Anda di halaman 1dari 26

MINI RISET TRADISI JEMBUL SEDEKAH BUMI

DESA BANYUMANIS DONOROJO JEPARA

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pendidikan
Islam Multikulural

Dosen Pengampu : Muh.Muhaimin, S.Pd.I., M.Pd.

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Ramandhani Imelia Andriani (201330000579)


2. Aulia Pramita Sari (201330000592)
3. Yunissatizahroh Apriliani (201330000594)
4. Nining Silviana (201330000591)
5. Hernum Satyanoviani Putri (201330000609)
6. Chofifa Anggraini (201330000614)
7. Mohammad Nur Arif (201330000720)

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2
ABSTRAK........................................................................................................................3
KATA PENGANTAR......................................................................................................4
BAB I................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................5
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................5
C. TUJUAN PENELITIAN......................................................................................6
D. MANFAAT PENELITIAN..................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
KAJIAN PUSTAKA........................................................................................................7
A. Landasan Teori.....................................................................................................7
BAB III..........................................................................................................................10
METODE PENELITIAN..............................................................................................10
A. Metode Penelitian...............................................................................................10
B. Teknik Pengumpulan Data................................................................................10
BAB IV............................................................................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................12
A. Asal – Usul Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis.........................................12
B. Makna Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis...................................13
C. Rangkaian atau Prosesi Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis.......15
D. Tujuan Diadakan Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis.................21
BAB V.............................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
A. Kesimpulan.........................................................................................................22
B. Saran...................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23
ABSTRAK
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Jenis
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang
ditemukan. Penelitian kualitatif didasarrkan pada data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi, sedangkan data
sekunder diperoleh melalui buku – buku yang berkaitan dengan penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang asal – usul, makna
dan tujuan pelaksanaan tradisi sedekah bumi yang ada di Desa Banyumanis
Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara yang biasa disebut dengan tradisi Jembul
Sedekah Bumi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif
dengan instrument yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Wawancara
dilakukan kepada pamong Desa Banyumanis, sedangkan observasi dilakukan
untuk pengamatan di Desa Banyumanis dan masyarakat yang ada di desa tersebut.

Keyword : Kebudayaan, Jembul Sedekah Bumi Banyumanis, Tradisi


KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan
Semesta Alam. Atas segala berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas Mini Riset untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah Pendidikan Islam
Multikultural yang diampu oleh bapak Muh Muhaimin, S.Pd.I., M.Pd.

Meskipun sudah disusun semaksimal mungkin, namun kami hanyalah


manusia biasa yang menyadari bahwa mini riset ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian mini riset ini. Semoga mini riset ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pembaca dan jika masih ada kesalahan kami
mohon maaf dan semoga mini riset ini dapat dipahami oleh siapapun yang
membacanya.

