Anda di halaman 1dari 11

MENGGALI MAKNA DAN KECANTIKAN GEGURITAN JINAWINE JIWA JAWA

Disusun Oleh :
YUDHA ADISTIRA (22/505362/SA/21996)

UNIVERSITAS GADJAH MADA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
JURUSAN BAHASA, SASTRA DAN KEBUDAYAAN JAWA
2022/2023
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap geguritan “Jinawine Jiwa Jawa”
oleh Daladi Ahmad, sebuah karya sastra Jawa yang memuat puisi-puisi pendek. Geguritan
merupakan salah satu bentuk seni tradisional yang memiliki kekayaan makna dan kecantikan
tersendiri. Makalah ini membahas geguritan berjudul “Jinawine Jiwa Jawa” sebagai sebuah karta
sastra yang memiliki nilai penting dalam pemertahanan identitas budaya Jawa dan pendidikan
moral. Geguritan ini ditulis dalam bahasa Jawa dan mengandung pesan-pesan yang mendalam
tentang kebijaksanaan, keadilan, dan penghormatan terhadap leluhur, dan nilai-nilai budaya
Jawa. Pertama, makalah ini membahas mengenai bentuk dan struktur geguritan. Selanjutnya,
makalah ini menganalisis gaya bahasa dalam geguritan. Selanjutnya makalah ini menganalisis
nilai-nilai moral yang terkandung dalam geguritan. Pesan-pesan tentang keberanian, keadilan,
kebijaksanaan, dan keseimbangan hidup mengajarkan pembaca untuk bertindak dengan
bijaksana dan memegang teguh nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Makalah ini juga
menyoroti peran geguritan dalam pelestarian tradisi lisan Jawa. Sebagai bentuk sastra lisan yang
telah berlangsung selama berabad-abad, geguritan membantu menjaga dan meneruskan tradisi
sastra lisan Jawa kepada generasi muda, sehingga budaya Jawa tetap hidup dan berkembang.
Selain itu, makalah ini menggambarkan bagaimana geguritan berperan dalam pengenalan budaya
Jawa kepada orang di luar komunitas Jawa. Dalam analisis ini, saya akan mempelajari struktur,
gaya bahasa, tema, serta nilai-nilai budaya yang terkandung dalam buku geguritan. Dalam
kesimpulannya, makalah ini menekankan bahwa geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” memiliki peran
yang penting dalam pemertahanan identitas budaya Jawa dan pendidikan moral. Melalui bahasa
Jawa, nilai-nilai budaya, dan pesan-pesan moral yang disampaikan, geguritan ini memberikan
kontribusi dalam melestarikan dan menghargai warisan budaya Jawa serta membentuk sikap dan
perilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam analisis ini
adalah pendekatan sastra dan linguistik dengan mengacu pada teori-teori kritik sastra yang
relevan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buku geguritan adalah salah satu bentuk seni sastra Jawa yang berisi kumpulan puisi
pendek dalam bentuk tembang. Puisi-puisi ini mengandung kekayaan makna dan keindahan yang
menjadi bagian penting dari warisan budaya Jawa. Dalam analisis ini, saya akan menggali lebih
dalam struktur, gaya bahasa, tema, dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam buku geguritan.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami dan menganalisis elemen-
elemen penting dalam buku geguritan, termasuk struktur, gaya bahasa, tema, dan nilai-nilai
budaya yang tercermin dalam puisi-puisinya. Diharapkan bahwa analisis ini akan memberikan
wawasan yang lebih dalam tentang keindahan dan kekayaan sastra Jawa.

1.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah pendekatan sastra dan linguistik. Saya
akan merujuk pada teori-teori kritik sastra yang relevan untuk menganalisis struktur, gaya
bahasa, tema, dan nilai-nilai budaya dalam buku geguritan. Selain itu, saya juga akan
menggunakan pendekatan linguistik untuk mempelajari penggunaan majas dan gaya bahasa
dalam puisi geguritan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Geguritan
Asal usul buku geguritan dapat ditelusuri dari masa kejayaan kerajaan-kerajaan Jawa
kuno, seperti Kerajaan Mataram Kuno dan Majapahit. Geguritan merupakan bentuk puisi yang
banyak digunakan pada masa tersebut dan menjadi bagian integral dari budaya Jawa. Seiring
waktu, geguritan berkembang dan memiliki variasi tembang yang kaya.

