Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

TENTANG :

Lubuk Larangan

OLEH :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Kearifan Lokal Lubuk Larangan di sumatera
barat” dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya oleh karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Tradisi yang ada di Sumatera Barat

2.2 Pengelolaan Lubuk Larangan Ngalau Agung

2.3 Dampak penerapan Lubuk Larangan Ngalau Agung

2.4 Kondisi Lingkungan Lubuk Larangan Ngalau Agung

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adapun masyarakat lokal yang berada di Indonesia sudah berkembang
dengan jangka waktu yang begitu panjang sejalan dengan perkembangan
manusia. Dalam proses perkembangan memunculkan banyak pengetahuan dan
nilai-nilai tradisional yang dihasilkan dari proses adaptasi dengan
lingkungannya. Salah satu bentuk pengetahuan tradisional yang berkembang
adalah pengetahuan dalam pemanfaatan lahan baik sebagai tempat tinggal
maupun tempat memproduksi bahan makanannya.
Kearifan lokal merupakan salah satu bentuk kebijakan yang didasari oleh
nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga secara
turun-menurun. Kearifan lokal menurut UU No. 32 tahun 2009 adalah nilai-
nilai luhur yang berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujuan
untuk melindungi sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Kearifan lokal dapat diibedakan menjadi dua yaitu kearifan lokal tradisional
(kearifan lokal lama) dan kearifan lokal kontemporer (kearifan lokal baru).
Namun, pada makalah ini akan membahas tentang kearifan tradisional.
Kearifan tradisional merupaka salah satu warisan budaya yang ada di
masyarakat yang mana dilakukan secara turun menurun oleh masyarakat
sekitar. Pada umumnya kearifan tradisional ini untuk memelihara dan
memanfaatkan sumber daya alam seperti (tanah, hutan dan air) secara
berkelanjutan. Dilihat dari sisi lingkungan hidup keadaan kearifan lokal sangat
mengutungkan bagi masyarakat karena secara langsung maupun tidak
langsung sangat membantu memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan.
Kabupaten Dharmasraya adalah bagian dari wilayah Provinsi Sumatera
Barat yang mana ditempati oleh mayoritas suku bangsa Minangkabau. Dimana
suku bangsa Minangkabau juga memiliki kearifan lokal dalam pelestarian
lingkungan. Pada dasarnya kearifan lokal yang berada di Minangkabau berasal
dari budaya yang dikenal dengan petitih alam takambang menjadi guru (alam
terkembang menjadi guru), yang menganggap alam sebagai guru dalam
melakukan tindak tanduk kehidupan. Salah satu bentuk kearifan lokal tersebut
tercermin di Lubuk Larangan yang dilakukan dilingkungan sekitar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana tradisi yang ada di provinsi Sumatera Barat?
1.2.2 Apa pengelolaan Lubuk Larangan Ngalau Agung?
1.2.3 Bagaimana dampak penerapan Lubuk Larangan Ngalau Agung?
1.2.4 Bagaimana kondisi Lingkungan Lubuk Larangan Ngalau Agung?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui tradisi yang ada di Provinsi Sumatera Utara
1.3.2 Untuk mengetahui pengelolaan Lubuk Larangan Ngalau Agung
1.3.3 Untuk mengetahui dampak penerapan Lubuk Larangan Ngalau Agung
1.3.4 Untuk mengetahui kondisi lingkungan Lubuk Larangan Ngalau Agung
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tradisi Lubuk Larangan yang ada di Sumatera Barat
Tradisi merupakan suatu hal yang identik dengan adat istiadat yang ada
di wilayah itu sendiri yang mana dengan adanya kebiasaan yang terjadi secara
turun temurun. Tradisi-tradisi tersebut diteruskan secara lisan, namun banyak
juga yang sudah dibuka dengan proses komunikasi atau penerusan iman dari
satu langkah kepada langkah berikutnya dan yang mana diantara orang
sezaman itulah disebut dengan tradisi.
Hampir di setiap daerah di Indonesia, khususnya di provinsi Sumatera
Barat memiliki kearifan lokal, salah satunya ialah tradisi “Lubuk Larangan”.
