Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH KEBIJAKAN VLADIMIR PUTIN TERHADAP HUBUNGAN

DIPLOMATIK JERMAN- RUSSIA PADA KONFLIK RUSSIA- UKRAINA

Firdaus Tree Aditiyansah (201910360311257)


Dosen Pembimbing: Muhammad Fadzryl Adzmy, MA

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
PENGARUH KEBIJAKAN VLADIMIR PUTIN TERHADAP
HUBUNGAN DIPLOMATIK JERMAN- RUSSIA
PADA KONFLIK RUSIA- UKRAINA

Firdaus Tree Aditiyansah;


Program Studi Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang
Email: firdaustreeaditiansah@gmail.com

Abstract
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis terkait kebijakan Presiden
Vladimir Putin yang merupakan aktor utama dari kebijakan invasi militer Rusia
terhadap Ukraina. Hal tersebut merupakan salah satu kebijakan yang
berpengaruh pada hubungan diplomatik antara Rusia dan Jerman yang mana
secara historis, Rusia dan Jerman memiliki hubungan diplomatik yang baik karena
Jerman merupakan negara yang mendukung Ukraina. Penulis pada penelitian ini
menemukan faktor lain yang mempengaruhi hubungan diplomatik antara Rusia
dan Jerman yaitu perbedaan pandangan politik Vladimir Putin terhadap sanksi
ekonomi dan isu gas alam. Akan hal tersebut, membuat Jerman khawatir dengan
aktivitas impor energi dari Rusia yang merupakan mitra terbesar Jerman.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu studi kepustakaan. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan pendekatan Realisme, dimana tujuan dari kebijakan dari
Vladimir Putin dalam menciptakan keamanan nasional Rusia. Kemudian
menganalisis bagaimana kebijakan Vladimir Putin memengaruhi hubungan
diplomatik Jerman- Rusia pada konflik Rusia- Ukraina menggunakan konsep
power yang mana terdiri dari tiga unsurdalam membangunnya yaitu daya paksa,
pengaruh dan wewenang. Pendekatan tersebut yang nantinya akan menjawab
rumusan masalah dari penelitian ini.
Keywords: Pengaruh, Vladimir Putin, Hubungan Diplomasi, Jerman- Rusia,
Konflik Ukraina

1}
PENDAHULUAN
Hubungan diplomatik antara Jeman dan Rusia dimulai sejak perang dunia kedua
merupakan negara penting dan fundamental untuk keamanan Eropa dan lembaga- lembaga
Barat (FORSBERG, 2016). Hubungan dimplomasi antara kedua negara tersebut diperkuat
dengan adanya kebijakan luar negeri Jerman pada tahun 1960 yaitu Ostpolitik yang berarti
kebijakan timur yang mengacu pada normalisasi hubungan antara negara- negara Eropa
Timur dan terutama Jerman Timur dan Barat. Kebijakan tersebut diinisiasikan oleh Willy
Brant sebagai mentri luar negeri sekaligus Kanselir Jerman (Marcel Fürstenau, 2022). Selain
itu, pada akhir perang dingin tepatnya pada tahun 1989- 1991 German Reunification dimana
Jerman telah menjadi negara satu kesatuan yang sebelumnya masih terpisah antara Jemran
Barat dan Timur. Hal tersebut, yang mempengaruh perkembangan hubungan bilateral Jerman
dan Rusia menjadi lebih strategis, hubungan bilateral tersebut terdiri dari kerjasama ekonomi
dan politik yaitu pada bidang energi dan keamanan (Britannica, 2023).
Russia menjadi mitra penting Jerman dalam bidang export, begitupula Jerman
merupakan target market Rusia terbesar ketiga setelah China dan Belanda.(Meister, 2014).
Selain pengaruh kerjasama dari sejarah ketika akhir perang dingin dan juga mitra dagang,
menurut asumsi yang beredar luas bahwa Jerman juga memiliki dependensi terhadap gas
Rusia yang mana hal tersebut sangat penting bagi income Rusia. Terdapat ratusan ribu
pekerjaan yang menjadi taruhannya apabila kerjasama bilateral Jerman dan Rusia
bermasalah, dan diperkirakan terdapat 6000 perusahaan Jerman yang berada di Rusia dan
kira- kira terdapat 350.000 pekerjaan. (Adomeit, 2015). Kerjasama strategis antara Jerman
dan Rusia sayangnya berakhir pada tahun 2013 (Siddi, 2016) selain itu, kerjasama antara
kedua negara tersebut juga menjadi dilematis karena krisis Ukraina (Sinambela, 2022) dan
berhenti diakibatkan konflik Ukraina (Karadag, 2022). Hal tersebut dikarenakan Jerman
merupakan negara berpengaruh di Uni Eropa dan pendukung Ukraina (Dewi, 2023).
Rusia dan Ukraina merupakan negara- negara pecahan Uni Soviet yang pada tahun
1991 bubar karena kegagalan kebijakan Glasnost dan Perestroika (Kompas, 2023). Setelah
runtuhnya Uni Soviet, hubungan Ukraina pada masa perdana kemardekaannya yaitu
dipimpin oleh Leonid Kravchuk pada 1991- 1994 dengan Rusia cenderung berjalan baik-
baik saja (Iswardhana, 2023). Hingga pada era Presiden Victor Yanukovych yang memimpin
Ukraina terlama hingga saat ini yaitu dua periode dari tahun 2005- 2014, pada periode
Yanukovych hubungan bilateral antara Ukraina dan Rusia menegang karena Yanukovych

2}
terdeteksi pro- Rusia (Mahfud Massaguni, 2022), dan terjadi aneksasi terhadap wilayah
Strategis Ukraina Timur yaitu Krimea yang dimanfaatkan oleh Rusia untuk memperkuat
pengaruhnya di Eropa Timur (Syuryansyah, 2022). Pada masanya Poroshenko lebih fokus
pada penangan Luhansk dan Donetsk di Ukraina Timur oleh kelompok separatis. (Britannica,
2023). Tahun 2019 menjadi tahun terakhir Poroshenko karena adanya ketidakjelasan
kepemimpinan, hal tersebut ditunjukan oleh inkonsistensi kebijakan yang diterapkan yaitu
kebijakan yang memerangi kelompok separatis di Ukraina Timur berubah menjadi
perdamaian dan pengampunan (Said, 2017)
Pada akhirnya terpilihlah Volodymyr Zelenskyy menjadi Presiden keenam Ukraina
periode 2019- 2024. Volodymyr Zelenskyy berperan dalam memperbaiki Ukraina dari
kesalahan kepemimpinan- kepemimpinan sebelumnya dan berupaya dalam menghentikan
dominasi Rusia terhadap Ukraina dengan berkeinginan bergabung menjadi anggota NATO
yang hampir sama dengan masa presiden Oleksandr Turchynov (Iswardhana, 2023).
Hubungan antara Rusia dan Ukraina semakin menegang hingga Febuari 2021 yang mana
pada saat itu Ukraina resmi menyatakan berkeinginan bergabung dengan NATO. Rusia
menolak secara keras kebijakan Ukraina bergabung dengan NATO, kebijakan tersebut
dianggap akan membahayakan Rusia dalam menyebarluaskan pengaruhnya di negara- negara
Eropa Timur serta kondisi tersebut membuat Rusia merasa terancam, sehingga serangan yang
dilakukan Rusia terhadap Ukraina tidak terhelakan lagi. Konflik Rusia- Ukraina yang tidak
dapat dicegah lagi mulai memuncak Ketika Rusia mengirim pasukan ke perbatasan Ukraina
untuk mencegah Ukraina dan NATO malaksanakan aktivitas militer. (Iswardhana, 2023).
Jerman muncul sebagai negara pemimpin Uni Eropa dalam penanganan adanya krisis
dan konfik antara Rusia dan Ukraina. Selain itu, Jerman merupakan negara yang berperan
penting dalam keamanan Eropa (Fix, 2018). Elit Jerman yakin bahwa Jerman memiliki
kemamampuan dalam membawa dan mengembalikan perdamaian dan stabilitas keamanan di
Eropa. (Meister, 2014). Hal tersebut diperkuat oleh Jurnal Routledge tentang “tantangan
Jerman terhadap Eropa Timur dan Krisis Rusia dan Ukraina” yang mengatakan bahwa
kebijakan luar negri Jerman berpengaruh pada isu Internasional khususnya terkait dengan
perdamaian, keamanan dan Hak Asasi Manusia di Eropa(Patricia Daehnhardt, 2018). Jerman
melakukan banyak upaya dalam memediasi dan menormalisasi konflik dan krisis Ukraina,
yaitu Jerman berperan dalam penerapan sanksi ekonomi Uni Eropa terhadap Rusia
(BREZINSKI, 2014), begitupun Uni Eropa dalam sanksi diplomatik terhadap hubungan