Jepara, 11 Desember 2022

Kelompok 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keragaman tradisi budaya di Indonesia sangatlah melimpah
khususnya di daerah Jawa. Banyak budaya dari daerah-daerah terpencil
ikut memberikan keunikan budaya mereka agar nama daerah tersebut bisa
dikenal dan dikenang masyarakat luas. Salah satu tradisi masyarakat Jawa
yang masih dilaksanakan pada setiap tahunnya adalah tradisi pesta adat
selesai panen yang disebut Sedekah Bumi. Sedekah Bumi merupakan
ritual yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa, Sedekah Bumi
berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk kesejahteraan bumi
dan sebagai bentuk ucapan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan
Tuhan.
Tradisi sedekah Bumi khususnya di Desa Banyumanis di
Kabupaten Jepara dilakukan setiap satu tahun sekali pada bulan apit
tepatnya hari kamis pahing. Acara tradisi Sedekah Bumi di Desa
Banyumanis disebut dengan tradisi Jembul Sedekah yang dilaksanakan
dengan berbagai macam kegiatan dan diikuti oleh ribuan masyarakat di
desa tersebut. Dengan adanya tradisi sedekah bumi ini agar masyarakat
desa dpat menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah dan
mewariskannya kepada generasi muda supaya tradisi tersebut tidak punah
di era perkembangan zaman yang semakin maju ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana asal usul tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa
Banyumanis Jepara?
2. Apa makna dari tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa Banyumanis
Jepara?
3. Bagaimana rangkaian tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa
Banyumanis Jepara?
4. Apa tujuan dari tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa Banyumanis
Jepara?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui asal usul tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa
Banyumanis Jepara.
2. Untuk mengetahui makna dari tradisi Jembul Sedekah yang ada di
Desa Banyumanis Jepara.
3. Untuk mengetahui rangkaian tradisi Jembul Sedekah yang ada di Desa
Banyumanis Jepara.
4. Untuk mengetahui tujuan dari tradisi Jembul Sedekah yang ada di
Desa Banyumanis Jepara.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil dari penelitian mini riset ini dapat memberi sumbangan atau
referensi pengembangan ilmu pengetahuan tentang tradisi yang
ada di Desa Banyumanis, Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara.
b. Memberikan rangsangan untuk melakukan penelitian lebih
mendalam tentang ragam tradisi yang ada di Kabupaten Jepara.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang tradisi
yang ada di Desa Banyumanis, Kecamatan Donorojo Kabupaten
Jepara.
d. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman kegiatan
sejenis pada waktu yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan
yang berguna tentang keragaman tradisi yang ada di Kabupaten
Jepara.
b. Memberikan pengetahuan kepada para guru dan masyarakat untuk
mengetahui tradisi Jembul Sedekah di Desa Banyumanis,
Kabupaten Jepara.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Ahli antropologi terbagi menjadi dua golongan dalam
mendefinisikan kebudayaan. Golongan pertama, melihat bahwa kebudayaan
adalah pola dari kelakuan yang menekankan deskripsi yang terperinci dari
seluruh aspek kehidupan manusia tanpa membedakan gejala – gejala yang
dapat diamati dari pada sebagai sistem ide, konsep dan pengetahuan yang
tidak dapat diamati secara langsung. Golongan kedua, melihat kebudayaan
sebagai pola bagi kelakuan yang menekankan deskripsi atau etnografi sebagai
bukti untuk menunjukan perwujudan dari kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Geertz termasuk salah satu antropolog yang masuk dalam
kategori kedua. Penekanannya adalah pemahaman yang bersifat obyektif,
yaitu bersumber dan berlandaskan pada kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Pola yang kedua ini menjadi bahan kajian bagi sebagian besar
tokoh antropologi, penelitian sedekah bumi masyarakat desa Pancur
merupakan bagian dari golongan yang kedua, yang melihat kompleksitas
tradisi sedekah bumi di desa Pancur secara deskriptif dan komperhensif.
Sedekah bumi adalah suatu upacara adat yang melambangkan rasa
syukur manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rezeki melalui tanah/bumi berupa segala bentuk hasil bumi. Upacara ini
sebenarnya sangat populer di Indonesia khususnya Pulau Jawa, namun
dengan berbagai versi dan cara. Sedekah bumi merupakan ucapan rasa syukur
kepada rezeki yang sudah di terima, dan permohonan rasa harap akan rezeki
yang melimpah pada masa depan. Pengertian lain dari sedekah bumi adalah
salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih eksis dan menjadi kegiatan
rutin masyarakat Jawa hingga kini, sedekah bumi diwariskan secara turun
temurun dari nenek moyang terdahulu dan kebanyakan ritual ini dilakukan
oleh masyarakat agraris.
Setiap daerah mempunyai konsep tersendiri tentang tata cara
pelaksanaan sedekah bumi, hal ini disesuaikan dengan tradisi nenek moyang
yang sudah berjalan secara turun – temurun. Dalam rangakian acara tradisi
sedekah bumi secara umum dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat
yang sudah diperoleh warga, sehingga dalam pelaksanaanya tidak luput dari
berbagai macam symbol sebagai bentuk ucapan syukur tersebut. Dalam
tradisi sedekah bumi selalu disertai dengan adanya kepercayaan masyarakat
terhadap hal gaib yang ada diluar dimensi manusia, sehingga menurut
masyarakat perlu adanya pelaksanaan sedekah bumi sebagai bentuk rasa
syukur atau balas kasih. Sedekah bumi merupakan bagian dari kebudayaan
masyarakat, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan tradisi sedekah bumi,
memenuhi berbagai unsur – unsur sebagai sebuah budaya. Masyarakat dan
kebudayaan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat adalah
kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama,
sehingga mereka dapat mengatur hidup mereka dan menganggap diri mereka
sebagai suatu kesatuan social dengan batas – batas yang sudah dirumuskan.
Desa Banyumanis terletak di ujung Pulau Jawa, tepatnya di ujung
paling utara Kabupaten Jepara. Sebelum ada pemekaran wilayah, desa ini
masuk Kecamatan Keling. Namun setelah adanya pemekaran, desa ini masuk
wilayah Kecamatan Donorojo. Konon menurut cerita, desa ini dibuka oleh
ajudan Ratu Kalinyamat, seorang senopati yang bertugas mengawal Ratu
Kalinyamat ketika bertapa tanpa busana (topo wudu tanpo busono sinjang
rambut) dan bersumpah tidak akan menyudahi bertapanya sebelum keramas
darah dan membersihkan kaki dengan jambul Ratu Kalinyamat di Gua Manik,
dan di daerah Siti Wangi Desa Tulakan, pasca kemenangan dari pihak Ratu
Kalinyamat yang berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang.
Para pengawal Ratu Kalinyamat diantaranya Sayyid Usman, Ki Suto
Mangunjoyo, dan Ki Leseh, meminta izin kepada Ratu Kalinyamat untuk
tidak ikut pulang bersama Ratu Kalinyamat ke keraton tempat Ratu
Kalinyamat bertahta. Selanjutnya Ratu Kalinyamat menyuruh Ki Suto
Mangunjoyo untuk tinggal di tempat yang airnya terasa manis. Tempat Ki
Suto tinggal akhirnya dinamakan Banyumanis. Ki Leseh juga demikian,
beliau meminta izin kepada Ratu
Kalinyamat untuk tidak ikut pulang beserta rombongan dan Ratu
Kalinyamat menyuruh Ki Leseh untuk tinggal di tempat penyimpanan harta
perhiasan Ratu Kalinyamat ketika hendak bertapa dan memberikan harta
perhiasan tersebut kepada Ki Leseh. Tempat tersebut kemudian dinamakan
Donorojo.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.
Yang di maksud dengan penelitian Kualitatif adalah suatu pendekatan
penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan
mendeskripsikan kenyataan secara benar, di bentuk oleh kata-kata
rdasarkan teknik pengumpilan dan analisi data yang releven yang di
peroleh dari situasi yang alamiah. Sesuai dengan data yang peneliti
butuhkan memang tepat apabila peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif. Dikarenakan data yang dibutuhkan di sini dalam bentuk kata-
kata bukan dalam bentuk angka ataupun hitungan. Karena penelitian ini
berkaitan dengan kebudayaan. Sehingga hasil dari penelitian ini harus
diungkapkan melalui kata bukan tentang data berupa angka karena
berisikan tentang ritual Jembul Sedekah Bumi yang ada di Desa
Banyumanis, Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara. Penelitian ini
diakukan oleh tim dari Kelompok 3, yang terdiri dari 7 orang. Dalam
kesempatan ini peneliti melakukannya secara berkelompok. jadi dalam
pengumpulan data, proses analisis sampai hasil akhirnya peneliti lakukan
bersama-sama.

B. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Observasi yaitu
dengan menggunakan teknik wawancara. Studi pustaka dilakukan untuk
mendapatkan data dari sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan
pokok permasalahan. Agar data yang diperoleh akurat penulis juga
melakukan wawancara dengan Ansori, aparat Desa Banyumanis yaitu
selaku Modin / Pamong Desa. Teknik wawancara yang dilakukan adalah
wawancara tak tersruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada responden sesuai dengan kebutuhan
penelitian, serta memberikan kebebasan kebebasan seluas-luasnya pada
informan untuk mengeluarkan pandangan, perasaan, pikiran, keyakinan,
dan kepercayaannya tanpa diatur oleh peneliti.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Asal – Usul Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis


Tradisi upacara tradisional merupakan hajat sosial warga masyarakat yang
memiliki tujuan keselamatan bersama yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam sebuah tradisi, partisipasi masyarakat menjadi ruh akan
keberlangsungannya, rasa memiliki akan tradisi yang dibalut dengan pengharapan
yang baik dihari yang akan datang, dan tentunya, budaya senang berkumpul dan
gotong royong menjadi penanda utama, tradisi di masyarakat Indonesia masih
selalu eksis sampai sekarang. Begitu juga Sedekah Bumi Jembul. Upacara ritual
ini bermula saat Ki Demang Barata menjadi penguasa didaerah antara lain yang
sekarang terpecah menjadi tiga Desa, yakni Desa Tulakan, Desa Banyumanis dan
Desa Bandung Harjo. Pada masa kepemimpinannya, dalam rangka mengenang
laku tapa brata. Ratu Kalinyamat ketika menuntut keadilan hukum atas kematian
Sultan Hadirin ditangan Adipati Jipang,
Selain itu, beliau menginisiasi adanya Sedekah Bumi Jembul merupakan
bentuk syukur masyarakat atas keselamatan dan kemakmuran selama satu tahun,
serta sebagai media berdo’a bersama dengan segenap masyarakat agar tahun
selanjutnya, Tuhan Yang Maha Kuasa akan menganugerahi kemakmuran,
keamanan dan dijauhkan dari segala mara bahaya untuk masyarakat Desa. Karena
pemekaran wilayah, kemudian tiga Desa yaitu Desa Tulakan, Desa Banyumanis,
dan Desa Donorojo yang dulunya menjadi satu, kemudian dipecah menjadi tiga
desa yang di kemudian hari juga melaksanakan Sedekah Bumi Jembul dengan
caranya masing-masing. Secara tata cara keseluruhan bisa dibilang memiliki
kesamaan, akan tetapi waktu pelaksanaanya yang berbeda serta interpretasi
masyarakat akan tradisi ini juga berbeda. Jika di Desa Tulakan terdapat empat
Jembul, di Desa Banyumanis ada tiga Jembul. Kemudian di Desa Bandung Harjo
tidak mentradisikian upacara tersebut.
Sedekah Bumi Jembul Desa Banyumanis sudah berlangsung selama 108
tahun. Hal ini didasarakan pada pelaksanaan Sedekah Bumi Jembul Banyumanis
yang diadakan bertepatan dengan peringatan hari jadi Desa Banyumanis, tertulis
dalam agenda ditahun 2019 diperingati hari jadinya ke 108 tahun, artinya,
Sedekah Bumi Jembul Desa Banyumanis dimulai saat kepemimpinan kepala desa
pertama Desa Banyumanis dimulai pada tahun 1911 dengan kepala desa yang
bernama Bapak Astro Doronojo. Jembul merupakan usungan ancak yang terbuat
dari kayu jati kuno yang didalamnya dihiasi dengan iratan tipis yang dibuat dari
bambu, kemudian dirias dengan tiras (sisa potongan kain) ditata berjejer
membentuk gunungan yang besar dan berisikan aneka makanan, lalu di kanan
kirinya diberi tempat pikulan, berfungsi untuk memikul. Jembul sendiri terdiri
dari dua jenis yakni, Jembul wadon (Jembul dengan jenis kelamin perempuan)
dan Jembul lanang (Jembul dengan jenis kelamin laki-laki).
Di dalam Jembul wadon berisikan aneka makanan seperti, nasi beserta lauk
pauknya, jadah, tape ketan, gemblong, dan sebagainya, sebagian sesaji dikemas
kedalam anyaman bambu, sedangkan Jembul lanang, berisi iratan bambu yang
