Katsir, Isma’il Umar. 1999. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim. Cet. II,
Riyadl: Dar Thaibah.
Ibn Taimiyah, Syaikh al-Islam Ahmad. 2004. Majmū’ Fatāwī,
Saudi: Mujamma’ al-Malik Fahd li Thaba’ah al-Mushaf
as-Syarif.
KBBI. 1996. Tim Penyusun Tafsir Departemen Agama RI (t.t:
VIII/5). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan keenam,
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Murad, Mustafa (t.t). 70 Kisah Teladan, Diterjemahkan dari
Mi’ah Qisas, Bandung: al-Bayan.
Naskah Wawacan Nyi Zaojah. 2010. Koleksi Perpustakaan
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, hasil digitalisasi.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an, Bandung:
Mizan.
Taimiyah, Syaikhul Islam Ibnu. 2004. Majmu’ Al-Fatawa (2004:
XXXII/281).
Ibn Taimiyah, Syaikh al-Islam Ahmad. 2004. Majmū’ Fatāwī,
Saudi: Mujamma’ al-Malik Fahd li Thaba’ah al-Mushaf
as-Syarif.
Tim Penulis. 2009. Tafsir Al-Qur’an Tematik, Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat
Depag RI.

~ 72 ~
~ TRADISI TULIS KEAGAMAAN KLASIK: MENGUAK HARMONI TEKS DAN KONTEKS ~

Lampiran
Naskah Wawacan Nyi Zaojah

Sampul Naskah

Halaman Pertama

Halaman Tengah Halaman Akhir

~ 73 ~
~ KETAHANAN MENTAL KELUARGA DALAM NASKAH SUNDA ~

~ 74 ~

Anda mungkin juga menyukai