3}
negara- negara mitra Rusia di Eropa (Mahfud Massaguni, 2022). Peran Jerman dalam
memediasi Perjanjian Minsk Ukraina I dan II terhadap Rusia pada masa presiden Ukraina
kelima yaitu Poroshenko (Asy-Syifa Rahmi Tyaswana, 2022), memulai pemberhentian
pasokan Gas dari Rusia untuk Ukraina (Rajib Aliwafa Zarkasy 2022), pemberlakuan
kebijakan Ostpolitik baru (Patricia Daehnhardt, 2018).
Uni Eropa juga pada awal Maret 2014 menjatuhkan pembatasan sanksi ekonomi dan
hubungaan diplomatik. Jerman menjadi perwakilan Uni Eropa sebagai penengah konflik
antara Rusia dan Ukraina dalam kasus Krimea yang muncul setelah lengsernya presiden
Ukraina Viktor Yanukovych yang cenderung Pro- Rusia dengan memberikan Rusia sanksi
ekonomi karena negara- negara Uni Eropa khususnya Jerman merupakan mitra bisnis Rusia
paling besar, khususnya dalam investasi pengembangan bidang energi dan gas di Rusia
(Mahfud Massaguni, 2022).
Studi literature dalam penelitian ini yaitu terkait dengan kerjasama antara Jerman dan
Rusia, konflik Rusia dan Ukraina. Adapun penelitian- penelitian terdahulu tentang kerjasama
antara Jerman dan Rusia yang di jadikan sebagai studi literature sebagai berikut. Pertama
yaitu penelitian dari Stefan Meister tentang kesempatan Jerman dalam mempengaruhi
kebijakan Rusia dimulai dari munculnya Ostpolitik yang diinisiasi oleh Kanselir Jerman
Willy Brant yang kemudian berdampak pada kerjasama ekonomi dan politik antara Jerman
dan Rusia. (Meister, 2014). Kemudian, penelitian dari Hannes Adomeit membahas tentang
ketergantungan Jerman terhadap Gas dari Rusia, beitupula Rusia yang bergantung pada
investor Jerman, yang mana apabila kerjasama bisnis ini bermasalah maka ratusan ribu
pekerjaan yang dipertaruhkan. (Adomeit, 2015). Terlepas dari itu, penelitian dari Marco Siddi
menegaskan bahwa Jeman dan Rusia memiliki hubungan diplomatik yang telah berdiri lama.
Meski terjadi konflik Rusia dan Ukraina kebijakan Ostpolitik tidak sepenuhnya ditinggalkan
karena adanya kepentingan nasioanal masing- masing. (Siddi, 2016).
Setelah membahas tentang kerjasama antara Jerman dan Rusia, perlu juga membahas
tentang konflik antara Rusia dan Ukraina yang memicu Jerman mengeluarkan kebijakan
dalam memediasa konflik. Konflik Rusia dan Ukraina seperti yang ditulis oleh Muhammad
Ridha Iswardhana, bahwasannya awal mula krisis Ukraina dalam kasus aneksasi Rusia
terhadap Krimea disebabkan oleh pelengseran presiden Viktor Yanukovych yang dinilai
lebih pro- Rusia sehingga hubungan Ukraina dan NATO semakin dekat. Dan juga pada masa
presiden Volodymyr Zelenskyy yang mana Rusia merasa terancam akibat Ukraina

4}
menyatakan secara resmi untuk bergabung dengan NATO sehingga pada Desember 2021
Rusia mengirim pasukan ke perbatasan Ukraina. (Iswardhana, 2023). Kemudian, tulisan
Fransiskus Atok membahas tentang faktor Rusia melakukan invasi militer terhadap Ukraina
karena Rusia merasa terancam keamanannya ditambah juga dengan adanya intervensi Uni
Eropa dan Amerika Serikat dalam organisasi NATO. (Atok, 2022). Selain itu, tulisan dari
John J. Mearsheimer membahas juga tentang penyebab dari konflik Ukraina yaitu adanya
upaya pengintergasian Ukraina terhadap UE, menjadikan Ukraina pro- negara- negara liberal
barat dan upaya kerjasama Ukraina dengan NATO. (Mearsheimer, 2022). Krisis dan Konflik
yang terjadi terhadap Ukraina memicu Jerman mengeluarkan beberapa kebijakan selama
krisis dan konflik itu terjadi seperti tulisan dari H. Brezinski yang menganalisa tentang
dampak dari sanksi ekonomi terhadap Rusia dan Jerman (BREZINSKI, 2014). Kemudian,
tulisan dari Liana Fix membahas tentang kebijakan luar negeri Jerman yang mampu
mendapatkan kesepakatan dari negara- negara anggota Uni Eropa dalam membangun koalisi
bersama karena dampak dari struktur power dan institusional power yang dimiliki oleh
Jerman (Fix, 2018). Selain itu peran Jerman dalam memediasi perjanjian protokol Minsk
dengan menggunakan pendekatan two track foreign policy yaitu power ekonomi dan politik
(Asy-Syifa Rahmi Tyaswana, 2022).
Kemudian, kerjasama antara Jerman dan Rusia mengalami dilemma ketika terjadinya
konflik dan krisis di Ukraina yang diakibatkan oleh kebijakan luar negeri Rusia. Jerman
merupakan aktor utama dari beberapa kebijakan yang ditangguhkan terhadap Rusia, yaitu
sanksi ekonomi Uni Eropa dan Jerman, serta peran Jerman dalam memediasi protokol Minks
Ukraina (Sinambela, 2022). Selain hubungan yang dilematis akibat dari kebijakan yang
dikeluarkan oleh Jerman terhadap Rusia, tentunya kebijakan presiden Rusia Vlamir Putin
dalam merespon kebijakan Jerman sebelumnya berpengaruh terhadap hubungan diplomatik
antara Jerman Rusia (Netšunajev, 2018). Berdasarkan paparan literatur sebelumnya,
kebaharuan yang dapat penulis tawarkan setelah mereview penelitian terdahulu, dimana
penelitian terdahulu lebih berfokus pada kerjasama Jerman dan Rusia, penyebab konflik
Rusia dan Ukraina yang dimana menyebabkan Jerman memberikan sanksi ekonomi dan
berperan dalam memediasi Protokol Minsk. Penelitian ini berfokus pada upaya untuk
menjelaskan respon kebijakan luar negeri Vladimir Putin dan pengaruhnya terhadap
kerjasama bilateral Jerman dan Rusia, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berfokus
pada pendekatan diplomasi dan mediasi, yaitu peran upaya Jerman dalam menengahi konflik

5}
Rusia dan Ukraina. Maka dari itu, penelitian ini berupaya menjawab rumusan masalah
dengan pertanyaan berupa bagaimana pengaruh kebijakan Vladimir Putin terhadap
hubungan diplomatik Jerman dan Rusia pada konflik Ukraina.

