Pengaruh Moscow as the Third Rome Sebagai Sistem Simbol Rusia Pada
Masa Pemerintahan Vladimir Putin Dalam Agresi Militer Rusia Di Ukraina
Tahun 2014
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................................. iii
BAB I.................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................ 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
KERANGKA PENELITIAN ........................................................................................... 5
2.1 Studi Terdahulu ................................................................................................ 5
2.2 Kajian Teori ...................................................................................................... 9
2.2.1 Budaya Strategis ....................................................................................... 9
2.3 Definisi Operasional........................................................................................ 15
2.3.1 Moscow As The Third Rome................................................................... 15
2.4 Alur Pemikiran................................................................................................ 22
2.5 Argumen Utama.............................................................................................. 23
BAB III............................................................................................................................. 24
METODE PENELITIAN............................................................................................... 24
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................ 24
3.2 Ruang Lingkup Penelitian.............................................................................. 24
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 24
3.4 Teknik Analisis Data....................................................................................... 25
3.5 Sistematika Penulisan..................................................................................... 29
ii
DAFTAR SINGKATAN
AS : Amerika Serikat
BBC : British Broadcasting Corporation
CIS : Commonwalth Independent States
CNN : Cable News Network
CPSU : Communist Party of the Soviet Union
CSTO : Collective Security Treaty Organization
EU : European Union
EurAsEC : Eurasian Economic Community
FRD : Federal Research Division
FSB : Federalnaya Sluzhba Bezopasnosti
HAM : Hak Asasi Manusia
IMF : International Monetary Fund
KGB : Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti
NATO : North Atlantic Treaty Organization
NEP : New Economic Policy
New START : Strategic Arms Reduction Treaty
NMD : National Missile Defence
ROC : Russian Orthodox Church
ROCOR : Russian Orthodox Church Outside Russia
RSDLP : Russian Social Democratic Labour Party
RT : Russia Today
UE : Uni Eropa
USA : United States of America
USSR : Union of Soviet Socialist Republics
iii
BAB I
PENDAHULUAN
terguncang oleh campur tangan Rusia terhadap krisis Ukraina. Enam tahun berlalu
setelah berakhirnya Perang Georgia Rusia, pada tahun 2014 Rusia kembali
Seperti Georgia yang kehilangan Abkhazia dan Ossetia Selatan, Ukraina juga
harus menelan pil pahit karena hasil referendum menyatakan Crimea dan
Sevastopol memilih bergabung dengan Federasi Rusia (White & Popeski, 2014).
Akibat dari peristiwa peristiwa tersebut, kini dunia dihadapkan dengan realitas
baru bahwa perang merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam hubungan
internasional. Tidak hanya itu, tindakan Rusia dengan mengambil alih sebagian
wilayah Union of Soviet Socialist Republics (USSR) oleh Rusia atas negara
(EU) dan United States of America (USA) membekukan aset serta larangan visa
terhadap pihak-pihak yang dianggap terlibat dalam reunifikasi Crimea dan Rusia
maupun krisis Ukraina (BBC, 2014). Sikap dunia internasional dapat dikatakan
1
wajar mengingat agresi militer Rusia merupakan ancaman serius bagi stabilitas
Eropa serta lebih luas lagi bagi stabilitas global (Rumer dkk, 2016). Selain itu,
tindakan Rusia menjadi lebih berbahaya karena Moscow secara terang - terangan
hukum legal karena sebelumnya mantan presiden Ukraina telah mengirim surat
(RT, 2014). Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga diambil atas dasar solidaritas
terhadap warga berbahasa Rusia, adanya kesamaan budaya yang bersumber dari
nilai nilai Ortodoks serta karena Rusia merupakan satu-satunya negara kuat dan
Dilihat dari konsekuensi yang harus diterima Rusia seperti sanksi dari
dunia internasional, maka terlihat mustahil jika Rusia ngotot mengagresi Ukraina
hanya berdasar alasan alasan budaya dan superioritas negara. Namun jauh
sebelum Rusia modern saat ini, kebijakan luar negeri Rusia baik di era kekaisaran
maupun Uni Soviet pada dasarnya sangat dipengaruhi gagasan Moscow as the
Third Rome atau Moscow sebagai Roma Ketiga. Pada periode imperial gagasan
Sedangkan di era Uni Soviet, meskipun keagamaan tidak begitu mendapat tempat,
ide Moscow sebagai Roma Ketiga tetap mempengaruhi kebijakan luar negerinya.