2.2 Bentuk dan Struktur Geguritan


1. Menggunakan bentuk geguritan tradisional yang tiap bait jumlah baris tidak
menggunakan jumlah yang konsisten. Seperti bait pertama 6 baris lalu bait ke 2 ada 5
baris.
2. Larik dan bait : geguritan ini terdiri dari beberapa bait jika dijumlah terdapat 6 bait
dengan bait pertama terdapat 6 baris, bait kedua terdapat 5 baris, bait ketiga 5 baris, bait
keempat juga 5 baris, bait kelima 6 baris, dan bait ke 7 3 baris saja.
3. Alus dan kasar : geguritan ini menggunakan perpaduan gaya bahasa alus (halus) dan
kasar (kasar).
4. Kiasan dan perumpamaan : Geguritan ini menggunakan banyak kiasan, perumpamaan,
dan figur retoris yang khas dalam sastra Jawa. Penggunaan kiasan dan perumpamaan ini
memberikan keindahan dan kedalaman makna dalam setiap baitnya.
5. Tema sentral : Geguritan ini dapat menggambarkan tema sentral yang terkait dengan
pemertahanan identitas budaya Jawa, nilai-nilai moral, atau hubungan dengan leluhur.
Tema ini diperkuat melalui penggunaan bahasa dan simbol-simbol yang khas dalam
geguritan.

2.3 Perkembangan Geguritan dalam Sastra Jawa


Geguritan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Pada masa selanjutnya, terutama
pada periode sastra Jawa abad ke-19 dan ke-20, buku geguritan mengalami perubahan dalam
gaya bahasa dan tema yang diangkat. Meskipun demikian, nilai-nilai budaya yang mendasari
geguritan tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari karya sastra tersebut.
3. Analisis Struktur Buku Geguritan

3.1 Geguritan Pembuka


Buku geguritan umumnya dimulai dengan tembang pembuka yang berfungsi sebagai pengantar
atau penghubung dengan pembaca. Tembang pembuka ini berisi penghargaan kepada dewa atau
tokoh-tokoh yang dihormati, serta penegasan akan tujuan dan maksud penulis dalam menyusun
buku geguritan. Dalam buku Jinawine Jiwa Jawa terdapat banyak sekali geguritan, jika saya
hitung geguritan yang ada di dalam buku ini yaitu sekitar 78 geguritan. Pembuka dari geguritan
ini tidak lain adalah sesuai dengan judul buku yang dibuat yaitu Jinawine Jiwa Jawa. Berikut isi
geguritan Jinawine Jiwa Jawa:
Jinawine Jiwa Jawa

Sapa isih gelem ngudi luhure budi


kanthi andhap asor lembah manah
nalika wis dadi wong agung
kadunungan drajat lan pangkat
kasugihan lan kapinteran
uga monja lan kaloka

Sapa isih duweni jiwa pinandhita


datan adigung adigung adiguna
sanajan darbe wenang lan kuwasa
nora ngendel siyung lan wisa
uga ora daksiya lan aniaya

Sapa isih gelem njejegi watak satriya


wani ndhadha salah lan kaluputan
lega lila nyadhong pangapura
nuli seleh kanthi sareh
mungkur kanthi legawa

Sapa isih gelem ngugemi welinge simbah


aja dumeh sanajan sarwa ana lan bisa
bisa ngreksa tindak lakunira
murih ora nuwuhke rasa gela lan kuciwa
uga tatu lan larane wong sapadha-padha

Sapa gelem nuhoni pituture para leluhur


dene saben wong bakal ngundhuh wohing pakarti
nuli tansah mersudi ndhedher wiji-wiji kabecikan
nyingkiri pakarti ala lan nistha
mrih wusana bisa ngundhuh kamulyan
rineksa saking slarwine bebendu lan sambekala
Sapa gelem nyarirani jinawine jiwa jawa
nyawijeng nala, driya, lan tindak lakunira
satemah tansah winantu ing titi tentrem raharja

3.2 Susunan dan Pengelompokan Geguritan


Dalam analisis ini, saya akan mempelajari susunan dan pengelompokan tembang dalam buku
geguritan Jinawine Jiwa Jawa. Apakah ada pola tertentu dalam pengaturan tembang? Apakah
terdapat kohesi atau hubungan tematik antara tembang-tembang yang berdekatan? Dalam buku
ini geguritan dibagi dalam dua kelompok berdasarkan tahun pembuatan yaitu geguritan awal
adalah geguritan yang ada pada tahun 2021 kemudian selanjutnya dilanjut dengan geguritan
tahun 2020.

