Anda di halaman 1dari 18

KEBIJAKAN POLITIK SUHLAKHUL DAN KONSEP DIN-I-ILAHI

PADA MASA PEMERINTAHAN SULTAN JALALUDIN AKBAR

DI KERAJAAN MUGHAL

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Sejarah Dan Peradaban Islam II

Dosen Pengampu : Dr. Widiati Isana, M. Ag.

Disusun oleh :

Priska Marsila NIM : 1185010107


KELAS: SPI 3 C

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T sehingga atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat beserta salam ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa manusia ke jalan yang diridai Allah SWT dengan cara
memberikan suri tauladan dengan mencontohkan akhlak dan moral tinggi kepada
umatnya menuju kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penyusunan
makalah ini.

Bandung, 16 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I .................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II ................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Proses Pembentukan Kerajaan Mughal ...................................................... 3

B. Biografi Sultan Akbar ............................................................................... 4

C. Kebijakan Politik Suhlakhul pada Masa Pemerintahan Sultan Akbar ......... 5

D. Konsep Din-i-Ilahi .................................................................................... 8

BAB III.............................................................................................................. 14

PENUTUP ......................................................................................................... 14

A. Simpulan ................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Mughal merupakan salah satu dari tiga Adidaya Islam
yakni Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Turki Utsmani yang
berkuasa hingga ke sebagian daratan Benua Eropa dan Benua Afrika.
Kerajaan Mughal mengalami puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Jalaludin Muhammad Akbar. Ia disebut-sebut sebagai
pencipta sistem kerajaan ini yang sebenarnya. Sultan Akbar sangat
terkenal dengan gagasan-gagasannya yang sangat radikal dan liberal, baik
dalam aspek sosial ataupun pemikiran keagamaan.

Pemikiran yang sangat kontroversial di masa Akbar berkuasa yang


oleh para penulis Barat maupun sejarahwan India antara lain politik
Suhlakhul dan konsep agama yang disebut dengan Din-i-Ilahi (Tawhid
Ilahi) atau divine religion/divine faith. Istilah yang digunakan mayoritas
ahli sejarah ini adalah produk pemikiran keagamaan sinkretis Sultan
Akbar yang ditentang oleh sebagian besar kelompok umat Islam pada
waktu itu. Namun demikian Din-i-Ilahi telah memberikan kontribusi yang
positif khususnya dalam konsep keharmonisan, demokrasi dan dinamika
masyarakat India. Maka, pada makalah ini akan dibahas mengenai kedua
kebijakan tersebut, yaitu konsep politik Suhlakhul dan konsep Din-i-Illahi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya Kerajaan Mughal?
2. Bagaimana biografi Sultan Jalaludin Akbar?
3. Bagaimana penerapan kebijakan politik Suhlakhul pada masa
pemerintahan Sultan Jalaludin Akbar?
4. Bagaimana penerapan konsep Din-i-Ilahi pada masa pemerintahan
Sultan Jalaludin Akbar?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui proses terbentuknya Kerajaan Mughal.
2. Mengetahui biografi Sultan Jalaludin Akbar.
3. Mengetahui penerapan kebijakan politik Suhlakhul pada masa
pemerintahan Sultan Jalaludin Akbar.
4. Mengetahui penerapan konsep Din-i-Ilahi pada masa pemerintahan
Sultan Jalaludin Akbar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Pembentukan Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya


Kerajaan Safawi. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan islam pertama di
anak benua India. Awal kekuasaan islam di India terjadi pada masa
khalifah al-Walid dari Dinasti Umayyah. Penalukan wilayah ini
dilakukan oleh tentara bani Umayyah dibawah pimpinan Muhammad
Ibnu Qasim. 1
Setelah periode Khalji dan Tughluq runtuh, tampuk kekuasaan
dilanjutkan oleh keluarga Sayyid (1414-1451 M) dan Lodi (1451-1512
M). Kondisi Islam di India mengalami kemunduran yang ditandai dengan
bangkitnya pikiran lama yang percaya bahwa setiap kerajaan yang
merdeka adalah khalifah di tengah-tengah lingkungannya sendiri. Dari
sini muncullah tokoh-tokoh sentral seperti Fakhiruddin Mubaraq (1336
M) di Bengal, Syamsudin Syah Mirza Swati (1346 M) di Kashmir, Zafar
Khan Muzaffar (1391 M) di Guzarat, Malik Sarvar (1349 M) di
Jawanfur, dan Dhilavar Khan Husein Ghury (1401 M) di Malwa. Bahkan,
Ibrahim Lodi (1517-1526 M) tidak mampu memerintah dan mengelola
pemerintahan sehingga ia menjadi pewaris kesultanan budak terakhir
yang pernah ada di Delhi India.2
Atas dasar itu, Alam Khan yang masih satu keluarga dengan
Ibrahim Lodi, berusaha untuk menggulingkan dan merampas
kekuasaannya dengan meminta bantuan Zahiruddin Babur (1482-1530)3
yang merupakan salah satu keturunan keluarga penguasa Mongol dan

