BAB X
PARTISIPASI POLITIK
365
Patisipasi Politik
public policy).1
1
Herbert McClosky, ”Political Participation,” International Encyclopedia of the Social Sciences,
ed. ke-2 (New York: The Macmillan Company, 1972), XII, hlm. 252.
367
Dasar-Dasar Ilmu Politik
2
Samuel P Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice: Political Participation in
Developing Countries (Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1977), hlm 3.
368
Patisipasi Politik
369
Dasar-Dasar Ilmu Politik
tanpa paksaan atau tekanan dari siapa pun. Termasuk dalam kelompok ini
para tokoh seperti Herbert McClosky, Gabriel Almond, Norman H. Nie, dan
Sidney Verba.
Akan tetapi, di samping itu, beberapa sarjana yang banyak mempelajari
negara-negara komunis dan berbagai negara berkembang, cenderung ber-
pendapat bahwa kegiatan yang tidak sukarela pun tercakup, karena sukar
sekali untuk membedakan antara kegiatan yang benar-benar sukarela dan
kegiatan yang dipaksakan secara terselubung, baik oleh penguasa maupun
oleh kelompok lain. Huntington dan Nelson misalnya membedakan antara
partisipasi yang bersifat otonom (autonomous participation) dan partisipasi
yang dimobilisasi atau dikerahkan oleh pihak lain (mobilized participation).3
Ada juga yang menamakan gejala terakhir ini sebagai regimented
participation.
Dalam hubungan ini mungkin dapat dikatakan bahwa dalam hampir
setiap kegiatan partisipasi ada unsur tekanan atau manipulasi, akan tetapi
di negara-negara demokrasi Barat tekanan semacam ini jauh lebih sedikit di-
banding dengan di negara-negara otoriter. Di negara-negara berkembang
terdapat kombinasi dari unsur sukarela dan unsur manipulasi dengan ber-
bagai bobot dan takaran.
Ada pula pendapat bahwa partisipasi politik hanya mencakup kegiatan
yang bersifat positif. Akan tetapi Huntington dan Nelson menganggap bah-
wa kegiatan yang ada unsur destruktifnya seperti demonstrasi, teror, pem-
bunuhan politik, dan lain-lain, merupakan suatu bentuk partisipasi.4
Di samping mereka yang ikut serta dalam satu atau lebih bentuk parti-
sipasi, ada warga masyarakat yang sama sekali tidak melibatkan diri dalam
kegiatan politik. Hal ini adalah kebalikan dari partisipasi dan disebut apati
(apathy). Timbul pertanyaan: mengapa orang apatis? Ada beberapa jawab-
an. Mereka tidak ikut pemilihan karena sikap acuh tak acuh dan tidak ter-
tarik pada, atau kurang paham mengenai masalah politik. Ada juga karena
tidak yakin bahwa usaha untuk memengaruhi kebijakan pemerintah akan
berhasil, dan ada juga yang sengaja tidak memanfaatkan kesempatan me-
milih karena kebetulan berada di lingkungan di mana ketidaksertaan meru-
www.bacaan-indo.blogspot.com
3
Samuel Huntington, No Easy Choice, hlm. 7.
4
Ibid, hlm. 13.
370
Patisipasi Politik
5
Seymour Martin Lipset, Political Man: The Social Bases of Politics (Bombay: Vakila, Feffer and
Simons Private, Ltd., 1960), hlm. 83.
6
Robert Dahl, Modern Political Analysis, ed. ke-3 (New Delhi: Prentice-Hall of India, 1978), hlm.
106.
7
Galen A. lrwin, ”Political Efficacy, Satisfaction, and Participation,” Mens en Maatschappij, Winter,
1975, hlm. 35.
371
Dasar-Dasar Ilmu Politik
Bagan 1
Piramida Partisipasi Politik I
Pemain (Gladiators)
5-7% populasi termasuk gladiators, yaitu
Pemain orang yang sangat aktif dalam dunia
(Gladiators) politik.
Penonton (Spectators)
Penonton 60 % populasi aktif secara minimal,
(Spectators) termasuk memakai hak pilihnya.