3.3 Unsur-unsur Pembentuk Tembang


Analisis juga akan memperhatikan unsur-unsur pembentuk tembang dalam buku geguritan.
Unsur-unsur tersebut meliputi jumlah suku kata dalam setiap larik, bentuk bait, rima, serta irama
yang digunakan dalam mengarang tembang. Karena keterbatasan halaman disini untuk contoh
analisis spesifik akan dibuat dalam satu tembang pembuka saja.

4. Analisis Gaya Bahasa dalam Buku Geguritan

4.1 Majas dan Gaya Bahasa yang Digunakan


1. Metafora : Geguritan Jinawine Jiwa Jawa menggunakan majas metafora untuk
menggambarkan konsep-konsep yang lebih abstrak. Contohnya, ungkapan “Jinawine
jiwa Jawa” menggambarkan bahwa jiwa atau esensi Jawa terkandung dalam puisi ini.
Metafora ini membantu mencipatak citra yang kuat dan memberikan dimensi emosional
yang lebih dalam.
2. Personifikasi : Geguritan ini menggunakan personifikasi, yaitu memberikan sifat-sifat
manusia kepada benda atau konsep yang tidak hidup. Contohnya, dalam baris “sapa isih
gelem ngugemi welinge simbah aja dumeh,” welinge simbah (tuan leluhur) disajikan
seolah-olah memiliki kemampuan untuk mendengar dan merasakan. Hal ini memberikan
nuansa spiritual dan menyampaikan penghormatan kepada leluhur.
3. Paralelisme : Geguritan ini menggunakan paralelisme, yaitu pengulangan pola kalimat
atau frasa yang sama untuk memberikan efek yang kuat. Contohnya, dalam baris
“adigang adigung adiguna” dan “wusana bisa ngundhuh kamulyan rineksa,”
pengulangan kata-kata ini memberikan penekanan dan menguatkan makna yang ingin
disampaikan.
4. Perulangan : Geguritan ini menggunakan perulangan kata atau frasa untuk memperkuat
pesan atau melambangkan keberlanjutan atau siklus. Contohnya, perulangan kata “sapa
isih” di awal setiap bagian mengarahkan pembaca pada perenungan yang mendalam
tentang nilai-nilai yang dijelaskan dalam puisi ini.
5. Kontras: Geguritan ini menggunakan kontras antara pasangan kata atau frasa yang
berlawanan untuk menciptakan efek perbandingan yang kuat misalnya dalam baris “lega
lila nyadhong pangapura nuli seleh kanthi sareh,” kontras antara “lega” (senang) dan
“lila nyadhong” (berduka) memberikan kesan yang tajam dan memperdalam makna yang
ingin disampaikan.
6. Eufemisme : Puisi ini menggunakan eufemisme atau penyamaran kata untuk
menyampaikan pesan yang lebih halus atau indah. Contohnya, dalam baris “sanajan
darbe wenang lan kuwasa nora ngendel siyung lan wisa,” kata-kata “siyung lan wisa”
digunakan sebagai pengganti yang lebih halus untuk menyiratkan kekuasaan dan
otoritas.
Melalui gaya bahasa yang kaya seperti metafora, personifikasi, paralelisme, perulangan,
kontras, dan eufemisme, geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” berhasil menciptakan efek artistik
dan memberikan dimensi tambahan pada makna yang ingin di sampaikan. Gaya bahasa ini
memberikan keindahan dan kekayaan sastra pada puisi ini, serta mengundang pembaca
untuk merenung dan menghayati pesan-pesannya dengan lebih mendalam.