KERANGKA TEORITIS :Teori Realisme


Hubungan Internasional merupakan disiplin ilmu yang memiliki cakupan mengenai
hakikat-hakikat suatu negara dan individu. Hakikat sebuah negara atau individu
mengindikasikan tiga pola hubungan yaitu kerjasama (Cooperation), persaingan
(Competition), dan (Conflict) antar negara yang terkadang bersifat anarkis. Terkhusus pada
penelitian kali ini, peneliti akan menganalisis secara spesifik bagaimana pengaruh kebijakan
Vladimir Putin pada saat masa-masa krisis Rusia Ukraina terhadap hubungan diplomatik
Jerman- Rusia. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Realisme. Pada hakikatnya
realisme merupakan paradigma dengan prinsip State-Centric, yaitu landasan yang
beranggapan bahwa Negara merupakan Unitary actor alias aktor yang paling dominan dalam
politik internasional. Tentunya hal ini, memiliki konsekuensi tersendiri, paham ini
beranggapan bahwa negaralah yang memiliki wewenang dalam bertindak sebagai aktor.
Namun, tidak dipungkiri pula bahwa realisme juga mengakui keberadaan aktor non-negara
(non-state) seperti organisasi nasional, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan
multinasional, kelompok ilmiah dan individu. Realisme memiliki anggapan bahwa aktor non-
negara cukup penting akan tetapi Negara yang tetap menentukan keputusan diakhirnya
(Rosyidin).
Perspektif realisme berdasarkan pada kepentingan dirinya sendiri (selfish) dimana
perspektif ini bertujuan untuk memajukan konsep kepentingan nasioanl (national interest).
Kepentingan nasional dalam pandangan realisme terbagi menjadi dua yaitu keamanan dan
kekuasaan (power). Konsep power sendiri merupakan konsep yang menempati posisi yang
cukup istimewa dalam politik Hubungan Internasioanl. Hal tersebut juga divalidasi oleh
Hans. J. Morgenthau. Pengertian dari Power sendiri menurut Coulumbis dan Wolfe
merupakan hubungan antar aktor-aktor dengan hubungan yang berbeda. Untuk mengukur
kekuasaan suatu negara perlu memusatkan perhatian pada atribut-atribut spesifik negara yang
dapat dikur. Adapun pengertian lainnya bahwa power dari suatu negara merupakan campuran
dari berbagai unsur yang diterapkan dan cukup berpengaruh (Masoed, 1990).

6}
Power sendiri terdiri dari tiga unsur utama yang membangunnya. Force atau daya
paksa berupakan bentuk pengancaman secara eksplisit yang apabila dicerminkan pada kasus
Vladimir Putin ia mendapatkan ancaman serta sanksi akibat aneksasi Krimea yang dijatuhkan
oleh Uni Eropa dan juga Jerman dengan pembatasan ekonomi pada Negara Rusia maupun
Negara dudukkannya. Unsur yang kedua adalah influence atau biasa kita kenal dengan
pengaruh. Daya paksa yang dilakukan oleh Uni Soviet serta Jerman cukup berpengaruh bagi
Rusia dalam pertumbuhan ekonominya yang berdampak pada Krisis Rusia-Ukraina, serta
terhambatnya Rusia untuk menghasilkan minyak dan gas akibat pembatasan modal serta
sarana dan prasarana. Unsur terakhir adalah Authority atau wewenang. Rusia ketika di tekan
dengan daya paksa yang dimiliki Uni Eropa dan Jerman tidak rapuh begitu saja. Namun,
Vladimir Putin sebagai Presiden ia menunjukkan power-nya dalam perekonomian Uni Eropa
dengan pembatasan ekspor minyak dan gas tentunya hal ini menyebabkan kerugian bagi
Negara-negara Uni Eropa.
Ketiga Unsur tersebut dapat berbalik arah apabila digunakan kembali oleh Negara
yang juga memiliki paham Realisme. Sebagaimana Vladimir Putin pada akhirnya
menciptakan “power” nya sendiri untuk membuktikan kepada Uni Eropa secara alamiah ia
lakukan dengan bentuk daya paksa untuk tidak akan memberikan ekspor minyak dan gas
kepada Negara-negara Uni Eropa dimana hal ini kemudian memberikan pengaruh atau
influence kepada Negara Uni Eropa yaitu krisis energy dan ekonomi. Tentunya dari dua unsur
tersebut Rusia memiliki wewenang atau Authority adanya pemenuhan keinginan akibat
penggunaan kekuatan dan kekuasaan tersebut, pihak-pihak Uni Eropa dan Jerman mulai
meringankan sanksi-sanksi yang dikenakan kepada Rusia. Hal ini dikarenakan Rusia adalah
Negara dengan penghasil minyak dan gas terbesar di Dunia.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif menurut Susan E. Wyse penelitian
ini bersifat lebih eksplorasi. Penelitian digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang
alasan, opini, dan motivasi yang mendasari suatu perilaku. Penelitian ini ditujukan untuk
memperoleh wawasan dalam suatu masalah serta membantu untuk mengembangkan ide- ide
atau suatu hipotesis (Bakri, 2015). Penelitian kualitatif juga pada dasarnya dipergunakan
dalam ilmu- ilmu sosial dan humaniora, dalam aturan kajian mikro terutama berkaitan dengan
pola dan tingkah laku manusia (Dr. Nursapia Harahap, 2020). Pada penelitian ini penulis

7}
menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang menjawab persoalan-
persoalan dari fenomena yang terjadi. Teknik pengumpulan data penulis menggunakan
teknik pengumpulan data studi pustaka. Data dapat diperoleh melalui berbagai macam
sumber buku, jurnal ilmiah, maupun referensi internet yang terpercaya dan kemudian diolah
sesuai dengan metode kepenulisan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Latar Belakang Vladimir Putin
Rusia merupakan negara pecahan dari eropa timur yang dipimpin oleh Vladimir Putin ia
merupakan Presiden Rusia yang cukup berpengaruh di negaranya. Berdasarkan biografinya
Vladimir Putin lahir pada tanggal 7 Oktober 1952, ia lahir di kota yang bernama Leningrad,
berlokasi di Republik Rusia. Tempat kelahirannya tersebut dulunya merupakan Uni Soviet
yang telah berganti nama menjadi Saint Petersburg, Federasi Rusia. (Aditya, 2020). Semasa
hidupnya Vladimir Putin bersekolah di St. Petersburg 281 Highshool dimana ia mulai tertarik
dengan Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), lembaga tersebut dikenal sebagai
Badan intrelegen Rusia. Untuk meniti jenjang karirnya pada badan intelegen tersebut Putin
kemudian melanjutkan pendidikannya di St. Petersburg State University untuk menempuh
pendidikan Hukum. Latar Belakang karir Vladimir Putin cukup bagus, dimana ketika ia telah
menjadi sarjana Hukum Vlamidir Putin bekerja sebagai Intelegen di KBG selama 16 Tahun
yang kemudian ia naik jabatan menjadi Letnan Kolonel. Pasca Pensiun Vladimir Putin
menjabat posisi rector di Leningrad State University yang mana sebelumnya Putin telah
menjabat sebagai Penasehat Ketua Dewan Kota St. Petersburg. Pada universitas yang sama
dengan semasa sarjana dahulu Putin telah menyelesaikan gelar doktoralnya (Ph.D) pada
tahun 1997. Kemudian ketika Putin kembali kekampung halamannya Putin mulai meniti karir
pada dunia politik, dimana pada saat itu, putin menempati posisi sebagai penasihat Wali Kota
St. Petersburg, Sobhack (Aditya, 2020).
Meniti karir didunia politik ia lalui cukup lama dalam perjalannya putin dikenal sebagai
seorang yang memadai serta cekatan dalam menyelesaikan suatu masalah, yang mana ha itu
menbut putin diangkat menjadi wakil wali kota pada tahun 1994 serta putin berpindah ke
Moskow pada tahun 1996, dimana Putin bergabung bersama dengan kepemimpinan Presiden
Boris Yeltsin. Melewati beberapa fase kehidupan sampailah putin pada tahun 2012 tepatnya
tanggal 7 Mei ia resmi menjabat sebagai Presiden Rusia. Yang apabila di runutkan

