Anda di halaman 1dari 5

Nama

Nim

Ujian Tengah Semester Teori Hubungan Internasional

FAKTOR PENYEBAB ATAU MOTIF INVANSI RUSIA KE UKRAINA

MENGGUNAKAN SPEKTRUM REALISME

Hubungan antara Rusia dan Ukraina tercatat memiliki sejarah perjalanan yang begitu panjang.

Lahirnya kekaisaran rusia pada abad ke 9 tidak terlepas dari peran penting Rusia di dalamnya, hal

tersebut yang menjadikan Ukraina sebagai mascot para Tsar Rusia hingga masa keruntuhan akibat

Revolusi Bolshevik yang terjadi pada tahunn 1917. Pada abad 16 Polandia pernah menguasai Ukraina

dibawah Dinasti Rumanov, pada tahun 1648 Rusia membantu membebaskan rakyat Ukraina dari

dominasi Polandia. (Siregar, 2019). Rusia dan ukraina memiliki hubungan secara geopolitik yang saling

bersinggungan. Ukraina berada di dua sisi secara geopolitik, dibagian barat adalah pro-Eropa dan di

bagian timur pro-Rusia. Kedua negara pernah menjadi bagian dari Uni Soviet, Ukraina mendeklarasikan

kemerdekaan negaranya pasca Uni Soviet runtuh pada 24 Agustus 1991. Pasca Rusia dan Ukraina berdiri

menjadi Negara merdeka, Rusia dan Ukraina membangun hubungan diplomatic pada tanggal 14

Februari 1992 disusul dengan berbagai kesepakatan dan kerjasama pada tahun 1997. Berjalannya waktu

hubungan bilateral antara Rusia dan Ukraina mengalami pasang surut, salah satunya adalah pergantian

kepemimpinan yang membawa UKraina ke arah Barat sehingga mulai berkurangnya peran Rusi. Selain

itu, keinginan Ukraina untuk menjadi anggota dari Uni Eropa menyebabkan pasang surutnya hubungan

bilateral kedua Negara tersebut. Kemudian, dalam perkembangannya muncul keinginan dari pemimpin

Ukraina pro-Eropa untuk menjadi anggota NATO (Info Singkat , 2022).


Sejak Yushchenko mendeklarasikan untuk bergabung menjadi anggota NATO sejak itulah Awal

ketengangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, pasca runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.

Ketegangan berikutnya dipicu ketika Rusia melakukan perebutan wilayah pada Crimea pada tahun 2014.

Akibat letak strategis Crimea yang dimanfaatkan oleh Rusia demi memperkuat pengaruhnya di kawasan

Eropa timur dan Eropa Tengah. Parlemen Crimea pada akhirnya melakukan referendum pada tanggal 16

Maret 2014 saat krisis Crimea berakhir dengan bergabung ke Rusia dan melepaskan diri dari Ukraina

(Info Singkat , 2022). Pasang surut hubungan bilateral antara Rusia dan Ukraina terus berlangsung

hingga menemui puncaknya pada tanggal 24 Februari tahun 2022. Saat itu Rusia lakukan invansi

terhadap Ukraina dengan mengerahkan beribu tentara di Donbas. Berbagai jalinan kompleks menjadi

konsiderasi Kremlin setelah pembuatan keputusan yang berujung invasi kepada Ukraina. Factor

keamanan pada Rusia menjadi hal yang paling disoroti sebagai basis aksi yang dijalankan oleh Rusia.

Mearsheimer sebagai penganut paham realis ofensif menjelaskan jika keamana adalah tujuan

utama dan terpenting dari suatu Negara dalam system internasional yang anarki. Hal ini terjadi karena

dua factor utama. Yang pertama, anarki membuat Negara mnyisakan sedikit sekali ruang untuk percaya

pada negara lain (Mearsheimer, 1990). Jika negara meletakkan kepercayaanya kepada negara lain dan

negara tersebut berkhianat kepadanya maka akan ada kerugian yang ditimbulkan. Kedua, deengan

minimnya kepercayaan yang dimiliki antara negara yang satu dengan negara yang lain, maka negara

akan selalu menganggap negara lain sebagai ancaman yang memiliki potensi ancaman yang begitu besar

sehingga ia merasa jika tidak ada actor lain selain dirinya yang dapat menjamin keberlangsungan hidup

serta keamanan integritas teritorialnya dan otonomi politik domestiknya (Mearsheimer, 1990). Hingga

pada akhirnya negara mengembangkan prinsip self-help karena Negara tidak punya pilihan lain selain

menjamin keamanannya sendiri. Kedua faktor tersebut telah menciptakan implikasi bahwa Negara

dipaksa untuk memaksimalkan kekutan relative yang mereka miliki terhadap Negara lain demi membeli

diri dan tetap bertahan hidup di bawah system anarki (Mearsheimer, 2001).
Secara spesifik, pemaksimalan kekuatan relatif ini dilakukan dengan mencari peluang untuk

menggoyahkan keseimbangan kekuasaan dengan memperoleh tambahan kekuatan dengan

mengorbankan saingan potensial (Mearsheimer, 2001). Metode ini mewakili cara berpikir zero-sum di

mana negara akan mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dibandingkan dengan negara lain

sehingga keuntungan yang didapatkannya dapat menjadi kerugian bagi negara lain (Mearsheimer,