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.145
2
Ajid Thohir & Ading Kusdiana, Islam di Asia Selatan. (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 93.
3
Ia adalah cucu Timur Lenk, ibunya merupakan keturunan Jenghis Khan. Ia adalah seorang
panglima dan penguasa Ferghana yang berambisi menaklukkan ilaya sekitarnya, terutama
Samarkand. Dengan adanya tawaran ini mengalihkan ambisinya yang semula (Amir K. Ali,
Sejarah Islam, (Jakarta: Trigunting, 1996), hlm.351-352.

3
merupakan cucu Timur Lenk dan penguasa Ferghana. 4 Permintaan itu
langsung diterima dan bersama pasukannya Timur Lenk menyerang
Delhi. Pada 21 April 1526 M. terjadi pertempuran di Panipat. Ibrahim
Lodi dan pasukannya terbunuh, kemudian Zahiruddin Babur langsung
mendeklarasikan kemenangannya dan menegakkan pemerintahan.
Dengan demikian, berdirilah Kerajaan Mughal dan mengakhiri
kesultanan budak-budak Turki.5
Sejak periode ini, corak asimilasi kebudayaan India mulai
mengkristal dalam wujud kekuasaan muslim. Masa kejayaan Mughal
dimulai pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605).

B. Biografi Sultan Akbar


Sultan Jalaludin Muhammad Akbar lahir di Umerkot, Sind, 23
November 1542. Ia adalah keturunan Dinasti Timurid, putra dari sultan
Humayun dan cucu dari sultan Mughal Zahiruddin Muhammad Babur,
yaitu penguasa yang mendirikan Dinasti Mughal di India. Ibunya
bernama Hamida Banu Begum. Sultan Akbar merupakan sultan ketiga
yang diberi gelar sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan 6 Ia
menggantikan ayahnya Humayun pada tahun 1556 M. Ia naik tahta
ketika usianya 14 tahun sehingga roda pemerintahan diamanahkan pada
walinya yang bernama Bairam Khan, seorang penganut Syi’ah. Ia
adalah penasehat politik yang selama ini dipercaya oleh Humayun. 7
Sultan Jalaludin Muhammad Akbar disebut-sebut sebagai pencipta
sistem kerajaan ini yang sebenarnya. Sultan Akbar sangat terkenal
dengan gagasan-gagasannya yang sangat radikal dan liberal, baik dalam
aspek sosial ataupun pemikiran keagamaan.8 Dimasa pemerintahannya,

4
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
2004), hlm. 201. Lihat juga [Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim (A History of The
Arab Peoples) terj. Irfan Abubakar, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004), hlm.197.
5
Ajid Thohir & Ading Kusdiana, Islam di Asia Selatan. (Bandung: Humaniora, 2006), hlm. 93.
6
Machfud Syaefudin, dkk, Dinamika Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), hlm.
231.
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.148.
8
Ajid dan Ading, Islam di Asia Selatan, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm.95.

4
kerajaan tidak dijalankan dengan kekerasan, ia banyak menyatu dengan
rakyat, bahkan rakyat dari berbagai agama tidak dipandangnya sebagai
orang lain dan dirinya pun di buatnya menjadi orang Hindustan sejati. 9