8}
sebelumnya, pada tahun 1999-2000 putin menjabat sebagai Perdana Menteri, lalu pada tahun
2000-2008 menjabat sebagai Presiden, lalu pada tahun 2008-2012 kembali menjabat sebagi
Perdana Menteri (Sakwa, 2008).
Selama menjadi seorang pemimpin, tentunya Vladimir Putin memiliki gaya
kepemimpinan. Dalam teorinya gaya kepemimpinan Putin selama menjabat adalah otokratis,
gaya kepemimpinan birokrasi, serta gaya kepemimpinan karismatik. Menurut pengertian dari
otokrasi sendiri merupakan implementasi yang digunakan oleh Putin berupa pusat kekuasaan
penuh berada ditangan Presiden (Putin) (Sakwa, 2008). Yang diiringi dengan gaya
kepemimpinan Birokrasi dengan maksud bahwa putin harus dapat memastikan bahwa segala
bentuk aturan yang telah dibuat dapat dipatuhi oleh rakyatnya, jadi putin tidak hanya
bertindak sebagai pemimpin tapi ia turut mengawasi jalannya pemerintahan. Dari kedua gaya
kepemimpinan yang dilakukan putin tidak ada paksaan didalamnya, tentunya ini
menunjukkan gaya kepemimpinan yang karismatik dimana pendekatan teknokratis terhadap
manajemen urusan public terjadi secara alami. Prinsip yang digunakan putin selama ia
menjabat dan bertahan dalam jabatannya kurang lebih 22 tahun lamanya ia memiliki prinsip-
prinsip seperti stabilitas, konsolidaso, dan penilaian kembali hak prerogative Negara. (Mikail,
2020) Selama masa kepemimpinannya tersebut putin dianggap serta terbukti cukup mampu
menerapkan stabilitas politik serta ekonomi yang ada di Negara Rusia. Untuk pendekatan
Soft powernya sendiri Vladimir Putin menggunakan Sosial Media serta pendekatan yang
persuasive hal ini membuat Vladimir Putin cukup berkuasa terhadap opini masyarakat dari
sekian ragam kebijakan luar negeri Rusia. Dengan demikian dapat dikatakan Vladimir Putin
menerapkan system demokrasi terpimpin yang mana Putin menjalankan kekuasaan secara
otoritarian. (Sakwa, 2008)
Putin memiliki standar doktrin untuk meralisasikan prinsip Great Power State dimana
prinsip tersebut dijadikan pandangan dasar untuk menggerakkan ambisi Putin guna
membangun kembali Rusia agar lebih kuat yang bertujuan agar rusia kembali lagi menjadi
pengaruh dalam lingkup blok timur dalam hubungan internasional. Dengan ketegasan dan
dasar-dasar prinsip serta gaya kepemimpinannya tidak jarang putin ditentang serta beberapa
Negara juga melakukan perlawanan terhadap keputusan yang diambil oleh Putin. Tak jarang
pula bagi orang yang menentang keputusan terpusat Putin, akan disingkirkan (Sakwa, 2008).

9}
Hubungan Diplomatik Rusia dan Jerman Sebelum Krisis Ukraina dan Konflik
Ukraina- Rusia
Sebelum terjadinya konflik Ukraina-Rusia, Rusia memiliki hubungan diplomatik yang
cukup erat denga Jerman, hal ini tergambarkan pada pembahasan sebelumnya yang
membahas mengenai Ostpolitik. Ospolitik yang menjadi dasar dari kebijakan luar negeri
jerman untuk bekerjasama dengan negara Eropa Timur yang mana, dalam Ostpolitik ini
jerman mempercayai Rusia untuk menjadi rekan (Kempe, 2006), dengan dasar keyakinan
tersebut hubungan diplomatik antara Jerman dengan Rusia menjadi lebih strategis dan
diplomatis dalam hal ekonomi seperti perdagangan strategis di eropa, serta keamanan dalam
segi militer (Meister, 2014). Hubungan diplomatik tersebut tercermin pada tahun 2008 saat
jerman sedang berusaha membentuk Partnership for Modernisation bersama Rusia.
Apabila membahas substansi serta lingkupnya, dalam Ostpolitik terhadap Rusia, jerman
menekankan beberapa hal yang perlu direalisasikan dalam hubungan bilateral antara
keduanya anata lain seperti men-transfer ilmu pengetahuan, melakukan proyek bersama,
seminar, dan pelatihan bersama dalam beberapa bidang seperti demografi, kesehatan,
efisiensi energi, pendidikan dan penelitian, infrastruktur, hingga kerjasama dalam penegakan
hukum diantara keduanya. Akan tetapi, Ostpolitik jerman tidak hanya terbatas pada hubungan
antara jerman dengan Rusia saja perlu di ingat kembali bahwa Jerman melingkupi hubungan
antara Jerman dengan negara-negara di Eropa Timur dengan tujuan agar Jerman tetap dapat
menjaga hubungan strategis dengan negara-negara di Eropa Timur sembari menjalin
hubungan yang strategis dengan Rusia. Hal tersebut terbukti ketika Jerman membentuk
forum-forum bilateral seperti Jerman-Ukraina serta membuat gabungan Eastern Partnership
(EaP) yang mana forum ini membentuk gabungan negara-negara tetangga di Eropa Timur
demi meningkatkan singnifikansi kerjasama antara Uni-Eropa dengan negara-negara seperti
Ukraina, Belarusia, Moldova, dan Polandia.
Hubungan diplomasi antara Jerman dengan Rusia terlihat pula pada beberapa kasus salah
satunya adalah pada Tahun 2005 Revolusi Oranye dan pada Tahun 2008 Georgia, Jerman
secara tegas menolak untuk tidak melakukan tindakan yang ofensif kepada Rusia, bahkan
Jermanlah yang menginisiasikan European Neightborhood Policy demi menjaga hubungan
stabilitas yang terjalin dengan Rusia serta negara-negara tetangga lainnya. Diketahui sejak
akhir perang dingin tepatnya pada tahun 1989 sampai 1991 Jerman yang menggandeng Rusia
telah mengembangkan “Kemitraan Strategis“, kemitraan tersebut merupakan energi yang