Apatis (Apathetics)
Apatis 33 % populasi termasuk apathetics,
(Apathetics) yaitu orang yang tidak aktif sama sekali,
termasuk tidak memakai hak pilihnya.
Sumber: L. Milbrath dan M. Goel, Political Participation: How and Why Do People Get Involved in Politics, ed. ke-2
(Chicago, Ill: Rind McMally 1977), seperti disebut oleh Rod Hague dkk, Comparative Government and Politics, ed.
ke-4, (London: Macmillan Press, 1998), hlm. 82.
372
Patisipasi Politik
Bagan 2
Piramida Partisipasi Politik II
Aktivis (Activists)
The Deviant (termasuk di dalamnya pembunuh
dengan maksud politik, pembajak, dan
teroris);
Pejabat publik atau calon pejabat publik;
Aktivis Fungsionaris partai politik pimpinan kelompok
(Activists) kepentingan.
Partisipan (Participants)
Orang yang bekerja untuk kampanye;
Anggota partai secara aktif;
Partisipan aktif dalam kelompok
Partisipan
kepentingan dan tindakan-tindakan yang
(Participants)
bersifat politis;
Orang yang terlibat dalam komunitas
proyek.
Penonton (Onlookers)
Orang yang menghadiri reli-reli politik;
Penonton Anggota dalam kelompok kepentingan;
(Onlookers) Pe-lobby;
Pemilih;
Orang yang terlibat dalam diskusi politik;
Pemerhati dalam pembangunan politik.
Apolitis
Apolitis (Apoliticals)
(Apoliticals)
www.bacaan-indo.blogspot.com
Sumber: David F. Roth dan Frank L. Wilson, The Comparative Study of Politics, ed. ke-2, (Boston: Houghton Mifflin
Company, 1976), hlm. 159.
373
Dasar-Dasar Ilmu Politik
Suatu penelitian lain yang dilakukan oleh Verba dan Nie menemukan
bahwa dari sejumlah orang Amerika yang diteliti:
a. Dua puluh dua persen dari masyarakat Amerika sama sekali tidak aktif
dalam kehidupan politik, memberikan suara dalam pemilihan pun
tidak. Kelompok ini terdiri atas tingkat sosial-ekonomi rendah, berkulit
hitam, perempuan, orang tua (di atas 55 tahun) dan orang muda (di
bawah 35 tahun).
b. Dua puluh satu persen—disebut ”spesialis pemilih” (voting spesialists)—
hanya aktif dalam memberikan suara, tetapi tidak mengadakan kegiatan
politik lainnya. Kelompok ini terdiri atas golongan sosial-ekonomi
rendah, orang kota, dan orang berumur. Orang daerah pedesaan kurang
terwakili dalam kelompok ini.
c. Empat persen—disebut ”partisipan parokial” (parochial participants)—
hanya aktif mengontak pejabat, baik di pemerintahan maupun di partai,
apabila mereka menemui persoalan tertentu. Mereka yang termasuk da-
lam kelompok ini adalah masyarakat kelas ekonomi bawah yang bera-
gama Katolik di kota-kota besar.
d. Dua puluh persen—disebut ”komunalis” (communalists)—mengontak
pejabat partai dan pemerintahan mengenai banyak isu, dan mereka be-
kerja sama untuk menangani isu-isu tersebut. Kebanyakan dari mereka
memilih, tetapi tidak mau melibatkan diri dalam kampanye pemilihan
umum. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah masyarakat
sosial-ekonomi atas yang beragama Protestan. Juga masyarakat di pede-
saan dan kota-kota kecil, tetapi tidak di kota-kota besar.
e. Lima belas persen—disebut ”aktivis kampanye” (campaigners)—selalu
memberikan suara dalam pemilihan dan aktif dalam kampanye pemilih-
an. Mereka disebut ”aktivis kampanye” dan terdiri atas golongan atas,
berasal dari kota besar dan kota satelit. Banyak orang kulit hitam dan
orang Katolik termasuk di dalamnya.
f. Sebelas persen—disebut ”aktivis penuh” (complete activists). Kelompok ini
www.bacaan-indo.blogspot.com
374
Patisipasi Politik
8
Sidney Verba dan Norman H. Nie, Participation in America (New York: Harper and Row,
1972), hlm. 118-119. Hasil di atas merupakan 93% dari sampel sedangkan 7% dari sampel tidak
dapat diklasifikasikan.