C. Kebijakan Politik Suhlakhul pada Masa Pemerintahan Sultan Akbar


Sultan Akbar memerintah pada 27 Januari 1556 – 25 Oktober
1605 (49 tahun, 275 hari), sedangkan Bairam Khan menemani sultan
Akbar mulai tahun 1556-1561 saja karena terjadi konflik diantara
keduanya. Di awal pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan-
pemberontakan sisa-sia keturunan Sher Khan Shah yang berkuasa di
Punjab. Disisi lain, tepatnya di wilayah Agra muncul kekuatan Hindu yang
dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan
pemberontak tersebut berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan
menyambut kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadi peperangan
dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556. Himu dapat dikalahkan
dan ditangkap. Akhirnya wilayah Gwalior dan Agra dapat dikuasai
penuh. 10 Di wilayah barat lahir gerakan yang dipimpin oleh saudara
seayah dengan Akbar, Mirza Muhammad Hakim. Kasmir, Multan,
Bengala, Sind, Gujarat, Bijapur dan lain-lain berusaha melepaskan diri
dari kekuasaan Mughal.
Namun, setelah Akbar beranjak dewasa ia berhasil mengembalikan
wilayah-wilayah yang sebelumnya melepaskan diri serta memperluas
wilayah kekuasannya. Strategi yang ia lakukan antara lain:
 Siasat politik untuk menyingkirkan Bairan Syah, penasihat politik
Syiah yang selama ini dipercayai oleh Humayun. Hal tersebut
dikarenakan Bairam Khan telah mempunyai pengaruh yang kuat dan
terlalu memaksakan kepentingan Syi’ah. 11
 Melancarkan serangan kepada para penguasa yang melepaskan diri
dari pemerintahan Mughal. Sultan Akbar mula-mula mematahkan

9
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm.261-262.
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.148.
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.149.

5
perlawanan bangsa Rajput yang tidak mau tunduk pada Kerajaan
Mughal. Ia menggempur Benteng Chitor di Udaipur dalam waktu
tujuh bulan, hingga sebagian Rajput dapat ditundukkan. Kemudian
Gujarat ditaklukkan pada tahun 173 oleh Sultan Akbar. Dengan
kemenangan ini, Kerajaan Mughal berbatasan dengan Samudera
Hindia dan memiliki pelabuhan penting. Selanjutnya, Akbar
menaklukkan Benggala pada tahun 173 M dan memasuki
pegunungan Dakka serta mengambil daerah-daerah Ahmadnagar,
Khandes, dan Berar.
 Menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar,
Ghond, Ranthabar, Kalinjar, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa,
Dekkan, Gawilghart, Narthala, dan Asirgah. 12
 Memperkuat militer dan mewajibkan pejabat sipil mengikuti latihan
militer.
 Membuat kebijakan suhlakhul (toleransi universal).

Kebijakan lainnya adalah gagasan menata sistem pemerintahan


dengan dengan sistem militer (militeristik), termasuk wilayah-wilayah
yang menjadi daerah taklukannya. Pemerintah daerah dipegang oleh
seorang shipar salar (jendral atau kepala komandan) dan subdistrik oleh
faujdar (komandan), termasuk jabatan-jabatan sipil selalu diberi jenjang
kepangkatan bercorak militer.13
Dasar-dasar kebijakan social-politiknya berpijak pada politik
sulakhul (toleransi universal). Kebijakan ini memberikan hak persamaan
kepada semua penduduk, mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis
maupun agama. Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah
dikuasai pemimpin Islam. Dengan cara ini, semua rakyat dipandang sama.
Mereka tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama dan atau

12
Ading Kusdiana, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka Setia,
2013), hlm. 234.
13
Ajid dan Ading, Islam di Asia Selatan, (Bandung: Humaniora, 2006) hlm.96. Lihat juga [Ading
Kusdiana, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka Setia, 2013),
hlm. 234.

6
lapisan sosial. Hal tersebut mengantarkan pada sebuah reformasi. Diantara
reformasi yang dilakukannya adalah:
1) Menghapus Jizyah bagi non-muslim
2) Memberikan pelayanan pendidikan yang sama bagi tiap masyarakat.
3) Membentuk undang-undang perkawinan baru, diantaranya melarang
orang-orang kawin muda, berpoligami dan bahkan ia menggalakan
kawin beda agama.
4) Menghapus pajak-pajak pertanian, terutama petani yang miskin.
5) Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan
perang. 14

Sulakhul ini adalah sebuah politik yang mengekspresikan cita-cita


sufi yaitu perdamaian universal yang secara positif mencari kesejahteraan
materi dan ruhaniah dari semua umat manusia. Muhammad Abdu l-Baki,
dalam bukunya tentang sejarah pemerintahan Akbar, menyatakan: “Akbar
menggunakan toleransi untuk semua agama dan kepercayaan, dan
mengakui perbedaan diantara mereka, tujuannya untuk menyatukan semua
orang dalam ikatan umum perdamaian.” Sulakhul menjadi metode untuk
menilai apa yang secara hukum benar atau salah dalam kerajaannya dan
diciptakan karena Akbar mengerti bahwa ia sedang berusaha untuk
membangun lembaga-lembaga politik untuk masyarakat mayoritas non
Muslim. Dengan demikian, dalam kerajaannya, keyakinan dan pendapat
dari para mullah ortodok tidak menjadi halangan bagi pemerintahannya
karena dia ingin semua rakyatnya untuk diadili sama.
Sultan Akbar juga memasukkan orang-orang baik muslim
maupun non muslim ke dalam pemerintahan dengan loyalitas mereka
kepadanya dan Mughal. Dia menciptakan sebuah sistem yang
menguntungkan, sehingga orang-orang yang ia ajak akan tertarik dan
tidak hanya menjadi bagian dari Mughal, tetapi juga untuk
mempertahankannya. Untuk melakukan ini, Akbar menggunakan sistem

