Anda di halaman 1dari 147

KAJIAN WISATA ALTERNATIF

Di Resort Senaru, Sembalun, Aikmel, Kembang Kuning, Joben dan Aikberik.

Tim Penyusun : Rony Kristiawan


Budi Soesmardi
Supriyanto
Firmansyah Kusumajaya
M. Faisyal M.Y.

Desain dan Layout : Rony Kristiawan

Foto Sampul : Air Terjun Mangku Sakti (BTNGR).

Dicetak dengan menggunakan dana DIPA Balai Taman Nasional Gunung Rinjani
Tahun Anggaran 2018.

Kajian Wisata Alternatif | i


RINGKASAN

Kajian wisata alternatif merupakan respons Balai Taman Nasional Gunung

Rinjani paska gempa bumi di Pulau Lombok Tahun 2018. Menurut Archer dan

Cooper (1993), wisata alternatif merupakan suatu pergerakan yang memiliki jalan

keluar untuk “mengobati sakit” dari pariwisata massal (Mass Tourism). Bentuk yang

lebih mengkhusus menurut Mieczkowski (1995) adalah kebudayaan, pendidikan,

penelitian ilmiah, petualangan dan agrowisata di daerah pedesaan, peternakan dan

pertanian.

Secara konseptual, kajian wisata alternatif yang dilaksanakan oleh BTNGR

berupa penilaian terhadap kelayakan ODTWA selain wisata pendakian di Jalur

Senaru dan Sembalun. Kajian ini menggunakan Pedoman Analisis Daerah

Operasional Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA), Departemen

Kehutanan (2003) serta analisis strategi pengembangan ODTWA menggunakan

metode SWOT.

Hasil kajian menyatakan terdapat 6 (enam) ODTWA yang layak

dikembangkan yaitu : 1) Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Mayung Polak; 2)

Kawasan Hutan Perian; 3) Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Jeruk Manis; 4)

Kawasan Hutan Tetebatu; 5) Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen

dan 6) Jalur Pendakian Aikberik. Sedangkan 2 (dua) ODTWA yang belum layak

dikembangkan adalah Sabana Propok dan Bukit Telaga. ODTWA yang tidak layak

dikembangkan adalah Bukit Stampol.

Kata kunci : Wisata Alternatif, ODTWA, Taman Nasional Gunung Rinjani.

Kajian Wisata Alternatif | ii


DAFTAR ISI

RINGKASAN i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GRAFIK vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan 4
Manfaat 5
2. TINJAUAN PUSTAKA 6
Wisata Alternatif dan Ekowisata 6
Perencanaan Pariwisata Alam 10
Strategi Pemasaran Pariwisata Alam 13
Peluang dan Tantangan Ekowisata 16
3. KARAKTERISTIK KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG 20
RINJANI
Letak Geografis 20
Potensi Flora dan Fauna 21
Sosial Budaya Desa Penyangga 23
Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani 25
Deskripsi Zonasi 28
4. METODE 33
Kerangka Pemikiran 33
Lokasi dan Waktu Kajian 34
Metode Pengumpulan Data 34
Analisis Strategi Pengembangan ODTWA 36
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 38
Inventarisasi dan Penilaian ODTWA 38
Strategi Pengembangan ODTWA 40
Jalur Gunung Kukus –Air Terjun Mayung Polak 40
Kawasan Hutan Perian 44
Jalur Gunung Kukus –Air Terjun Jeruk Manis 48
Kawasan Hutan Tetebatu 53
Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen 57
Jalur Pendakian Aikberik 62
Sabana Propok 65
Bukit Telaga 69
Bukit Stampol 72
6. SIMPULAN DAN SARAN 75
Simpulan 75
Saran 75

Kajian Wisata Alternatif | v


DAFTAR PUSTAKA 77
LAMPIRAN 79

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Aktifitas Wisata Alam 11


Tabel 2. Karakteristik Desa Penyangga 24
Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan Kajian 34
Tabel 4. Analisis EFAS 36
Tabel 5. Analisis IFAS 36
Tabel 6. Hasil Inventarisasi dan Penilaian ODTWA 38
Tabel 7. EFAS. Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak 41
Tabel 8. IFAS. Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak 41
Tabel 9. Strategi Pengembangan Wisata Gunung Kukus-Air Terjun
Mayung Polak. 43
Tabel 10. EFAS Kawasan Hutan Perian 45
Tabel 11. IFAS Kawasan Hutan Perian 46
Tabel 12. Strategi Pengembangan Wisata Kawasan Hutan Perian 47
Tabel 13. EFAS Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Jeruk Manis 49
Tabel 14. IFAS Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Jeruk Manis 50
Tabel 15. Strategi Pengembangan Wisata Jalur Gunung Kukus-Air Terjun
Jeruk Manis. 52
Tabel 16. EFAS Kawasan Hutan Tetebatu 53
Tabel 17. IFAS Kawasan Hutan Tetebatu 54
Tabel 18. Strategi Pengembangan Wisata Kawasan Hutan Tetebatu 55
Tabel 19. EFAS Air Terjun Mangku Sakti Melalui Desa Sambik Elen 57
Tabel 20. IFAS Air Terjun Mangku Sakti Melalui Desa Sambik Elen 58
Tabel 21. Strategi Pengembangan Wisata Air Terjun Mangku Sakti Melalui
Desa Sambik Elen 60
Tabel 22. EFAS Jalur Pendakian Aikberik 62
Tabel 23. IFAS Jalur Pendakian Aikberik 63
Tabel 24. Strategi Pengembangan Wisata Jalur Pendakian Aikberik 64
Tabel 25. EFAS Sabana Propok 66
Tabel 26. IFAS Sabana Propok 67
Tabel 27. Strategi Pengembangan Wisata Sabana Propok 68
Tabel 28. EFAS Bukit Telaga 70
Tabel 29. IFAS Bukit Telaga 70
Tabel 30. Strategi Pengembangan Wisata Bukit Telaga 71

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Taman Nasional Gunung Rinjani 27


Tahun 2012-2017.

Kajian Wisata Alternatif | vi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran 33


Gambar 2. Diagram Analisis SWOT 37
Gambar 3. Pemandangan Gunung Kukus. 40
Gambar 4. Air Terjun Mayung Polak. 40
Gambar 5. Telaga Biru 45
Gambar 6. Air Terjun Tereng Wilis 45
Gambar 7. Air Terjun Jeruk Manis 49
Gambar 8. Gunung Kondo 53
Gambar 9. Bendungan Ulem-Ulem 53
Gambar 10. Air Terjun Mangku Sakti Desa Sambik Elen 57
Gambar 11. Plawangan Aikberik 62
Gambar 12. Sabana Propok 66
Gambar 13. Bukit Telaga 69
Gambar 14. Bukit Stampol 73

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Penilaian Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak. 80


Lampiran 2. Hasil Penilaian Kawasan Hutan Perian 82
Lampiran 3. Hasil Penilaian Gunung Kukus-Air Terjun Jeruk Manis 83
Lampiran 4. Hasil Penilaian Kawasan Hutan Tetebatu 85
Lampiran 5. Hasil Penilaian Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik
Elen. 86
Lampiran 6. Hasil Penilaian Jalur Pendakian Aikberik 88
Lampiran 7. Hasil Penilaian Sabana Propok 89
Lampiran 8. Hasil Penilaian Bukit Telaga 90
Lampiran 9. Hasil Penilaian Bukit Stampol 91
Lampiran 10. Peta Lokasi Wisata Alternatif 92
Lampiran 11. Pedoman ADO-ODTWA 93

Kajian Wisata Alternatif | vii


1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rentetan gempa bumi telah mengguncang Pulau Lombok. Gempa

awal (foreshock) terjadi pada tanggal 29 Juli 2018 berkekuatan 6,4 skala

richter disusul gempa mainshock pada tanggal 5 Agustus 2018 berkekuatan 7

skala richter. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat

telah terjadi 1.005 kali gempa susulan sampai tanggal 21 Agustus 2018.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan

gempa bumi Lombok dipicu oleh pergerakan sesar naik busur belakang di

utara Nusa Tenggara sebagai reaksi terhadap tekanan yang timbul akibat

tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Jalur sesar aktif ini

populer disebut Flores Back Arc Thrust dan berada didasar laut.

Dampak gempa bumi, BNPB menyatakan 564 orang meninggal,

7.145 korban luka-luka, 73.843 unit rumah roboh dan 798 fasilitas umum dan

sosial rusak. Total kerugian tercatat sebesar Rp. 7,7 trilyun (Kompas, 2018).

Gempa bumi juga menyebabkan kelongsoran tanah skala masif dan

retakan permukaan tanah (surface rupture) di jalur pendakian Senaru,

Sembalun dan Torean. Akses pendakian di kawasan Taman Nasional Gunung

Rinjani tertutup, sebanyak 1.226 pendaki termasuk 696 wisatawan

mancanegara terperangkap dan dievakuasi melalui Jalur Sembalun.

Berdasarkan pertimbangan dampak gempa bumi, Kepala Balai Taman

Nasional Gunung Rinjani mengeluarkan Pengumuman Nomor : PG.

1222/T.39/TU/KSA/7/2018 tentang Penutupan Jalur Pendakian Taman

Nasional Gunung Rinjani terhitung mulai Tanggal 29 Juli 2018 hingga waktu

Kajian Wisata Alternatif | 1


yang belum ditentukan. Geliat pariwisata di desa penyangga kawasan Taman

Nasional Gunung Rinjani kolaps. Aktifitas ekonomi pariwisata terhenti.

Ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani memberikan manfaat

langsung dan tidak langsung, serta memberikan dampak positif bagi

masyarakat lokal (WWF-NT, 2001). Hampir sebagian besar masyarakat di

Pulau Lombok tergantung kepada Gunung Rinjani. Gunung Rinjani masih

identik dengan aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Pulau

Lombok (Ramdhani, 2011; Rooswiadji, 2012; Sadikin, Mulatsih, Pramudya,

& Arifin, 2017; Yakin, 2009).

Pengaruh ekowisata terhadap perekonomian wilayah diperlihatkan

melalui nilai pengganda (multiplier). Nilai pengganda ekonomi ekowisata

diyakini lebih tinggi dibanding pariwisata umumnya karena memiliki

keterkaitan lebih luas memuat pendidikan dan ketrampilan, aspek budaya

lokal, nilai tambah lebih tinggi, perjalanan dan waktu lebih panjang

(Nugroho, 2011).

Gunung Rinjani merupakan ikon wisata di Pulau Lombok dan banyak

mengundang wisatawan datang untuk mendaki gunung (trekking). Besarnya

daya tarik Gunung Rinjani dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang datang

cenderung meningkat setiap tahunnya. Kunjungan tertinggi terjadi pada tahun

2016 sebanyak 93.018 wisatawan dan tercatat menghasilkan Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 5,08 milyar.

Sadikin dkk (2017), menyatakan bahwa rataan nilai willingness to

pay/WTP wisatawan mancanegara adalah US $ 54,13 atau Rp. 649.560 per

kunjungan dengan kurs Rp. 12.000 yang berlaku pada saat penelitian, dan

Kajian Wisata Alternatif | 2


rataan nilai WTP wisatawan nusantara adalah Rp. 40.650 per kunjungan.

Artinya, responden wisatawan bersedia membayar sebesar nilai itu untuk

perbaikan kualitas, perlindungan jasa lingkungan, dan pencegahan kerusakan

lingkungan ekowisata. Perbedaan nilai antara wisatawan mancanegara dan

nusantara disebabkan oleh preferensi, kepedulian dan kepuasan wisatawan

terhadap ekowisata Taman Nasional Gunung Rinjani dan pengalaman

ekowisata yang sudah dialami responden berbeda.

Paska gempa bumi dibutuhkan upaya menghidupkan kembali aktivitas

pariwisata guna menggerakkan ekonomi masyarakat khususnya di desa

penyangga Taman Nasional Gunung Rinjani. Alternatif Obyek Daya Tarik

Wisata Alam (ODTWA) perlu dikembangkan. Beberapa ODTWA di

kawasan TNGR perlu dikaji kelayakannya sebelum dikembangkan menjadi

wisata alternatif selama pendakian gunung melalui Desa Senaru dan

Sembalun masih tertutup.

Rumusan Masalah

Hasil survey lokasi jalur pendakian Senaru, Sembalun dan Torean

paska gempa bumi merekomendasikan bahwa jalur pendakian tidak layak

untuk dibuka. Kegiatan wisata trekking ke Gunung Rinjani untuk sementara

diberhentikan.

Para pelaku wisata yang yang hanya menjual paket trekking di Jalur

Senaru dan Sembalun sangat terkena imbas penutupan jalur pendakian

tersebut. Untuk tetap mempertahankan kontinuitas kegiatan pariwisata maka

diperlukan alternatif wisata di Taman Nasional Gunung Rinjani.

Kajian Wisata Alternatif | 3


Menurut definisi beberapa ahli, wisata alternatif merupakan tawaran

wisata selain wisata massal, seperti pernyataan Archer dan Cooper (1993),

bahwa pariwisata alternatif merupakan suatu pergerakan yang memiliki jalan

keluar untuk “mengobati sakit” dari pariwisata massal (Mass Tourism).

Bentuk yang lebih mengkhusus dari Pariwisata Alternatif menurut

Mieczkowski (1995) adalah kebudayaan, pendidikan, penelitian ilmiah,

petualangan dan agrowisata didaerah pedesaan, peternakan dan pertanian.

Perspektif kajian wisata alternatif yang dilakukan oleh BTNGR

melihat dari sisi ODTWA yang dapat dikembangkan selain wisata trekking di

Senaru dan Sembalun. Untuk itu beberapa pertanyaan yang harus dijawab

melalui kajian ini adalah :

1. ODTWA apa saja yang layak dikembangkan di wilayah kerja Resort

Senaru, Sembalun, Aikmel, Kembang Kuning, Joben dan Aik Berik ?.

2. Bagaimana kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala masing-masing

ODTWA serta jenis dan aktifitas wisata seperti apa yang dapat

dikembangkan disetiap ODTWA ?.

Tujuan

Tujuan utama kajian ini adalah menentukan ODTWA yang dapat

dijadikan alternatif wisata sebagai respons BTNGR atas ditutupnya jalur

pendakian Senaru dan Sembalun. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan

tahapan kegiatan antara lain :

1. Melakukan inventarisasi, menilai kelayakan dan menganalisis ODTWA

yang akan dijadikan lokasi wisata alternatif di wilayah kerja Resort

Senaru, Sembalun, Aikmel, Kembang Kuning, Joben dan Aik Berik.

Kajian Wisata Alternatif | 4


2. Memberikan rekomendasi pengembangan setiap ODTWA untuk

dijadikan lokasi wisata altenatif.

Manfaat

Hasil kajian wisata alternatif diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Perencanaan pengembangan pariwisata BTNGR di wilayah kerja Resort

Senaru, Sembalun, Aikmel, Kembang Kuning, Joben dan Aik Berik.

Hasil kajian ini diharapkan juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi

pengembangan wisata alam yang adaptif dan responsif terhadap bencana

alam.

2. Membuka ruang kolaborasi bersama Pemerintah Daerah dalam

pembangunan wilayah melalui pengembangan wisata dikawasan

konservasi yang memiliki daya kait dengan desa penyangga.

3. Bagi pelaku wisata, realisasi pengembangan wisata alternatif dapat

menjadi paket wisata baru kedepannya sekaligus alternatif mengurangi

ketergantungan terhadap trekking melalui Jalur Senaru dan Sembalun.

4. Bagi masyarakat desa penyangga, realisasi pengembangan wisata

alternatif dapat membuka lapangan pekerjaan dan menggerakan

perekonomian lokal ditingkat desa.

Kajian Wisata Alternatif | 5


2. TINJAUAN PUSTAKA

Wisata Alternatif dan Ekowisata

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian wisata

adalah bepergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-

senang dan sebagainya. Sedangkan kata alternatif memiliki arti pilihan

diantara dua atau beberapa kemungkinan.

Archer dan Cooper (1993) mendefinisikan pariwisata alternatif

sebagai suatu pergerakan yang memiliki jalan keluar untuk “mengobati sakit”

dari pariwisata massal (Mass Tourism). Sedangkan menurut Valene (1992),

pariwisata alternatif secara luas adalah sebagai bentuk dari kepariwisataan

yang konsisten dengan alam, sosial, dan masyarakat serta yang mengijinkan

interaksi dan berbagi pengalaman antara wisatawan dengan masyarakat lokal.

Wisata alternatif juga sering diartikan sebagai bentuk pariwisata yang sengaja

disusun dalam skala kecil yang memperhatikan aspek kepedulian lingkungan

baik lingkungan abiotik, biotik dan sosial budaya masyarakat setempat.

Pariwisata alternatif juga muncul akibat kejenuhan terhadap pariwisata

massal yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan sosial, serta tidak

memperhatikan keberlanjutan dari objek wisata itu sendiri.

Koslowski dan Travis (1985), pariwisata alternatif merupakan suatu

bentuk kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihak

pada ekologis dan menghindari dampak negatif dari pembangunan pariwisata

berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat

pembangunannya.

Kajian Wisata Alternatif | 6


Middleton (1998) dalam Smith (2001), menyebutkan bahwa

pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk produk pariwisata yang

mempertimbangkan bahkan menuntut lebih akrab lingkungan dan tidak

merusak budaya.

Mieczkowski (1995), menjelaskan bahwa pariwisata dibedakan

menjadi dua macam, yakni : Mass Tourism dan Alternative Tourism. Mass

Tourism bersifat konvensional, standar dan berskala besar. Alternative

Tourism terdiri dari 5 (lima) macam yakni : Cultural Tourism (pariwisata

budaya), Educational Tourism (pariwisata pendidikan), Scientific Tourism

(pariwisata science), Adventure Tourism (pariwisata petualangan) dan

Agritourism (pariwisata pertanian) yang kesemuanya merupakan Nature

Tourism atau Ecotourism (pariwisata berwawasan lingkungan). Bentuk yang

lebih mengkhusus dari Pariwisata Alternatif menurut Mieczkowski (1995)

adalah kebudayaan, pendidikan, penelitian ilmiah, petualangan dan

agrowisata di daerah pedesaan, peternakan dan pertanian.

Beberapa ahli diatas secara eksplisit menyatakan bahwa wisata

alternatif adalah antitesis dari pariwisata massal. Berdasarkan berbagai

definisi diatas, wisata alternatif yang akan dikembangkan di kawasan Taman

Nasional Gunung Rinjani haruslah berwawasan lingkungan atau menerapkan

konsep ekowisata mengingat Taman Nasional Gunung Rinjani adalah

Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati

dan ekosistem.