9
http://encyclopedia.thefreedictionary.com/united\kingdom\general\election.
10
http://encyclopedia.thefreedictionary.com/united\kingdom\general\election.
375
Dasar-Dasar Ilmu Politik
umum selanjutnya. Pada tahun 1999 yang memberikan suara 57,7%, dan
pada pemilihan umum 2004 persentase yang memberikan suaranya juga
kurang dari 60%. Jumlah kursi di parlemen yang diperebutkan ada 545.11
Melihat jumlah pemilih, tepatlah jika dikatakan bahwa India merupakan
negara demokrasi yang terbesar di dunia.
Sedangkan di Singapura, persentase pemilih dalam pemilihan umum
juga kita-kira 50%. Contoh lain adalah Malaysia. Pada pemilihan umum
1999 warga yang menggunakan haknya 69,5%. Di Indonesia persentase
pemilih sangat tinggi, yaitu 90% ke atas. Dalam pemilihan umum
pertama (1955) yang diselenggarakan dalam suasana yang khidmat
karena merupakan pemilihan umum pertama yang pernah diadakan,
persentasenya adalah 91%, yaitu 39 juta dari total jumlah warga negara
yang berhak memilih sejumlah 43 juta. Persentase partisipasi pada tahun
1992 dalam masa otoriter adalah 95% atau 102,3 juta yang memakai hak
pilihnya. Di masa Reformasi dalam pemilihan umum 1999, dan tahun
2004 partisipasi menurun. Penurunan ini disebabkan karena pemilu
diadakan tergesa-gesa dan adanya perubahan sistem pemilihan umum.
Partisipasi dalam pemilu legislatif 2004 turun menjadi 84% dan untuk
pemilihan umum presiden putaran kedua turun menjadi 77,4%.
Akan tetapi, memberi suara dalam pemilihan umum bukan merupa-
kan satu-satunya bentuk partisipasi. Angka hasil pemilihan umum hanya
memberikan gambaran yang kasar mengenai partisipasi itu. Masih ter-
dapat pelbagai bentuk partisipasi lain yang berjalan secara kontinu dan
tidak terbatas pada masa pemilihan umum saja. Penelitian mengenai ke-
giatan ini menunjukkan bahwa persentase partisipasi dalam pemilihan
umum sering kali berbeda dengan persentase partisipasi dalam kegiatan
yang tidak menyangkut pemberian suara semata-mata. Maka dari itu, un-
tuk mengukur tingkat partisipasi perlu diteliti pelbagai kegiatan politik
lainnya.
Penelitian mengenai partisipasi politik di luar pemberian suara da-
lam pemilihan umum dilakukan oleh Gabriel A. Almond dan Sidney Verba.
Dari hasil penelitiannya yang dituangkan dalam karya klasik Civic Culture
www.bacaan-indo.blogspot.com
11
http://encyclopedia.thefreedictionary.com/india\general\election.
376
Patisipasi Politik
Tabel 1
Voter Turnout di Berbagai Negara
tuk memberi suara dalam pemilihan umum. Akan tetapi mereka lebih
aktif mencari pemecahan pelbagai masalah masyarakat serta lingkungan
melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi-
organisasi seperti organisasi politik, bisnis, profesi, petani, dan sebagai-
www.bacaan-indo.blogspot.com
nya.12 Suatu studi penilaian kembali yang dilakukan dua puluh tahun ke-
mudian dan yang diedit oleh kedua tokoh yang sama, berjudul The Civic
12
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, The Civic Culture (Princeton, N.J.: Princeton University
Press, 1963), hlm. 160.