10}
menjadi salah satu faktor terpenting. Energi merupakan faktor terpenting yang membuat
Jerman dan Rusia saling bergantung satu sama lain, yaitu kebutuhan ini tercipta dalam bentuk
kebutuhan bagi negara Jerman yang butuh akan energi dari Rusia serta Rusia yang juga
membutuhkan bantuan investasi yang cukup besar untuk pengembangan infrastruktur
energinya. Dilansir dari BBC World Service 2014, memberikan data statistik yang
menginfokan bahwa hanya 21% orang Jerman memiliki pandangan yang positif pengaruh
Rusia yang dapat dikatakan cukup setara dengan Amerika Serikat. Sebaliknya dengan orang
Rusia yang diperkirakan mencapai 57% orang beranggapan jauh lebih positif mengenai
Jerman, tentunya prasangka yang positif ini jauh lebih banyak ketimbang Jerman yang
memandang Rusia, di Rusia hanya 12% saja yang memandang Jerman dari sisi Negatif
(Laqueur, 1965).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Ospolitik merupakan dasar kebijakan
jerman untuk melakukan kerjasama luar negeri yang mana rusia ditunjuk untuk menjadi
parner dalam perekonomian dimana dalam Ostpolitik dengan Rusia ini mengusung proyek
yang cukup komperhensif yaitu “Kemitraan untuk Modernisasi“, kemitraan ini merupakan
bentuk upaya lanjutan “Westernisasi“ Rusia guna mengekspor norma, institusi, dan prosedur
masyarakat barat. Seiring berjalannya waktu ketergantungan kebutuhan energi Jerman
terhadap Rusia semakin meningkat mengingat pada November tahun 2011 telah
diselesaikannya pipa Nord Stream 1 (Wiesmann, 2011), yang menjadi tanda peluasan
hubungan perdagangan serta peningkatan ketergantungan Jerman terhadap Rusia.
Namun, seperti yang diketahui bahwa Jerman tidak hanya memiliki hubungan ostpolitik
dengan Rusia, Jerman juga memiliki hubungan dengan negara-negara Eropa Timur lainnya,
seperti halnya Ukraina. Pada tahun 2014 terjadinya hubungan yang negatif antara Jerman
dengan Rusia, hal ini dikarenakan adanya aneksasi terhadap Krimea yang mana Krimea
sebelumnya merupakan negara bagian dari Ukraina. Tindakan Rusia ini memicu Jerman
untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia dalam bidang industri minyak dan
perbankan Rusia, dimana imbasnya tidak hanya bagi Rusia namun bagi seluruh sekutu
Presiden Putin. Tentunya sanksi tersebut memberikan dampak kerugian bagi ekonomi Rusia
serta hal ini juga memperlambat pertumbuhan ekonomi Rusia pula. Sebelum konflik aneksasi
Kremia ini ada omzet perdagangan tahunan dari kedua negara tersebut mencapai $80 milyar,
namun setelah terjadi konfilik dan diberlakukan sanksi tersebut diperkirakan terjadinya

11}
penurunan volume perdagangan bilateral mencapai angka 20%, yang menyebabkan kerugian
hingga milyaran bagi perekonomian Jerman itu sendiri (Jacobs, 2019).
Pasca pemberlakuan sanksi Anti-Rusia ini, memang pada dasarnya antara kedua negara
ini memiliki hubungan kerjasama bilateral yang cukup erat hingga tidak dapat dipisahkan.
Diketahui pada Tahun 2017 untuk pertama kalinya sejak adanya pemberlakuan sanksi anti-
Rusia pada Tahun 2014, terjadinya peningkatan perdagangan Bilateral yang mengingkat
hingga mencapai 22,8% apabila diakumulasikan mencapai $50 miliar. Pertumbuhan itu terus
berlangsung hingga Desember 2018 dimana hubungan timbal-balik antara Rusia-Jerman
meningkat hampir mencapai seperempat persen apabila dibandingkan dengan periode lau.
Diketahui ekspor Rusia-Jerman pada Tahun 2018 meningkat 35% menjadi $22,1 miliar,
Impor yang mengalami kenaikan hingga 12% menjadi $16.9 Miliar (Yoder, 2015).

Kebijakan Jerman terhadap Rusia pada Konflik Ukraina- Rusia


Selama masa konflik antara Rusia-Ukraina terjadi tentunya Jerman sebagai negara yang
memiliki Hegemoni dalam membuat kebijakan luar negeri mengambil tindakan dan
berkoordinasi untuk mengatasi permasalahan konflik multilateral ini dengan menggunakan
kekuatan (power) serta diplomasi yang mana hal ini menggambarkan kekuatan dari kebijakan
luar negeri Jerman. Setidaknya dalam beberapa dekade setelah perang dingin berakhir telah
ada beberapa kebijakan Jerman terapkan kepada Rusia seperti the Christian Democratic
Union (CDU) - Free Democratic Party (FDP) yang mana koalisi ini dinaungi oleh Helmunt
Kohl tahun 1990-1998, The Social Democratic Party (SDP) atau koalisi Red-Green pada
tahun 1998-2005 dibawah naungan Gerhard S., dilanjutkan pada tahun 2005-2009 dibawah
naungan Angela Merkel yaitu The Grand CDU-SDP yang dilanjutkan hingga 2013 dibawah
naungan Merkel dengan wajah baru yaitu koalisi CDU-FDP (Gens, 2019).
Konflik Rusia-Ukraina ini tentunya mempengaruhi posis Jerman, konflik diantara kedua
negara besar ini tidak dapat dielakkan serta mengalamai eskalasi serta terjadinya perang
berkelanjutan dari Februari 2014 mengenai aneksasi Kremia dan status wilayah Donbas.
Dalam kasus ini Jerman memutuskan untuk memberikan sanksi kepada Rusia yang
dijatuhkan pada bulan Maret 2014. Adapun beberapa sanksi yang diberikan Jerman kepada
Rusian berupa sanksi ekonomi adalah sebagai berikut (Brezinski, 2014):
1. Pemerintah Jerman mengumumkan untuk membekukan segala bentuk komunikasi
terkait bisnis atau korporasi terhadap Rusia;

12}
2. Tiga hari kemudian setelah dikeluarkannya sanksi tersebut Jerman mengumunkan
kembali untuk mencabut serta merta menghentikan segala keringanan ekonomi antara
Uni Eropa dengan Rusia ;
3. Tertanggal 17 Maret pemerintah Amerika Serikat mengumumkan pembekuan atau
memberlakukan larangan perjalanan yang mengandung unsur bisnis (Bussiness trip)
terhadap orang-orang yang memiliki posisi yang cukup kuat baik secara ekonomi
mapun Politik dilingkungan Presiden Putin, salah satu contohnya seperti Ekspor
maupun Impor.
4. Pembekuan rekening bank yang berasal dari Rusia di bank-bank Amerika;
5. Layanan kartu kredit (Credit Card) dan Mastercard dihentikan oleh pemerintah
terkhusus layanan bagi klien Bank Rossija beserta anak perusahaannya yang dalam
waktu singkat hal ini menuai kecemasan bagi para nasabah bank terutama yang
berasal dari Rusia karena tidak dapat menggunakan kartu tersebut diluar rumah serta
diluar negeri maupun ditoko dan dihotel ketika berpergian;
6. Rusia dikeluarkan sebagai peserta dalam G8 ditahun yang sama. Dimana sanksi ini
membekukan serta menghentikan mobilitas dari eksistensi Rusia di dunia
internasional;
Setelah beberapa sanksi diatas, tepat pada 1 Agustus terjadi pemberlakuan sanksi lain
yang diumumkan oleh Jerman, pada saat itu diumumkan oleh Angel Markel. Sanksi
tersebut terdiri dari:
1. Embargo senjata Uni Eropa;
2. Sulitnya akses bank Negara Rusia untuk mencapai atau menembus Pasar Modal Uni
Eropa;
3. Pembatasan terhadap investasi, dimana Rusia kala itu hanya dapat berinvestasi di
obigasi saja dengan jangka waktu 90 hari
4. Teknologi canggih pendukung untuk ekstraksi minyak tidak lagi diizinkan untuk
diekspor ke Rusia;
5. Produk-produk untuk penggunaannya ganda tidak dapat diekspor lagi ke militer
dalam bahasa Rusia.
Demikianlah beberapa sanksi ekonomi yang diberikan Jerman kepada Rusia yang
memiliki dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi di Rusia. Dari kesemua aktivitas
tersebut juga memiliki dampak yang cukup krusial bagi para investor Rusia yang tentunya