Ekowisata menurut The International Ecotourisme Society atau TIES

(1991) adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka

Kajian Wisata Alternatif | 7


mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan

penduduk lokal. Menurut World Conservation Union (WCU), ekowisata

adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih

asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya-

upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, dan memberikan

keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal.

Ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable

tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekowisata yang

mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan wisata secara umum.

Menurut deklarasi Quebec (hasil pertemuan dari anggota TIES di

Quebec, Canada Tahun 2002), ekowisata adalah sustainable tourism yang

secara spesifik memuat upaya-upaya :

1. Kontribusi aktif dalam konservasi alam dan budaya.

2. Partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan dan

operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan.

3. Transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada

pengunjung.

4. Bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.

Sementara itu Wood (2002) mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk

usaha atau sektor ekonomi wisata alam yang dirumuskan sebagai bagian dari

pembangunan berkelanjutan. Nugroho (2011), ekowisata adalah kegiatan

perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih dan memuat unsur

pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi, yang mempertimbangkan

Kajian Wisata Alternatif | 8


warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-

upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.

Beberapa definisi ekowisata diatas, selalu menyertakan nilai warisan

budaya didalamnya. Nugroho (2011), menyatakan bahwa budaya, lingkungan

dan peninggalan sejarah adalah nyawa atau “roh” dari kegiatan pariwisata di

Indonesia. Tanpa adanya budaya maka pariwisata akan terasa hambar dan

kering, dan tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Nama Pulau

Bali begitu populer dalam peta wisata dunia karena memiliki roh tersebut.

Koentjaraningrat dalam karyanya : Pengantar Antropologi,

mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan

dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

diri manusia dengan belajar. Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat

ada 3 (tiga) bentuk, yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma,

peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia seperti

candi, kain batik dan sebagainya.

Konsep kebudayaan yang berbeda ditawarkan oleh antropolog

terkenal, Clifford Geertz. Dalam bukunya : Tafsir Kebudayaan, Geertz (1974)

beranggapan bahwa kebudayaan adalah hal yang semiotik dan kontekstual.

Kaitan antara manusia dan kebudayaan diucapkan oleh Geertz dengan tegas,

Kajian Wisata Alternatif | 9


“ibarat binatang yang terperangkap dalam jerat-jerat makna yang dia tenun

sendiri”.

Untuk memahami kebudayaan, Geertz menganjurkan untuk lebih

memperhatikan apa yang disebut makna daripada sekedar perilaku manusia.

Menanggapi sebuah gejala atau peristiwa manusiawi, Geertz menganjurkan

seseorang untuk lebih mencari pemahaman makna daripada sekedar mencari

hubungan sebab akibat.

Untuk menangkap makna kebudayaan, perlu mengetahui cara

menafsir simbol-simbol yang setiap saat dan tempat dipergunakan orang

dalam kehidupan umum. Pendayagunaan makna dari simbol sesungguhnya

tidaklah terbatas pada upacara, mitos, cerita, legenda, dan lain-lain yang

dianggap resmi atau adiluhung saja.

Perencanaan Pariwisata Alam

Fandeli dan Muhammad (2008), menjelaskan bahwa didalam suatu

daerah atau kawasan yang akan dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata,

sebelum disusun perencanaan perlu dilakukan inventarisasi terlebih dahulu.

Pada umumnya inventarisasi dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama

adalah melakukan inventarisasi untuk mengetahui potensi atraksinya.

Kemudian tahap kedua dilaksanakan pengkajian atau penilaian terhadap

kawasannya untuk dikembangkan jenis atau bentuk pariwisata tertentu,

misalnya atraksi berupa air terjun maka selanjutnya perlu ditetapkan jenis

wisata yang sesuai. Bahkan untuk ini diperlukan juga kesesuaian penetapan

aktivitas wisatanya.

Kajian Wisata Alternatif | 10


Selanjutnya Fandeli dan Muhammad (2008) menyatakan bahwa

pengembangan wisata berbasis alam, seluruh aktifitas wisata yang dilakukan

wisatawan harus diarahkan dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap

alam. Beberapa aktifitas wisata alam yang banyak dilaksanakan antara lain :

Tabel 1. Aktifitas Wisata Alam


No. Aktifitas wisata No. Aktifitas wisata
1. Panahan 10. Berenang
2. Bersepeda 11. Piknik
3. Bird Watching 12. Fotografi
4. Observasi Pengamatan hewan 13. Hiking/Trekking
5. Berperahu 14. Joging
6. Berkemah 15. Kayaking
7. Berkano 16. Bersepeda gunung
8. Memancing 17. Berjalan di alam/softtrekking
9. Gantole/paralayang
Dikembangkan dari Fandeli (1995).

Marpaung (2000) menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan

dalam pengembangan suatu daya tarik wisata (DTW) yang potensial harus

dilakukan penelitian, inventarisasi dan evaluasi sebelum fasilitas wisata

dikembangkan. Hal ini penting agar perkembangan DTW yang ada dapat

sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk menentukan

pengembangan yang tepat dan sesuai.

Menurut Yoeti (1990) dalam Hadiwijoyo (2012) prinsip-prinsip

perencanaan pariwisata dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Perencanaan pengembangan kepariwisataan haruslah merupakan satu

kesatuan dengan pembangunan regional atau nasional dari pembangunan

perekonomian negara.

2. Menggunakan pendekatan terpadu.

3. Berada dibawah koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara

keseluruhan.

Kajian Wisata Alternatif | 11


4. Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan wisata harus didasarkan

pada penelitian atas faktor geografinya, tidak hanya berdasarkan pada

faktor administrasi saja.

5. Memperhatikan faktor ekologi.

6. Memperhatikan faktor sosial yang ditimbulkan.

7. Perencanaan pariwisata didaerah yang dekat kawasan industri, perlu

diperhatikan pengadaan fasilitas hiburan guna mengantisipasi jam kerja

buruh yang singkat dimasa datang.

8. Pariwisata tersebut bagaimanapun bentuk dan tujuan pengembangannya

tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu

dalam pengembangannya perlu memperhatikan kemungkinan

peningkatan kerjasama dengan negara lain dengan prinsip saling

menguntungkan.

Sedangkan perencanaan yang disarankan oleh Acereza (1985) dalam

Hadiwijoyo (2012), perencanaan adalah suatu proses terus menerus yang

merupakan diagramatis dari kecenderungan literatur perencanaan pariwisata,

yang mengangkat bergesernya pendekatan perencanaan dari yang bersifat

fisik ke pendekatan yang lebih komprehensif yang menyertakan isu-isu dan

pelaku yang lebih luas. Sehingga model-model seperti diatas maka dapat

menimbulkan dampak terhadap masyarakat setempat.

Nuryanti (1995) menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata alam

disuatu daerah, pada umumnya didasarkan pada pola perencanaan regional

dan kawasan. Oleh karena pembangunan kepariwisataan alam ini sangat erat

kaitannya dengan upaya mengkonservasi lingkungan, maka konsep dan

Kajian Wisata Alternatif | 12


prinsip pembangunan berwawasan lingkungan harus menjadi pertimbangan

utama. Lebih lanjut Nuryanti (1995) menyatakan bahwa perencanaan

pariwisata minimal mengandung elemen-elemen dasar sebagai berikut :

1. Perencanaan pariwisata adalah suatu proses yang dinamis dan berlanjut

menuju ke tataran nilai yang lebih tinggi dengan cara melakukan

penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi

serta umpan balik implementasi rencana sebelumnya dan merupakan

dasar kebijaksanaan yang merupakan misi yang harus dikembangkan.

2. Perencanaan pariwisata, bukanlah sistem yang berdiri sendiri, melainkan

terkait erat dengan sistem perencanaan pembangunan yang lain secara

inter sektoral dan inter regional.

3. Secara internal, perencanaan pariwisata haruslah komprehensif

menyangkut link and match dari berbagai komponen kepariwisataan

seperti aspek kelembagaan, lingkungan, pembiayaan, penawaran,

permintaan dan strategi implementasinya yang harus didekati secara

holistik dan proporsional.

4. Perencanaan pariwisata haruslah didasarkan pada kondisi dan daya

dukung dengan maksud menciptakan interaksi jangka panjang yang

saling menguntungkan diantara pencapaian tujuan pembangunan

pariwisata, peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dan

keberlanjutan daya dukung lingkungan dimasa mendatang.

Strategi Pemasaran Pariwisata Alam

Pemasaran adalah seperangkat aktifitas yang bertujuan menimbulkan

dan mempercepat terjadinya pertukaran/transaksi (Cromplon dan Lamp, 1986

Kajian Wisata Alternatif | 13


dalam Sunaryo, 1995). Menurut Kotler (1982), pemasaran adalah suatu

proses analisis, perencanaan, implementasi dan pengendalian dari suatu

program yang dirumuskan untuk mengadakan pertukaran nilai secara sengaja

sesuai dengan sasaran proses tertentu demi mencapai tujuan organisasi.

Sunaryo (1995) mendefinisikan pemasaran pariwisata (marketing of

tourism) sebagai suatu usaha untuk mendekatkan atau mempermudah

tejadinya pertemuan/transaksi antara sisi penawaran dan permintaan. Dalam

hal ini, produksi yang diperjualbelikan adalah pengalaman (experience).

Lebih lanjut Sunaryo (1995), menjelaskan proses pemasaran pariwisata

dilakukan dengan aktifitas analisis, baik pada sisi permintaan (pangsa pasar)

maupun pada sisi penawaran (produk) pariwisatanya.

Masih dalam Sunaryo (1995), strategi dalam pemasaran pariwisata

harus memperhatikan 2 (dua) aspek tersebut. Kedua aspek tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Analisis Permintaan/Pasar Pariwisata

Secara tradisional, karakteristik sosial telah digunakan sebagai variabel

untuk menjelaskan segmentasi pasar pariwisata. Meskipun akhirnya

terbukti bahwa kemampuan karakter/perbedaan sosiodemografi untuk

menjelaskan segmentasi pasar pariwisata telah menurun kekuatannya,

namun secara konvensional perbedaan usia berpengaruh terhadap

harapan dan perilaku wisatawan; wild night life, adventure tourism, sex

attraction etc pada segmen pasar usia muda, wisatawan dari barat dan

seterusnya. Kemudian strategi tawaran; cultural tourism, ecotourism dan

seterusnya pada segmen pasar usia tua, pendidikan tinggi dan seterusnya.

Kajian Wisata Alternatif | 14


Berdasarkan berbagai studi, pendekatan tradisional telah mulai

kehilangan validitasnya. Sebagai contoh banyak ditemukan wisatawan

berusia muda maupun tua duduk diruangan yang sama di suatu diskotik.

Dalam konteks pendakian Gunung Rinjani juga banyak ditemukan

pendaki berusia remaja hingga berusia tua.

Lahirlah pendekatan baru dalam memetakan segmen pasar wisatawan.

Pendekatan ini memanfaatkan orientasi nilai wisatawan dan membagi

kedalam 4 (empat) segmen utama yaitu :

a. Segmen modern materialists ; perilaku pilihannya cenderung pada

sun, sea, sex (beach attraction), night clubs, wild parties, one night

partners, beverages, fast foods, getting drunk dan lain-lain.

b. Segmen modern idealists ; perilaku pilihannya cenderung pada

excitement dan entertainment yang lebih bersifat intelektual,

academic atmosphere (perpustakaan, seminar dan lain-lain), seni dan

budaya, serta atraksi-atraksi yang bertemakan pelestarian lingkungan

(Ecotourism).

c. Segmen traditional idealists ; perilaku pilihannya lebih pada tempat-

tempat atraksi yang terkenal dan monumental serta glority pada

keagungan masa lalu (Borobudur, Piramida, Taj Mahal dan lain-

lain).

d. Segmen traditional materialists ; perilaku pilihannya pada tawaran-

tawaran karya murah seperti belanja elektronik, pakaian, makanan,

dan lain-lain dan biasanya dalam bentuk paket wisata.

2. Analisis Penawaran/Produk Pariwisata

Kajian Wisata Alternatif | 15


Didalam analisis penawaran pariwisata pendekatan yang biasa dipakai

lebih bersifat regional daripada atraksi secara individu/parsial. Pada

pendekatan ini ada dua dimensi pokok yang dianalisis, yaitu analisis

produk (sumberdaya, iklim) dan analisis lingkungannya. Secara skematis

pendekatan tadi digambarkan sebagai berikut :

Dengan SWOT analisis pada produk dan lingkungan dapat memetakan

dan memahami karakter produk/penawaran pariwisata untuk kemudian

setelah secara regional dikenali variabel-variabel yang terkait seperti ;

daya dukung dan key competitions-nya, kemudian bisa menyusun strategi

pemasarannya sesuai dengan potensi dan karakter yang ada (targeted

segmenting).

Peluang dan Tantangan Ekowisata

Taman Nasional menawarkan wisata ekologis yang banyak diminati

wisatawan, hal ini dikarenakan adanya pergeseran paradigma kepariwisataan

internasional dari bentuk pariwisata massal (mass tourism) ke wisata minat

khusus yaitu ekowisata (Nugroho, 2011).

Laporan World Travel Tourism Council (WTTC) Tahun 2000,

menyatakan pertumbuhan rata-rata ekowisata sebesar 10 persen per tahun.

Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata per tahun untuk

pariwisata pada umumnya yaitu sebesar 4,6 persen per tahun.

Pertumbuhan wisatawan juga didukung dengan membesarnya pangsa

pasar wisatawan lansia atau pensiunan (van Harssel, WTO, 1997; Zabriskie

dan McCormick, 2001); wisatawan dari keluarga kecil bahkan tanpa anak

(childless family) (Fong dan Zhang, 2001) dan pergeseran preferensi

Kajian Wisata Alternatif | 16


wisatawan berdasarkan minat atas suatu produk wisata (Damanik, 2007).

Banyak dari mereka menghindari kawasan – kawasan yang mapan

atau tempat yang konsentrasi wisatawannya sangat tinggi, kemudian mencari

tempat yang menonjolkan keaslian otentisitas (authenticity) (Reisinger dan

Steiner, 2006; Olsen, 2002), orisinalitas (originality) dan keunikan

(uniqeness) lokal (Damanik, 2013).

Indonesia memiliki potensi keindahan dan kekayaan alam yang

bernilai tinggi dalam pasar industri wisata alam khususnya ekowisata.

Namun, menurut The Travel and Tourism Competitiveness Report 2009, daya

saing pariwisata Indonesia tercatat berada pada peringkat ke 81 dari 133

negara, posisi tersebut masih dibawah Malaysia (32), Singapura (10) dan

Thailand (39).

Kajian Gooroochurn dan Sugiyarto (2003) maupun Blank dan Chiesa

(2008) menunjukkan bahwa satu-satunya daya saing pariwisata Indonesia

adalah harga murah. Jadi, wisatawan mancanegara datang karena paket

perjalanan yang ditawarkan jauh lebih murah daripada paket yang sama di

negara tujuan wisata lainnya, bukan karena atraksi yang beragam (Damanik,

2013). Lebih lanjut Damanik (2013) menyatakan jika dilihat dari kepentingan

meraih devisa dan efek pengganda pariwisata yang besar, maka daya saing

pariwisata yang mengandalkan harga murah tidaklah strategis.

Beberapa ahli (Hassan, 2000; Gooroochurn dan Sugiyarto, 2003;

Kasali, 2003) berpendapat bahwa harga murah justru cenderung berdampak

pada aborsi pasar yang murah, yakni segmen pasar yang tingkat konsumsi

Kajian Wisata Alternatif | 17


wisatanya kecil. Hal itulah yang menyebabkan wisatawan backpackers

banyak yang datang ke Indonesia.

Nugroho (2011), menyatakan bahwa ekowisata jika tidak dikelola

dengan hati-hati akan berhadapan dengan potensi ekonomi yang merusak

dirinya sendiri. Beberapa bukti telah tampak didepan mata. Kerusakan aset-

aset lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity), polusi,

kemiskinan dan tersisihnya penduduk lokal. Lebih lanjut Nugroho (2011),

menyimpulkan akibat negatif tersebut merupakan resultan kelemahan

implementasi kebijakan pembangunan, cara berpikir yang mengutamakan

pendekatan pasar dan kapasitas ditingkat lokal yang belum memadai.

Ringkasnya, kebijakan pembangunan belum secara komprehensif memahami

prinsip-prinsip ekowisata.

Faktor eksternal (krisis ekonomi, politik, keamanan, hingga wabah

penyakit) juga memainkan pengaruh yang kuat terhadap keberlanjutan

pariwisata (Damanik, 2013). Data dari Center for Research on The

Epidemiology of Disaster (CRED) Tahun 2006, Indonesia termasuk sepuluh

besar negara paling sering terkena bencana dan berada diperingkat ke-3

setelah China dan Amerika Serikat.

Menurut Bryan (2005) dalam Fandeli dan Muhammad (2009),

bencana akibat proses alam (natural hazard) tidak dapat dipilih dalam waktu

dan ruang tertentu. Bencana alam dipertimbangkan apabila kejadian tersebut

mempengaruhi masyarakat yang rentan terhadap bahaya. Selanjutnya Noot

(2006) masih dalam Fandeli dan Muhammad (2009), menjelaskan bahwa

pandangan para ahli kebumian (geoscientist), sifat-sifat proses alam yang

Kajian Wisata Alternatif | 18


dapat menimbulkan bencana dapat berubah sepanjang waktu dan tidak ada

periode waktu tertentu yang dapat mewakili sifat alamiah tersebut.

Kajian Wisata Alternatif | 19


3. KARAKTERISTIK KAWASAN
TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI

Letak Geografis

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani terletak diantara

116°17’30” BT – 116°33’30” BT dan 8°17’30” LS – 8°33’00” LS. Secara

administratif berada dalam wilayah tiga (3) kabupaten yaitu Kabupaten

Lombok Utara, Lombok Tengah dan Lombok Timur serta memiliki luas

41.330 Ha.

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan daerah

bergunung-gunung dengan ketinggian beragam mulai dari 500 m dpl sampai

3.726 m dpl, sedangkan kelerengannya mulai dari sedang (15-25%), berat

(25-40%) dan berat sekali (lebih dari 40%). Daerah yang relatif landai

terdapat di bagian selatan dan timur laut.

Lembah sebelah barat Gunung Rinjani terdapat Danau Segara Anak

(2010 m dpl.), yang airnya berbau belerang dengan suhu yang berbeda dari

satu tempat dengan tempat lainnya, mulai dari yang berair dingin, sedang

hangat, sampai berair panas. Di bagian tengah Danau Segara Anak tersebut

muncul anakan gunung aktif yang disebut Gunung Baru Jari (2376 m dpl).