Di Provinsi Sumatera Barat sendiri tradisi Lubuk Larangan masih banyak
diterapkan salah satu nya ada di desa Ngalau Agung kabupaten Dharmasraya.
Lubuk Larangan merupakan salah satu kearifan lokal yang dikelolah dan
disepakati secara bersama-sama sebagai pelestarian wilayah sungai dan danau
di Sumatera Barat. Penduduk dilarang mengambil ikan pada saat tertentu.
Pengambilan ikan diwajibkan menggunakan peralatan yang ramah terhadap
lingkungan. Tradisi Lubuk Larangan ini dibuat berdasarkan kesepakatan
bersama. “Kesepakatan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda.
Dari adanya kearifan lokal ini juga membawa keberuntungan dan keberkahan
bagi masyarakat bahkan untuk desa itu sendiri.
Salah satu ciri khas atau tradisi masyarakat yang membedakan dengan
wilayah lain yakni adanya penggunaan adat dalam budaya kehidupan
masyarakat. Salah satu bentuk tradisi yang masih dikembangkan oleh wilayah
kabupaten Dharmasraya adalah Lubuk Larangan yang digunakan untuk
melestarikan sumber daya alam seperti sungai dan danau/waduk dalam
batasan tertentu. Adanya lubuk larangan tersebut baik disadari maupun tidak
merupakan sikap pelestarian lingkungan perairan sungai di wilayah
Dharmasraya.
2.2 Pengelolaan Lubuk Larangan Ngalau Agung
Jika diuraikan berdasarkan undang – undang nomor 32 tahun 2009 yang
menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup memiliki beberapa aspek
diantaranya aspek perencanaan , aspek penetapan ,aspek pengendalian , aspek
pengawasan dan aspek penegakan hukum maka Lubuk larangan ngalau agung
memiliki sejarah dalam penetapannya sebagai kearifan lokal di dharmayasra
provinsi sumatera barat. Lubuk larangan diajukan sebagai kearifan lokal oleh
organisasi pemuda yang ada di kampuang surau , meskipun dalam perjalanan
penetapannya masih terdapat pro kontra namun pada 2004 lubuk larangan ini
ditetapkan sebagai tradisi atau kearifan lokal di sumatera barat tepatnya
dikampuang surau.
Dalam pengendaliannya warga desa membuat aturan –aturan yang
mengikat baik secara tertulis maupun tak tertulis mengenai tradisi lubuk larangan
ini. Isi dari aturan tertulisnya yakni Aturan berupa larangan dan pantangan
serta sanksi hukum dalam Jorong Kampuang Surau dalam Bab VIII tentang
Racun dan Tuba dalam Pasal 1 yang berbunyi Barang siapa yang tertangkap/
terbukti menangkap ikan/ udang di sungai atau dirawa memakai racun, tuba
dan sentrum akan dibawa dalam pengadilan Ninik Mamak (pengadilan
adat). Pasal 2 berbunyi Dilarang menangkap/ mengambil ikan di lokasi
lubuk larangan atau ikan larangan kecuali sudah dibuka resmi dalam
musyawarah Ninik Mamak (perangkat adat), apabila tertangkap/ terbukti
akan ditangkap oleh Dubalang (perangkat adat) dan disidangkan dalam
pengadilan Ninik Mamak (pengadilan adat). Untuk pasal satu di terapkan untuk
semua sungai yang ada di daerah tersebut , namun pasal 2 diterapkan untuk lubuk
larangan saja.
Untuk mengawasi hal ini warga desa sepakat bahwa semua bertanggung
jawab untuk mengawasi mengenai pelanggaran pada lubuklarangan , dan
disiapkan pula pawang penjaga sebagai seseorang yang akan bertindak pertama
jika ada yang melakukan pelanggaran. Beberapa jenis pantangan yang terdapat di
Lubuk Larangan Ngalau Agung adalah tidak boleh menyakiti ikan, tidak boleh
mengambil ikan kecuali hari tertentu yang ditetapkan bersama, tidak boleh
menganggu ikan, tidak boleh berkata tidak baik (takabur) di sekitar lokasi lubuk
larangan, dan tidak boleh berlaku tidak baik di sekitar lokasi lubuk larangan.
Dalam Lubuk Larangan Ngalau Agung juga terdapat hal-hal yang diperbolehkan
dilakukan di lokasi Lubuk Larangan yaitu membantu kondisi kehidupan ikan
seperti memberi pakan ikan, berwisata seperti berenang, berfoto, dan lainnya,
menggunakan air sungai seperti cuci kaki, mandi, dan sebagainya, melewati
sungai seperti menggunakan perahu kayuh, dan mengambil ikan saat panen Lubuk
Larangan.