Hal itu terimplementasikan kedalam misi Uni Soviet untuk menyebarluaskan nilai
2
dalam Johnson dkk, 2009, h. 88). Penting untuk diketahui bahwa selain upaya
upaya diplomasi, kekuatan militer merupakan sarana efektif dalam mencapai dan
melindungi ide ide tersebut (Ermarth dalam Johnson dkk, 2009, h. 88).
lama melekat di alam bawah sadar masyarakat suatu negara (Chen & Chen, 2006).
nilai yang dianut masyarakat Rusia. Seperti aspek militer yang tidak lagi
diutamakan Rusia untuk mencapai kebijakan luar negerinya (FAS, 1993). Seperti
runtuhnya Uni Soviet yang merubah kepercayaan masyarakat Rusia agar menjadi
yang memaksa memunculkan kembali ide imperial yaitu Moscow as the Third
urgensi kembalinya ide Moscow as the Third Rome dalam kebijakan keamanan
Rusia. Hal tersebut juga semakin menguatkan penulis untuk menggunakan konsep
3
diatas penulis mengambil judul penelitian Peran Moscow As The Third Rome
Sebagai Sistem Simbol Rusia Pada Masa Pemerintahan Vladimir Putin Dalam
Rusia pada masa pemerintahan Vladimir Putin dalam agresi militer Rusia di
budaya strategis.
4
BAB II
KERANGKA PENELITIAN
sebagai referensi bagi penelitian ini. Sangat jarang atau sulit ditemukan penstudi
Studi terdahulu pertama yang digunakan penulis yaitu tulisan dari Kanti
berupa peran perang dalam hubungan manusia, asal musuh dan bentuk ancaman,
5
mengkorelasikannya dengan perilaku India terkait strategi keamanan dari tiga
negara dan masyarakat dapat memahami satu sama lain, akan tetapi sistem
negara harus menjaga diri mereka sendiri. Nehruvian percaya bahwa anarki dapat
dalam melihat peran kekauatan militer, Nehruvian melihat bahwa kekuatan militer
militer untuk mengakhiri sebuah konflik (Bajpai dalam Chambers, 2002, h. 35).
militer tetapi juga kesejahteraan ekonomi dan pada akhirnya kekuatan ekonomi
menjadi dasar kekuatan militer. Disamping itu, kekuatan ekonomi juga dapat
bukanlah instrumen utama keamanan negara. Dan yang paling penting yaitu
kekuatan ekonomi dan kesejahteraan hanya mampu diciptakan dengan pasar bebas
6
dan perdagangan yang saling menguntungkan. Dalam konsepsi neoliberal,
Dengan melihat sejarah internal negara, konflik Pakistan dan China, serta
pengelolaan senjata nuklir India dengan Amerika Serikat di tiga era pemerintahan
pasca Cold War, Bajpai menyimpulkan bahwa perilaku kebijakan keamanan India
Alastair Iain Johnston sebagai pisau analisis. Perbedaanya terletak pada negara
terhadap agresi militer Rusia di Ukraina pada masa pemerintahan Vladimir Putin.
7
Sedangkan Bajpai mengkaji negara India dengan mengklasifikasikan pembentuk
Henneberg, dan Friedrich Plank yang berjudul If You Compress The Spring, It
Will Snap Back Hard: The Ukrainian Crisis And The Balance Of Threat Theory.