dihias dengan tiras dibagian paling atas tengah berdiri golek (boneka) simbol dari
wakil dari masing-masing dukuh. Dukuh Krajan memakai golek raja, dukuh
Karanganyar memakai golek simbol panglima perang dan Dukuh Juwet memakai
simbol perdana menteri. Jembul dalam sedekah bumi Banyumanis berjumlah tiga,
tiga jenis ini terdiri dari Jembul Krajan, Jembul karangnyar dan Jembul Juwet,
masing-masing Jembul mewakili perdukuhan di Desa Banyumanis, ketiga Jembul
tersebut dibawa ke rumah kepala desa untuk di ritualisiasikan. Upacara tradisi
sedekah Jembul Banyumanis dilaksanakan setahun sekali setiap bulan
Dzulqo’dah, perhitungan bulan kalender hijriyah. Tepatnya pada hari Kamis
Pahing.

B. Makna Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis


Upacara ritual diadakan oleh masyarakat sebagai rasa syukur terhadap
Tuhan dan untuk mengenang jasa roh leluhur, serta sebagai sarana sosialisasi
pengukuhan nilai-nilai budaya yang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari
( Tashadi, 1982 : 4). Menurut Turner simbol adalah sesuatu yang disepakati oleh
masyarakat umum sebagai lambang yang bersifat alami atau gambaran / kiasan
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang sama atau karena asosiasi yang nyata atau
pun karena ide yang sama. Pelaksanaan Ritual Jembul Sedekah Bumi Banyumanis
memiliki berbagai makna simbolik antara lain, Simbol persaudaraan dan
kebersamaan serta keikhlasan yang terkandung dalam proses pesiapan keperluan
pelaksanaan tradisi dan juga pembagian tugas untuk mempersiapkan perlengkapan
dan keperluan tradisi seperti pada pembuatan Jembul Tulakan dan persiapan
berbagai macam perlengkapan lainnya. Warga masyarakat Banyumanis bersama-
sama mempersiapkan segala kebutuhan untuk pelaksanaan upacara Jembul
Sedekah Bumi, berkumpul bersama mengadakan rapat untuk pembagian tugas
masing-masing. Dalam hal ini suksesnya pelaksanaan tradisi adalah eratnya rasa
persaudaraan, kebersamaan serta rasa ikhlas dalam menyelesaikan tugas sehingga
menghasilkan kerja sama dan hasil yang baik. Selain itu juga mengumpulkan dana
bersama untuk pelaksanaan upacara juga bagian dari simbol keikhlasan dalam
menyelesaikan pekerjaan. Simbol kebersamaan juga tercermin pada ritual arak-
arakan Jembul Lanang dan Jembul Wadon, yaitu ketika masyarakat mengaraknya
bersama-sama.
Simbol keindahan, keselarasan serta kreativitas tercermin dari tarian, tayub
yang mereka tampilkan dalam pelaksanaan ritual, menampilkan keindahan-
keindahan serta keselarasan dari kreativitas seni yang mereka ciptakan. Simbol
keyakinan dan kepercayaan dan penghargaan terkandung dalam dalam pembacaan
doa-doa dalam ritual Jembul Tulakan tebuang serta pemberian sesaji dalam acara
manganan di punden tempat pertapaan Ratu Kalinyamat merupakan simbol
permohonan izin kepada cikal bakal dan meminta berkah dari sang leluhur
termasuk juga dalam simbol penghargaan terhadap para leluhur yang telah
mewariskan mereka tradisi Jembul Tulakan tersebut. Simbol persaudaraan dan
kerja sama terkandung dalam proses pesiapan keperluan pelaksanaan tradisi serta
pembagian tugas untuk mempersiapkan perlengkapan mengandung dimaknai oleh
warga masyarakat Banyumanis sebagai pesan bahwa di dalam kehidupan yang
dijalani serta menurut ajaran agama yang mereka anut mengharuskan mereka agar
selalu menjaga tali persaudaraan terhadap sesama dan tidak boleh sampai
memutuskannya. Keyakinan-keyakinan tersebut tidaklah terjadi begitu saja, akan
tetapi muncul dari hasil interaksi antarsesama. Begitu juga dengan kerja sama,
pemahaman mereka tentang simbol kerja sama didapatkan dari pengalaman
mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam mengerjakan suatu pekerjaan besar
tanpa kerja sama yang baik akan terasa berat dan mendapat hasil yang tidak baik,
sebaliknya akan menjadi ringan jika dilakukan bersama.