Puncak Gunung Rinjani memiliki ketinggian 3726 m dpl.

Akses darat menuju Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani tiap

wilayah kerja resort sudah cukup baik, terutama bagian timur karena sebagian

kawasan berbatasan langsung dengan pemukiman atau lahan milik

masyarakat, sedangkan bagian barat-utara merupakan batas fungsi.

Akses dapat dicapai dari wilayah Kabupaten Lombok Utara, Lombok

Tengah maupun Lombok Timur melewati tempat-tempat sebagai berikut :

Kajian Wisata Alternatif | 20


1. Bandara BIL – Kota Mataram – Tanjung – Santong (wilayah kerja Resort

Santong)

2. Bandara BIL – Kota Mataram – Tanjung – Anyar (wilayah kerja Resort

Anyar)

3. Bandara BIL – Kota Mataram – Tanjung – Senaru (wilayah kerja Resort

Senaru)

4. Bandara BIL – Kota Mataram – Teratak – Aik Berik (wilayah kerja

Resort Steling)

5. Bandara BIL – Praya – Kopang – Praubanyar – Joben (wilayah kerja

Resort Joben)

6. Bandara BIL – Praya – Kopang – Aikmel (wilayah kerja Resort Aikmel)

7. Bandara BIL – Praya – Kopang – Aikmel – Sembalun (wilayah kerja

Resort Sembalun).

Potensi Flora dan Fauna

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani termasuk salah satu

perwakilan ekosistem peralihan antara Asia dan Australia dalam garis

Wallace. Kawasan ini merupakan bagian dari hutan hujan tropis di Provinsi

Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem dan vegetasi

yang cukup lengkap dari hutan tropis dataran rendah (semi-evergreen) sampai

hutan hujan tropis pegunungan (1500–2000m dpl) yang masih utuh dan

berbentuk hutan primer, hutan cemara dan vegetasi sub alpin (> 2.000m dpl).

Vegetasi pohon penyusun berdasarkan ketinggian dibawah 1000 m

dpl seperti beringin (Ficus benyamina), jelateng (Laportea stimulan), jambu-

jambuan (Syzygium sp), pala hutan (Myritica fatna), buni hutan (Antdesma

Kajian Wisata Alternatif | 21


sp), bajur (Pterospermum javanicum), randu hutan (Gossampinus

heptophylla), terep (Artocarpus elastica), Melastoma spp, pandan (Pandanus

tectorius), keruing gunung (Dipterocrapus retusus), salam (Syzygium

polyantha), klokos (Syzygium sp), rajumas (Duabanga moluccana).

Vegetasi pohon penyusun berdasarkan ketinggian antara 1000-2000 m

seperti kayu jakut (Syzygium sp), Melastoma spp, menang/garu (Dysoxylum

sp), sentul (Aglaia sp), deduren (Aglaia argentea), pandan (Pandanus

tectorius), glagah (Saccharum spontaneum), rotan besar (Daemonorops sp),

bak-bakan (Engelhardia spicata). Di kawasan Senaru terdapat kelompok

dominan vegetasi dan diberi nama sesuai dominan pohon penyusunnya yaitu

zonasi bak-bakan di ketinggian sekitar 1500m dpl.

Pada ketinggian 2000 m dpl vegetasi pohon penyusun semakin

berkurang jumlah spesiesnya. Vegetasi penyusun dominan seperti bak-bakan

(Engelhardia spicata), melela (Podocarpus vaccinium), Jambu-jambuan

(Syzygium sp) dan cemara gunung (Casuarina jughuhniana). Pada ketinggian

di atas 2000 m dpl pada area-area tertentu merupakan area tanpa tutupan

vegetasi pohon, diisi oleh vegetasi semak dominan edelweiss (Anaphalis

viscida dan Anaphalis javanica).

Kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan perlindungan

bagi keanekaragaman hayati yaitu mamalia 19 spesies, reptil 8 spesies,

amphibi 8 spesies, burung 160 spesies, kupu-kupu 25 spesies, pohon 447

spesies, paku-pakuan 59 spesies, jamur 117 spesies, anggrek 80 spesies, liana

28 spesies, rotan 6 spesies, tanaman obat 153 spesies.

Beberapa spesies diantaranya merupakan spesies dengan status

Kajian Wisata Alternatif | 22


perlindungan khusus yaitu status perlindungan menurut Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.

20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa

yang Dilindungi; kemudian Daftar Merah IUCN (IUNC Redlist), Apendiks

CITES, spesies prioritas nasional, tingkat endemisitas, keunikan/ kekhasan

serta potensi pengembangan budidaya.

Celepuk Rinjani (Otus jolandae; formerly Otus magicus) dan elang

Flores (Nisaetus floris; formerly Spizaetus floris) merupakan satwa prioritas

nasional sebagai bagian dari Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah

Prioritas berdasarkan SK. Direktur Jenderal KSDAE No. 180/IV-KKH/2015

tanggal 30 Juni 2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam

Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10 persen pada tahun

2015-2019, kemudian Surat Direktur Konservasi keanekaragaman Hayati No.

S.574/KKH-2/2015 tanggal 7 Agustus 2015.

Sosial Budaya Desa Penyangga

Desa penyangga disekitar kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani

berjumlah 37 desa yang tersebar di 12 kecamatan dan 3 kabupaten. Jumlah

penduduk keseluruhan desa penyangga Taman Nasional Gunung Rinjani

191.568 jiwa.

Desa Pengadangan di Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok

Timur merupakan desa berpenduduk terbesar dengan 9.608 jiwa sedangkan

Desa Kembang Kuning di Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur

berpenduduk terkecil dengan 1.457 jiwa (BPS, 2017).

Kajian Wisata Alternatif | 23


Tabel 2. Karakteristik Desa Penyangga
Resort Senaru Seksi Pengelolaan Wilayah I Lombok Utara
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Senaru 152,02  Desa Wisata trekking Masyarakat Adat Senaru (Lembaga
 Memanfaatkan mata air adat, rumah adat, pranata adat dan
Lokoq Prabu. hutan adat masih eksis).
2. Bayan 181,35 -  Mayoritas penduduk bertani
disawah. Persawahan terluas
sekecamatan 1.095 ha.
 Kultur masyarakat adat masih
sangat kuat (Lembaga adat, rumah
adat, pranata adat dan hutan adat
masih eksis). Merupakan
peninggalan kerajaan agung Bayan.
 Memiliki Masjid Kuno Bayan yang
merupakan peninggalan aliran
Wetu Telu.
3. Loloan 95,04  Jalur trekking budaya Masyarakat Adat Loloan persekutuan
(belum resmi dibuka untuk dengan Desa Bayan (Lembaga adat,
umum) pranata adat dan hutan adat masih
 Memanfaatkan mata air eksis).
Birisan Nangka.
 Pemungutan HHBK (madu,
kemiri, kayu bakar).
4. Sambik Elen 115,06  Akses jalur trekking Desa Masyarakat adat Batu Santek dan
Loloan dan air terjun Barung Birak. (Lembaga adat, rumah
Mangku Sakti. adat, pranata adat dan hutan adat
 Memanfaatkan mata air masih eksis).
Birisan Nangka.
 Pemungutan HHBK
(porang).
 Perburuan burung
 Merupakan Desa Binaan
(prioritas pemberdayaan).
Resort Setiling Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Lantan 119,52 - Masyarakat petani.
2. Aik Berik 182,99 Jalur trekking resmi Masyarakat petani.
3. Setiling 175,62 - Masyarakat petani.
4. Aik Bual 406,38 Konflik sosial berupa Masyarakat petani.
perambahan di kawasan
Taman Nasional Gunung
Rinjani.
Resort Joben Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Jenggik Utara 926 - Masyarakat petani.
2. Perian 1.543 Pemungutan HHBK (pakis Masyarakat petani.
dan rumput)
3. Pesanggrahan 1.200  IUPSWA PT. Joben Masyarakat petani.
Evergreen : pemandian
umum;
 Pemungutan HHBK (pakis
dan rumput)
4. Pringgajurang 1.428 - Masyarakat petani.
5. Tetebatu 226,94  Desa wisata Masyarakat petani.
 Pemungutan HHBK (pakis

Kajian Wisata Alternatif | 24


dan rumput)
6. Tetebatu 2.226,94 - Masyarakat petani.
Selatan
Resort Kembang Kuning Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Jeruk Manis 74,98  Desa wisata Air Terjun Masyarakat petani.
 Memanfaatkan mata air
Pancor Suni, Jelateng dan
Sandero.
2. Jurit Baru 274,65 - Masyarakat petani.
3. Pengadangan 107,58 - Masyarakat petani.
4. Pengadangan 699,80 - Masyarakat petani.
Baru
5. Timbanuh 270,16  Wisata Trekking Masyarakat petani.
 Memanfaatkan mata air
Mayung Polak.
Resort Aikmel Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Lenek Duren 108 Merupakan desa binaan Masyarakat petani.
prioritas pemberdayaan.
2. Toya 222 Pemungutan HHBK rotan Masyarakat petani.
3. Aik Prapa 125 - Masyarakat petani.
4. Beriri jarak 474 - Masyarakat petani.
5. Bebidas 3247 Kasus perambahan terbesar (± Masyarakat petani.
300 ha) terhadap kawasan
yang dilakukan masyarakat
Dusun Jurang Koak, Borne
dan Erot.
6. Sapit 214,83 Wisata Pemandian air panas Masyarakat petani.
sebau
Resort Sembalun Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur
No. Nama Desa Kepadatan Interaksi terhadap kawasan Karakteristik Sosial Budaya
penduduk
(jiwa/km2)
1. Sembalun 104 - Masyarakat petani.
Bumbung
2. Sembalun 84 Klaim kawasan Taman Masyarakat petani.
Lawang Nasional Gunung Rinjani
sebagai Hutan Adat oleh
oknum masyarakat.
3. Sembalun 45 - Masyarakat petani.
Timba Gading
4. Sajang 167 Jalur wisata air terjun Masyarakat petani.
Mangku Sakti.
Sumber : Hasil olahan data kajian (2018).

Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani

Sebuah penghargaan kelas internasional, World Legacy Award

kategori Destination Stewardship pernah diraih oleh Taman Nasional Gunung

Rinjani. Penghargaan tersebut diberikan oleh Conservation International dan

Kajian Wisata Alternatif | 25


National Geographic Society di markas besar National Geographic Society di

Washington DC, Amerika Serikat pada tanggal 8 Juni tahun 2004.

Taman Nasional Gunung Rinjani dinilai memberikan sumbangan

nyata dalam mempromosikan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan terkait

konservasi alam, manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal dan penghargaan

keanekaragaman budaya. Implementasinya berupa bentuk pengelolaan

trekking partisipatif dan kolaboratif dalam wadah Badan Pembina Trekking

Rinjani (RTMB) untuk pengembangan ekowisata berbasis budaya sasak.

Sepuluh tahun berlalu setelah penghargaan tersebut, RTMB sebagai

wadah pengelolaan kolaborasi dibubarkan pada tahun 2014. Salah satu hal

dikarenakan belum adanya regulasi di kehutanan mengenai penarikan

conservation fee.

Penyelenggaraan ekowisata di Gunung Rinjani yang bermanfaat bagi

masyarakat lokal salah satunya adalah penggunaan jasa pemandu gunung dan

porter. Saat ini pelibatan masyarakat menjadi pemandu gunung legal

mencapai 449 orang dan porter 1.157 orang. Jumlah TO yang memiliki Ijin

Usaha Penyediaan Jasa pariwisata alam (IUPJWA) sebanyak 90 orang.

Pengembangan Pariwisata Alam di kawasan Taman Nasional Gunung

Rinjani berupa trekking ke Gunung Rinjani dan ODTWA air terjun di lingkar

kawasan. Trekking ke Gunung Rinjani dapat dilalui melalui jalur di Desa

Senaru, Sembalun, Timbanuh dan Aik Berik. Air Terjun yang telah resmi

dibuka adalah Air Terjun Jeruk Manis di Kembang Kuning dan Mangku Sakti

melalui Desa Sajang. ODTWA yang lain adalah komplek pemandian dan

Kajian Wisata Alternatif | 26


kolam renang di Joben, softtrekking Gunung Kukus dan pemandian air panas

Sebau.

Grafik 1. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Taman Nasional Gunung Rinjani Tahun 22012-2017.

Pertumbuhan rata-rata
rata kunjungan wisatawan nusantara ke Taman

Nasional Gunung Rinjani dalam rentang waktu 2012-2017


2012 2017 mengalami

kenaikan 48,6 % per tahun sedangkan wisatawan mancanegara 30,5 % per

tahun.

Trekking ke Gunung Rinjani merupakan wisata minat khusus yang

paling banyak diminati wisatawan nusantara dan mancanegara. Seiring

dengann pengembangan pariwisata alam, lahirlah kompleksitas permasalahan.

Bonita (2010) menyatakan dampak ekowisata di Taman Nasional Gunung

Rinjani terhadap flora pada areal yang ramai dikunjungi wisatawan antara

lain berubahnya komposisi


komposisi jenis vegetasi, menurunnya persentase tumbuhan

bawah, meningkatnya jumlah vegetasi yang rebah, patah dan mati karena

injakan antara lokasi kontrol dan lokasi yang ramai dikunjungi oleh

wisatawan. Sedangkan bentuk dampak terhadap fauna (burung, mam


mamalia dan

reptilian) menurunnya jumlah individu dan jumlah spes


spesies yang dapat

dijumpai pada lokasi yang ramai dikunjungi wisatawan.

Kajian Wisata Alternatif | 27


Dampak lain, penebangan kayu untuk memasak bagi wisatawan,

sampah dan longsor di jalur trekking (Rai, 2010 dalam Sadikin dkk, 2017).

Selain itu, Survey Komunitas Sapu Gunung Indonesia mengungkapkan rata-

rata sampah yang dibawa oleh wisatawan ke Taman Nasional Gunung Rinjani

sebanyak 160,24 ton/ tahun atau tiga kilogram/orang (Purnomo, 2016).

Menjawab berbagai permasalahan pariwisata diatas dan berdasarkan

arahan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem,

Taman Nasional Gunung Rinjani ditetapkan menjadi Role Model Pengelolaan

Pendakian di Kawasan Konservasi. Role Model pendakian merupakan sebuah

kontrak kerja yang akan menjadi percontohan pelaksanaan pendakian gunung

di Indonesia. Indikator kegiatan Role Model antara lain :

1. Booking Online System

2. Penerapan kuota pendakian

3. Penanganan sampah secara tepadu

4. Toilet dijalur pendakian yang memadai

5. SOP Pendakian dan Evakuasi

6. Sistem monitoring pengunjung real time

7. Penerapan IUPJWA dan Pemandu gunung terlatih

Deskripsi Zonasi

Zonasi kawasan konservasi adalah suatu proses untuk mengatur

alokasi ruang dalam sebuah kawasan konservasi menjadi zona-zona

pengelolaan sesuai peruntukannya. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.

56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional dikenal tujuh buah

Kajian Wisata Alternatif | 28


zona pengelolaan, yaitu : 1) Zona Inti; 2) Zona Rimba; 3) Zona Pemanfaatan;

4) Zona Tradisional; 5) Zona Rehabilitasi; 6) Zona Religi, budaya dan

Sejarah; dan 7) Zona Khusus.

Zona inti di Taman Nasional Gunung Rinjani berupa zona inti darat

dan zona inti danau dengan luas 16.865,98 Ha atau sekitar 40,81% dari luas

kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Zona inti darat terletak di

8°19'49.31"S, 116°20'37.27"E dan 8°29'24.87"S, 116°30'16.20"E dengan

luasan sekitar 15.958,85 Ha atau sekitar 38,61% dari luas kawasan Taman

Nasional Gunung Rinjani. Zona ini terdiri dari beberapa tipe ekosistem yang

beragam dari ketinggian tempat 700-3700m dpl yaitu ekosistem sub montana

(di bawah ketinggian 1500m dpl), montana (di atas ketinggian 1500m dpl),

savana, sub alpin (ketinggian 1500-2500 m dpl), dan kawah termasuk

didalamnya Gunung Baru Jari (2.229m dpl). Zona inti danau terletak di

8°23'32.58"S, 116°23'16.99"E dan 8°25'54.52"S, 116°25'48.07"E dengan luas

sekitar 907,12 Ha atau sekitar 2,19% dari luas kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani. Zona inti memiliki variasi kemiringan 10 % s/d 45 %. Curah

Hujan di zona cukup tinggi antara 2.200 s/d 3.800 mm/tahun. Suhu antara 4

C s/d 26  C.

Zona rimba di Taman Nasional Gunung Rinjani mempunyai luas

11.676,53 Ha atau sekitar 28,25% dari luas kawasan Taman Nasional Gunung

Rinjani. Zona rimba terletak di 8°19'47.33"S, 116°18'51.55"E dan

8°29'28.11"S, 116°30'13.44"E. Variasi kemiringan 10 % s/d 40 %, Curah

Hujan 1.400 s/d 2.000 mm/tahun. Zona rimba menjadi bumper zona inti pada

areal pemanfaatan sekitar tepi danau dengan lebar 50m, pada beberapa jalur

Kajian Wisata Alternatif | 29


pendakian yaitu jalur Senaru, Sembalun, Timbanuh, Torean, Aikberik dan

Puncak Gunung Rinjani. Zona rimba menjadi bumper pada area pemanfaatan

sekitar camping ground selebar 500m, pada area sekitar puncak dan Propok

Sembalun (pemanfaatan geothermal) selebar 300m. Dari aspek ekologis,

karakteristik ekosistem pada zona rimba hampir sama dengan karakteristik

ekosistem pada zona inti. Zona rimba di Taman Nasional Gunung Rinjani

masih mempunyai kondisi alam yang relatif asli, utuh dan belum ada campur

tangan manusia sama dengan kondisi Zona inti. Faktor yang membedakan

bahwa zona rimba memiliki tingkat kerawanan fisiknya sedang dan tingkat

sensitifitasnya terhadap gangguan sedang dibanding zona inti yang memiliki

tingkat kerawanan fisiknya tinggi dan tingkat sensitifitasnya terhadap

gangguan tinggi.

Zona pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani mempunyai luas

sekitar 10.266,09 Ha atau sekitar 24,84% dari luas kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani. Zona pemanfaatan terletak di 8° 18’18”S, 116°21’30“E dan

8°32’ 19”S, 116°34’15“E. Ketinggian tempat antara 500-3726m dpl dengan

tipe ekosistem ekosistem montana, submontana, dan savana. Variasi

kemiringan 10 % s/d 45 %, Curah Hujan di zona ini dengan rata – rata curah

hujan antara 2.200 s/d 3.400 mm/tahun. Suhu antara 18 C s/d 31 C.