Dalam tulisan itu, penulis menjelaskan perilaku agresif Moscow terhadap krisis
mempunyai gagasan bahwa perilaku negara tidak hanya ditentukan oleh jumlah
kekuatan melainkan juga dipengaruhi oleh ancaman yang dirasakan oleh negara
atau aliansi itu sendiri. Rusia dalam kasus ini dikatakan mendapat ancaman dari
superioritas kebijakan Amerika Serikat (AS) dan The North Atlantic Treaty
Kosovo yang notabene Serbia merupakan sekutu Rusia, Perang Irak yang
Perancis, dan Jerman, intervensi di Libya yang menggunakan NATO sebagai alat
memperpanjang mandat PBB, dukungan terhadap Georgia dan kritik terhadap hak
asasi manusia di Kaukasus, ekspansi Uni Eropa (UE) khususnya NATO di Eropa
timur, serta proyek AS berupa National Missile Defence (NMD) dan sistem
8
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis terletak pada
yang diteliti yaitu sama sama mengkaji perilaku Rusia dalam krisis yang terjadi
berdiri sendiri sebagai collective knowledge (Adler, 1997, h. 326). Selain itu,
berbeda dari pemikiran liberal dan realis yang menganggap identitas negara
pada dasarnya perubahan tersebut bisa dipengaruhi oleh identitas negara itu
9
2001, h. 242). Oleh karena itu, pentingnya kajian yang fokus terhadap
indentitas dan perilaku negara yang berbeda satu sama lain tergantung
peniliti budaya strategis untuk memasukan aspek aspek seperti nilai, norma,
pengalaman, dan dipengaruhi oleh filsafat, politik, budaya, serta kognitif para
dalam strategi nuklir (Johnston, 1995, h. 36). Colin Gray dan David Jones
ethno cultural, dan sejarah. Meskipun fokus pada budaya dan strategi,
10
Selain itu pertanyaan terkait perubahan budaya strategis juga belum terjawab
(Johnston,1995, h. 37).
hubungan dialektis antara budaya strategis dan perilaku termasuk elit yang
dan bahasa simbolik tertentu yang mempengaruhi perilaku negara juga belum
generasi ini yaitu disaat krisis kebijakan luar negeri, terkadang individu
11
oleh individu, bukan sepenuhnya oleh budaya itu sendiri (Johnston, 1995, h.
41-42).
sebagai berikut,
suatu negara. Budaya strategis sebagai system of symbol terdiri dari dua
menyimpang atau tak terelakan, sifat musuh dan bentuk ancaman (zero-sum
of violence). Kedua terdiri dari asumsi dasar tetang pilihan strategi (strategic
12
options) yang berupa hard realpolitik atau soft idealpolitik. Bagaimana
Sumber: Alastair Iain Johnston, Thinking About Strategic Culture, The MIT
semakin rendah maka pilihan strategi yaitu soft idealpolitik atau cenderung
13
Batasan tersebut seiring dengan proses rasionalitas sejarah, analogi, dan
dalam budaya strategis lebih mengarah pada jejak budaya strategis yang
tulisan, debat, gagasan, dan kata-kata. Objek tersebut dapat dilacak jejaknya
49).
objek analisis dalam jangka waktu formatif. Kedua, menguji keberadaan dan
kesesuaian sampel misalnya dokumen dalam periode yang diteliti dan periode
formatif. Dokumen tersebut harus diambil dari waktu yang berbeda dan
konteks yang berbeda. Ketiga, menguji preferensi efek dalam perilaku politik
14
dan menjalankan budaya strategis suatu negara (culture keeper) pada
Pada tahun 1510, ide Moscow as the Third Rome atau Moscow
sebagai Roma Ketiga muncul di Rusia. Pada waktu itu biarawan Rusia yang
Vassily III dan Ivan IV yang berisi klaim Moscow adalah pewaris tahta
....For know well, those who love Christ and those who love God,
that all Christian empires will perish and give way to the one
kingdom of our ruler, in accord with the books of prophet, which is
the Russian empire. For two Romes have fallen, but the third stands,
and there will never be a fourth. (Filofei dalam Bercken, 1999, h.