2.3 Dampak Lubuk Larangan Ngalau Agung

Penerapan lubuk larangan ini membawa dampak positif bagi pelestarian


lingkungan salah satunya yakni terjaganya ekosistem air khususnya pada daerah
yang dijadikan lubuk larangan. Selain itu adanya lubuk larangan ini adalah
sebagai pelestarian ikan – ikan yang ada di daerah lubuk larangan karena
penangkapan yang dilakukan saat lubuk larangan dibuka adalah penangkapan
yang tidak menggunakan alat – alat yang dapat merusak alam serta ikan yang ada.

2.4 Kondisi Lingkungan Lubuk Larangan Ngalau Agung

Adanya kondisi-kondisi yang dapat mendukung pengelolaan lingkungan


Lubuk Larangan Ngalau Agung merupakan salah satu bentuk pengamanan sungai
dan bentuk pelestarian ikan terutama ikan lokal yang mulai langka di wilayah
tersebut. Yang mana pada salah satu sisi Sungai Batang Pangian tempat di
laksanakannya tradisi ini menjadi kawasan hutan lindung yang memiliki luas
hampir 2.000 Ha. Hutan lindung ini adalah hutan primer yang dialiri dua anak
sungai yaitu Sungai Batang Asahan dan Sungai Batang Balit, yang berumara ke
Sungai Batang Pangian. Selain itu, hutan ini memiliki fungsi sebagai daerah
tangkapan air yang mengakibatkan keterseediaan air sungai sepanjang tahun di
lokasi Lubuk Larangan Ngalau Agung ini terus tersedia. Maka keberadaan hutan
lindung yang terdapat Sungai Batng Pangian dengan tradisi Lubuk Larangan
Ngalau Agung akan menjamin keberlanjutan air yang terdapat pada sungai
tersebut.

Lokasi pelaksanaan tradisi Lubuk Larangan Ngalau Agung ini adalah


areal yang terlindungi dan merupakan tempat aman bagi ikan untuk hidup dan
berkembang biak, sehingga jika di lokasi lain ikan diganggu dengan cara
penangkapan yang merusak alam maka ikan akan mencari tempat hidup yang
aman. Proses seperti inilah yang kemudian mengakibatkan ikan di lokasi Lubku
Larangan menjadi semakin bertambah banyak. Pertambahan ikan yang semakin
banyak dan semakin lama akan menyebabkan ikan kehilangan pakan alamiahnya
di lokasi Lubuk Larangan Ngalau Agung, sehingga ikan bberpindah menju daerah
yang terdekat untuk mencari makan dan sebagian ikan-ikan tersebut akan
tertangkap oleh warga. Hal ini dapat menghilangkan kekhawatiran warga akan
ahbisnya ikan dikawasan lain akibat berpindah ke Lubuk Larangan Ngalau
Agung. Berdasarkan kondisi tersebut, warga menjadi setuju dan mendukung
keberadaan Lubuk Laranga Ngalau Agung.