377
Dasar-Dasar Ilmu Politik
Tabel 2
Karakteristik Sosial Para Pemilih di Amerika Serikat
Kategori Partisipasi Lebih Tinggi Partisipasi Lebih
Rendah
Pendapatan Pendapatan tinggi Pendapatan rendah
Pendidikan Pendidikan tinggi Pendidikan rendah
Pekerjaan Orang bisnis Buruh kasar
Karyawan kantor Pembantu rumah
Pegawai pemerintah tangga
Pepetani pedagang Karyawan dinas-dinas
(Commercial crop farmers) Pelayanan
Buruh tambang Pepetani kecil
Ras Kulit putih Kulit hitam
Jenis kelamin Pria Perempuan
Umur Setengah baya (35-55), tua Di bawah 35
(55 ke atas)
www.bacaan-indo.blogspot.com
13
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, The Civic Culture Revisited, (Boston, Mass: Little,
Brown and Company, 1980), hlm. 198.
14
Untuk uraian lengkap mengenai dasar sosial dari partisipasi politik lihat Alan S.
Zuckerman, Doing Political Science (Boulder Col.: Westview Press, 1991) hlm. 17-41.
378
Patisipasi Politik
Sumber: Seymour Martin Lipset, Political Man: the Social Bases of Politics (Bombay: Vakil Feffer and Simons Private
Ltd., 1960), hlm. 84. Hasil penelitian ini kemudian diperkuat oleh penelitian Sidney Verba dan Norman H. Nie,
Participation in America (New York: Harper and Row, 1972).
15
S.E. Finer, Comparative Government (London: Pelican Books, 1978), hlm. 338, 406.
16
Gabriel A. dan G. Bingham Powell. Jr, ed., Comparative Politics Today: A World View, ed. ke-5
(New York: Harper Collins, 1992), hlm. 369.
17
Victor C. Falkenheim, ”Political Participation in China,” dalam Problems of Communism
(Washington DC, Mei-Juni 1978), hlm. 18-32.
379
Dasar-Dasar Ilmu Politik
18
Leonard Schapiro, ed., The USSR and the Future (New York: Frederick A. Praeger, 1963),
hlm. 198. Lihat juga Marcus E. Ethridge dan Howard Handelman, Politics in a Changing World: A
Comparative Introduction to Political Science (New York: St. Martin’s Press, 1994), hlm. 378.
19
Ethridge et al., Politics in a Changing Society, hlm. 432-434.
380
Patisipasi Politik
20
Huntington, Samuel P., Political Order in Changing Societies (New Haven: Yale University
Press, 1968), hlm. 4.
381
Dasar-Dasar Ilmu Politik
21
Huntington dan Nelson, No Easy Choice, hlm. 30-40.
22
Michael Roskin, et al., Political Science: An Introduction, ed. ke-8 (New Jersey: Prentice Hall,
2003).
382
Patisipasi Politik
23
Seperti disebut oleh Rod Hague et al., Comparative Government and Politics, hlm. 91.
24
Marcus Ethridge dan Howard Handelman, Politics in a Changing Society: A Comparative
Introduction to Political Science (New York: St Martins Press, 1994), hlm. 150.
25
Dulu disebut ”kelompok penekan” (pressure groups). Akan tetapi karena muncul anggapan
bahwa tidak semua kelompok kepentingan mengadakan penekanan, dewasa ini masyarakat
lebih cenderung memakai istilah ”kelompok kepentingan”.
383
Dasar-Dasar Ilmu Politik
Amerika (di Amerika Serikat). Tujuan utama adalah memperbaiki nasib dari
masing-masing golongan, terutama keadaan ekonominya.
Pada tahun 1960-an timbul fenomena baru, sebagai lanjutan dari gerak-
an sosial lama, yaitu Gerakan Sosial Baru (New Social Movements atau NSM).
Gerakan sosial baru ini berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis
terutama dengan timbulnya pergolakan di negara-negara Eropa Timur yang
ingin melepaskan diri dari otoritarianisme menuju demokrasi. Berbeda de-
ngan gerakan sosial lama, anggotanya terdiri atas generasi pasca-materialis
(post-materialist). Dinamakan pasca-materialis dalam arti bahwa kemajuan
industri telah berhasil memenuhi kebutuhan materiil manusia untuk hidup
secara layak. Dengan demikian ia mempunyai cukup waktu dan dana untuk
memfokuskan diri pada masalah di luar kepentingan materiil dari masing-
masing golongan. Tujuannya antara lain meningkatkan kualitas hidup (quality
of life). Salah satu caranya ialah dengan mendirikan berbagai kelompok yang
peduli pada masalah-masalah baru seperti lingkungan, gerakan perempuan,
hak asasi manusia, dan gerakan antinuklir. Di antara kelompok kepentingan
itu ada yang bersifat sosial (seperti menyediakan air bersih), ada yang lebih
bersifat advokasi (seperti penegakan hak asasi).