146).
pada level ideasional harus ada Roma Pertama dan Roma Kedua. Roma
Pertama, sekitar dua ribu tahun yang lalu merupakan pusat dari Mediterania
dan sekarang menjadi ibu kota Italia modern. Bukan hanya nama kota, ada
masa dimana Roma menjadi ibu kota dari peradaban dunia yang lebih dari
15
membuktikan bahwa Roma telah meninggalkan realitas metafisik yaitu
kenangan kuat sebagai kota para dewa. Seperti kepercayaan orang orang
Romawi akan janji Jupiter yang mengatakan bahwa kota Roma tidak akan
wilayah Romawi yang semakin besar dan tak terkendali membuat kekuasaan
atas kekaisaran terbelah menjadi barat dan timur. Disaat kekuatan barat
16
Romawi. Tidak hanya itu, masyarakat Byzantium mencoba untuk menjadi
sama seperti Roma misalnya nama yang mereka gunakan untuk menyebut diri
mereka sendiri dalam bahasa Yunani menjadi Rhomaioi atau orang Roma
peran dan fungsi Roma pertama atau dengan kata lain Kekaisaran Romawi
Constantiople sebagai Roma kedua juga sebagai Roma baru. Roma Pertama
telah punah dan Roma baru secara kualitatif dianggap lebih baik dalam
melaksanakan misi dari Roma pertama. Akan tetapi mimpi abadi Roma
Kedua hanyalah sebuah ilusi, Roma Kedua jatuh setelah dikalahkan serangan
oleh orang orang Islam (Laats dalam Saumets dkk, 2009, h.101).
Narasi Roma Ketiga jauh lebih kompleks dan tidak hanya terbatas di
kota Moscow, akan tetapi banyak kota di Rusia yang juga mengklaim tahta
keagamaan tersebut. Pada tahun 1453, muncul tulisan tentang penguasa dari
Tver yang berjudul Eulogy of the Pious Grand Prince Boris Aleksandrovic
by the humble monk Foma. Meskipun secara eksplisit tidak disebutkan Tver
sebagai Roma ketiga, namun tulisan tersebut menjelaskan bahwa Tver adalah
pusat dunia dan Pangeran Boris mendapat gelar baru sebagai new Jacob,
new Joseph, dan new Moses. Dia juga disetarakan dengan Tiberius,
17
Augustus, Justinian, dan Theodosius sebagai kaisar sekaligus autocrator
White Mitre. Tema utama dari tulisannya yaitu terkait Novgorod sebagai
kata pusat Kristen Ortodoks berpindah dari Roma ke Constantinople dan dari
kalinya ekspresi dari Roma ketiga digunakan (Laats dalam Saumets dkk,
2009, h.102-104).
politis jauh lebih kuat. Sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya,
surat Filofei kepada Tsar Ivan III pada tahun 1511 menjadi dalih unik gereja
kaisar pilihan. Tidak hanya itu, fakta lain yang menguatkan dalih Moscow
disebabkan oleh pernikahan antara Grand Prince of Moscow Ivan III (1462
1505) dan keponakan Kaisar Byzantium yang terakhir yaitu Puteri Zoe
Ide Moscow as the Third Rome terbagi atas tiga elemen utama yaitu
18
Kaisar Bizantium yang bernama Justinian pada abad ke 6 dalam bukunya
yang ideal antara gereja (sacerdotium) dan negara (imperium). Pada tahun
keterkaitan yang erat antara gereja dan negara atau sebuah politik teokrasi.