4.2 Penggunaan Kiasan dalam Puisi Geguritan


1. Simbolisme : Geguritan ini menggunakan simbolisme untuk menghadirkan konsep-
konsep yang lebih luas melalui gambaran konkret. Misalnya,ungkapan “pangapura nuli
seleh kanthi sareh” menggambarkan tempat perlindungan yang aman dan nyaman
melalui konsep “pangapura” yang berarti permintaan maaf. Simbolisme ini membantu
menggambarkan keinginan akan kedamaian dan keselarasan dalam hidup.
2. Hipotesis: Geguritan ini menggunakan hipotesis atau asumsi yang tidak harfiah untuk
menyampaikan pesan. Misalnya, dalam baris “sapa gelem Nugini pituture para leluhur,”
penggunaan kata “nuhoni” (menemui) mengimplikasikan adanya kemampuan untuk
berkomunikasi dengan para leluhur. Hipotesis ini memberikan dimensi spiritual dan
memperku diantara manusia dan leluhur.
Penggunaan kiasan dalam geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” memberikan kekayaan dan
kedalaman makna yang memperkuat pesan-pesan budaya dan nilai-nilai Jawa yang ingin
disampaikan. Simbolisme dan hipotesis secara efektif menciptakan gambaran dan emosi
yang kuat dalam geguritan ini.

4.3 Makna dan Estetika Bahasa dalam Geguritan


1. Pemertahanan identitas budaya : geguritan ini mengandung makna pentimh tentang
pemertahanan identitas budaya Jawa. Melalui penggunaan bahasa Jawa, penggunaan
kata-kata khas Jawa, serta penggambaran nilai-nilai dan karakteristik budaya Jawa,
geguritan ini mempromosikan kebanggaan terhadap warisan budaya yang kaya dan
memperkuat kebutuhan untuk menjaga dan meneruskan tradisi-tradisi kepada generasi
mendatang.
2. Nilai-nilai kehidupan dan kebijaksanaan: Geguritan ini mengandung makna tentang nilai-
nilai kehidupan yang dihargai dalam budaya Jawa seperti budi pekerti, kebijaksanaan,
dan keadilan. Pesan-pesan ini diungkapkan melalui kiasan,perumpamaan, dan metafora
yang menciptakan gambaran mengenai kebijaksanaan dan tindakan yang benar dalam
hidup.
3. Hubungan dengan luhur dan warisan budaya : geguritan ini mencerminkan pentingnya
menjaga hubungan spiritual dengan leluhur dan menghormati warisan budaya yang
mereka wariskan. Penggunaan personifikasi dan hipotesis menerapkan keyakinan akan
kehadiran leluhur dalam kehidupan sehari-hari dan pentingnya menghormati serta
mempelajari dari kebijaksanaan mereka.
4. Estetika bahasa Jawa : geguritan ini menggambarkan keindahan dan estetika bahasa Jawa
termasuk ritme rima dan kepadatan makna yang terkandung dalam kata-kata dan
ungkapan-ungkapan khas Jawa. Puisi ini memperlihatkan keelokan dan kekuatan bahasa
Jawa dalam merangkai kata-kata dengan kekayaan makna dan keselarasan suara.
5. Keindahan sastra : geguritan ini menawarkan keindahan sastra yang memikat melalui
penggunaan gaya bahasa, pengulangan, dan ritme yang konsisten. Penyusunan kata-kata
dan penggunaan kiasan menghasilkan lukisan kata-kata yang mempesona dan mengajak
pembaca untuk merasakan keindahan geguritan ini.
Secara keseluruhan, geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” memiliki makna yang mendalam
tentang mempertahankan budaya, nilai-nilai kehidupan dan hubungan dengan leluhur, sambil
menampilkan keindahan bahasa Jawa dan estetika sastra yang memikat. Puisi ini mengajak
pembaca untuk merenung, menghargai dan menghayati kekayaan budaya serta memahami
nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang.