Proses pelaksanaan tradisi ini secara tidak langsung menjadi sistem


konservasi dengan memanfaatkan kearifan lokal bagi ikan yang berada di Sungai
Batang Pangian. SIstem pelestarian hewan dilingkungan ini dikenal dengan cara
pelestarian in-situ. Yang mana secara tidak langsung warga Kampuang Surau
melaksanakan proses konservasi ikan secara alamiah dengan sistem in-situ.
Dengan adanya pembatasan pada alat tangkap yang digunakan dan memfokuskan
pada proses penangkapan yang tidak merusak lingkungan seperti menembak,
memancing, menyelam dan jaring akan membuat sistem konservasi dengan
kearifan lokal ini patut dicontoh, walaupun proses panen dilaksanakan minimal
satu tahun. Selain itu, proses pesta panen ikan Lubuk Larangan Ngalau Agung
juga membatasi jenis ikan yang ditangkap karena dianggap langka, namun tidak
membatasi jumlah ikan yang ditangkap. Tradisi dengan adatistiadat tersebut
sudaah disepakati berdasarkan kesepatakan awal saat musyawarah penetapan
pelaksanaan pesta panen ikan Lubuk Larangan.

Berdasarkan pesta panen ikan yang sudah diterapkan tersebut masih


terdapat gangguan terhadap kondisi perkembangbiakan ikan akibat jumlah ikan
yang ditangkap tidak dibatasi. Disamping itu, tradisi ini dapat mengganggu
keberlanjutan dan proses perkembangbiakan ikan di lokasi Lubuk Laranga Ngalau
Agung. Namun di sisi lain, lokasi Lubuk Larangan ini termasuk ke dalam
kawasan hutan lindung yang juga merupakan batuan tempat ditemukannya
beberapa lubak masukknya burung Sriti dan rangkaian bukit batu yang berada di
lokasi tersebut sudah sejak lama terdapat sarang buru walet. Yang mana sarang
burung ini merupakan sarang burung alami dalam habitan berupa goa. Proses
pengambilan sarang burung ini juga dilaksanakan secara periodik empat bulan
oleh warga Kampuang Surau yang kemudian dijual sebagai sumber penghasilan
keluarga.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil yakni
1. Tradisi Lubuk Larangan ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama.
“Kesepakatan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda. Dari
adanya kearifan lokal ini juga membawa keberuntungan dan
keberkahan bagi masyarakat bahkan untuk desa itu sendiri.
2. Pengelolaan lubuk larangan ini dapat ditinjau dari aspek perencanaan ,
penetapan,pengendalian ,pengawasan dan penegakan hukum yang
mana segala sesuatu mengenai lubuk larangan diawasi oleg seluruh
warga dan diberlakukannya aturan – aturan yang mengatur tentang
larangan serta sanksi bagi yang melanggar.
3. Lubuk larangan membawa dampak positif bagi lingkungan khususnya
ekosistem air.
4. Kondisi lingkungan pada daerah ini sangat baik, dengan adanya hutan
lindung di sekitar kawasan menambah daerah resapan air dan air bersih
akan ada terus meneru.
DAFTAR PUSTAKA

Pawarti, Amin.dkk. 2012. Nilai Pelestarian Lingkungan dalam Kearifan Lokal


Lubuk Larangan Ngalau Agung di Kampuang Surau Kabupaten
Dharmasraya Provinsi Sumatera Barat. Semarang. Tersedia pada :
https://core.ac.uk/download/pdf/11735907.pdf
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Ilhami, Aldeva.dkk. Analisis kelayakan kearifan lokal ikan larangan sebagai
sumber belajar IPA. JURNAL BIOEDUKATIKA Vol. 6 No. 1 Tahun
2018 | 40 – 47.

Anda mungkin juga menyukai