Zona pemanfaatan tersebar di bagian terluar kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani dari sisi utara ke selatan yaitu di sebagian wilayah kerja

Resort Senaru (jalur pendakian) dan Anyar Seksi Pengelolaan Wilayah I

Lombok Utara; sebagian Sajang dan Sembalun wilayah kerja Resort

Sembalun (jalur pendakian), sebagian Pesugulan wilayah kerja Resort

Kajian Wisata Alternatif | 30


Aikmel, sebagian wilayah kerja Resort Kembang Kuning dan Joben serta

sebagian di Gunung Kondo wilayah kerja Resort Steling Seksi Pengelolaan

Wilayah II Lombok Timur. Zona pemanfaatan terutama diperuntukkan

sebagai wisata, pemanfaatan air dan jasa lingkungan.

Zona tradisional di Taman Nasional Gunung Rinjani mempunyai luas

sekitar 1,408.69 Ha atau sekitar 3,41% dari luasan kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani. Zona tradisional di Taman Nasional Gunung Rinjani terletak

di 8° 18’18”S, 116°21’30“E dan 8°32’ 19”S, 116°34’15“E dengan sebaran

area yaitu sebagian Santong wilayah kerja Resort Santong, sebagian Senaru

dan sebagian Torean wilayah kerja Resort Senaru, Seksi Pengelolaan Wilayah

I Lombok Utara; sebagian Aikmel wilayah kerja Resort Aikmel, sebagian

Timbanuh wilayah kerja Resort Kembang Kuning dan sebagian Joben

wilayah kerja Resort Joben Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur.

Pada area tersebut terdapat sumberdaya hutan bukan kayu yang telah

dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Zona rehabilitasi Taman Nasional Gunung Rinjani mempunyai luas

sekitar 1.008,74 Ha atau sekitar 2,44% dari luas kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani. Zona rehabilitasi Taman Nasional Gunung Rinjani berlokasi

di 8°30'4.33"S, 116°21'36.68"E dan 8°29'22.26"S, 116°32'34.34"E yaitu

sebagian Aikberik wilayah kerja Resort Steling dan sebagian Aikmel wilayah

kerja Resort Aikmel Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur.

Zona religi Taman Nasional Gunung Rinjani mempunyai luas sekitar

39,77 Ha atau sekitar 0,10% dari luas kawasan Taman Nasional Gunung

Kajian Wisata Alternatif | 31


Rinjani. Zona religi Taman Nasional Gunung Rinjani berlokasi di

8°19'31.01"S 116°18'36.80"E dan 8°19'36.08"S 116°19'4.48"E yaitu sebagian

Santong wilayah kerja Resort Santong Seksi Pengelolaan Wilayah I Lombok

Utara.

Zona khusus di Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki luas sekitar

64,20 Ha atau sekitar 0,16% dari luasan kawasan Taman Nasional Gunung

Rinjani. Zona khusus berlokasi di sebagian Sajang wilayah kerja Resort

Sembalun Seksi Pengelolaan Wilayah II Lombok Timur. Letak geografis

zona khusus ini pada area 8°19'12.96"S 116°29'27.29"E dan 8°20'1.35"S

116°29'52.24"E.

Kajian Wisata Alternatif | 32


4. METODE

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran Kajian Wisata Alternatif dikembangkan

berdasarkan kondisi situasi pariwisata alam di kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani paska gempa bumi Lombok. Tahapan kajian ini mengikuti

kaidah pengembangan pariwisata alam, antara lain Inventarisasi ODTWA,

penilaian kelayakan ODTWA menggunakan Pedoman Analisis Daerah

Operasional Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA), Departemen

Kehutanan (2003) serta analisis strategi pengembangan ODTWA

menggunakan metode SWOT.

Penutupan pendakian Gunung Rinjani disebabkan


jalur pendakian tertutup longsoran tanah skala masif Latar belakang
dampak gempa bumi berkekuatan 6 magnitude pada
Tanggal 29 Juli 2018.

 Potensi ODTWA yang dapat dikembangkan


menjadi wisata alternatif ?
 Bagaimana strategi pengembangan wisata Rumusan permasalahan
altenatif?

 Menginventarisasi dan menilai potensi ODTWA ADO-ODTWA


untuk dikembangkan menjadi wisata alternatif
 Merumuskan strategi pengembangan wisata
altenatif Analisis SWOT

Strategi dan Rekomendasi Pengembangan


Wisata Alternatif

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Kajian Wisata Alternatif | 33


Lokasi dan Waktu Kajian

Tahapan pelaksanaan kajian wisata alternatif disusun dalam Rencana

Kerja DIPA BTNGR Tahun 2018. Lokasi kajian wisata alternatif

dilaksanakan di Resort Senaru, Sembalun, Aikmel, Kembang Kuning, Joben

dan Aik Berik. Pelaksana kajian sebanyak 5 (lima) tim dengan jumlah

personil tiap tim 4 (empat) orang. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai

berikut :

Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan Kajian


No. Kegiatan Metode Output Waktu
1. Rapat FGD Inventarisasi potensi 26 Oktober
Persiapan ODTWA ditiap Resort 2018
2. Pelaksanaan Observasi Penilaian ODTWA 31 Oktober-4
lapangan menggunakan November 2018
Pedoman ADO-
ODTWA
3. Rapat FGD dan Analisis Perumusan strategi 28-30
Pembahasan SWOT pengembangan November 2018

Metode Pengumpulan Data

Data kajian ini dikumpulkan melalui beberapa instrumen

pengumpulan data berupa focus group discussion (FGD), observasi lapangan,

wawancara dengan masyarakat sekitar dan tinjauan pustaka.

Penilaian ODTWA menggunakan metode skoring yang berpedoman

pada pedoman Analisis Daerah Operasi - Objek Daya Tarik Wisata Alam

(ADO-ODTWA) dan kriteria penilaian dan pengembangan Objek Daya Tarik

Wisata Alam (ODTWA) Ditjen PHKA tahun 2003.

Data yang kumpulkan mengacu pada pedoman Penilaian Obyek dan

Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Ditjen PHKA 2003 meliputi kriteria

penilaian daya tarik obyek wisata alam, potensi pasar, penilaian kadar

hubungan/aksesibilitas, kondisi sekitar kawasan, penilaian iklim, penilaian

Kajian Wisata Alternatif | 34


akomodasi, penilaian sarana prasarana penunjang, penilaian ketersediaan air

bersih, hubungan dengan obyek wisata disekitarnya, penilaian keamanan dan

daya dukung kawasan.

Penggunakan 11 (sebelas) kriteria dari 15 (lima belas) kriteria yang

ada didalam Pedoman ADO-ODTWA berdasarkan kegunaan (kebutuhan

data) dan menyesuaikan kondisi dilapangan. Sebagai contoh kriteria

pengaturan pengunjung tidak digunakan dalam kajian karena ODTWA saat

ini belum dibuka secara resmi untuk umum sehingga belum ada data

pengunjung.

Pengambilan data dan penilaian dilaksanakan oleh tim pelaksana

melalui pengamatan dan penilaian langsung, wawancara terbuka dengan

masyarakat sekitar/tokoh masyarakat dan data dari instansi terkait.

Perhitungan untuk masing-masing kriteria tersebut menggunakan

tabulasi dimana angka-angka diperoleh dari hasil penilaian yang nilai

bobotnya berpedoman pada pedoman penilaian ODTWA Ditjen PHKA tahun

2003, dari tiap-tiap kriteria penilaian dikalikan dengan nilai bobot dari

masing-masing kriteria penilaian dengan rumus: S = N x B (Keterangan : S =

skor/nilai suatu kriteria; N = jumlah nilai-nilai unsur pada krieria; B = bobot

nilai). Kemudian hasil dari nilai yang telah didapat dibandingkan lagi dengan

nilai klasifikasi pengembangan dari masing-masing kriteria penilaian, setelah

itu skor/nilai masing-masing kriteria dijumlahkan untuk mendapatkan skor

total penilaian obyek wisata yang digunakan untuk menentukan

klasifikasi/hasil akhir penilaian obyek wisata (Daerah layak /belum

layak/tidak dikembangkan).

Kajian Wisata Alternatif | 35


Analisis Strategi Pengembangan ODTWA

Hasil penilaian ODTWA dianalisis dengan mengidentifikasi faktor

strategi eksternal (EFAS) dalam kerangka peluang dan ancaman serta faktor

strategi internal (IFAS) dalam kerangka kekuatan dan kelemahan dengan

mengadopsi pendekatan Rangkuti (1997).

Tabel 4. Analisis EFAS


Faktor Strategi Eksternal Bobot (B) Rating (R) BxR
Tentukan 5 – 10 faktor peluang Nilai skala 1 s/d 4
1 : poor
4 : outstanding
Total 1,00
Tentukan 5 – 10 faktor ancaman. Nilai skala -1 s/d-4
-1 : easy
-4 : hard
Total 1,00

Tabel 5. Analisis IFAS


Faktor Strategi Internal Bobot (B) Rating (R) BxR
Tentukan 5 – 10 faktor kekuatan Nilai skala 1 s/d 4
1 : poor
4 : outstanding
Total 1,00
Tentukan 5 – 10 faktor kelemahan. Nilai skala -1 s/d-4
-1 : easy
-4 : hard
Total 1,00

Pendekatan kuantitatif diperlukan untuk menentukan posisi dalam

diagram analisis. Posisi diagram analisis dapat diketahui dengan

menjumlahkan EFAS dan IFAS. Kuadran dalam diagram analisis berguna

untuk menentukan strategi prioritas pengembangan ODTWA.

Kajian Wisata Alternatif | 36


PELUANG

Kuadran 3 Kuadran 1
Strategi Turn- Strategi Agresif
around

KELEMAHAN KEKUATAN

Kuadran 4 Kuadran 2
Strategi Defensif Strategi
Diversifikasi

ANCAMAN

Gambar 2. Diagram analisis SWOT

Kuadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan. ODTWA

memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang

ada. Strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan yang agresif

(growth oriented strategy).

Kuadran 2 meskipun menghadapi ancaman, ODTWA ini masih

memiliki kekuatan internal. Strategi yang diterapkan adalah menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi

diversifikasi produk/pasar.

Kuadran 3, ODTWA menghadapi peluang pasar yang besar tetapi

dilain pihak ada beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi adalah

meminimalkan masalah-masalah internal sehingga dapat merebut peluang

pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan.

ODTWA tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Kajian Wisata Alternatif | 37


5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Inventarisasi dan Penilaian ODTWA

Hasil inventarisasi yang dilaksanakan oleh tim pelaksana

merekomendasikan 9 (sembilan) ODTWA didalam kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani yang menjadi lokasi kajian. Jenis ODTWA cukup beragam

diantaranya wisata pendakian gunung, wisata perbukitan, wisata tirta berupa

wisata air terjun, telaga dan aliran sungai. Hasil inventarisasi dan penilaian

kelayakan ODTWA adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Inventarisasi dan Penilaian ODTWA.


No. ODTWA Skor Klasifikasi Resort Kabupaten

1. Jalur Gunung Kukus- 5.690 Daerah Layak Kembang Lombok Timur


Air Terjun Mayung Dikembangkan Kuning
Polak
2. Kawasan Hutan 5.670 Daerah Layak di Joben Lombok Timur
Perian Kembangkan
a. Telaga Biru
b. Aliran Sungai
Tereng Wilis
3. Jalur Gunung Kukus- 5.535 Daerah Layak Kembang Lombok Timur
Air Terjun Jeruk Dikembangkan Kuning
Manis
4. Kawasan hutan 5.515 Daerah Layak di Joben Lombok Timur
Tetebatu Kembangkan
a. Pendakian ke
Gunung Kondo
b. Bendungan Ulem-
ulem
c. Monkey forest
5. Air Terjun Mangku 5.365 Senaru/ Lombok Utara/
Daerah Layak
Sakti via Desa Sembalun Lombok Timur
Dikembangkan
Sambik Elen
6. Jalur Pendakian 5.357,5 Daerah Layak di Setiling Lombok Tengah
Aikberik Kembangkan
7. Sabana Propok 4.750 Daerah Belum Aikmel Lombok Timur
Layak
Dikembangkan
8. Bukit Telaga 4.655 Daerah Belum Sembalun Lombok Timur
Layak
Dikembangkan
9. Bukit Stampol 3599,6 Daerah Tidak Senaru Lombok Utara
Layak
Dikembangkan
Keterangan :
Standar Penilaian ODTWA berdasarkan Pedoman ADO-ODTWA PHKA (2003).

Kajian Wisata Alternatif | 38


Skor Standar Penilaian Klasifikasi
≥5345-6970 Daerah Layak di Kembangkan
(prioritas dikembangkan)
≥3720-5345 Daerah Belum Layak Dikembangkan
(daerah yang memiliki potensi namun memiliki hambatan dan kendala
untuk dikembangkan. Dapat dikembangkan dengan persyaratan-
persyaratan tertentu yang memerlukan pembinaan lebih lanjut).
2095-3720 Daerah Tidak Layak Dikembangkan
(daerah yang tidak dapat dikembangkan)

Berdasarkan hasil penilaian 9 (sembilan) lokasi ODTWA diatas dapat

dinyatakan bahwa sebanyak 6 (enam) ODTWA layak dikembangkan, 2 (dua)

ODTWA belum layak dikembangkan dan 1 (satu) ODTWA tidak layak

dikembangkan menjadi ODTWA alternatif. Dalam ADO-ODTWA PHKA

(2003), menjelaskan bahwa ODTWA kategori belum layak dikembangkan

merupakan ODTWA yang memiliki potensi dapat dikembangkan dengan

persyaratan-persyaratan tertentu dan memerlukan pembinaan lebih lanjut.

Sebanyak 7 (tujuh) dari 8 (delapan) ODTWA yang layak/belum layak

dikembangkan menjadi obyek wisata alternatif terletak dilingkar Gunung

Rinjani. Sebagian besar ODTWA tersebut menawarkan wisata tirta berupa air

terjun dan telaga. Air Terjun tersebut antara lain Air Terjun Mayung Polak,

Jeruk Manis, Tereng Wilis dan Mangku Sakti dan Telaga Biru. Sedangkan

jenis wisata lainnya yang berupa wisata minat khusus trekking berada dijalur

Pendakian Aikberik, Gunung Kukus, Gunung Kondo dan Sabana Propok.

Wisata olahraga minat khusus paralayang berada di Bukit Telaga.

Secara administratif, ada 6 (enam) ODTWA yang terletak di

Kabupaten Lombok Timur, 1 (satu) di Kabupeten Lombok Tengah dan 1

(satu) perbatasan Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur.

Kajian Wisata Alternatif | 39


Strategi Pengembangan ODTWA

Jalur Gunung Kukus – Air Terjun Mayung Polak

Jalur Gunung Kukus – Air Terjun Mayung Polak di Resort Kembang

Kuning merupakan ODTWA dengan skor penilaian tertinggi. Keindahan

alam dan variasi pandangan dalam obyek dapat ditemui di ODTWA ini.

Kombinasi paket trekking dan air terjun menjadi atraksi alam unggulan yang

dapat menarik wisatawan.

Gambar 3. Pemandangan Gunung Kukus. Gambar 4. Air Terjun Mayung Polak.


(Foto : BTNGR 2018). (Foto : BTNGR 2018).

Secara visual Air Terjun Mayung Polak memiliki keunikan berupa

susunan batuan warna hitam mengkilat hasil proses


ses vulkanik Gunung Rinjani

dengan dinding
inding tebing air terjun yang tinggi. Air Terjun Mayung Polak

merupakan aliran Sungai Belimbing yang hulunya berada


ada dibawah Gunung

Kondo (Lombok Tengah).

Sungai Belimbing
Belimbi mengalir sepanjang tahun dan dimanfaatkan untuk

air bersih masyarakat Desa Jurit Baru, Desa Pengadangan Barat, Desa

Timbanuh dan Desa Pengadangan.

Kajian Wisata Alternatif | 40


Tabel 7. EFAS. Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak
PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
Gunung Kukus sebagai obyek wisata baru
softtrekking, camping dan wisata minat
khusus di komplek wisata kembang kuning 0,3 2 0,6

Dukungan pemerintah daerah dan


masyarakat sekitar 0,3 1 0,3

Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,2 3 0,6

Perkembangan KEK Mandalika 0,2 4 0,8

Total 1 10 2,3

ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR


Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak
sejenis didaerah Joben, Aikberik dan
Sembalun. 0,1 -1 -0,1
Kebakaran hutan yang kerap terjadi tiap
tahun 0,3 -2 -0,6
kerusakan terhadap flora fauna disepanjang
jalur trekking
0,2 -2 -0,4
Pulau Lombok merupakan daerah rawan
gempa 0,2 -2 -0,4
Akumulasi sampah pengunjung
0,2 -1 -0,2
Total 1 -8 -1,7
Hasil EFAS 0,6

Tabel 8. IFAS. Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Variasi ODTWA trekking dan air tejun 0,1 2 0,2
ODTWA prioritas untuk dikembangkan
dalam Masterplan pengembangan pariwisata
Taman Nasional Gunung Rinjani 0,1 4 0,8
Sudah ada Desain Tapak 0,1 2 0,2
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 2 0,2
Potensi anggaran BTNGR untuk
pengembangan wisata 0,1 3 0,3
Akses jalan darat menuju ODTWA baik 0,2 3 0,6
Akomodasi tersedia didesa sekitar 0,15 2 0,3
Ketersediaan air melimpah 0,15 3 0,45
Total 1 20 2,65
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
keterbatasan personil Taman Nasional
Gunung Rinjani baik kuantitas dan kualitas 0,1 -2 -0,2
sarana prasarana
0,3 -3 -0,9
Pemahaman masyarakat mengenai 0,2 -2 -0,4

Kajian Wisata Alternatif | 41


ekowisata
keamanan dan kenyamanan jalur 0,1 -2 -0,2
area berkemah masih terbatas di puncak
Gunung Kukus 0,1 -2 -0,2
tata kelola sampah 0,2 -3 -0,6
Total 1 -14 -2,5
Hasil IFAS 0,15

Hasil perhitungan EFAS ODTWA Gunung Kukus – Air Terjun

Mayung Polak sebesar 0,6 sedangkan IFAS 0,15. Nilai EFAS dan IFAS

berada pada sumbu positif menunjukkan ODTWA Gunung Kukus – Air

Terjun Mayung Polak memiliki peluang untuk dikembangkan dan didukung

kekuatan internal ODTWA tersebut.