2001). Hal ini dilakukannya karena dalam sistem yang anarki pada akhirnya, menjadi pemenang dalam

kontestasi keamanan yang tak pernah usai ini adalah sebuah kebutuhan untuk menjadi aman. Dengan

kata lain, ofensif realis memandang bahwa untuk menjadi aman adalah untuk menjadi dominator atau

hegemon dalam sistem. Namun, dalam berbagai kasus, negara tidak memiliki sarana yang cukup untuk

menjadi hegemon secara keseluruhan dan ini adalah hal yang wajar (Mearsheimer, Anarchy and the

Struggle for Power. In The Tragedy of Great Power Politics , 2001). Meskipun demikian, hal ini bukanlah

alasan sebuah negara untuk berhenti bertindak ofensif karena, mengingat bahwa negara tidak dapat

memastikan intensi negara lain, akan selalu menjadi pilihan yang tepat untuk memiliki lebih banyak

kekuatan dibanding negara lain daripada puas dengan sedikit kekuatan yang dimiliki. Lagi pula,

pertahanan yang paling efektif bisa jadi terwujud tindakan ofensif yang baik (Mearsheimer, 2001).

ALANISIS

Jika pendekatan ini diadopsi digunakan sebagai pendekatan untuk memahami invasi Rusia

terhadap Ukraina, dapat dilihat bahwa invasi ini merupakan bentuk perlindungan diri secara ofensif

Rusia atas ancaman keamanan yang dirasakannya berupa ekspansi NATO ke Ukraina yang diwacanakan

sejak 2008. Wacana ekspansi NATO ini memojokkan Rusia karena hal ini dapat mengeluarkan Ukraina

dari posisinya sebagai halaman belakang dan buffer zone Rusia (Mearsheimer, 2014). Hal ini, ditambah

dengan pelibatan Ukraina dalam Eastern Partnership yang digagas Uni Eropa, tentu membuat perasaan

terancam Rusia membuncah . Dengan logika bahwa akan menjadi lebih baik bagi Rusia jika mereka
melakukan ekspansi demi mendapatkan lebih banyak kekuatan melalui perluasan sphere of

influence yang lebih kuat di beberapa bagian Ukraina (dan juga kekuatan relatif lebih dari sumber daya

mineral yang kaya di lokasi tersebut), Rusia pun menganeksasi Krimea pada tahun 2014.

Namun nyatanya, upaya ini tidak cukup untuk menghentikan NATO dan Uni Eropa untuk

menggaet Ukraina. Sebab, pemerintah Ukraina yang makin terdemokratisasi pasca jatuhnya Yanukovych

nyatanya justru makin mesra dengan NATO. Kemesraan ini misalnya tampak dengan munculnya

berbagai dialog antar Ukraina dan pihak NATO di era Poroshenko dan Zelensky yang pada akhirnya

berujung pada diterimanya Ukraina sebagai kandidat anggota NATO. Disematkannya status tersebut

pada Ukraina yang terus melancarkan diplomasinya untuk aksesi NATO tentu makin mengancam

keamanan Rusia. Mengingat dekatnya Ukraina secara geografis dan posisinya sebagai buffer zone untuk

Rusia (Mearsheimer, 2014), Moskow pun memilih untuk melakukan invasi terhadap Ukraina dengan

asumsi bahwa invasi ini dapat menjadikan Ukraina sebagai keuntungan relatif Rusia vis-à-vis NATO yang

dianggapnya sebagai ancaman. Hal ini menunjukkan bahwa Rusia mencoba meraih keamanannya

dengan mengimplementasi logika “it’s always better to have more power than your enemy in the world

full of anarchy.” Dengan logika yang sama, tak dapat dipungkiri bahwa dengan bayangan “kejayaan”

Soviet di masa lalu, invasi Rusia ini juga menjadi sarana Rusia untuk mewujudkan ambisinya dalam

memenangkan relative gains game melawan NATO yang menjadi representasi Barat untuk menjadi

dominator dalam sistem demi mengamankan dirinya.

KESIMPULAN

Realisme ofensif yang berangkat dari sisi positivis dan memusatkan analisisnya pada unit negara

merasa bahwa invasi ini adalah konsekuensi sistematis dari anarki yang membuat negara selalu merasa

perlu untuk melakukan self-help dan memiliki kekuatan relatif atas negara lain


REFESENSI

Info Singkat . (2022, Februari ). Retrieved November 10, 2022, from berkas.dpr.go.id:

https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIV-4-II-P3DI-Februari-2022-229.pdf

Mearsheimer, J. J. (2014). Retrieved November 10, 2022, from

https://doi.org/https://www.jstor.org/stable/24483306

Mearsheimer, J. J. (2001). Anarchy and the Struggle for Power. In The Tragedy of Great Power Politics .

essay , 29–54.

Mearsheimer, J. J. (1990). JOURNAL ARTICLE. Retrieved November 11, 2022, from .jstor.org:

https://doi.org/10.2307/2538981

Siregar, M. F. (2019, Maret 1). Skripsi. Retrieved November 10, 2022, from Repository UMY:

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18297/BAB%202.pdf?sequence=2&isA

Anda mungkin juga menyukai