14
Ajid dan Ading, Islam di Asia Selatan, (Bandung: Humaniora, 2006) hlm.96.

7
ritual harian, ritual harian ini untuk meegakkan legitimasinya, dengan
memasukkan banyak unsur-unsur yang memungkinkan bawahan untuk
mudah mengenali sultan. Ritual harian ini untuk mempertahankan
loyalitas dari kepala Hindu dan penguasa Muslim yang telah masuk ke
dalam kekaisaran, dengan membuat mereka menjadi perpanjangan fisik
Akbar.
Akbar membuat tambahan dari banyak aspek tradisi Hindu, yang
membuat sultan dikenali oleh semua dalam kekaisaran, baik Hindu dan
Muslim. Ini termasuk tradisi seperti jharuka darshan (kunjungan ke
balkon setiap pagi untuk menunjukkan dirinya kepada masyarakat umum
yang berkumpul di bawah), Tuladan (yang mensyaratkan sultan
ditimbang pada kesempatan keberuntungan dan pemberian hadiah
diberikan kepada yang membutuhkan) dan gaya dari darbar (kunjungan
ke Diwan-i 'Am, aula yang digunakan untuk diskusi umum) . Acara ritual
ini adalah penegasan reguler stabilitas kekaisaran, apakah itu dari balkon
istana atau kekaisaran. Sebagian besar interaksi ritual harian antara
Akbar dan jajarannya terjadi selama darbar.15

D. Konsep Din-i-Ilahi
Pada masa kekuasaan Sultan Akbar, India terdiri dari beberapa
kelompok penganut agama. Agama Hindu sebagai agama mayoritas
penduduk India, sedangkan agama Islam sebagian penganut aliran Sunni
dan sebagian lain penganut aliran Syi’ah. Selain itu juga terdapat pemeluk
agama Sikh, Jaina, Buddha, Kristen dan Zoroaster. Pada masa inilah
muncul gagasan Sultan Akbar yang selalu dibicarakan dalam sejarah
Islam, terutama dalam kawasan India khususnya pada Periode Pertengahan
(abad XVI). Gagasan kontroversial tersebut disebut dengan Din-i-Ilahi
(Tawhid Ilahi) atau divine religion/divine faith. 16 Konsep ini menawarkan

15
Mahmudi, J., Perbandingan Konsep Pluralisme Agama Di Indonesia Dengan Konsep Din-I-
Ilahi Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar (1560-1605) Pada Dinasti Mughal, (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014), hlm. 53.
16
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies. (Cambridge: Cambridge University Press, 2000),
hlm. 456.

8
penyatuan agama-agama menjadi satu bentuk agama yang disebut din
ilahi 17 . Din-i-illahi menjadi salah satu lembaga dari produk politik
sulakhul. Dengan strategi ini, wilayah Mughal menjadi sangat luas, dua
kota penting sebagai pintu gerbang ke luar, Kabul dan Kandahar,
dikuasai. 18
Gagasan ini bermula pada tahun 1575 M dengan didirikannya
Ibadat Khana di Fatihpur Sikr oleh Akbar. Tempat tersebut digunakan
untuk diskusi keagamaan yang dirancang hanya utuk kaum muslimin. Tapi
justru dari Ibadat Khana inilah kekecewaan Akbar terhadap para ulama
ortodok bermula. Akbar kerap melihat perdebatan diantara para ulama
yang saling memojokkan. Masing-masing menganggap pendapatnya yang
paling benar. Perdebatan ini juga melibatkan dua pejabat keagamaan
istana, yaitu Makdumul Mulk dan Syekh Abdul Nabi. Keduanya kerap
terlibat perdebatan keras seputar masalah-masalah agama.
Kekecewaan Akbar memuncak terutama setelah Syek Abdul Nabi
sebagai sadrul sudur menjatuhkan hukuman mati kepada seorang
brahmana yang didakwa mengambil material untuk membangun masjid
dan mencaci Nabi Muhammad saw. Akbar dan juga sebagian besar pejabat
istana mengkritik vonis tersebut dan menganggapnya terlalu berat.
Kekuasaan Akbar dalam memutuskan hal-hal yang terkait dengan
agama memang terbatas. Kekuasaan tersebut ada di tangan sadrul sudur.
Ini membuat Akbar gerah sehingga dia bercerita kepada Syekh Mubarak,
seorang ulama berpikiran bebas yang juga ayah dari Abu Fazl, seorang
penulis dan pejabat istana. Syaikh Mubarak menjelaskan menurut undang-
undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum, maka
kepala pemerintahan Islam mempunyai otoritas dan berhak memilih salah
satu pendapat. Dari sinilah kemudian disusun sebuah dokumen yang