Predikat geopark dan cagar biosfer serta percepatan pembangunan

KEK Mandalika merupakan peluang untuk menarik wisatawan mancanegara.

Mengingat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, rata-rata kunjungan

wisatawan mancanegara ke kawasan Kembang Kuning hanya sebanyak 377

orang/tahun. Jumlah tersebut masih terpaut jauh bila dibandingkan dengan

wisatawan nusantara yang dapat mencapai 9.026 orang/tahun.

Sebagai ODTWA baru, Gunung Kukus juga masih belum banyak

dikunjungi wisatawan. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir wisatawan

nusantara yang datang hanya sebanyak 155 orang sedangkan wisatawan

mancanegara 2 orang.

Ancaman yang perlu diperhatikan adalah potensi kebakaran hutan

yang hampir tiap tahun terjadi di wilayah Kembang Kuning. Selain itu sisi

kelemahan yang harus segera dibenahi adalah penambahan sarana prasarana

dan antisipasi penumpukan sampah.

Kajian Wisata Alternatif | 42


Kekuatan berada pada sisi kebijakan dimana ODTWA ini merupakan

prioritas Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani

Tahun 2019-2024 serta adanya dukungan pendanaan dari anggaran BTNGR.

Sudah adanya Desain Tapak Gunung Kukus tahun 2017 dapat dijadikan

landasan pengembangan pariwisata alam baik dari sisi kebijakan, ekologi dan

pertimbangan teknis.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangan ODTWA

Gunung Kukus – Air Terjun Mayung Polak berada dalam kuadran I diagram

analisis (S-O). Kebijakan strategi yang diterapkan haruslah mendukung

pengembangan ODTWA yang agresif (growth oriented strategy).

Rekomendasi strategi pengembangan Gunung Kukus – Air Terjun Mayung

Polak adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Strategi Pengembangan wisata Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak.


No. Strategi pengembangan (S-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Bird Watching
dilakukan (Fandeli, 1995).  Observasi pengamatan hewan
 Berkemah
 Berenang
 Fotografi
 Trekking/Hiking
 Berjalan di alam
 Bersepeda gunung
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA yang
berupa jelajah alam dan interpretasi menarik
flora fauna  Pembuatan papan informasi flora fauna
5. Peningkatan promosi ODTWA  Membuka media kolaborasi dan promosi
dengan Dinas Pariwisata Kabupaten dan
Provinsi NTB dan tour operator
 Penyusunan dan penyebaran buku profil
ODTWA yang menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional

Kajian Wisata Alternatif | 43


 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
 Promosi dengan media yang menarik
dilokasi strategis wisatawan seperti
bandara, pelabuhan, hotel, komplek pantai
Senggigi dan 3 gili.
6. Peningkatan sarana dan prasarana  Menata jalur jelajah yang memperhatikan
ODTWA keberadaan flora dan fauna sekitar
 Membuat fasilitas interpretasi dan
informasi didalam dan diluar ruangan
 Membangun infrastruktur pengaman
pengunjung yang didesain secara tepat
dan estetis dijalur dengan kemiringan
lahan >25%
 Membangun toilet, mushola dan instalasi
air bersih yang didesain secara tepat dan
estetis
 Membangun fasilitas edukasi dan
penelitian
 Menyediakan area berkemah yang
mempertimbangkan lokasi kerawanan
kebakaran hutan
 Menyediakan tempat sampah disekitar
rest area dan sepanjang jalur jelajah.
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur
 Memfasilitasi kelembagaan wisata
masyarakat sekitar
 Mengembangkan konsep ekowisata
secara konsisten

Kawasan Hutan Perian

Kawasan Hutan Perian di Resort Joben menempati urutan kedua hasil

penilaian kelayakan ODTWA. Kawasan Hutan Perian cukup menarik untuk

dikembangkan dengan menawarkan jenis atraksi alam yang berbeda

dibandingkan dengan ODTWA lain dilingkar Taman Nasional Gunung

Rinjani.

Potensi yang dapat dikembangkan menjadi wisata alternatif berupa

wisata tirta yang menyuguhkan Telaga Biru dan aliran Sungai Tereng Wilis.

Wisatawan dapat pula melakukan aktifitas softtrekking disepanjang sungai

maupun telaga.

Kajian Wisata Alternatif | 44


Gambar 5. Telaga Biru.
(Foto : BTNGR 2018).

Gambar 6. Air Terjun Tereng Wilis


(Foto : www.satu-indonesia.com)

Kawasan Hutan Perian memiliki beberapa ODTWA yang dapat

dikemas dalam sebuah paket wisata yang menarik.


menarik Berikut perhitungan EFAS

dan IFAS Kawasan Hutan Perian.

Tabel. 10.. EFAS Kawasan Hutan Perian


PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan nusantara
cenderung meningkat 0,4 3 1,2

Kajian Wisata Alternatif | 45


Dukungan pemerintah daerah dan
masyarakat sekitar
0,3 1 0,3
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,2 4 0,8
Perkembangan KEK Mandalika 0,1 3 0,3
Total 1 11 2,6
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak
sejenis didaerah Kembang Kuning,
Aikberik dan Sembalun.
0,1 -1 -0,1
Saat ini dikelola oleh masyarakat sekitar
dan belum ada legalisasi
0,3 -4 -1,2
kerusakan terhadap flora fauna 0,2 -2 -0,4
Pulau Lombok merupakan daerah rawan
gempa
0,2 -2 -0,4
Akumulasi sampah pengunjung 0,2 -1 -0,2
Total 1 -10 -2,3
Hasil EFAS 0,3

Tabel. 11. IFAS Kawasan Hutan Perian


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Variasi ODTWA softtrekking dan wisata
tirta 0,2 3 0,6
ODTWA prioritas untuk dikembangkan
dalam Masterplan pengembangan
pariwisata Taman Nasional Gunung
Rinjani
0,2 4 0,8
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 4 0,4
Potensi anggaran BTNGR untuk
pengembangan wisata
0,1 2 0,2
Akses jalan darat menuju ODTWA baik 0,2 2 0,4
Ketersediaan air melimpah 0,2 2 0,4
Total 1 17 2,8
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Desain tapak Joben belum mengatur
Kawasan Perian
0,1 -2 -0,2
keterbatasan personil Taman Nasional
Gunung Rinjani baik kuantitas dan kualitas
0,1 -2 -0,2
sarana prasarana
0,3 -4 -1,2
Pemahaman masyarakat mengenai
ekowisata 0,1 -1 -0,1
keamanan dan kenyamanan ODTWA 0,2 -3 -0,6
tata kelola sampah 0,2 -4 -0,8
Total 1 -16 -3,1
Hasil IFAS -0,3

Kajian Wisata Alternatif | 46


Hasil perhitungan EFAS ODTWA Kawasan Hutan Perian sebesar 0,3

sedangkan IFAS -0,3. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif menunjukkan

ODTWA Kawasan Hutan Perian memiliki peluang yang sangat besar untuk

merebut pasar wisatawan khususnya wisatawan nusantara. Namun disisi lain,

masih terdapat banyak kelemahan yang harus dibenahi untuk pengembangan

pariwisata alam dilingkar Taman Nasional Gunung Rinjani.

Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan nusantara dalam 5 tahun terakhir serta predikat geopark dan cagar

biosfer serta perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat

meningkatkan nilai tambah untuk menarik wisatawan mancanegara. Kekuatan

berada pada sisi kebijakan dimana ODTWA ini merupakan prioritas

Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani Tahun

2019-2024.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang pasar wisatawan. Rekomendasi strategi

pengembangan Kawasan Hutan Perian adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Strategi Pengembangan wisata Kawasan Hutan Perian.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Panahan
dilakukan (Fandeli, 1995).  Berenang di Tereng Wilis
 Fotografi
 Berperahu
 Berkano
 Memancing
 Piknik
 Joging

Kajian Wisata Alternatif | 47


 Kayaking
 Berjalan di alam
 Observasi flora fauna
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan wisata tematik berupa  Meninjau ulang desain tapak Resort Joben
Wisata Tirta tahun 2013 dalam rangka menata lokasi
tapak Telaga Biru dan Sungai Tereng
Wilis dan kaitannya dengan
pengembangan sarana wisata tirta.
5. Peningkatan sarana dan prasarana  Membangun pusat pelayanan pengunjung,
ODTWA pintu gerbang, pusat informasi, ticketing,
parkir area , serta lapak pedagang
 Pengembangan penyediaan jasa wisata
guna pelibatan masyarakat sekitar ( guide,
penyewaan kano, panah-panahan,
selfiepoint )
 Pengembangan camping ground, outbond
dan wisata pendidikan
 Pengembangan sarana prasarana wisata
dengan mengutamakan keaslian bangunan
( Shelter, toilet, papan informasi, tempat
sampah)
 Pengembangan cindera mata /produk khas
oleh masyarakat sekitar
6. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang
menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
 Menawarkan Paket wisata terkoneksi
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur
 Memfasilitasi kelembagaan wisata
masyarakat sekitar yang telah mengelola
melalui Perjanjian Kerjasama.
 Meninjau ulang desain tapak Resort Joben
tahun 2013 dalam rangka menata lokasi
tapak Telaga Biru dan Sungai Tereng
Wilis dan kaitannya dengan pemanfaatan
oleh masyarakat
 Mengembangkan konsep ekowisata

Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Jeruk Manis

Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Jeruk Manis merupakan

alternatif dari jalur melalui Air Terjun Mayung Polak. Atraksi alam berupa

Kajian Wisata Alternatif | 48


hutan sekunder
ekunder dan hutan primer dengan tegakan bervariasi terdiri pohon

Beringin, Jejaran, Jelateng, Mundah Gunung, Rerau, Janitri, Gumitri,

Dedurenan.

Gambar 7. Air Terjun Jeruk Manis


(Foto : BTNGR 2018).

Untuk mencapai puncak Gunung Kukus dibutuhkan waktu sekitar 6 -

7 jam dari batas kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani


Rinjani. Kondisi jalur

cukup bervariasi berupa tanjakan dan turunan tetapi tidak terjal, datar sampai

dengan landai (kemiringan < 25%).

Tabel. 13.. EFAS Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk Manis


PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan cenderung
meningkat 0,4 3 1,2
Dukungan pemerintah daerah dan
masyarakat sekitar 0,3 1 0,3
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,2 4 0,8
Perkembangan KEK Mandalika
0,1 3 0,3
Total 1 11 2,6
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak
sejenis didaerah Joben, Aikberik dan
Sembalun. 0,1 -1 -0,1
Kebakaran hutan yang kerap terjadi tiap
tahun
0,2 -2 -0,4
perburuan burung dan kijang kerap terjadi 0,1 -4 -0,4
kerusakan terhadap flora fauna disepanjang
jalur trekking 0,2 -2 -0,4

Kajian Wisata Alternatif | 49


Pulau Lombok merupakan daerah rawan
gempa 0,2 -2 -0,4
Akumulasi sampah pengunjung 0,2 -1 -0,2
Total 1 -12 -1,9
Hasil EFAS 0,7

Tabel. 14. IFAS Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk Manis


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Variasi ODTWA trekking dan air tejun 0,1 3 0,3
ODTWA prioritas untuk dikembangkan
dalam Masterplan pengembangan pariwisata
Taman Nasional Gunung Rinjani 0,1 4 0,4
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 4 0,4
Sudah ada Desain Tapak 0,1 4 0,4
Potensi anggaran BTNGR untuk
pengembangan wisata
0,1 3 0,3
Akses jalan darat menuju ODTWA baik 0,15 3 0,45
Akomodasi tersedia didesa sekitar 0,15 2 0,3
Ketersediaan air melimpah 0,15 3 0,45
Area Jelajah spesies prioritas Elang Flores
dan Celepuk Rinjani
0,05 4 0,2
Total 1 30 3,2
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
keterbatasan personil Taman Nasional
Gunung Rinjani baik kuantitas dan kualitas 0,1 -2 -0,2
sarana prasarana 0,2 -3 -0,6
Pemahaman masyarakat mengenai
ekowisata 0,2 -1 -0,2
keamanan dan kenyamanan jalur 0,15 -3 -0,45
area berkemah terbatas 0,15 -2 -0,3
tata kelola sampah 0,2 -3 -0,6
Total 1 -14 -2,35
Hasil IFAS 0,85

Hasil perhitungan EFAS ODTWA Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk

Manis sebesar 0,7 sedangkan IFAS 0,85. Nilai EFAS dan IFAS berada pada

sumbu positif menunjukkan ODTWA Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk

Manis memiliki peluang untuk dikembangkan dan didukung kekuatan

internal ODTWA yang cukup baik.

Kajian Wisata Alternatif | 50


Predikat geopark dan cagar biosfer serta percepatan pembangunan

KEK Mandalika merupakan peluang untuk menarik wisatawan mancanegara.

Mengingat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, rata-rata kunjungan

wisatawan mancanegara ke kawasan Kembang Kuning hanya sebanyak 377

orang/tahun. Jumlah tersebut masih terpaut jauh bila dibandingkan dengan

rata-rata wisatawan nusantara yang dapat mencapai 9.026 orang/tahun.

Sebagai ODTWA baru, Gunung Kukus juga masih belum banyak

dikunjungi wisatawan. Dalam waktu 2 tahun terakhir wisatawan nusantara

yang datang hanya sebanyak 155 orang sedangkan wisatawan mancanegara 2

orang.

Ancaman yang perlu diperhatikan adalah potensi kebakaran hutan

yang hampir tiap tahun terjadi di wilayah Kembang Kuning serta perburuan

rusa yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah keberadaan spesies terancam punah habitat burung

Celepuk Rinjani dikomplek wisata Kembang Kuning.

Keberadaan site Celepuk Rinjani di kawasan Kembang Kuning dilihat

dari aspek konservasi merupakan keunggulan bagi komplek kawasan

tersebut. Namun disisi lain aktifitas wisata yang tidak dikelola dengan

mempertimbangkan prinsip konservasi dapat mengusik dan mengganggu

kehidupan satwa tersebut.

Selain itu sisi kelemahan yang harus segera dibenahi adalah

penambahan sarana prasarana dan antisipasi penumpukan sampah. Kekuatan

berada pada sisi kebijakan dimana ODTWA ini merupakan prioritas

pengembangan Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung

Kajian Wisata Alternatif | 51


Rinjani Tahun 2019-2024 dan dapat dialokasikan dukungan anggaran dalam

perencanaan pengembangan pariwisata alam di BTNGR.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangan ODTWA

Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk Manis berada dalam kuadran I diagram

analisis (S-O). Kebijakan strategi yang diterapkan haruslah mendukung

pengembangan ODTWA yang agresif (growth oriented strategy).

Rekomendasi strategi pengembangan Gunung Kukus – Air Terjun Jeruk

Manis adalah sebagai berikut :

Tabel 15. Strategi Pengembangan wisata Gunung Kukus-Air Terjun Jeruk Manis.
No. Strategi pengembangan (S-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Bird Watching
dilakukan (Fandeli, 1995).  Observasi pengamatan hewan
 Berkemah
 Berenang
 Fotografi
 Trekking
 Berjalan di alam
 Bersepeda gunung
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA yang
berupa jelajah alam dan interpretasi menarik
flora fauna  Pembuatan papan informasi flora fauna
5. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang
menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
6. Peningkatan sarana dan prasarana  Menata jalur jelajah yang memperhatikan
ODTWA keberadaan flora dan fauna sekitar
 Membuat fasilitas interpretasi dan
informasi didalam dan diluar ruangan
 Membangun infrastruktur pengaman
pengunjung yang didesain secara tepat
dan estetis dijalur dengan kemiringan
lahan >25%

Kajian Wisata Alternatif | 52


 Membangun toilet, mushola dan instalasi
air bersih yang didesain secara tepat dan
estetis
 Membangun fasilitas edukasi dan
penelitian
 Menyediakan area berkemah yang
mempertimbangkan lokasi kerawanan
karhut
 Menyediakan tempat sampah disekitar
rest area dan sepanjang jalur jelajah.
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur
 Memfasilitasi kelembagaan wisata
masyarakat sekitar
 Mengembangkan
embangkan konsep ekowisata
secara konsisten

Kawasan Hutan Tetebatu

Kawasan Hutan Tetebatu merupakan ODTWA dengan variasi obyek

yang beragam. ODTWA ini menawarkan wisata pendakian ke Gunung

Kondo sebagai “Puncak Kedua” setelah Puncak Rinjani. Atraksi alam yang

lain adalah bendungan Ulem-ulem


Ulem dan monkey forest.

Gambar 8. Gunung Kondo Gambar 9. Bendungan Ulem-Ulem


(Foto : BTNGR, 2018) (Foto : www.pinbidtetebatuku.blogspot.com)

Tabel. 16.EFAS Kawasan Hutan Tetebatu


PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan cenderung meningkat 0,3 3 0,9
Gunung Kondo sebagai Puncak Kedua Rinjani 0,2 3 0,6
Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat
sekitar dalam pengembangan ekowisata
pendakian 0,3 1 0,3
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,1 4 0,4
Perkembangan KEK Mandalika 0,1 3 0,3

Kajian Wisata Alternatif | 53


Total 1 14 2,5
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak
sejenis didaerah Kembang Kuning, Aikberik 0,25 -1 -0,25
dan Sembalun.
kerusakan terhadap flora fauna 0,25 -2 -0,5

Pulau Lombok merupakan daerah rawan gempa 0,25 -2 -0,5

Akumulasi sampah pengunjung 0,25 -1 -0,25

1 -6 -1,5
Total
Hasil EFAS 1

Tabel 17. IFAS Kawasan Hutan Tetebatu


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Variasi ODTWA trekking dan wisata tirta 0,2 3 0,6
ODTWA prioritas untuk dikembangkan dalam
rencana pengembangan pariwisata Taman
Nasional Gunung Rinjani 0,1 4 0,4
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 4 0,4
Desain tapak joben (kembang sri) sebagai acuan
pengembangan wisata
0,1 2 0,2
Potensi anggaran BTNGR untuk pengembangan
wisata
0,1 3 0,3
Akses jalan darat menuju ODTWA baik 0,2 2 0,4
Desa Tetebatu tersedia penginapan dan restoran 0,2 0,3 0,06
Total 1 18,3 2,36
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
keterbatasan personil Taman Nasional Gunung
Rinjani baik kuantitas dan kualitas 0,1 -2 -0,2
sarana prasarana belum memadai 0,3 -4 -1,2
Jalur Orong Gerisak terputus 0,3 -4 -1,2
Pemahaman masyarakat mengenai ekowisata 0,1 -1 -0,1
keamanan dan kenyamanan ODTWA 0,1 -3 -0,3
tata kelola sampah 0,1 -3 -0,3
Total 1 -17 -3,3
Hasil IFAS -0,94

Hasil perhitungan EFAS ODTWA Kawasan Hutan Tetebatu sebesar

1,0 sedangkan IFAS -0,94. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif

menunjukkan ODTWA Kawasan Hutan Tetebatu memiliki peluang yang

Kajian Wisata Alternatif | 54


sangat besar untuk merebut pasar wisatawan. Namun disisi lain, masih

terdapat banyak kelemahan yang harus dibenahi untuk pengembangan

pariwisata alam dilingkar Taman Nasional Gunung Rinjani.