C. Rangkaian atau Prosesi Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis


Setiap ritual upacara yang melibatkan orang banyak terutama terkait dengan
tradisi yang sudah mengakar di masyarakat pasti memerlukan tahapan-tahapan
serta segala persiapan yang matang sebelum prosesi tersebut digelar. Beberapa
tahapan yang diperlukan dalam proses pelaksanaan ritual Sedekah Bumi Jembul
Banyumanis diantaranya sebagai berikut:
1. Persiapan ritual Sedekah Bumi Jembul
Karena acara ini merupakan hajat besar bagi seluruh warga Desa
Banyumanis, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembentukan
panitia Sedekah Bumi Jembul. Panitia biasanya berisikan para pamong Desa
dan tokoh setempat, dari mulai dewan adat, ketua RT sampai kepala desa
sebagai penanggung jawab utama keberlangsungan acara tahunan ini,
walaupun pada prisnsipnya acara ini dibantu sepenuhnya oleh segenap warga
Desa. Dengan kata lain, warga Desa memiliki tanggung jawab bersama atas
terlaksananya acara tahunan ini. Seminggu sebelum puncak acara, masyarakat
berkumpul mengadakan selametan atau warga Desa Banyumanis
menyebutnya dengan istilah manganan, acara tersebut dilaksanakan di punden
makam Ki Suto Mangunjoyo, salah satu tokoh yang dipercayai sebagai orang
yang membuka hutan untuk dijadikan Desa Banyumanis.
Acara manganan dilaksanakan setelah shalat isya atau sekitar pukul 20:00
WIB. hingga selesai. Dalam upacara manganan warga Desa membawa nasi
beserta lauk pauknya ke makam Ki Suto Mangunjoyo untuk diritualisasi atau
didoakan bersama-sama. Lauk pauk yang dibawa oleh warga berupa telor,
tahu, tempe, dan lain sebagainya. Setelah dibacakan tahlil dan do’a yang
dipimpin oleh Tokoh Agama, Kemudian nasi dan lauk pauk tersebut dimakan
bersama-sama, jika masih ada sisanya akan dibawa pulang oleh warga, nasi
dan lauk pauk yang sudah dido’akan tersebut dipercaya bisa membawa
berkah.
Acara manganan adalah merupakan salah satu bentuk syukur warga
masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga sebuah acara yang
diniatkan mengirim do’a untuk arwah para leluhur serta ungkapan rasa
terimakasih atas jasa Ki Suto Mangunjoyo yang sudah membuka Desa
sehingga warga desa bisa tinggal di Desa Banyumanis. Selain itu di dalam
acara manganan tersebut ada sambutan yang berisikan tentang kisah-kisah
tentang jasa-jasa Ki Suto Mangunjoyo atas kiprahnya dalam membuka
kawasan yang dulunya hutan hingga bisa ditempati oleh warga masyarakat
Banyumanis.
Lebih jauh lagi acara manganan juga dimanfaatkan untuk berdo’a bersama
agar upacara Sedekah Bumi Jembul yang akan dilaksanakan seminggu
setelahnya bisa berjalan dengan lancar dan diberikan rahmat oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Acara tersebut biasanya dihadiri tidak kurang dari 500 orang
yang ikut berpartisipasi dalam do’a bersama.
Esok harinya dimulailah persiapan pembuatan piranti-piranti yang
nantinya menjadi hiasan Jembul. Awalnya, setiap orang diwajibkan untuk
membawa Jembul sendiri-sendiri yang nantinya akan diserahkan kepada
kamituwan. Namun dengan seiring berjalannya waktu hal itu berubah, yang
awalnya setiap orang membuat Jembul di rumah masing-masing menjadi di
buat di rumah kepala kamituwan secara gotong royong.
Dan perkembangan selanjutnya Jembul di buat di rumah warga
berdasarkan kesepakatan, dikarenakan sudah ada orang yang ahli dalam
membuat Jembul dan lebih kuat saat upacara berlangsung, secara estetik lebih
bagus, lebih awet, dan tidak mudah rusak. Jadi masyarakat tidak perlu
bersusah payah membuat Jembul sendiri. Dengan membayar iuran,
masyarakat sudah mendapat jatah Jembul masing-masing. Dana yang
digunakan untuk pelaksanaan upacara Jembul antara lain dari iuran
masyarakat, dana Desa, dan dana dari pemerintah kabupaten. Masyarakat
yang merasa memiliki hajat dengan sukarela iuran untuk terlaksananya
Sehari sebelumnya, yaitu hari Rabu di rumah kepala desa, ada pertunjukan
hiburan untuk warga masyakat, biasanya berupa konser musik dangdut,
kemudian malamnya ada acara pementasan pagelaran wayang kulit. Sebelum
acara wayang kulit dimulai ada prosesi sambutan dari kepala desa dan bupati