Dasar dari kelompok ini adalah ”protes”. Mereka sangat kritis terhadap
cara-cara berpolitik dari para politisi dan pejabat, dan merasa ”terasingkan”
(alienasi) dari masyarakat. Mereka menginginkan desentralisasi dari kekuasa-
an negara, desentralisasi pemerintah, partisipasi dalam peningkatan swadaya
masyarakat (self help), terutama masyarakat lokal. Orientasi mereka mirip
dengan ideologi Kiri Baru (New Left).
Sementara itu kelompok-kelompok ini terus-menerus berinteraksi
dengan badan eksekutif, dengan tetap memerhatikan kedudukan otonomnya
terhadap negara (maka sering dinamakan Non-Governmental Organizations
atau NGO). Juga dibina interaksi dengan unsur-unsur kemasyarakatan lainnya
termasuk dunia ekonomi dan industri. Cara kerja mereka sebanyak mungkin
tanpa tekanan atau paksaan, tetapi melalui lobbying serta networking yang
intensif tetapi persuasif. Akan tetapi jika cara ini kurang berhasil, mereka
tidak segan-segan bertindak lebih keras dengan mengadakan tindakan
www.bacaan-indo.blogspot.com
384
Patisipasi Politik
ma. Masing-masing kelompok bekerja sama dengan kelompok lain yang kira-
kira sama orientasinya. Jaringan kerjanya sangat luas, tidak hanya di dalam
negeri, tetapi juga di luar negeri berkat proses globalisasi. Demonstrasi-
demonstrasi terhadap World Trade Organization di Seattle (1999) dan di
Hongkong (2005) membuktikan betapa kuatnya organisasi-organisasi
internasional ini dalam mengerahkan massa, baik di negara masing-masing
maupun lintas negara. Lagi pula media massa juga banyak membantu
dengan menyebarluaskan pesan mereka melalui liputan yang luas.
Dengan demikian NSM, terutama yang besar, menjadi faktor partisipasi
politik yang penting dalam masyarakat demokrasi. Kadang-kadang fenomena
ini dinamakan demokrasi dari bawah (democracy from below). Mereka
bertindak sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat, terutama
di tingkat akar rumput (grass roots) dengan memberikan masukan (input)
kepada para pembuat keputusan. Selain itu, mereka dapat menjadikan badan
eksekutif dan anggota parlemen lebih responsif dan akuntabel terhadap
masyarakat. Dalam rangka ini mereka dianggap sebagai faktor yang sangat
penting dalam proses demokratisasi.
Sekalipun demikian, ada kalangan masyarakat yang menyatakan
keprihatinannya bahwa tindakan langsung (direct action) yang kadang-
kadang menjurus ke radikalisme ini dapat menjadi faktor perusak (destruktif)
bagi suatu sistem politik yang masih kurang stabil sehinggga negara yang
bersangkutan menjadi ”negara tak berdaya” atau ”negara lemah” (weak
state).
Sesudah mempelajari berbagai analisis mengenai NSM, Enrique Larana,
Hank Johnston, dan Joseph R. Gusfield (1994) sampai pada suatu kesimpulan
yang diutarakan secara singkat di bawah ini.
1. Basis NSM bersifat lintas kelas sosial. Latar belakang status sosial peserta
yang tersebar (diffuse social statuses) seperti golongan muda, gender,
dan mereka yang mempunyai perbedaan orientasi seksualitas (gay atau
lesbian).
2. Karakteristik sosial mereka sangat berbeda dari ciri gerakan buruh, mau-
pun dengan konsepsi Marxis bahwa ideologi merupakan unsur yang
www.bacaan-indo.blogspot.com
385
Dasar-Dasar Ilmu Politik
tidak sentralistis.26
26
Enrique Larana, Hank Johnston, and Joseph R. Gustfild, New Social Movements: From
Ideology to Identity (Philadelphia: Temple University Press, 1994), hlm. 6-9.