Katolik. Perlu diketahui bahwa kesuksesan dari tugas Gereja Rusia tersebut
status tinggi atas negara negara lain. Rusia dengan label baru sebagai Holy
Russia layaknya Holy Roman Empire merupakan negara yang dipilih oleh
tidak hanya sebagai Federasi Rusia atau Rusia sebagai Rus yang mengacu
19
Perang Kulikovo dimana Rusia berupaya mengembalikan wilayah Rusia yang
menjadi pilar terakhir yang terhubung dengan pax romana dari Roma
Pertama. Ide dari konsep ini yaitu tentang adanya tujuan dari Roma untuk
oleh karena itu Rusia akan berusaha memperluas wilayah dan pengaruhnya
Moscow as the Third Rome dapat diketahui lebih dominan dalam membentuk
asumsi dasar terkait asal musuh dan bentuk ancaman. Secara konsisten
berdasarkan Moscow as the Third Rome asal musuh musuh bagi Rusia
yaitu Islam (Timur) dan Katolik (Barat) dengan bentuk ancaman yang berupa
tersebut tidaklah terkubur atau dilupakan. Ide Moscow as the Third Rome
terbukti masih melekat didalam alam bawah sadar masyarakat Rusia dan
diantaranya pada masa Nicholas I dan Alexander III. Tidak hanya itu, para
20
penguasa Communist Party of the Soviet Union (CPSU) tetap mengklaim
kajian budaya strategis yakni rangkaian sejarah untuk mejelaskan secara lebih
rinci mengenai Moscow as the Third Rome sebagai pembentuk ketiga asumsi
dasar bagi Rusia. Sejarah Rusia termasuk sejarah dicetuskannya ide Moscow
as the Third Rome serta sejarah pola perilaku kebijakan keamanan Rusia
merupakan salah satu indikator yang akan digunakan. Indikator lain yaitu
21
2.4 Alur Pemikiran
Moscow as the
Third Rome
Pemerintahan
Symphony
Vladimir Putin
Supremacy
Universality
Agresi militer
Rusia di Ukraina
tahun 2014
Sumber: Olahan Penulis
budaya strategis dapat diketahui bahwa Moscow as the Third Rome yang terdiri
Vladimir Putin dalam melakukan agresi militer Rusia di Ukraina pada tahun 2014.
Dengan melacak sampel dari ide Moscow as the Third Rome berdasarkan sejarah
dan membandingkannya dengan sampel penelitian ini yaitu ketika Rusia dibawah
pemerintahan Vladimir Putin maka dapat diketahui bahwa Moscow as the Third
22
2.5 Argumen Utama
Argumen utama dalam penelitian ini adalah Moscow as the Third Rome
mempengaruhi strategi keamanan militer Rusia karena Moscow as the Third Rome
sebagai sistem simbol Rusia membentuk asumsi dasar terkait asal musuh dan
bentuk ancaman bagi Rusia. Oleh karena itu, melalui asumsi dasar tersebut Rusia
melakukan agresi militer di Ukraina pada tahun 2014 sebagai respon atas asumsi
23
BAB III
METODE PENELITIAN
pendektan hermeneutic yang berfokus pada analisis terhadap makna, alasan, dan
keyakinan internal aktor untuk bertindak. Oleh karena makna sosial, bahasa, dan
keyakinan dikatakan sebagai aspek yang paling penting dalam eksistensi sosial
Ruang lingkup penelitian ini hanya difokuskan pada ide Moscow as the
Third Rome sebagai budaya strategis Rusia ketika Vladimir Putin menjabat
sebagai presiden Rusia dari tahun 1999 hingga terjadinya agresi militer Rusia di
mengambil data dari sumber-sumber relevan seperti buku, jurnal, situs resmi
sample pidato dari Inauguration of Vladimir Putin as President of Russia dan The
24
annual Presidential Address to the Federal Assembly. Selain itu penulis juga
Teknik analisa data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini
tersebut. Dengan cognitive mapping, peneliti dapat melacak penyebab yang paling
dalam symbol analysis, teknik analisa terhadap simbol yang memiliki makna
A symbol is any object used by human being to index meanings that are
not inherent in, nor discernable from, the object itself. Literally, anything
can be a symbol: a word or a phrase, a gesture or an event, a person, a
place, or a thing. An object becomes a symbol when people endow it with
meaning, value or significance. (Johnston, 1995, h. 51).