kemudian dilanjutkan dengan do’a bersama yang dipimpin oleh masing-
masing tokoh agama dari mulai islam, kristen, dan hindu. Pagelaran wayang
kulit menjadi tontonan gratis bagi warga masyarakat selain bertujuan untuk
menghibur juga dalam rangka melestarikan budaya Jawa. Pertunjukan
wayang tersebut menjadi salah satu syarat yang harus dilaksanakan dalam
upacara Sedekah Bumi Jembul.
2. Penjemputan Jembul
Tepat pada hari Kamis Pahing di bulan Dzulqo’dah, puncak acara yang
ditunggu-tunggu masyarakat Desa Banyumanis dan sekitarnya dimulai.
Masyarakat Desa Banyumanis berbondong-bondong melaksanakan upacara
Sedekah Bumi Jembul di rumah kepala desa, tempat prosesi puncak acara
Jembul. Ada juga pengunjung dari desa sekitar yang sekedar ingin
menyaksikan upacara ini berlangsung. Hari ini dipercayai sebagai hari
dimana para ajudan Ratu Kalinyamat datang menjenguk Sang Ratu,
membawakan kebutuhan sehari-hari pada masa pertapaannya di Gunung
Danaraja. Inilah salah satu alasan mengapa upacara tersebut dilaksanakan
pada hari Kamis Pahing.
Panggung bekas pertunjukkan wayang dimalam hari sebelumnya yang
diisi oleh para penari tayub lengkap dengan gamelan-gamelan beserta para
niyaga (penabuh gamelan) ini disimpan di depan rumah kepala desa. Tokoh
utama dalam upacara ini adalah kepala desa beserta semua perangkat desanya
yang lengkap dengan seragam dinasnya. Isyarat bahwa upacara selanjutnya
akan segera dimulai ialah dengan dimainkannya gending-gending jawa
sekitar pukul 08:00 WIB.. Tidak ada perubahan pokok upacara yang sudah
tersusun secara turun-temurun. Hanya mengalami perubahan pada aspek-
aspek tertentu, menyesuaikan dengan zaman.
Masyarakat bergotong-royong menghias Jembul-Jembul sedemikian rupa
yang didampingi kamituwan dan perangkat lainnya dirumah kepala desa
menyiapkan acara. Kemudian para perangkat Desa beranjak menjemput
Jembul, yang pertama dijemput adalah Jembul Krajan, Jembul yang terletak
di Dukuh Kemangen, kemudian yang kedua Jembul Karanganyar, yaitu
Jembul yang berasal dari Dukuh Karanganyar, dan kemudian yang terakhir
Jembul Juwet, Jembul yang berasal dari Dukuh Juwet.
Ketiga Jembul tersebut ditandu dan diarak oleh para rombongannya
dengan berjalan kaki dari mulai dukuh tempat Jembul berasal sampai ke
kediaman kepala desa. Jembul beserta rombongannya dijemput untuk diajak
sowan ke kediaman kepala desa.
Selama dalam perjalanan menuju kediaman kepala desa, perjalanan
Jembul diringi musik gamelan sederhana, juga diarak para penari tradisional
lengkap dengan rias dan kostumnya sambil membawa jaran kepang berjalan
didepan rombongan yang memikul Jembul, kemudian dibaris depan, ada
barongan yang berjalan lenggak-lenggok sesekali menggoda anak kecil dan
warga masyarakat yang sedang menonton karnaval rombongan Jembul
dipinggir jalan. Para penari tayub dan para tamu maupun penduduk yang akan
menyaksikan jalannya upacara sedekah bumi tersebut sudah memenuhi
pendopo halaman rumah kepala desa sejak jam 09.00 WIB. Puncak upacara
Sedekah Bumi Jembul.
3. Ritualisasi Sedekah Bumi Jembul
Ketiga Jembul tersebut sudah berada di rumah kepala desa, acara
selanjutnya ialah ritualisasi Sedekah Bumi Jembul , ada beberapa hal yang
harus dilaksanakan sebelum ketiga Jembul ini nanti kembali pulang ke dukuh
masing-masing. Yang pertama adalah penyambutan Jembul oleh kepala desa,
sebelum Jembul beserta pengiringnya masuk ke pelataran yang sudah
disediakan, terlebih dahulu, kepala desa menyambutnya di teras halaman
rumah kepala desa, dengan diiringi gending jawa dengan judul jengkrik
genggong, Jembul beserta pengiringnya perlahan tapi pasti masuk ke
pelataran yang telah disediakan, kepala desa menyambutnya dengan simbol
memegang ancak Jembul kemudian dengan gerak simbolik mempersilahkan
Jembul beserta para pengiringnya untuk singgah di kediaman kepala desa.
Yang kedua, setelah ketiga Jembul masuk ketempatnya masing-masing,
kepala desa menjamu para tamu rombongan Jembul ini dengan hiburan
tradisional berupa tayub. Sambil menonton hiburan tayub, para perangkat
Desa satu persatu diajak untuk menari tayub diringi dengan gamelan dengan