Desa Tetebatu telah lama dikenal sebagai desa wisata. Banyaknya

akomodasi/penginapan serta restoran merupakan fasilitas yang dapat

mendukung pengembangan pariwisata alam pendakian ke Gunung Kondo.

Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan nusantara dalam 5 tahun terakhir serta predikat geopark dan cagar

biosfer serta perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat

meningkatkan nilai tambah untuk menarik wisatawan mancanegara. Kekuatan

berada pada sisi kebijakan dimana ODTWA ini merupakan prioritas

Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani Tahun

2019-2024.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

mendatangkan peluang wisatawan datang. Rekomendasi strategi

pengembangan Kawasan Hutan Tetebatu adalah sebagai berikut :

Tabel 18. Strategi Pengembangan Wisata Kawasan Hutan Tetebatu.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
 Agrowisata (buah-buahan dikebun
masyarakat)
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Bird Watching
dilakukan (Fandeli, 1995).  Observasi pengamatan flora fauna
 Berkemah
 Fotografi
 Trekking
 Berjalan di alam

Kajian Wisata Alternatif | 55


 Memancing
 Berperahu
 Berkano
 Kayaking
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan konsep Desa Wisata  Mendorong masyakat sekitar untuk
Tetebatu di desa penyangga Taman menyediakan cinderamata dan produk
Nasional Gunung Rinjani khas
 Menghidupkan kembali sosial budaya
Suku Sasak yang mendukung
pengembangan Desa Wisata
 Mendorong investasi penginapan yang
menyimbolkan budaya adat istiadat Suku
Sasak
4. Peningkatan sarana dan prasarana  Pengalihan jalur melalui pintu masuk
ODTWA Perempungan mengingat titik temunya
pada jalur yang sama
 Mendorong pelaku wisata menjual
kegiatan dalam bentuk paket wisata
 Pembuatan sarana prasarana wisata
 Membangun pusat pelayanan pengunjung,
pintu gerbang, pusat informasi, ticketing,
parkir area , serta lapak pedagang
 Pengembangan penyediaan jasa wisata
guna pelibatan masyarakat sekitar ( guide,
penyewaan kano, panah-panahan,
selfiepoint )
 Pengembangan camping ground, outbond
dan wisata pendidikan
 Pengembangan sarana prasarana wisata
dengan mengutamakan keaslian bangunan
( Shelter, toilet, papan informasi)
5. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang
menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
 Menawarkan Paket wisata terkoneksi
6. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur.
 Pelibatan masyarakat sekitar
 Mengembangkan konsep ekowisata
pendakian ke Gunung Kondo yang
diselaraskan dengan potensi Desa Wisata
Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen

Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen merupakan

alternatif jalur selain dari Desa Sajang. Melalui jalur dari Desa Sambik Elen

Kajian Wisata Alternatif | 56


jarak tempuh berjalan
ber kaki (dari batas kawasan) lebih dekat
dekat, dengan

perbandingan 3 km melalui Desa Sajang dan 448 m melalui Desa Sambik

Elen.

Gambar 10. Air Terjun Mangku Sakti Desa Sambik Elen


(Foto : BTNGR 2018).

Sudut pemandangan
emandangan dari Desa Sambik Elen juga berbeda. Sudut

pemandangan di Desa Sambik Elen lebih tinggi sehingga wisatawan dapat

melihat aliran sungai yang bertingkat diatas Air Terjun Mangku Sakti.

Tabel 19. EFAS Air Terjun Mangku Sakti via Desa Sambik Elen.
PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
Tren kunjungan wisatawan cenderung meningkat
0,3 3 0,9
Predikat Site Geopark dan Cagar Biosfer 0,3 4 1,2
Perkembangan KEK Mandalika 0,1 3 0,3
Dukungan pemerintah daerah Lombok Utara 0,3 3 0,9
Total 1 13 3,3
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata tidak sejenis yaitu jalur
pendakian Senaru dan Rumah Adat Senaru 0,1 -3 -0,3
Kompetisi dengan wisata sejenis dengan radius <15
km yaitu Air Terjun di Desa Senaru
0,1 -3 -0,3
Daerah aliran Sungai Kokoq Putih rawan longsor 0,2 -4 -0,8
Pulau Lombok rawan gempa 0,2 -4 -0,8
Gangguan terhadap
hadap flora dan fauna 0,1 -2 -0,2
Akumulasi sampah
0,1 -2 -0,2

Kajian Wisata Alternatif | 57


berbatasan dengan lahan HTI PT. Sadana 0,2 -3 -0,6
Total 1 -21 -3,2
Hasil EFAS 0,1

Tabel 20. IFAS Air Terjun Mangku Sakti via Desa Sambik Elen.

KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR


Keindahan Air Terjun Mangku Sakti via Desa
Sambik Elen memiliki view yang berbeda dan
memiliki potensi spot foto yang menarik 0,2 3 0,6
Akses jalan kaki lebih dekat dibanding via Desa
Sajang dan kendaraan bermotor bisa sampai batas
kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani
0,2 3 0,6
Modal sosial masyarakat Desa Sambik Elen dan
keinginan pengembangan wisata melalui
POKDARWIS 0,1 2 0,2
Merupakan desa binaan Taman Nasional Gunung
Rinjani dan terbuka untuk ekowisata 0,1 4 0,4
ODTWA prioritas dalam Masterplan Wisata BTNGR
0,1 3 0,3
Potensi anggaran BTNGR 0,1 3 0,3
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 2 0,2
Desain Tapak sudah ada 0,1 2 0,2
Total 1 22 2,8
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetensi teknis masyarakat Desa Sambik Elen
dalam pengembangan pariwisata (kemampuan bahasa
inggris, pelayanan) 0,25 -4 -1
kuantitas dan kualitas petugas Taman Nasional
Gunung Rinjani terbatas, butuh pembagian tugas jika
ODTWA ini dibuka 0,2 -2 -0,4
Sarpras belum ada (papan informasi, plang dan lain-
lain) dan trek terjal memerlukan relling pengaman 0,2 -4 -0,8
kondisi jalan untuk kendaraan belum memadai 0,25 -4 -1
Jalur via Desa Sambik Elen belum banyak dikenal 0,1 -2 -0,2
Total 1 -16 -3,4
Hasil IFAS -0,6

Hasil perhitungan EFAS ODTWA Air Terjun Mangku Sakti sebesar

0,1 sedangkan IFAS -0,6. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif menunjukkan

ODTWA Air Terjun Mangku Sakti memiliki peluang besar untuk merebut

pasar wisatawan. Namun disisi lain, masih terdapat banyak kelemahan yang

harus dibenahi untuk pengembangan pariwisata alam dilingkar Taman

Nasional Gunung Rinjani.

Kajian Wisata Alternatif | 58


Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan dalam 5 tahun terakhir serta predikat geopark dan cagar biosfer

serta perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat meningkatkan

nilai tambah untuk menarik wisatawan mancanegara.

Jumlah pengunjung Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sajang

didominasi wisatawan nusantara. Dalam kurun waktu 2017-2018, wisatawan

nusantara yang datang berjumlah 5.928 orang dan wisatawan mancanegara

hanya 150 orang.

Ancaman terbesar pengembangan Air Terjun Mangku Sakti adalah

kerentanan tanah longsor disepanjang tebing Sungai Kali Putih dampak

gempa bumi Lombok. Ancaman kedua adalah jalan setapak menuju Air

Terjun Mangku Sakti melewati lahan konflik antara PT. HTI Sadana Arif

Nusa dengan Masyarakat Desa Sambik Elen. Menurut KPHL Rinjani Barat

(2013), Masyarakat Desa Sambik Elen menolak program HTI dengan tingkat

eskalasi konflik berada pada level sedang.

Kekuatan berada pada sisi kebijakan dimana ODTWA ini merupakan

prioritas Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Gunung Rinjani

Tahun 2019-2024. Selain itu, Desa Sambik Elen merupakan Desa Binaan

BTNGR berdasarkan Surat Keputusan DJ KSDAE Nomor : SK.

80/KSDAE/SET/KSA.1/2/2017 tentang Penetapan Lokasi Desa Binaan dan

Pendamping pada Daerah Penyangga Kawasan Konservasi.

Desa Binaan merupakan desa prioritas dalam program pemberdayaan

masyarakat desa penyangga. Implementasi program telah dimulai sejak

Tahun 2015. Terkait dengan pengembangan Air Terjun Mangku Sakti dalam

Kajian Wisata Alternatif | 59


konteks Desa Binaan, fasilitasi pemberdayaan masyarakat dapat berupa

pembuatan jalan setapak menuju obyek wisata yang mengacu pada Perdirjen

KSDAE Nomor : P.3/KSDAE/SET/KUM.1/5/2017 tentang Petunjuk Teknis

Penyaluran Bantuan Lainnya yang memiliki karakteristik bantuan pemerintah

dalam rangka fasilitasi pemberdayaan masyarakat lingkup Direktorat Jenderal

Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Kelemahan terbesar ODTWA Air Terjun Mangku Sakti adalah belum

adanya sarana prasarana yang mendukung pengembangan wisata. Jalur

pengaman atau relling sangat diperlukan untuk jalur yang agak miring.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

mendatangkan peluang wisatawan datang. Rekomendasi strategi

pengembangan Air Terjun Mangku Sakti via Desa Sambik Elen adalah

sebagai berikut :

Tabel 21. Strategi Pengembangan Wisata Air Terjun Mangku Sakti.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Bird Watching
dilakukan (Fandeli, 1995).  Observasi pengamatan satwa
 Fotografi
 Berjalan di alam
 Berenang (bermain air)
 Piknik
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Peningkatan kompetensi teknis  Pelatihan bahasa asing
masyarakat Desa Sambik Elen  Pelatihan pelayanan wisatawan
 Pelatihan pemandu wisata
 Pembudayaan pemahaman ekowisata
3. Peningkatan sarana dan prasarana  Menata jalur dengan memperhatikan

Kajian Wisata Alternatif | 60


ODTWA keberadaan flora dan fauna sekitar
 Membangun infrastruktur pengaman
pengunjung yang didesain secara tepat
dan estetis dijalur dengan kemiringan
lahan >25%
 Membangun toilet, mushola dan instalasi
air bersih yang didesain secara tepat dan
estetis
 Memasang plang informasi dan papan
peringatan untuk lokasi yang berbahaya
 Menyediakan tempat sampah disekitar
rest area dan sepanjang jalur.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA yang
berupa nilai sejarah vulkanik Air menarik dan berbasis data ilmiah sejarah
Terjun Mangku Sakti vulkanik
 Membuat papan informasi mengenai
sejarah vulkanik Air Terjun Mangku Sakti
5. Memadukan konsep wisata tematik  Penyusunan dan penyebaran buku Elang
dengan wisata edukasi Flores yang menarik dan berbasis data
ilmiah
 Menawarkan wisatawan observasi satwa
 Menawarkan paket wisata budaya rumah
adat Baruk Birak Desa Sambik Elen
6. Peningkatan promosi ODTWA  Penyebaran buku profil ODTWA ke pasar
wisatawan
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
 Menawarkan Paket wisata terkoneksi
dengan rumah adat Barung Birak
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Utara.
 Membangun komunikasi dan resolusi
dengan PT. HTI Sadana Arif Nusa
 Membangun kolaborasi dalam
pengembangan wisata bersama
pokdarwis dan kelompok masyarakat
setempat
 Mendorong pemerintah desa dan
pemerintah daerah untuk perbaikan dan
pengaspalan Jalan utama desa.

Jalur Pendakian Aikberik

Jalur pendakian melalui Desa Aikberik merupakan jalur alternatif

pendakian selain Jalur Senaru dan Sembalun. Puncak jalur ini adalah

Kajian Wisata Alternatif | 61


pelawangan Aikberik yang memiliki sudut pandang yang berbeda untuk

menikmati Gunung Baru Jari dan Danau Segara Anak.

Gambar 11. Plawangan Aikberik


(Foto : rinjaninationalpark.com)

Tabel. 22. EFAS Jalur Pendakian Aikberik.


Aikberik
PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan cenderung meningkat 0,3 3 0,9
Jalur alternatif selain Senaru dan Sembalun 0,2 3 0,6
Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat
sekitar 0,3 1 0,3
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,1 4 0,4
Perkembangan KEK Mandalika 0,1 3 0,3
Total 1 14 2,5
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak
sejenis didaerah Kembang Kuning, Aikberik
dan Sembalun. 0,2 -3 -0,6
kerusakan terhadap flora fauna 0,2 -2 -0,4
Pulau Lombok merupakan daerah rawan gempa 0,3 -2 -0,6
Akumulasi sampah pengunjung 0,3 -1 -0,3
Total 0,7 -6 -1,9
Hasil EFAS 0,6

Tabel. 23. IFAS Jalur Pendakian Aikberik


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Keindahan Plawangan Aikberik yang
menawarkan sudut pandangan yang berbeda
dengan Plawangan Senaru dan Sembalun 0,3 3 0,9

Kajian Wisata Alternatif | 62


ODTWA prioritas untuk dikembangkan dalam
Masterplan pengembangan pariwisata Taman
Nasional Gunung Rinjani
0,2 4 0,8
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 4 0,4
Potensi anggaran BTNGR untuk pengembangan
wisata 0,1 3 0,3
Akses jalan darat menuju ODTWA baik dan
potensi wisata didaerah penyangga (Air Terjun) 0,2 2 0,4
Total 0,9 16 2,8
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
sarana prasarana belum memadai
0,3 -4 -1,2
Daya dukung kawasan (hanya sampai di
plawangan Aikberik saja) 0,3 -3 -0,9
Akomodasi dan penginapan 0,1 -2 -0,2
Kelembagaan pelaku wisata setempat (TO,
Guide, Porter) dan belum ada penawaran paket
wisata 0,1 -2 -0,2
tata kelola sampah 0,2 -3 -0,6
Total 1 -14 -3,1
Hasil IFAS -0,3

Hasil perhitungan EFAS Jalur Pendakian Aikberik sebesar 0,6

sedangkan IFAS -0,3. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif menunjukkan

Jalur Pendakian Aikberik memiliki peluang cukup besar untuk merebut pasar

wisatawan. Namun disisi lain, masih terdapat kelemahan yang harus dibenahi

untuk pengembangan pariwisata pendakian ke Gunung Rinjani.

Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan dalam 5 tahun terakhir, predikat geopark dan cagar biosfer serta

perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah untuk menarik wisatawan mancanegara. Mengingat dalam kurun

waktu 3 Tahun (2016 s.d 2018) jumlah wisatawan mancanegara yang melalui

Jalur Pendakian Aikberik hanya 11 orang dan wisatawan nusantara sebanyak

170 orang.

Harus diakui bahwa pamor Jalur Pendakian Aikberik masih dibawah

Pendakian Sembalun dan Senaru. Kunjungan wisatawan untuk Pendakian

Kajian Wisata Alternatif | 63


Aikberik masih didominasi wisatawan nusantara sedangkan Pendakian

Sembalun dan Senaru sudah akrab bagi wisatawan mancanegara.

Faktor-faktor lain yang diduga menjadi penghambat adalah daya

dukung kawasan. Jalur Pendakian Aikberik hanya sampai Plawangan

Aikberik saja. Selain itu dukungan akomodasi serta penginapan didesa sekitar

belum tersedia.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

mendatangkan peluang wisatawan datang. Rekomendasi strategi

pengembangan Jalur Pendakian Aikberik adalah sebagai berikut :

Tabel 24. Strategi Pengembangan wisata Jalur Pendakian Aikberik.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
 Agrowisata (buah-buahan dikebun
masyarakat)
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Bird Watching
dilakukan (Fandeli, 1995).  Observasi pengamatan flora fauna
 Berkemah
 Fotografi
 Trekking/Hiking
 Berjalan di alam
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan dan seni budaya.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA yang
dengan pendekatan interpretasi flora, menarik dan berbasis data ilmiah
fauna dan geologi  Membuat papan informasi mengenai
potensi flora, fauna dan geologi.
5. Peningkatan sarana dan prasarana  Membangun infrastruktur pengaman
ODTWA pengunjung yang didesain secara tepat
dan estetis dijalur dengan kemiringan
lahan >25%
 Penataan areal camping
 Pemasangan plang informasi dan tanda
petunjuk
6. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang

Kajian Wisata Alternatif | 64


menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
 Menawarkan Paket wisata terkoneksi
obyek wisata di Desa Wisata dan KPH.
 Mengembangkan paket wisata pendakian
dengan 3 destinasi (Pelawangan Aik
Berik, Pelawangan Batu Belah dan
Puncak Gunung Kondo sebagai second
Summit of Rinjani ).
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur.
 Mendorong masyarakat mengembangkan
usaha akomodasi, transportasi, Trekking
organizer dan cinderamata

Sabana Propok

Sabana Propok merupakan hamparan padang rumput dan ilalang

berlatar Gunung Rinjani. Perpaduan antara hamparan sabana dengan Gunung

Rinjani menjadikan pemandangan dan daya tarik Sabana Propok terlihat

sangat menakjubkan.

Sabana Propok merupakan habitat hidup satwa dilindungi Rusa

(Cervus timorensis). Keberadaan satwa diarea ODTWA merupakan potensi

daya tarik sekaligus ancaman jika tidak dikelola dengan kaidah konservasi.

Kajian Wisata Alternatif | 65


Gambar 12. Sabana Propok
(Foto : BTNGR, 2018).

Hasil penilaian menggunakan ADO-ODTWA


ADO ODTWA PHKA (2003), Sabana

Propok memang termasuk kategori belum layak dikembangkan


dikembangkan. Lebih lanjut

dalam ADO-ODTWA
ODTWA PHKA (2003) menjelaskan bahwa ODTWA kategori

belum layak dikembangkan merupakan ODTWA yang memiliki potensi

dapat dikembangkan dengan persyaratan persyaratan


persyaratan-persyaratan tertentu dan

memerlukan pembinaan lebih lanjut.


lan

Tabel 25. EFAS Sabana Propok.