5. Tema dan Nilai Budaya dalam Buku Geguritan

5.1 Tema Puisi Geguritan


Tema utama dalam geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” adalah pemertahanan identitas budaya dan
kebijaksanaan. Puisi ini menyoroti pentingnya menjaga dan mempertahankan identitas budaya
Jawa dalam era modern yang serba global. Melalui penggunaan bahasa Jawa, kiasan-kiasan
budaya Jawa, dan penggambaran nilai-nilai kehidupan yang dihargai dalam budaya Jawa,
geguritan ini mengajak pembaca untuk menghargai, mempelajari, dan menjaga kekayaan budaya
mereka. Tema ini juga menekankan pentingnya kebijaksanaan dan tindakan yang benar dalam
hidup. Pesan-pesan tentang keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan yang terkandung dalam
geguritan ini mengajak pembaca untuk memikirkan nilai-nilai tersebut dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara keseluruhan, tema pertahanan
identitas budaya dan kebijaksanaan dalam geguritan ini memberikan pemahaman yang lebih
dalam tentang pentingnya mempertahankan dan meneruskan warisan budaya serta menerapkan
nilai-nilai kehidupan yang bijaksana dalam menghadapi tantangan zaman modern.

5.2 Pendidikan Moral


1. Pemertahanan identitas budaya: geguritan ini mengajarkan pentingnya mempertahankan
identitas budaya sebagai nilai moral. Menghargai dan memelihara warisan budaya
merupakan sikap yang mengajarkan kita untuk menjaga dan menghormati akar budaya
kita. Pendidikan moral dalam puisi ini mengingatkan kita untuk tidak melupakan asal
usul dan nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang kita.
2. Kebijaksanaan dan keadilan : geguritan ini menekankan nilai-nilai kebijaksanaan dan
keadilan sebagai landasan moral dalam hidup. Pesan tentang keberanian, keadilan, dan
tindakan yang benar mengajarkan kita untuk bertindak dengan bijaksana dalam setiap
situasi. Pendidikan moral dalam puisi ini mengingatkan kita untuk memilih jalan yang
benar dan adil dalam segala aspek kehidupan.
3. Penghormatan terhadap leluhur : Geguritan ini mengajarkan nilai penghormatan terhadap
leluhur sebagai bagian dari pendidikan moral. Hargai dan menghormati leluhur adalah
sikap yang mengajarkan kita untuk mempelajari dan memahami kebijaksanaan yang
mereka miliki. Pendidikan moral dalam puisi ini mengingatkan kita untuk menghormati
warisan budaya yang mereka tinggalkan dan mengambil pelajaran berharga dari
pengalaman mereka.
4. Keseimbangan dan harmoni : geguritan ini mengajarkan nilai-nilai keseimbangan dan
harmonis sebagai panduan moral. Geguritan ini menunjukkan pentingnya mencari
keseimbangan antara perasaan lega dan duka, antara kekayaan dan kemiskinan, serta
antara kesenangan dan keterbatasan. Pendidikan moral dalam puisi ini mengingatkan kita
untuk hidup dalam harmoni dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan alam
sekitar.
Dalam keseluruhan geguritan ini, terdapat pendidikan moral yang mengajarkan pentingnya
pemertahanan identitas budaya, kebijaksanaan, keadilan, penghormatan terhadap leluhur, dan
keseimbangan dalam hidup. Pendidikan moral ini membantu membentuk sikap dan perilaku
yang positif serta mengembangkan kesadaran akan nilai-nilai yang berhubungan dengan
moralitas dan kebaikan.