nyanyian gending jawa, tidak ketinggalan juga, para pengiring dan tokoh-
tokoh dari dukuh perwakilan dari peserta Jembul, ikut serta dalam
meramaikan hiburan tayub sambil menari lenggak lenggok, simbol keakraban
dari kepala desa hingga para tokoh adat dari masing-masing perdukuhan
Banyumanis.
Yang ketiga, mencuci kaki petinggi (Kepala desa). Dalam upacara ini,
kedua kaki petinggi dari mata kaki kebawah dicuci dengan kembang setaman,
yang melakukan hal ini ialah semua perangkat desa.Hal ini merupakan simbol
yang mempunyai makna agar kepala desa dalam memimpin Desa
Banyumanis selalu bersih, terhindar dari tindakan yang culas, seperti korupsi,
serta bertindak adil dalam melayani warga Desa Banyumanis yang
dipimpinnya.
Ritualisasi yang terakhir adalah selametan. Selametan merupakan acara
berdo’a bersama lintas agama. Yang dipimpin oleh pemuka agama islam,
do’a dimaksudkan supaya Desa Banyumanis toto tentrem kerto raharjo,
gemah ripah loh jinawi yang artinya tetap dalam keadaan selamat dan
sentosa, hasil bumi melimpah ruah, jauh dari mala petaka atau bahaya
apapun, sehingga masyarakat selalu dalam keadaan aman, tenteram dan
sejahtera, cukup sandang pangan serta papan.
Upacara Selametan berkaitan erat dengan tradisi dan pola alam pikiran
masyarakat jawa, yang terkenal dengan mempercayai suatu hal yang besar,
maha kuasa di luar dirinya, yang bisa jadi sandaran hidup dan tempat
memohon segala sesuatu. Selametan berasal dari kata selamet atau selamat,
ritual yang memiliki harapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar
menganugerahi keselamatan dalam hidup.
4. Pembubaran Jembul
Sebelum pembubaran Jembul dilaksanakan, terlebih dahulu, dimulai
dengan acara mengelilingi Jembul, dengan tata cara, kepala desa beserta para
perangkat Desa, berjalan berputar tiga kali mengelilingi ketiga Jembul yang
berjajar dipelataran halaman kepala desa. Kepala desa berjalan paling depan,
dengan sejenak berhenti ketika tepat didepan ketiga Jembul, ketika berhenti
didepan setiap Jembul, kepala desa memegang Jembul dengan tangan
kanannya begitu seterusnya sampai tiga kali putaran. Biasanya upacara
mengelilingi Jembul diiringi dengan bacaan sholawat nabi.
Upacara mengelilingi Jembul ini, memiliki maksud agar Kepala Desa
dan semua unsur perangkat desa mau untuk terjun langsung ditengah-tengah
masyarakat. Agar mengetahui kondisi masyarakat secara langsung dan bisa
dekat dengan rakyat tidak hanya duduk dibelakang meja. Karena pemimpin
haruslah mengayomi dan juga mengayemi.
Kemudian setelah proses mengelilingi Jembul selesai, tahap selanjutnya,
Jembul bubar untuk pulang ke padukuhan masing-masing. Jembul dipikul
bersama para pengiringnya berlari sambil menyelamatkan dan
mempertahankan golek raja yang ada pada Jembul Krajan, sedangkan kedua
Jembul yang lain, Jembul Karanganyar dan Jembul Juwet mencoba untuk
merebutnya. Peristiwa ini menjadi keadaan yang ricuh, terjadi dihalaman
kepala desa, sepanjang jalan berkumpul ribuan manusia, dari mulai para
pendukung, pengiring Jembul dan juga para penonton dari masyarakat Desa
Banyumanis dan sekitarnya.
5. Resikan
Resikan, merupakan rangkaian acara terakhir dalam perayaan Sedekah
Bumi Jembul. Arti dari resikan adalah bersih-bersih. Setelah semua rangkaian
acara selesai, warga masyarakat bergotong-royong membersihkan halaman
rumah kepala desa dengan cara menyapu halaman yang umumnya dikerjakan
oleh kaum perempuan. Dengan sigap, mereka menyapu halaman sampai
bersih tidak peduli masih ada kerumunan orang atau tidak.
Resikan melambangkan membersihkan segala malapetaka, pengusiran
terhadap segala penyakit dan musibah dengan tujuan agar kedepan,
masyarakat Desa Banyumanis terhidar dari segala macam malapetaka dan
segala bentuk kejahatan lainya. Dan gegeran, perkelahian, pertikaian sudah
usai dibawa oleh Jembul dan hilang selama satu tahun berikutnya, sehingga
Desa Banyumanis menjadi desa yang tenteram, aman dan sejahtera, karena
masyarakatnya tidak ada yang bertikai. Desa Banyumanis menjadi desa yang
tenteram, aman dan sejahtera, karena masyarakatnya tidak ada yang bertikai.