386
Patisipasi Politik
Kelompok Anomi
Kelompok-kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu-individu
yang terlibat merasa mempunyai perasaan frustrasi dan ketidakpuasan
yang sama. Sekalipun tidak terorganisir dengan rapi, dapat saja kelompok-
kelompok ini secara spontan mengadakan aksi massal jika tiba-tiba timbul
frustrasi dan kekecewaan mengenai sesuatu masalah. Ketidakpuasan ini
diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak terkontrol,
yang kadang-kadang berakhir dengan kekerasan. Ledakan emosi ini yang
sering tanpa rencana yang matang, dapat saja tiba-tiba muncul, tetapi
juga dapat cepat mereda. Akan tetapi jika keresahan tidak segera diatasi,
maka masyarakat dapat memasuki keadaan anomi, yaitu situasi chaos dan
lawlessness yang diakibatkan runtuhnya perangkat nilai dan norma yang
sudah menjadi tradisi, tanpa diganti nilai-nilai baru yang dapat diterima
secara umum. Hal ini tercermin dalam kejadian seperti pemberontakan di
Berlin Timur dan Hungaria (tahun 1950-an) dan Polandia (tahun 1980-an),
demonstrasi di Tiananmen Square (1989), dan demonstrasi-demonstrasi
mengutuk kartun Nabi Muhammad SAW di Denmark (2006) dan di beberapa
negara di dunia.
Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak
saudara, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok-
www.bacaan-indo.blogspot.com
kelompok ini biasanya tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai orga-
27
Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, eds., Comparative Politics Today: A World View,
Edisi ke-5 (New York: Harpes Collins, 1992), hlm. 62-65.
387
Dasar-Dasar Ilmu Politik
Kelompok Institusional
Kelompok-kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara
erat dengan pemerintahan seperti birokrasi dan kelompok militer. Contoh di
Amerika: military industrial complex di mana Pentagon bekerja sama dengan
industri pertahanan. Contoh di Indonesia: Darma Wanita, KORPRI, Perkum-
pulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Kelompok Asosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi-
organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai
organisasi yang baik dengan staf yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah
menjadikan mereka lebih efektif daripada kelompok-kelompok lain dalam
memperjuangkan tujuannya. Contoh di Indonesia: Federasi Persatuan Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia, Himpunan Kerukunan Petani Indonesia (HKTI),
Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Kamar Dagang Indonesia (KADIN).
Lembaga yang pada akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pem-
binaan keluarga yang sehat sebagai fokus kegiatannya.
Menjelang 1960-an, lahir juga LSM-LSM baru. Pada masa ini muncul
kesadaran bahwa kemiskinan dan masalah yang berkaitan dengan itu tak
388
Patisipasi Politik
mulai muncul. Seperti di negara-negara maju, LSM ada yang aktif di bidang
28
M.M. Billah dan Abdul Hakim Garuda Nusantara, ”Lembaga Swadaya Masyarakat di
Indonesia: Perkembangan dan Prospeknya,” Prisma No. 4 (1988), hlm. 117.
389
Dasar-Dasar Ilmu Politik
29
Herdi SRS, LSM: Demokrasi dan Keadilan Sosial: Catatan Kecil dari Arena Masyarakat dan
Negara (Jakarta: LP3ES dan Yappika; 1999) hlm. 131-145.
390
Patisipasi Politik
yaitu populis, militan, kerja tim, dan berdisiplin tinggi. LSM jenis ini dalam
pandangannya mengenai perubahan sosial juga menginginkan perubahan
struktural, dan tidak segan-segan berkonflik. Pandangan politiknya radikal
dan sama dengan kelompok liberasi. LSM jenis ini sangat yakin bahwa rakyat
391
Dasar-Dasar Ilmu Politik
30
Ivan A. Hadar, ”Parpol LSM”, Republika, 6 Januari 2006.
31
Forum untuk Reformasi Demokrasi, Penilaian Demokrasi di Indonesia (Jakarta: Internasional
IDEA, 2000), hlm. 113-117.
392