Propok
PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan cenderung meningkat 0,3 4 1,2
Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat
sekitar 0,3 1 0,3
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,2 1 0,2
Perkembangan KEK Mandalika 0,2 2 0,4
Total 1 8 2,1
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata sejenis dan tidak sejenis
didaerah Kembang Kuning, Joben, Aikberik dan
Sembalun. 0,1 -2 -0,2
Gangguan terhadap flora fauna 0,2 -3 -0,6
Kebakaran hutan 0,3 -3 -0,9
penggembalaan sapi 0,1 3 0,3
Pulau Lombok merupakan daerah rawan gempa 0,2 -2 -0,4
Akumulasi sampah pengunjung 0,1 -1 -0,1

Kajian Wisata Alternatif | 66


Total 1 -8 -1,9
Hasil EFAS 0,2

Tabel 26. IFAS Sabana Propok.


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Keindahan Sabana Propok 0,3 3 0,9
ODTWA prioritas untuk dikembangkan dalam
Masterplan pengembangan pariwisata Taman
Nasional Gunung Rinjani 0,2 2 0,4
Berada dalam zona pemanfaatan 0,1 3 0,3
Potensi anggaran BTNGR untuk pengembangan
wisata 0,2 2 0,4
Akses jalan darat menuju ODTWA baik 0,2 2 0,4
Total 1 12 2,4
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
sarana prasarana belum memadai 0,3 -4 -1,2
Jalur ekstrim/terjal 0,2 -4 -0,8
Jalur sempit 0,1 -3 -0,3
Sedikit ketersediaan air 0,2 -4 -0,8
Potensi Longsor tebing 0,1 -3 -0,3
Kesiapan SDM Petugas Taman Nasional Gunung
Rinjani 0,1 -1 -0,1
Total 1 -19 -3,5
Hasil IFAS -1,1
Hasil perhitungan EFAS Sabana Propok sebesar 0,2 sedangkan IFAS

-1,1. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif menunjukkan Sabana Propok

memiliki peluang pengembangan ODTWA. Namun disisi lain, masih terdapat

kelemahan yang harus dibenahi untuk pengembangan pariwisata di kawasan

Taman Nasional Gunung Rinjani.

Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan dalam 5 tahun terakhir, predikat geopark dan cagar biosfer serta

perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah untuk menarik wisatawan. Ancaman terbesar Sabana Propok adalah

kerentanan padang sabana terhadap kebakaran hutan serta gangguan terhadap

flora dan fauna akibat aktifitas wisata oleh manusia.

Kajian Wisata Alternatif | 67


Kekuatan Sabana Propok terletak pada daya tarik ODTWA dan

merupakan salah satu ODTWA prioritas untuk dikembangkan. Kelemahan

terbesar adalah belum adanya sarana prasarana serta jalur yang terjal dan

ekstrim. Selain itu ketersediaan air bersih masih sangat sedikit.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

mendatangkan peluang wisatawan datang. Rekomendasi strategi

pengembangan Sabana Propok adalah sebagai berikut :

Tabel 27. Strategi Pengembangan Wisata Sabana Propok.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata Edukasi
dikembangkan dalam konsep  Wisata Sains (penelitian ilmiah)
ekowisata (Mieczkowski, 1995).  Wisata petualangan
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Observasi pengamatan satwa
dilakukan (Fandeli, 1995).  Berkemah
 Fotografi
 Trekking/Hiking
 Berjalan di alam
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi bersifat intelektual dan
ketertarikan pada atraksi alam
berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA yang
dengan pendekatan observasi Rusa. menarik dan berbasis data ilmiah
 Membuat papan informasi mengenai
potensi flora dan fauna.
 Wildlife Photography
 Menerapkan sistem kuota pengunjung
5. Peningkatan sarana dan prasarana  Menata jalur jelajah
ODTWA  Membangun infrastruktur pengaman
pengunjung yang didesain secara tepat
dan estetis dijalur dengan kemiringan
lahan >25%
 Penataan areal camping
 Pemasangan plang informasi dan tanda
petunjuk
 Pembangunan pos jaga
 Membangun menara pengamatan rusa
 Mengembangkan instalasi air bersih
 Menata area untuk toilet portable yang
estetis dan selaras dengan lokasi
6. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang

Kajian Wisata Alternatif | 68


menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur.
 Mendorong masyarakat mengembangkan
usaha transportasi, Trekking organizer
dan cinderamata.

Bukit Telaga

Bukit Telaga merupakan salah satu bukit dalam komplek perbukitan

di kawasan Sembalun. Pemandangan yang dapat dinikmati antara lain

hamparan lembah Sembalun. Potensi wisata alternatif yang dikembangkan di

Bukit Telaga antara lain spot


s swafoto dan wisata petualangan olahraga minat

khusus, paralayang.
aralayang.

Gambar 13. Bukit Telaga


(Foto : www.localguidesconnect.com)

Sama halnya dengan Sabana Propok, hasil penilaian menggunakan

ADO-ODTWA
ODTWA PHKA (2003), Bukit Telaga termasuk kategori ODTWA

belum layak dikembangkan. ODTWA kategori belum layak dikembangkan

merupakan ODTWA yang memiliki potensi dapat dikembangkan dengan

persyaratan-persyaratan
persyaratan tertentu dan memerlukan pembinaan lebih lanjut.

Kajian Wisata Alternatif | 69


Tabel. 28. EFAS Bukit Telaga
PELUANG Bobot (B) Rating (R) BxR
tren kunjungan wisatawan cenderung meningkat 0,3 3 0,9
Pengembangan paralayang 0,2 3 0,6
Pengembangan spot swafoto 0,1 3 0,3
Dukungan pemerintah daerah dan masyarakat
sekitar 0,2 1 0,2
Predikat Geopark dan Cagar Biosfer 0,1 4 0,4
Perkembangan KEK Mandalika 0,1 3 0,3
Total 1 17 2,7
ANCAMAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Kompetisi dengan wisata didaerah Kembang
Kuning, Joben, Aikberik dan Sembalun. 0,1 -1 -0,1
Gangguan terhadap flora fauna 0,2 -2 -0,4
Pulau Lombok merupakan daerah rawan gempa 0,2 -2 -0,4
Keamanan dan keselamatan Paralayang 0,3 -2 -0,6
Akumulasi sampah pengunjung 0,2 -1 -0,2
Total 1 -8 -1,7
Hasil EFAS 1

Tabel. 29. IFAS Bukit Telaga


KEKUATAN Bobot (B) Rating (R) BxR
Keindahan Bukit Telaga 0,2 2 0,4
ODTWA prioritas untuk dikembangkan dalam
Masterplan pengembangan pariwisata Taman
Nasional Gunung Rinjani 0,2 2 0,4
Potensi anggaran BTNGR untuk pengembangan
wisata 0,2 2 0,4
Akses jalan darat menuju ODTWA baik
0,2 2 0,4
Total 0,8 8 1,6
KELEMAHAN Bobot (B) Rating (R) BxR
sarana prasarana belum memadai 0,3 -3 -0,9
Belum ada desain tapak 0,2 -3 -0,6
belum ada aturan khusus/ pedoman teknis
paralayang di Taman Nasional Gunung Rinjani 0,3 -3 -0,9
Kegiatan paralayang dan spot selfie belum ada
Perjanjian Kerjasama 0,2 -3 -0,6
Total 1 -12 -3
Hasil IFAS -1,4

Hasil perhitungan EFAS Bukit Telaga sebesar 1,0 sedangkan IFAS -

1,4. Nilai EFAS positif dan IFAS negatif menunjukkan Bukit Telaga

Kajian Wisata Alternatif | 70


memiliki peluang pengembangan ODTWA. Namun disisi lain, masih terdapat

kelemahan yang harus dibenahi untuk pengembangan pariwisata di kawasan

Taman Nasional Gunung Rinjani.

Peluang secara umum adalah meningkatnya tren kunjungan

wisatawan dalam 5 tahun terakhir, predikat geopark dan cagar biosfer serta

perkembangan KEK Mandalika yang diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah untuk menarik wisatawan. Ancaman terbesar Bukit Telaga adalah

terkait keamanan paralayang yang merupakan wisata olahraga minat khusus.

Paralayang membutuhkan kelengkapan peralatan yang dapat menjamin

keselamatan user (pengguna) ketika beraktifitas diudara.

Kekuatan Bukit Telaga terletak pada daya tarik ODTWA dan

merupakan salah satu ODTWA prioritas untuk dikembangkan. Kelemahan

terbesar adalah belum adanya sarana prasarana serta pedoman teknis aktifitas

paralayang di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Mengacu pada

Peraturan Menteri Kehutanan No. 48 Tahun 2010 dan perubahannya

(Peraturan Menteri Kehutanan No. 4 Tahun 2012) sarana wisata petualangan

paralayang dapat dikembangkan di zona pemanfaatan taman nasional.

Berdasarkan analisis faktor diatas, strategi pengembangannya berada

dalam kuadran III diagram analisis (W-O). Kebijakan strategi yang

diterapkan adalah turn-around atau meminimalkan kelemahan untuk

mendatangkan peluang wisatawan datang. Rekomendasi strategi

pengembangan Bukit Telaga adalah sebagai berikut :

Tabel 30. Strategi Pengembangan Wisata Bukit Telaga.


No. Strategi pengembangan (W-O) Kegiatan
1. Jenis Wisata Alternatif yang dapat  Wisata petualangan
dikembangkan dalam konsep

Kajian Wisata Alternatif | 71


ekowisata (Mieczkowski, 1995).
2. Aktifitas wisata alam yang dapat  Gantole/paralayang
dilakukan (Fandeli, 1995).  Fotografi
 Berjalan di alam
3. Segmentasi pasar wisatawan (Sunaryo,  Segmen Modern Idealists dengan
1995). preferensi entertainment dan ketertarikan
pada atraksi alam berwawasan
lingkungan.
4. Pengembangan konsep wisata tematik  Penyusunan buku profil ODTWA tematik
dengan pendekatan observasi Rusa. paralayang
 Kajian daya dukung untuk menerapkan
sistem kuota pengguna paralayang
5. Peningkatan sarana dan prasarana  Penyusunan desain tapak untuk menata
ODTWA ruang sarana paralayang
 Pemasangan plang informasi dan tanda
petunjuk
 Pembangunan pos jaga
 Mengembangkan instalasi air bersih
 Menata area untuk toilet portable yang
estetis dan selaras dengan lokasi
6. Peningkatan promosi ODTWA  Penyusunan buku profil ODTWA yang
menarik
 Mengkreasikan video pendek secara
profesional
 Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
promosi
 Mengekspos ODTWA melalui pameran
lokal maupun nasional.
7. Membangun ruang kolaborasi dengan  Meningkatkan koordinasi bersama
para stakeholder Pemerintah Daerah Lombok Timur.
 Mendorong kerjasama dengan komunitas
paralayang dan masyarakat pengembang
spot selfie.

Bukit Stampol

Bukit Stampol ditempuh melalui Dusun Bual Desa Bayan Kecamatan

Bayan Kabupaten Lombok Utara. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian di

Bukit Stampol didasarkan informasi dari salah seorang Trek Organizer di

Desa Senaru, Pihak Pemerintah Desa Bayan dan Masyarakat Bayan yang

menyatakan bahwa Bukit Stampol memiliki potensi untuk dikembangkan

menjadi obyek wisata.

Kajian Wisata Alternatif | 72


Gambar 14. Pemandangan Bukit Stampol.
(Foto : BTNGR 2018).

Namun berdasarkan hasil penilaian, Bukit Stampol merupakan satu


satu-

satunya ODTWA yang tidak layak dikembangkan. Hasil penilaian

mendapatkan skor sebesar 3599,6.. Kelemahan ODTWA Bukit Stampol antara

lain sebagai berikut :

1. Daya tarik ODTWA (variasi pemandangan terbatas, tidak dapat melihat

kaldera Segara Anak)

2. Kondisi jalur cukup terjal dan menanjak

3. Waktu
aktu tempuh cukup jauh 7-8
7 jam tidak sebanding dengan keindahan

ODTWA yang akan dinikmati

4. Ditemukan
itemukan banyak retakan dan longsoran tanah di
di sepanjang jalur

pendakian

5. Tidak
idak ada sumber air di sepanjang jalur pendakian.

6. Jalur tidak terlalu jelas bagi


bagi pendaki yang baru mendaki ke Bukit

Stampol sehingga ancaman tersesat atau salah jalur dapat terjadi.

Kajian Wisata Alternatif | 73


Banyaknya kendala diatas, Bukit Stampol merupakan satu-satunya

ODTWA yang tidak layak dikembangkan. Oleh karena itu tidak dilakukan

analisis strategi pengembangan wisata alternatif.

Kajian Wisata Alternatif | 74


6. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

ODTWA yang layak dikembangkan menjadi wisata alternatif Taman

Nasional Gunung Rinjani sebanyak 8 (delapan) ODTWA yang sebagian besar

terletak di lingkar Gunung Rinjani. ODTWA tersebut antara lain :

1. Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Mayung Polak

2. Kawasan Hutan Perian

3. Jalur Gunung Kukus melalui Air Terjun Jeruk Manis

4. Kawasan Hutan Tetebatu

5. Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen

6. Jalur pendakian Aikberik

7. Sabana Propok

8. Bukit Telaga

Jenis wisata yang dapat dikembangkan antara lain wisata petualangan,

pendidikan, penelitian ilmiah, kebudayaan dan agrowisata di daerah pedesaan

dan pertanian.

Sedangkan aktifitas wisata yang dapat dilakukan sangat beragam

antara lain panahan, bersepeda, bird watching, observasi pengamatan hewan,

berperahu, berkemah, berkano, paralayang/gantole, berenang, piknik,

fotografi, hiking, joging, bersepeda gunung dan berjalan dialam.

Saran

Dalam pengembangan wisata alternatif di kawasan Taman Nasional

Gunung Rinjani sebaiknya selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Kajian Wisata Alternatif | 75


1. Menerapkan konsep ekowisata secara konsisten disetiap ODTWA dalam

rangka mendukung pelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani

melalui pelibatan masyarakat sekitar dari perencanaan hingga

pelaksanaan.

2. Hakikat wisata alternatif adalah menawarkan kepada wisatawan produk

wisata yang memiliki kekhususan. Konsep tersebut dapat dilakukan

melalui pengembangan wisata alam tematik disetiap ODTWA yang dapat

meningkatkan daya tarik sekaligus menawarkan keberagaman jenis dan

aktifitas wisata.

3. Mempertimbangkan tren pertumbuhan dan segmen/pasar wisatawan

nusantara dan wisatawan mancanegara.

4. Integrasi dengan pembangunan pariwisata regional atau daerah.

5. Menerapkan pembatasan pengunjung (kuota), mengingat segmen pasar

pariwisata alternatif cenderung wisatawan yang memiliki minat khusus

dan menghindari ODTWA yang ramai. Hal tersebut selaras dengan

definisi wisata alternatif menurut Archer dan Cooper (1993), yaitu suatu

pergerakan yang memiliki jalan keluar untuk “mengobati sakit” dari

pariwisata massal (Mass Tourism).

Kajian Wisata Alternatif | 76


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Lombok Utara. (2018). Bayan Dalam Angka 2018.
Bayan. Lombok Utara.

Bappeda Provinsi NTB. Rencana Induk Pariwisata Berkelanjutan Pulau


Lombok 2015-2019. Pemerintah Provinsi NTB. Mataram.

Bonita, M. K. (2010). Analisis Fasilitas Ekowisata Di Zona Pemanfaatan


Taman Nasional Gunung Rinjani. Media Bina Ilmiah, 9–15.

Damanik, Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia Antara Peluang dan


Tantangan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan


Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Bogor.

Departemen Kehutanan. 2003. Kriteria Penilaian dan Pengembangan Obyek


dan Daya Tarik Wisata Alam. Bogor.

Fandeli, Chafid. ed. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.


Liberty. Yogyakarta.

Fandeli, Chafid dan Muhammad. 2008. Prinsip-prinsip dasar


mengkonservasi lanskap. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Geertz, Clifford. 1992. Tafsir Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta.

Hadiwijoyo, S.S. 2012. Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis


Masyarakat : Sebuah Pendekatan Konsep. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hermawan, M.T.T., dkk. Pengelolaan kawasan konservasi. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. ke-9. Rineka Cipta.


Jakarta.

Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka


Pelajar. Yogyakarta.

Pitanatri, Putu Diah Sastri : Definisi Pariwisata Alternatif, [online],


(http://www.academia.edu., diakses tanggal 8 September 2018).

Putri, M.N., dkk. Penilaian Obyek dan Daya Tarik Riam Asam Telogah Di
Kecamatan Noyan Kabupaten Sanggau Untuk Wisata Alam. Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Kajian Wisata Alternatif | 77


Rachmawati, Fitri., dkk. 2018. 5 Fakta Terbaru Gempa Lombok, 515 Korban
Meninggal hingga Kerugian Rp. 7,7 Triliun, [online],
((https://regional.kompas.com., diakses tanggal 28 November 2018).

Rangkuti, Freddy. 1997. Teknik Membedah Kasus Bisnis : Analisis SWOT-


Cara Perhitungan Bobot, Rating, dan OCAI. Kompas Gramedia.
Jakarta.

Republik Indonesia, 2010. Peraturan Menteri Kehutanan No. 48 Tahun 2010


tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Kementerian
Kehutanan. Jakarta.

Republik Indonesia, 2012. Peraturan Menteri Kehutanan No. 4 Tahun 2012


tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan No. 48 Tahun 2010
tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Kementerian
Kehutanan. Jakarta.

Republik Indonesia, 2013. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat


No. 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah. Sekretaris Daerah Provinsi NTB. Mataram.

Sadikin, P.N., dkk. 2017. Analisis Willingness-To-Pay Pada Ekowisata


Taman Nasional Gunung Rinjani. Jurnal Analisis Kebijakan
Kehutanan Vol. 14 No. 1 (Mei 2017), 31-46.