5.3 Peran Geguritan dalam Melestarikan Budaya Jawa


1. Pemeliharaan bahasa Jawa : geguritan merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang
menggunakan bahasa Jawa secara khas dan autentik. Dengan mempertahankan dan
menghidupkan penggunaan bahasa Jawa dalam geguritan, tradisi bahasa dan keunikan
ekspresi budaya Jawa dapat terus dilestarikan. Geguritan membantu menjaga
keberlangsungan bahasa Jawa sebagai bagian integral dari identitas budaya Jawa.
2. Penerusan nilai-nilai budaya : geguritan seringkali mengandung nilai-nilai budaya yang
menjadi cerminan kehidupan masyarakat Jawa. Dalam geguritan ini, nilai-nilai seperti
budi pekerti, keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan disampaikan melalui kiasan dan
perumpamaan yang khas. Geguritan berperan sebagai media untuk meneruskan nilai-nilai
budaya tersebut kepada generasi muda dan memperkuat kesadaran akan pentingnya nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pelestarian tradisi lisan : geguritan adalah bagian dari tradisi sastra lisan Jawa yang telah
berlangsung selama berabad-abad. Melalui pertunjukan atau pembacaan geguritan, tradisi
lisan ini terus dijaga dan dilestarikan. Pada saat yang sama, Generasi muda dapat
mengalami keindahan dan kearifan tradisi sastra lisan Jawa dan mengenal lebih jauh
tentang budaya leluhur mereka.
4. Pengenalan budaya Jawa : geguritan juga berperan dalam mengenalkan budaya Jawa
kepada orang di luar komunitas Jawa. Melalui terjemahan dan penjelasan, geguritan
dapat mangsa disaran antuk memperluas pemahaman teng apresiasi terhadap kebudayaan
jawa di kalangan masyarakat yang lebih luas. Hal ini membantu menjaga keberlanjutan
bidaya jawa dengan melibatkan orang-orang di luar komunitas tersebut.
5. Penguatan identitas budaya : dan menghadirkan geguritan, identitas budaya jawa
diperkuat dèn dijaga. Geguritan ini mencerminkan karakteristik khas budaya jawa, baik
dalam bahasa, nilai-nilai, maupun estetika. Dengan mempertahankan dan
mengapresiasikan guritan, komunitas jawa dapatMemperkuat rasa identitas mereka dan
memberikan kebanggaan atas warisan budaya yang kaya.
Dalam keseluruan, geguritan berperan penting dalam melestarikan budaya jawa dengan
mempertahankan bahasa jawa, penger skan nilai-nilai budaya, menjaga tradisi lisan,
mengenalkan budaya jawa kepad orang lain, serta memperkuat identitas budaya jawa.
Malalui geguritan, warisan budaya jawa terus hidup dan diwariskan kepada generasi
mendatang

6. Kesimpulan
Geguritan “ Jinawine Jiwa Jawa” memiliki makna yang mendalam dan mempat kesan pasaning
penting tentang pemertahanan identitas budaya jawa, nilai-nilai kehidupan, hubungan dengan
leluhur, dan estetika bahasa jawa. Melalui penggunaan kiasan, gaya bahasa, dan penggambaran
simbolik, geguritan ini mengajak pembaca untuk merenung, menghargai, dan menghayati
kekayaan budaya serta memahami nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang.
Geguritan ini memiliki peran yang signifikan dalam melestarikan budaya Jawa. Melalui
penggunaan bahasa Jawa yang khas, geguritan ini membantu memelihara bahasa Jawa sebagai
bagian penting dari identitas budaya Jawa. Selain itu, nilai-nilai budaya yang disampaikan dalam
geguritan meneruskan tradisi budaya Jawa kepada generasi muda dan memperkuat kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Geguritan juga berperan dalam
pelestarian tradisi lisan Jawa. Sebagai bagian dari tradisi sastra lisan, geguritan membantu dan
menjaga menghidupkan tradisi tersebut, sehingga generasi muda dapat mengalami keindahan
dan kearifan tradisi sastra lisan Jawa.
Selain itu geguritan memiliki peran dalam pengenalan budaya jawa kepada orang luar komunitas
jawa. Terjemahan dan penjelasan geguritan membantu memperluas pemahaman dan apresiasi
terhadap budaya jawa di kalangan masyarakat yang lebih luas. Keseluruhan analisis ini
menunjukkan bahwa geguritan “Jinawine Jiwa Jawa” memiliki nilai-nilai moral, estetika, dan
pendidikan yang penting dalam mempertahankan, menghargai, dan mengenalkan budaya Jawa.
Geguritan ini tidak hanya memperkuat identitas budaya Jawa, tetapi juga memberikan kontribusi
dalam menjaga keberlangsungan budaya dan melestarikannya untuk masa depan.

Daftar Pustaka :
Buku Jinawine Jiwa Jawa : Kumpulan Geguritan oleh Daladi Ahmad yang diterbitkan oleh
TriBEE Magelang

Anda mungkin juga menyukai