Sesuai penjelasan Elder dan Cobb dalam Alastair Iain Johnston bahwa
simbol merupakan suatu objek yang digunakan oleh manusia untuk menunjukan
makna yang tidak melekat maupun tidak terlihat dari objek itu sendiri. Hal itu
25
berarti bahwa, ketika kita menggunakan simbol secara sadar maupun tidak sadar
sebuah kata atau ungkapan, sebuah isyarat atau kejadian, seseorang, sebuah
tempat atau apapun dapat menjadi sebuah simbol. Yang utama adalah sebuah
simbol dapat dikatakan simbol ketika mereka dapat memberi makna, values atau
arti tersendiri terhadap simbol tersebut. Kemudian didefinisikan oleh Alastair Iain
Johnston bahwa,
Symbols are the vechicles through which shared decision rules, axioms,
and preferences are manifested empirically, so that culture can be
communicated, learned, or contested. ...these symbols act as mental aids
or heuristics which make complex environments more manageable for
decision makers, and suggest ways of responding to this environment.
(Johnston, 1995, h. 51).
keputusan dan pilihan-pilihan strategis yang telah ditentukan dan diputuskan oleh
para pengambil keputusan. Tidak hanya itu, simbol juga dapat berperan sebagai
mental aids atau heuristik yang dapat membuat lingkungan yang kompleks
menjadi lebih teratur dan terkendali bagi para pembuat keputusan. Dari simbol
Misalnya penggunaan idiom dan fraseif you want peace, prepare for war, war
26
menggambarkan tindakan yang diarahkan kepada musuh deterrence (Johnston,
1995, h. 52).
Johnston memperingatkan tentang strategi yang bersifat simbolik dan strategi dari
dibentuk oleh pembuat kebijakan. Dari bahasa atau simbol yang dilakukan
tersebut terdapat ekspektasi dan harapan dari para pembuat keputusan untuk
dilakukan. Dalam hal ini, penyampaian simbol yang yang memiliki makna dan
keputusan menerima dan menjalankan dengan baik apa yang menjadi keputusan
rethorical community dimana berupa ikatan dari mitos dan bahasa bersama
27
langsung kepada musuh other untuk memperlihatkan kesolidan kelompok
dan kuantitatif dengan tujuan untuk mengukur variabel variabel yang ada.
bersifat formal atau sudah ditentukan sebelumnya dan tidak memihak. Obyektif
mengandung arti bahwa kategori yang digunakan dalam analisis haruslah diberi
batasan yang jelas dan tepat. Obyektif juga diartikan apabila kategori digunakan
yang sama. Sedangkan kuantitatif berarti hasil dari analisis bisa dituangkan dalam
h. 4 6).
Berdasarkan dua definisi diatas, maka terdapat dua fungsi dari analisis ini, yaitu:
memberikan uraian yang sistematis dan dapat diujinga isi manifestasi suatu
wacana naratif, serta menghasilkan kesimpulan yang valid tentang konteks naratif
identifikasi terhadap tema tema dan pola struktural suatu pesan, dan
membandingkan isi pesan yang disampaikan oleh komunikator yang berbeda atau
sebaliknya pesan yang disampaikan oleh komunikator yang sama dalam konteks
yang berbeda. Fungsi eferensial yaitu penarikan kesimpulan tentang efek efek
28
yang mungkin ditimbulkan oleh pesan tersebut dan menyimpulkan norma norma
perilaku sosial yang direfleksikan oleh pesan tersebut. Secara teknik, analisis isi
atau penggunaan kata atau kalimat yang relevan, dan yang paling banyak muncul
dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu dicatat dalam
konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding
yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan
membangun kategori dari setiap klasifikasi yang kemudian satuan makna serta
kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan
makna, arti, dan tujuan isi komunikasi. Hasil analisis ini dideskripsikan dalam
Bab II, merupakan kerangka penelitian yang berisi tentang studi terdahulu,
29
Bab III, merupakan metode penelitian yang terdiri atas jenis penelitian,
ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan
sistematika penulisan.
Bab IV, gambaran umum Rusia, sejarah Rusia, dan agresi militer Rusia di
Bab V, merupakan bab pembahasan yang terdiri dari dua bagian, bagian
pertama berisi tentang pembahasan Moscow as the Third Rome sebagai budaya
strategis Rusia yang dibentuk melalui proses sejarah dan dijaga oleh Vladimir
Putin. Bagian kedua berisi tentang pengaruh Moscow as the Third Rome dalam
Bab VI, berisi tentang kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan
30