D. Tujuan Diadakan Tradisi Jembul Sedekah Bumi di Banyumanis


Tradisi upacara tradisional merupakan hajat kolektif sosial warga masyarakat
yang memiliki tujuan keselamatan bersama yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Dalam sebuah tradisi, partisipasi masyarakat menjadi ruh akan
keberlangsungan nya, rasa memiliki akan tradisi yang dibalut dengan pengharapan
baik dihari yang akan datang, dan tentunya, budaya senang berkumpul dan gotong
royong menjadi penanda utama, tradisi masyarakat Indonesia masih selalu eksis
sampai sekarang. Begitu juga Sedekah Bumi Jembul. Upacara ritual ini bermula
saat Ki Demang Barata menjadi penguasa didaerah antara lain yang sekarang
terpecah menjadi tiga desa, yakni Desa Tulakan, Desa Banyumanis dan Desa
Bandung Harjo. Pada masa kepemimpinannya, dalam rangka mengenanb laku
tapa brata Ratu Kalinyamat ketika menuntut keadilan hukum atas kematian
Sultan Hadirin ditangan Adipati Jipang.
Selain itu, beliau menginisiasi adanya Sedekah Bumi Jembul merupakan
bentuk syukur masyarakat atas keselamatan dan kemakmuran selama satu tahun,
serta sebagai media berdoa bersama dengan segenap masyarakat agar tahun
selanjutnya, Tuhan Yang Maha Kuasa akan menganugrahi kemakmuran,
keamanan dan dijatuhkan dari segala marah bahaya untuk masyarakat desa.
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Jembul sedekah bumi Banyumanis adalah sebuah kebudayaan yang
dilaksanakan setiap hari kamis pahing di bulan jawa yaitu pada bulan Apet.
Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk syukur masyarakat atas keselamatan
dan kemakmuran selama satu tahun, serta sebagai media berdoa bersama
dengan segenap masyarakat agar tahun selanjutnya, Tuhan Yang Maha Kuasa
akan menganugrahi kemakmuran, keamanan dan dijatuhkan dari segala marah
bahaya untuk masyarakat desa. Sehingga membuat kesatuan hidup manusia
yang saling berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

B. Saran
Kegiatan observasi ini merupakan kegiatan yang bermanfaat, untuk itu
disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat mencari informasi terkait tradisi
yang ada dan juga dapat melestarikannya agar semakin berkembang dan
semakin maju untuk kemaslahatan penduduk sekitar dan juga negara.
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi dan Usma Kolip. Pengantar Sosiologi Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana.
Istiana Inni Hayati, dkk. Cerita Rakyat di Jawa Tengah: Pemetaan Sastra di Eks-
Karesidenan Pati (Semarang: Balai Bahasa Jawa Tengah Kemendikbud,
2017), 92.
Rukiyah.2019. Makna Simbolik Ritual Jembul Tulakan di Desa Tulakan
Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara.ANUVA Volume 3 (2): 207-213,
2019 Copyright ©2019, ISSN: 2598-3040 online.
Suprapto.2013. Revitalisasi Nilai-nilai Kearifan Lokal bagi Upaya Resolusi
Konflik. WALISONGO, Vol. 21, No. 1, (Mei 2013), 22.

LAMPIRAN
Berikut link observasi Tradisi Jembul Sedekah Bumi desa Donorojo :

https://www.instagram.com/reel/CmdPtsTv1eb/?igshid=MDM4ZDc5MmU=

Anda mungkin juga menyukai