13}
menyebabkan kerugian. Isu mengenai krisis yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina
merupakan topik yang cukup hangat untuk diperbincangkan. Uni Eropa tidak luput dalam
memberikan sanksi bagi Rusia akibat aneksasi Kremia tersebut, mengingat Ukraina
memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Uni Eropa. Apabila melihat kepada
sejarahnya pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 Uni eropa dengan Ukraina telah
terjadi sebuah proses negosiasi untuk menyepakati Association Agreement (AA). Melihat
secara pengertiannya Association Agreement (AA) adalah perjanjian penting yang dinilai
sebagai langkah awal untuk menjadi anggota Uni Eropa serta dimulai pula pemberlakuan
Free Trade Area (FTA). Akibat adanya aneksasi krimea ini hubungan Uni Eropa dengan
Rusia menjadi renggang, hal ini juga mendasari pemberian sanksi Uni Eropa kepada
Rusia. Apabila kita melihat kembali kepada masalalu sejarah Uni Eropa dengan Rusia
hubungan kedua belah pihak menguat pasca penandatanganan The Agreement on Trade
and Commercial and Economic Cooperation between the USSR and the European
Communities yang mana kesepakatan ini ditandatangani pada 18 Desember 1989
kerjasama keduanya terbentuk dalam kerjasama ekonomi. Aneksasi Krimea oleh Rusia
ini memicu Uni Eropa memberikan setidaknya enam ronde sanksi kepada Rusia.
Berdasarkan riset dari Factsheet on EU Restrictive Measures sanksi dari Uni Eropa ini
merupakan bentuk alat untuk mempromosikan Common Foreign and Security Policy
(CFSP). Adanya sanksi ini juga bertujuan agar menimalisir dampak kerusakan dari
tindakan pembatasan tersebut terhadap penduduk Rusia-Ukraina serta segala entitas yang
terlibat didalamnya. Terdapat enam ronde sanksi Uni Eropa yang diberikan kepada Rusia
Antara lain adalah (Brezinski, 2014):
1. Pembatasan terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam proses pemgalihan
Krimea ke Rusia beserta tindakan Rusia di Ukraina Timur. Pembatasan tersebut
termasuk kepada larangan berpergian dan pembekuan asset luar negeri yang
bertanggung jawab atas tindakan terhadap integritas territorial ukraina;
2. Sanksi diplomatic. Rusia dikeluarkan dari KTT G8 dan G 7 yang diadakan di
Brussels, pada awalnya acara tersebut akan diadakan di Sochi (wilayah Rusia).
3. Penangguhan Rusia untuk bergabung dengan OECD 9Organization for Economic
Co-operation and Development) serta gabungan Badan Energi Internasional. Serta
penangguhan Visa dan perjanjian baru secara Bilateral dengan Rusia

14}
4. Pembatasan Krimea dan Sevastopol. Pembatasan ini diberlakukan akibat rasa tidak
terima Uni Eropa bahwa Krimea menjadi bagian dari Rusia, dengan demikian segala
impor barang terkecuali yang memiliki sertifikat ukraina dilarang untuk dilakukan,
tidak hanya sampai disitu terdapat larangan berinvestasi di wilayah tersebut termasuk
didalamnya untuk membeli real estate, serta larangan penyediaan layanan pariwisata
di Krimea dan Sevastopol, larangan ekspor berkaitan dengan barang teknologi untuk
sector transportasi, telekomunikasi dan energy, serta eksplorasi sumber daya minyak,
gas dan mineral, serta larangan memberikan bantuan teknis dari berbagai bidang yang
telah disebutkan.
5. Sanksi ekonomi seperti larangan warga Negara eropa untuk membeli maupun
menjual obligasi baru, larangan untuk memberikan pinjaman dengan jangka waktu
lebih dari 30 hari, larangan embargo serta ekspor impor sejenis barang Dual-use
6. Seluruh program kerjasama ekonomi bilateral dan regional Uni Eropa dengan Rusia
dihentikan sementara.
Jerman memiliki peran dalam memediasi krisis yang terjadi pada konflik Rusia Ukriaina
ini. Pada faktanya terdapat beberapa poin didalam perjanjian minsk I dan II yang perlu
dipenuhi. perjanjian ini dirumuskan pada tahun 2014 oleh Organization for Security and
Cooperation in Europe (OSCE) perjanjian ini dimaksudkan untuk menetapkan genjatan
senjata konflik yang ada di wilayah perbatasan timur Ukraina dengan kelompok separatis
pro-Rusia. Pada saat terjadi konflik Rusia Ukraina Jerman berada pada posisi untuk
memimpin aksi serta menjadi koordinator dalam penanggulangan krisis internasional
tersebut dengan penggunaan kekuatan diplomasi dan ekonomi dengan menonjolkan
kebijakan luar negeri Jerman. Jerman memiliki pendekatan two-track foreign policy untuk
menavigasi hubungannya dengan Rusia. Hal tersebut terlihat ketika Jerman tetap menjadi
investor terbesar Rusia pada saat Rusia sedang mendapatkan sanksi-sanksi ekonomi oleh Uni
Eropa, tentunya hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab mengapa relasi antara Jerman
dengan Rusia tetap terhubung. Namun, tidak dipungkiri bahwa Jerman juga berada diposisi
yang cukup sulit dimana Jerman berperan sebagai Mediator imparsial. Dalam hal konflik
Rusia-Ukriana Jerman berperan mewakili OSCE bersama dengan Perancis bertindak sebagai
mediator antara Rusia, Ukraina, dan Separatis Donbas. Namun, Jerman tertap berperan
Profesional karena Jerman dependensi terhadap impor gas Rusia dimana hal ini dilandasi

15}
oleh kebijakan luar negeri two-track yang memisahkan kepentingan ekonomi dengan
kepentingan politik.
Pada saat memediasi konflik tersebut jerman memberikan usulan akan perlunya
pengadaan pemungutan suara didalam daerah yang mengalami sengketa dengan demikian
dapat memberikan celah bagi Rusia untuk mengkonsolidasikan posisinya di Donbas karena
keberadaan separatis pro-Rusia yang menjadi ancaman bagi Ukraina. Tentunya kejadian ini
merupakan hasil dikarenakan Rusia yang dinilai mengabaikan legitimasi dari perjanjian
Minsk I dan II, Jerman berperan sebagai Peacemaker sekaligus mediator yang perlu
mempertahankan arus komunikasi antara pihak yang berkonflik. Jerman yang pada saat
bersamaan juga menjadi mitra investor terbesar bagi Rusia dirasa dapat mendorong Rusia
untuk menyelaraskan interprestasi konflik dan perjanjian serta dapat memperlancar proses
deeskalasi konflik yang tentunya menguntungkan bagi semua pihak.
Jerman sebagai mediator juga sangat perlu untuk menekankan kepentingan demiliterisasi
wilayah sengketa. Tahap ini dianggap langkah terpenting demi menjamin keamanan
masyarakat yang berada dalam daerah konflik. Jerman juga perlu memperbaiki imparsialitas
serta kapabilitas identifikasi, hal tersebut dikarenakan Jerman gagal dalam mengidentifikasi
akar permasalahan dalam Minsk II. Tentunya dari berbagai upaya tersebut diharapkan
terciptanya jalan tengah agar dapat mengakomodasi warga sipil pro-Rusia di wiliyah konflik
tersebut serta memberikan akses bagi warga sipil untuk berpindah ke Rusia. Tentunya Jerman
sebagai Mediator sangat perlu memastikan aspek kemanusiaan dengan memonitor
komunikasi dan komitmen antara pihak-pihak terkait dalam perundingan secara langsung
agar tidak kembali berakhir impasse atau kebuntuan.
Walaupun sudah ada ketegangan antara Jerman dan Rusia, akan tetapi Ostpolitik ini tidak
benar-benar ditinggalkan, tetap mereka jalani. Jerman dan Rusia merupakan negara yang
penting demi keamanan di Eropa, eksistensi yang cukup massive dari masa peresmian
Ostpolitik yang menjadi puncak pada tahun 2013 sedang Masif antara kerjasama Jerman dan
Rusia. Jerman dan Rusia sudah memiliki hubungan diplomatik yang cukup lama.
Dikarenakan berbagai konflik yang menyebabkan krisis Rusia-Ukraina ini Jerman dan Rusia
beranggapan perlu membentuk ostpolitik baru. Ostpolitik baru (new Ostpolitik) sangat
diperlukan bagi hubungan diplomatik antara Rusia dengan Jerman, diharapkan agar bisa
berdamai dengan perbedaan ideologi agar dapat bekerjsama dalam segi bidang ekonomi
politik.