Kajian Wisata Alternatif | 78


LAMPIRAN

Kajian Wisata Alternatif | 79


Lampiran 1. Hasil Penilaian Gunung Kukus-Air Terjun Mayung Polak.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1275 Baik (A) ≥1120-1440
 Pandangan lepas dan variasi ≥800-1120
pandangan di puncak Gunung 480-800
Kukus
 Keberagaman flora fauna
(termasuk spesies prioritas
Celepuk Rinjani)
 Variasi kegiatan wisata alam
2. Potensi Pasar 3 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
 Wisatawan Asing dari TO Tete
Batu & Mataram
3. Aksesibilitas 5 635 Sedang (B) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ± 65 ≥370-635
km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 2,5 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 845 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak sudah ada ≥700-950
 Tingkat Pengangguran : 4,35 % 450-700
(Profil Desa 2017)
 Mata Pencaharian Penduduk : 60
% Petani berkebun
 Tanggapan masyarakat sangat
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 325 Baik (A) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 25oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 85%
6. Akomodasi : 3 75 Baik (A) ≥70-90
 Penginapan Aik Seleong Desa ≥50-70
Timbanuh, 30-50
 Radius 7 - 8 km dari
penginapan di Kembang
Kuning, Tete Batu Selatan dan
Tete Batu masih baik karena
tidak terkena dampak gempa
bumi.
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 135 Sedang (B) ≥135-180
 Jalan, jaringan listrik, areal ≥90-135
parkir. 45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 770 Baik (A) ≥690-900
 Ketersediaan air diluar obyek ≥480-690
sepanjang tahun 270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 150 Sedang (B) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 7 - 15 km ditemukan
banyak obyek wisata sejenis
maupun tidak sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 500 Baik (A) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan

Kajian Wisata Alternatif | 80


mengganggu
11. Daya Dukung Kawasan 3 305 Sedang (B) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.5 -
25 % dan < 25%.
 Jumlah pengunjung perhari
masih sedikit, < 100.
 Luas zona pemanfaatan

Skor Total Penilaian 5690 Daerah Layak ≥5345-6970


Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 81


Lampiran 2. Hasil Penilaian Kawasan Hutan Perian.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1320 Baik (A) ≥1120-1440
 Keunikan telaga biru dan air ≥800-1120
terjun 480-800
 Keutuhan sumberdaya alam
 Variasi kegiatan wisata alam
2. Potensi Pasar 3 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
 Wisatawan nusantara
3. Aksesibilitas 5 850 Baik (A) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : < 75 ≥370-635
km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 800 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak sudah ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 260 Sedang (B) ≥266-360
≥173-266
80-173
6. Akomodasi : 3 45 Buruk (C) ≥70-90
 Penginapan belum berkembang ≥50-70
30-50
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 165 Baik (A) ≥135-180
 Jalan, jaringan listrik, areal ≥90-135
parkir. 45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 840 Baik (A) ≥690-900
 Ketersediaan air diluar obyek ≥480-690
sepanjang tahun 270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 100 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 7 - 15 km ditemukan
banyak obyek wisata sejenis
maupun tidak sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 375 Sedang (B) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan
mengganggu
11. Daya Dukung Kawasan 3 240 Sedang (B) ≥335-450
 Jumlah pengunjung perhari ≥220-335
masih sedikit, < 100. 105-220
 Luas zona pemanfaatan

Skor Total Penilaian 5670 Daerah Layak ≥5345-6970


Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 82


Lampiran 3. Hasil Penilaian Jalur Gunung Kukus-Air Terjun Jeruk Manis
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1385,5 Baik (A) ≥1120-1440
 Variasi pandangan terbatas ≥800-1120
 Tidak dapat melihat 480-800
pemandangan Gunung Baru Jari
dan Danau Segara Anak.
2. Potensi Pasar 5 800 Baik (A) ≥710-950
 Wisatawan Asing dari Tete ≥470-710
Batu, Senggigi, Kuta 230-470
 Jumlah penduduk Provinsi NTB
: 4,8 juta jiwa
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 550 Sedang (B) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ± 50 ≥370-635
km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1,5-2 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 800 Sedang (B) ≥950-1200
 Belum ada tata ruang wilayah ≥700-950
obyek 450-700
 Tingkat Pengangguran : 2,15 %
 Mata Pencaharian Penduduk :
Petani
5. Iklim 4 260 Sedang (B) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 26,6oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 85%
6. Akomodasi 3 80 Baik(A) ≥70-90
Radius 7-9 km penginapan berada ≥50-70
di Desa Kembang Kuning, Jeruk 30-50
Manis, Tete Batu Selatan,Tete
Batu, dan paska gempa bumi
penginapan semua masih baik
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 165 Baik (A) ≥135-180
 Wisata tirta Otak Kokoq Joben, ≥90-135
Putri Duyung (Pringgasela) dan 45-90
Aik Seleong Timbanuh,
 Wisata Budaya Pengadangan
 Tenun Tradisional Pringgasela,
 Desa Wisata Tete Batu,
 Mesjid Kuno Kotaraja,
 Wisata Kebun Jeruk dan
Alpokat Timbanuh
 Kios cinderamata Pringgasela
 Jalan, jaringan listrik, drainase.
8. Ketersediaan Air Bersih 6 745 Baik (A) ≥690-900
 Didalam jalur tidak ditemukan ≥480-690
mata air 270-480
 Diluar obyek ketersediaan air
banyak
 Jarak lokasi air bersih ke obyek
< 3 km
 Sukar dialirkan menuju obyek
 Ketersediaan air diluar obyek
sepanjang tahun
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 170 Baik (A) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 10 – 15 km ditemukan

Kajian Wisata Alternatif | 83


banyak obyek wisata sejenis
maupun tidak sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 375 Sedang (B) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan
mengganggu
11. Daya Dukung Kawasan 3 205 Buruk (C) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan 1 longsoran tanah 105-220
seluas 1 hektar
 Kemiringan lahan <25 %
 Jenis wisata yang dapat
dikembangkan bervariasi
Skor Total Penilaian 5535,5 Daerah Layak ≥5345-6970
Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 84


Lampiran 4. Hasil Penilaian Kawasan Hutan Tetebatu.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1320 Baik (A) ≥1120-1440
 Gunung Kondo sebagai ≥800-1120
“Puncak Kedua” setelah 480-800
puncak Rinjani
 Keutuhan sumberdaya alam
 Variasi kegiatan wisata alam
2. Potensi Pasar 3 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
 Wisatawan nusantara
3. Aksesibilitas 5 850 Baik (A) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : < 75 ≥370-635
km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 800 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak sudah ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 300 Baik (A) ≥266-360
≥173-266
80-173
6. Akomodasi : 3 45 Buruk (C) ≥70-90
 Penginapan belum berkembang ≥50-70
30-50
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 165 Baik (A) ≥135-180
 Jalan, jaringan listrik, areal ≥90-135
parkir. 45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 720 Baik (A) ≥690-900
 Ketersediaan air diluar obyek ≥480-690
sepanjang tahun 270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 100 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 7 - 15 km ditemukan
banyak obyek wisata sejenis
maupun tidak sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 375 Sedang (B) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan
mengganggu
11. Daya Dukung Kawasan 3 165 Buruk (C) ≥335-450
 Jumlah pengunjung perhari ≥220-335
masih sedikit, < 100. 105-220
 Luas zona pemanfaatan

Skor Total Penilaian 5515 Daerah Layak ≥5345-6970


Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 85


Lampiran 5. Hasil Penilaian Air Terjun Mangku Sakti melalui Desa Sambik Elen.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1125 Baik (A) ≥1120-1440
 Pandangan lepas menuju obyek, ≥800-1120
dapat melihat air terjun dari 480-800
sudut pandang yang lebih tinggi
 Terlihat air terjun Mangku Sakti
2 tingkat
 Keserasian warna air dan batuan
2. Potensi Pasar 5 625 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 525 Sedang (B) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ± 100 ≥370-635
km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 2-3 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 925 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak sudah ada ≥700-950
 Tingkat Pengangguran : 7,44 % 450-700
(PMKS, 2016)
 Mata Pencaharian Penduduk :
51% Petani
 Tanggapan masyarakat sangat
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 270 Baik (A) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 25oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 83%
6. Akomodasi 3 45 Buruk (C) ≥70-90
Radius 15 km penginapan berada ≥50-70
di Desa Senaru. Paska gempa bumi 30-50
hanya tersisa 3 penginapan (total
10 kamar) yang mengalami rusak
ringan, 20 penginapan rusak berat.
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 105 Sedang (B) ≥135-180
 Jalan dan areal parkir. ≥90-135
45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 870 Baik (A) ≥690-900
 Diluar obyek ketersediaan air ≥480-690
melimpah 270-480
 Jarak lokasi air bersih ke obyek
< 1 km
 Dapat dialirkan menuju obyek
 Ketersediaan air diluar obyek
sepanjang tahun
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 60 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 50 km ditemukan banyak
obyek wisata sejenis maupun tidak
sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 500 Baik (A) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan
mengganggu

Kajian Wisata Alternatif | 86


11. Daya Dukung Kawasan 3 315 Sedang (B) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.
15-25 % dan > 25%.
 Jumlah pengunjung perhari
masih sedikit, < 100.
 Luas zona pemanfaatan relatif
kecil : 69,75 ha.
 Jenis wisata yang dapat
dikembangkan soft treking,
wisata tirta dan wisata minat
khusus.
Daerah Layak ≥5345-6970
Skor Total Penilaian 5365 Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 87


Lampiran 6. Hasil Penilaian Jalur Pendakian Aikberik.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 1230 Baik (A) ≥1120-1440
 Pandangan lepas menuju obyek ≥800-1120
Gunung Baru Jari dan Danau 480-800
Segara Anak
 Sudut Pemandangan yang
berbeda dibanding plawangan
lainnya.
2. Potensi Pasar 5 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 850 Baik (A) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ≥370-635
>75km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 887,5 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak belum ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 300 Baik (A) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 25oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 83%
6. 3 30 Buruk (C) ≥70-90
Akomodasi
≥50-70
Belum berkembang didesa sekitar
30-50
7. Sarana Prasarana Penunjang 3 75 Buruk (C) ≥135-180
 Jalan dan areal parkir. ≥90-135
45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 660 Sedang (B) ≥690-900
 Ketersediaan air sepanjang ≥480-690
tahun 270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 50 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 50 km ditemukan banyak
obyek wisata sejenis maupun tidak
sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 450 Sedang (B) ≥482-600
 Tidak ada binatang pengganggu ≥366-482
 Tidak ada situs berbahaya 250-366
 Jarang gangguan kamtibmas
 Bebas kepercayaan
mengganggu
11. Daya Dukung Kawasan 3 150 Buruk (C) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.
15-25 % dan > 25%.
 Jumlah pengunjung perhari
masih sedikit, < 100.
Daerah Layak ≥5345-6970
Skor Total Penilaian 5357,5 Dikembangkan ≥3720-5345
(A) 2095-3720

Kajian Wisata Alternatif | 88


Lampiran 7. Hasil Penilaian Sabana Propok.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 960 Sedang (B) ≥1120-1440
 Hamparan padang sabana ≥800-1120
 Pemandangan lanskap Gunung 480-800
Rinjani yang berbeda dibanding
ODTWA lainnya.
2. Potensi Pasar 5 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 750 Baik (A) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ≥370-635
>75km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1,5-2 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 875 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 300 Baik (A) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 25oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 83%
6. 3 30 Buruk (C) ≥70-90
Akomodasi
≥50-70
Belum berkembang didesa sekitar
30-50
7. Sarana Prasarana Penunjang. 3 75 Buruk (C) ≥135-180
≥90-135
45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 630 Sedang (B) ≥690-900
≥480-690
270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 50 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 50 km ditemukan banyak
obyek wisata sejenis maupun tidak
sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 300 Buruk (C) ≥482-600
 Daerah rawan karhut ≥366-482
250-366
11. Daya Dukung Kawasan 3 105 Buruk (C) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.
15-25 % dan > 25%.
 Jumlah pengunjung perhari
masih sedikit, < 100.
Daerah Belum ≥5345-6970
Layak ≥3720-5345
Skor Total Penilaian 4750
Dikembangkan 2095-3720
(B)

Kajian Wisata Alternatif | 89


Lampiran 8. Hasil Penilaian Bukit Telaga.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 960 Sedang (B) ≥1120-1440
 Hamparan padang sabana ≥800-1120
 Pemandangan lanskap Gunung 480-800
Rinjani yang berbeda dibanding
ODTWA lainnya.
2. Potensi Pasar 5 675 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 750 Baik (A) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ≥370-635
>75km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 1,5-2 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 750 Sedang (B) ≥950-1200
 Desain Tapak ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 300 Baik (A) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 25oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 83%
6. 3 30 Buruk (C) ≥70-90
Akomodasi
≥50-70
Belum berkembang didesa sekitar
30-50
7. Sarana Prasarana Penunjang. 3 75 Buruk (C) ≥135-180
≥90-135
45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 630 Sedang (B) ≥690-900
≥480-690
270-480
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 50 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 50 km ditemukan banyak
obyek wisata sejenis maupun tidak
sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 300 Buruk (C) ≥482-600
≥366-482
250-366
11. Daya Dukung Kawasan 3 135 Buruk (C) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.
15-25 % dan > 25%.
 Jumlah pengunjung perhari
masih sedikit, < 100.
Daerah Belum ≥5345-6970
Layak ≥3720-5345
Skor Total Penilaian 4655
Dikembangkan 2095-3720
(B)

Kajian Wisata Alternatif | 90


Lampiran 9. Hasil Penilaian Bukit Stampol.
Standar
No. Kriteria Penilaian Bobot Skor Klasifikasi
Penialain
1. Daya Tarik Obyek Wisata 6 639,6 Buruk (C) ≥1120-1440
 Pemandangan terbatas ≥800-1120
 Tidak dapat melihat Gunung 480-800
Baru Jari dan Danau Segara
Anak
2. Potensi Pasar 5 600 Sedang (B) ≥710-950
 Jumlah penduduk Provinsi NTB ≥470-710
: 4,8 juta jiwa 230-470
 Kepadatan : 242,94/km2
3. Aksesibilitas 5 450 Sedang (B) ≥635-900
 Jarak dari Kota Mataram : ≥370-635
>75km 105-370
 Kondisi jalan cukup baik
 Waktu tempuh dari kota
Mataram : 2-3 jam
4. Kondisi Sekitar Kawasan 5 700 Buruk (C) ≥950-1200
 Desain Tapak ada ≥700-950
 Tanggapan masyarakat sangat 450-700
mendukung pengembangan
OWA
5. Iklim 4 260 Sedang (B) ≥266-360
 Suhu Udara rata-rata : 26,6oC ≥173-266
 Jumlah bulan kering : 6 bulan 80-173
 Kelembaban rata-rata : 83%
6. Akomodasi 3 45 Buruk (C) ≥70-90
Radius 15 km penginapan berada ≥50-70
di Desa Senaru. Paska gempa bumi 30-50
hanya tersisa 3 penginapan (total
10 kamar) yang mengalami rusak
ringan, 20 penginapan rusak berat.

7. Sarana Prasarana Penunjang. 3 90 Buruk (C) ≥135-180


≥90-135
45-90
8. Ketersediaan Air Bersih 6 270 Buruk (C) ≥690-900
≥480-690
Disepanjang jalur tidak ditemukan 270-480
sumber air
9. Hubungan dengan Obyek Wisata 1 50 Buruk (C) ≥150-200
Sekitar ≥100-150
50-100
Radius 50 km ditemukan banyak
obyek wisata sejenis maupun tidak
sejenis (kompetitor)
10. Keamanan pengunjung 5 375 Sedang (B) ≥482-600
≥366-482
250-366
11. Daya Dukung Kawasan 3 120 Buruk (C) ≥335-450
 Kepekaan tanah terhadap erosi, ≥220-335
ditemukan beberapa longsoran 105-220
tanah dampak gempa bumi.
 Kemiringan lahan bervariasi.
15-25 % dan > 25%.

Daerah Tidak ≥5345-6970


Layak ≥3720-5345
Skor Total Penilaian 3599,6
Dikembangkan 2095-3720
(B)

Kajian Wisata Alternatif | 91


116°20'0"E 116°30'0"E 116°40'0"E

BILOK PETUNG
OBEL OBEL PETA
Air Terjun Mangku Sakti LOKASI KAJIAN WISATA ALTERNATIF
9080000

!
. MADAYIN

§
BELANTING U
GUMANTAR
SESAIT

8°20'0"S
SALUT LOLOANSAMBIK ELEN
SELENGEN
SUKADANA BAYAN SAJANG DARA KUNCI

PENDUA
Bukit Telaga Skala 1:150.000 SUGIAN
Bukit Stampol Km
0 1.5 3 6 9 12

MUMBUL SARI !
. BAGIK MANIS
AKAR AKAR KETERANGAN Zona
SAMBIK BANGKOL SEMBALUN
!
. Jalan Enclave
SAMBELIAZona Inti Darat
SANTONG SENARU Batas Kabupaten Zona Khusus
REMPEK
SENANGGALIH Zona Pemanfaatan
SEMBALUN TIMBA GADING
SEMBALUN BUMBUNG Zona Rehabilitasi
Plawangan Aikberik Zona Religi
9070000

GENGGELANG PADAK GUAR


Zona Rimba
Zona Tradisional
SEMBALUN LAWANG
Gunung
SESAOT Kondo !
. Sabana Propok 390000 420000 450000 480000
!
.
LENEK DUREN
± GUNUNG MALANG

9080000

9080000
Skala 1:2.000.000
!
.
BEBIDAS
Kab. Lombok Utara
KARANG SIDEMEN SAPIT MEKAR SARI

9050000

9050000
TETEBATU Mataram Kab. Lombok Timur

PUNCAK JERINGO
AIK BERIK
TOYA Kab. Lombok Tengah

BERIRI JARAK
Kab. Lombok Barat
PERIGI

9020000

9020000
AIK BUAL SERUNI MUMBUL
PENGADANGAN

8°30'0"S
Lokasi
PAKUAN JURIT BARU Air Terjun Mayung Polak
9060000

LANTAN
JERUK MANIS
!
. 390000 420000 450000 480000

!
. LABUHAN LOMBOK
PRINGGAJURANG UTARA Gunung
AIK PRAPA Kukus SUNTALANGU
SEDAU PERIAN !
. Sistem Proyeksi : UTM dan Geografi
Telaga Baru DatumSUELA : WGS 84
TIMBANUH Zona
JINENG : 50 S
PRINGGABAYA UTARA
SELAPARANG
JENGGIK UTARA
!
. OTAK RARANGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Air Terjun Tereng Wilis PESANGGRAHAN PENGADANGAN BARAT KEMBANG KERANG DAYA DIREKTORAT JENDERAL
TETEBATU SELATAN
! KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
. KEMBANG KUNING LENEK DAYA AIKMEL UTARA KARANG BARU
Air Terjun Jeruk Manis KETANGGA
BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI
WANASABA LAUK PRINGGABAYA
SETILING LENDANG NANGKA UTARA AIKMEL TIMURWANASABA DAYA BATUYANG
430000 440000 450000 460000

Anda mungkin juga menyukai