16}
Kebijakan Vladimir Putin dalam merespon Kebijakan Jerman Terhadap Rusia
Menanggapi berbagai dampak yang terjadi akibat aneksasi Ukraina yang berlanjut pada
pemberian sanksi ekonomi kepada Rusia dari Uni Eropa dan Jerman, tentunya kerugian
perekonomian bagi Rusia memberikan dampak besar bagi Rusia itu sendiri sebagaimana
telah dijelaskan pada halaman sebelumnya. Salah satu dampak yang paling menonjol yaitu
dibidang Energi. Untuk itu Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia yang berpegang teguh
terhadap prinsip Realisme memandang perlu memegang kendali penuh terhadap kekuatan
negaranya, walaupun dengan sanksi-sanksi yang dikenakan kepadanya tidak membuat Rusia
mundur dan goyah begitu saja. Kekuatan negara (Power) dari Rusia sendiri adalah gas.
Merespon kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Jerman serta Uni Eropa akibat sanksi –
sanksi yang dikeluarkan Vladimir Putin sebagai pemimpin memberlakukan statement
counter economic sanctions yang merupakan bentuk dari perwujudan dari reaksi rusia untuk
memberikan Counter-Sanctions (Russland, 2017). Implikasi dari pemberlakuan counter-
sanctions ini berdampak tidak hanya pada Rusia itu sendiri akan tetapi memberikan damapak
yang cukup luas bagi negara-negara Uni Eropa pada tingkat agregat.
Tentunya dengan sikap yang diambil oleh Vladimir Putin ini menuai pertanyaan bagi Uni
Eropa sendiri terkait sanksi yang diberlakukan kepada Rusia ini apakah cukup efektif atau
memberikan dampak kerugian yang cukup besar? Tentunya pertanyaan ini timbul akibat
counter economic sanctions yang dilakukan oleh Rusia dengan membatasi ekspor gas dan
minyak. Tentunya hal ini juga disebabkan karena akses permodalan yang dibatasi serta
perusahaan gas dan minyak besar di Rusia tidak lagi mendapatkan pinjaman Uni Eropa
Kalashnikov (Rajib Aliwafa Zarkasy). Rusia yang tidak goyah mengancam Uni Eropa
dengan pelarangan penerbangan dari Eropa ke Rusia. Tidak hanya sampai disitu Rusia telah
melakukan pemotongan pasokan gas ke Polandia dan Austria. Rusia telah menerapkan segala
kebijakan untuk memotong aliran gas ke polandia sebesar 50% di Austria (Netšunajev, 2018).
Resesi ekonomi yang terjadi di Rusia tentu dipicu oleh penjatuhan ekonomi yang akan
berdampak pada negara-negara Uni Eropa. Tidak dapat disangkal bahwa Rusia merupakan
negara pemasok minyak dan gas terbesar di dunia. Oleh karena itu, jika negaranegara mulai
memberlakukan sanksi atas penangguhan impor migas dari Rusia, reaksi atau respon tidak

17}
langsung nya bisa berupa kenaikan harga migas di pasar dunia, bahkan ada efek lain yang
meningkat. Pengaruh masalah ekonomi dunia oleh kekuasaan dan Rusia memiliki pengaruh
besar pada tatanan dunia. (Gens, 2019)
Akibat sanksi yang diberlakukan kepada Rusia pula, Vladimir Putin juga memberlakukan
penghentian proyek pipa gas Nord Stream 2 Jerman-Rusia yang mana hal ini merupakan
iconic yang sangat penting bagi Jerman maupun Rusia. Ini relevan karena ketergantungan
ekonomi Jerman yang kuat dengan Rusia disaat hubungan yang memburuk antara Rusia dan
UE. Setelah Energiewende, transisi dari energi nuklir ke sumber energi lain, keamanan energi
menjadi lebih relevan sebagai faktor dalam kebijakan luar negeri Jerman, yang
mengakibatkan ketergantungan Jerman yang semakin besar pada gas Rusia. Dalam hal ini,
perbedaan antara kepentingan Jerman di Nord Stream 2 dan tujuan Eropa untuk
mendiversifikasi distribusi energinya sangat penting. menurut Martikainen dan Vihma
memiliki pandangan tentang Nord Stream 2 “melempar Jerman ke dalam cahaya yang
berbeda”. Di mana pandangan dominan adalah bahwa, selama krisis Ukraina, politik Jerman
telah mengalahkan kepentingan ekonomi dan mengesampingkan keuntungan ekonomi
jangka pendek untuk mengasumsikan UE kepemimpinan, dengan Nord Stream 2 Jerman
menghindar dari tanggung jawab Eropa, menyebut proyek itu apolitis. Hal ini tidak hanya
melemahkan posisi UE terhadap Rusia, tetapi juga koherensi kebijakannya mengenai
Ukraina. Potensi hilangnya pendapatan transit akan sangat melemahkan posisi Ukraina
melawan Rusia (Gens, 2019).

Analisis Kebijakan Vladimir Putin dalam merespon Kebijakan Jerman Terhadap


Rusia
Maka, jika melihat pada empat sub pembahasan sebelumnya yakni, berdasarkan dari
bagaimana kebijakan Vladimir Putin dalam merespon kebijakan sanksi Jerman Uni Eropa
serta peran Jerman dalam menengahi Protokol Minsk berpengaruh pada hubungan diplomatik
kedua negara. Hal ini jelas terlihat bahwa Vladimir Putin berperan dalam mempertahankan
kepentingan nasionalnya dengan cara memposisiskan negaranya agar tidak tunduk dengan
sanksi ekonomi dan politik yang di terapkan Jerman dan Uni Eropa terhadap Rusia pada
konflik Ukraina karena Rusia merupakan mitra penting Jerman dalam kemanjuan ekonomi
dan keamanan.

18}
Selain itu juga demi keutuhan keamanan dan kekuasaa negaranya, Rusia menggunakan
konsep power sebagai alat. Power yang digunakan oleh Rusia terdiri dari tiga unsur utama
yang membangunnya, force atau daya paksa secara eksplisit, dalam konteks ini merujuk pada
sanksi yang berasal ari Jerman dan Uni Eropa terhadap Jerman. Kemudian, influence atau
pengaruh, pengaruh disini yaitu pengaruh dari sanksi Ekonomi yang dapat merugikan Rusia.
Sehingga, dari adanya daya paksa dan pengaruh maka Rusia memiliki authority atau
wewenang, yaitu wewenang Rusia memberikan counter sanksi dan memberhentikan pasokan
gas terhadap Jerman dan Uni Eropa.
Oleh karena itu, hubungan bilateral antara Jerman dan Rusia mengalami dilema dan
ketegangan yang diakibatkan oleh konflik Ukraina yang mendorong kedua negara saling
memberikan sanksi ekonomi yang berdampak pada kersajama ekonomi keduanya.
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, Putin menganekasasi Krimea dan juga konflik
pada masa presiden Zelensky yang diakibatkan oleh kedekatan hubungan Ukraina dengan
NATO dan Uni Eropa. Presiden Vladimir Putin merupakan tipe pemimpin konsiliator bila
dikaji melalui level analisis individu.

KESIMPULAN
Merujuk pada definisi dari teori realisme dipaparkan sebelumnya, bahwa keamanan
dan kekuasaan merupakan tujuan utama dari kepentingan nasional suatu negara
menggunakan level analisa individu dan untuk mencapai hal tersebut yaitu menggunakan
konsep power yang terdiri dari tiga unsur yaitu force, influence dan authority. Dalam kontek
ini yaitu kebijakan presiden Vladimir Putin yang mempengaruhi kebijakan ekonomi Jerman
dan Uni Eropa dengan counter economic santion dengan menghentikan pasokan gas Rusia
terhadap Jerman dan negara- negara anggota Uni Eropa. Sehingga, diperlukannya kebijakan
Ostpolitik baru untuk menormalisasi kembali hubungan bilateral antara Jerman dan Rusia.

Daftar Pustaka
Book
Aditya, M. F. (2020). “Duo Vladimir Putin – Dymytry Medvedev : The Rise Of Russia
After Disintegration Of Uni Soviet (Economic And MILITARY). 2, 4.
Iswardhana, M. R. (2023). Sejarah Invasi Rusia di Ukraina Dalam Kaca Mata Geopolitik:
AIHI (Asosiasi Ilmu Hubungan Ilnernasional Indonesia.
Laqueur, W. (1965). Rusia And Jerman . London: Oxford.

19}
Masoed, M. (1990). Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin Ilmu dan Metodelogi . Jakarta :
LP3S
Meister, S. (2014). REFRAMING GERMANY’S RUSSIA POLICY – AN OPPORTUNITY S
FOR THE EU: The European Council on Foreign Relations
Mikail, K. (2020). Strategi Pendekatan dan Pengaruh Rusia di Kawasan Timur Tengah
(2005-. Politics and Islamic Civilization, 1, 113.
Rosyidin, M. (n.d.). Teori Hubungan Internasional: dari perspektif Klasik sampai Non-
Barat. Jakarta: Rajawali Press.
Bakri, U. S. (2015). Metode penelitian Hubungan Internasional. In Metode penelitian
Hubungan Internasional (pp. 17): Pustaka Pelajar.
Dr. Nursapia Harahap, M. A. (2020). PENELITIAN KUALITATIF. In D. H. S. M.A (Ed.).
Mearsheimer, J. J. (2022). The Causes and Consequences of the Ukraine Crisis. The
National Interest. Retrieved from https://leiterreports.typepad.com/files/causes-and-
consequences-of-the-ukraine-crisis.national-interest.pdf

Jurnal
Asy-Syifa Rahmi Tyaswana, G. R. D. S. (2022). Peran Jerman dalam Mediasi Implementasi
Protokol Minsk. ReseachGate.
BREZINSKI, H. (2014). THE IMPACT OF THE CRISIS IN UKRAINE ON GERMAN-
RUSSIAN ECONOMIC RELATIONS. 4.
Fix, L. (2018). The Different ‘Shades’ of German Power: Germany and EU Foreign Policy
during the Ukraine Conflict. German Politics, 13.
Gens, B. (2019, Oktober 31). Germany’s Russia policy and geo-economics:Nord Stream 2,
sanctions and the question of EU leadership towards Russia. Global Affairs.
doi:10.1080/23340460.2019.1681013
Kempe, I. (2006). From a European Neighborhood Policy Toward a New Ostpolitik- The
Potential Impact of German Policy. (p. 5). Bertelsmann Group for Policy Research.
FORSBERG, T. (2016). From Ostpolitik to ‘frostpolitik’? Merkel, Putin and German
foreign policy towards Russia. International Affairs.
Mahfud Massaguni, M. N. B., Muhammad Ashry Sallatu. (2022). Pengaruh Sanksi Uni
Eropa Terhadap Rusia Atas Krisis Ukraina. Hasanuddin Journal of International
Affairs, 2(1), 21.
Netšunajev, K. A. (2018, Desember 7). Crimea and punishment: the impact of sanctions on
Russian economy and economies of the euro area. Baltic Journal of Economics. doi:
10.1080/1406099X.2018.1547566
Patricia Daehnhardt, V. H. (2018). Germany’s Eastern Challenge and the Russia–Ukraine
Crisis: A New Ostpolitik in the Making? German Politics Routledge, 11.
doi:https://doi.org/10.1080/09644008.2018.1448385
Rajib Aliwafa Zarkasy , D. N. F. (2022). Dampak Pemberhentian Pasok Gas Terhadap
Kerja Sama Rusia – Uni Eropa. Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains, 1(2), 8.
Renny Candradewi Puspitarini, S. W. (2022, February 2). Kajian Politik Internasional
Presiden Vladimir Putin Menggunakan Level Analisis dalam Studi Keamanan
Dunia. sospoli, 103. Retrieved from http://jisip.org/index.php/jsp/article/view/64
Said, F. A. (2017). DAMPAK KUDETA PRESIDEN VIKTOR YANUKOVYCH DALAM
HUBUNGAN LUAR NEGERI UKRAINA DENGAN UNI EROPA. 3(1).

20}
Sakwa, R. (2008). Putin’s Leadership : Character and Consequences. Europe – Asia
Studies, 60, 882.
Sinambela, S. I. (2022). Bilateral Relations Through Conflict And Cooperation: German’s
Dilemma Over Russia. PIR Journal, 7(1), 12.
doi:https://www.doi.org/10.22303/pir.7.1.2022.70-82
Syuryansyah, R. B. (2022). Upaya Penyelesaian Konflik Rusia-Ukraina. PIR Journal, 7.
doi:https://www.doi.org/10.22303/pir.7.1.2022.97-105
Wiesmann. (2011). "Pipa gas Rusia-UE mengirimkan pasokan pertama". Rusia: gerrit.
Adomeit, H. (2015). German-Russian Relations: Change of Paradigm versus ‘Business as
Usual’ (H. Stark Ed.): Ifri.

Yoder, J. A. (2015). Dari Persahabatan ke Permusuhan: Hubungan Jerman-Rusia pada


Periode Pasca Perang Dingin. Politik & Masyarakat Jerman.
Atok, F. (2022). ANALISIS KONFLIK RUSIA DAN UKRAINA
(STUDI KEPUSTAKAAN STATUS KEPEMILIKAN KRIMEA). Jurnal Poros Politik, 4.

Netšunajev, K. A. K. A. (2018). Crimea and punishment: the impact of sanctions on


Russian economy and economies of the euro area. Routledge Baltic Journal of
Economics, 19(1), 12. doi:https://doi.org/10.1080/1406099X.2018.1547566
Siddi, M. (2016). German Foreign Policy towards Russia in the Aftermath of the Ukraine
Crisis: A New Ostpolitik? Europe-Asia Studies Routledge, 10.
doi:http://dx.doi.org/10.1080/09668136.2016.1173879

Website
Britannica. (2023). Ostpolitik
West German foreign policy. Retrieved from https://www.britannica.com/biography/Willy-
Brandt
Dewi, N. N. (2023). Perancis dan Jerman Sepakat Tetap Mendukung Ukraina Dalam
Perang Melawan Rusia.
Karadag, C. (2022). Kanselir Jerman: Kerja sama ekonomi dengan Rusia ‘mungkin’ jika
perang di Ukraina berakhir. Retrieved from https://www.aa.com.tr/id/dunia/kanselir-
jerman-kerja-sama-ekonomi-dengan-rusia-mungkin-jika-perang-di-ukraina-
berakhir/2762460
Kompas. (2023). Penyebab Runtuhnya Uni Soviet
Retrieved from https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/06/130000779/penyebab-
runtuhnya-uni-soviet?page=all
Marcel Fürstenau, H. P. (2022). Hubungan Khusus Jerman-Rusia yang Sering
Membingungkan. Retrieved from https://www.dw.com/id/hubungan-khusus-jerman-
rusia-yang-sering-membingungkan/a-60694757

21}

Anda mungkin juga menyukai