17
Sayyid Alvi mengomentari Din Ilahy Akbar tidak lebih dari sekedar jenis tarekat yang dicip-
takan Akbar dalam mencari kebenaran agama. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh persoalan
yang kompleks. Lembaga yang diciptakannya “Ibadah Khannah” adalah tempat berdiskusi
berbagai tokoh agama Islam, Hindu, Buddha, Nasrani dan Zoroaster yang jumlahnya tidak kurang
dari enam belas orang dan bersifat tertutup.
18
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam Cet. 2, (Malang: UMM Press, 2004), hlm.147.

9
menjelaskan bahwa Akbar mempunyai hak otoritas untuk memilih satu
pendapat yang menguntunkan bangsa, jikalau terjadi perselisihan. Selain
itu Akbar juga berhak mengeluarkan perintah baru, yang tidak hanya
sesuai Al quran, tapi menguntungkan bangsa.
Akbar kemudian membuka Ibadat Khana yang semula hanya untuk
Islam menjadi untuk seluruh agama yang ada di India. Dengan ikut
sertanya non muslim dalam diskusi agama di Ibadat Khana maka terjadilah
pemberontakan di Jaunpur. Tak lama setelah pemberontakan tersebut
dikalahkan, Akbar menyatakan gagasannya tentang Din-i-ilahi pada tahun
1582 M.19 Din-i-ilahi adalah sebuah ajaran yang memandang semua agama
adalah sama, dan agar semua rakyat dapat perlakuan yang sama
berdasarkan atas undang-undang keadilan.
Tujuan dari deklarasi (Din-i-ilahi dan Sulh i kull) adalah untuk
membuat penilaian dan pilihan atas pertanyaan-pertanyaan yang beragam,
sehingga tidak ada yang bisa menolak perintahnya baik agama atau politik.
Dengan cara ini Akbar menyatakan diri sebagai mujtahid Hindustan agar
visi din-i-ilahi sebagai kebijakan sosial untuk mencapai kesejahteraan
dapat terwujud. Keputusan tersebut hanya mengambil hak para mullah
ortodok. Berarti Akbar tidak lagi bergantung pada populasi Muslim di
kerajaannya, pribumi Hindu kini mulai diakui sebagai bagian dari populasi
dan bukan hanya sumber pendapatan atau eksploitasi.
Tujuan lainnya adalah kepentingan stabilitas politik. Dengan
adanya penyatuan agama ini diharapkan tidak terjadi permusuhan antar
pemeluk agama. Untuk merealisasikan ajarannya, Akbar mengawini putri
Hindu sebanyak dua kali, berkhutbah dengan menggunakan simbol hindu,
melarang menulis dengan huruf Arab, tidak mewajibkan khitan dan
melarang menyembelih dan memakan daging sapi. 20

19
Cemil Kutlutürk, A Critical Analysis of Akbar s Religious Policy: Din-i Ilahi, International
Relations, 4(6), hlm. 407.
20
Siti Maryam, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam: Dari Klasik hingga Modern, (Yogyakarta:
LESFI, 2009), hlm.184.

10
Usaha lain Akbar adalah membentuk Mansabdharis, yaitu lembaga
public service yang berkewajiban menyiapkan segala urusan kerajaan,
seperti menyiapkan sejumlah pasukan tertentu. Lembaga ini merupakan
merupakan satu kelas penguasa yang terdiri dari berbagai etnis yang ada,
yaitu Turki, Afghan, Persia dan Hindu.
Dari konsep ini melahirkan ketidakterikatan dunia; menghindari
dari nafsu dan sensualitas; menahan diri dari perzinaan, penipuan,
penindasan, sifat tidak etis, intimidasi, kebodohan; dan pembebasan dari
hukuman akhirat dan keraguan tentang Kebenaran semua tergantung pada
mematuhi sepuluh kebajikan. Setelah memberikan peringatan penting ini
sepuluh kebajikan dari Din-i Ilahi dikutip sebagai berikut:

1) Liberalitas dan kemurahan hati;


2) Pengampunan dari pelaku kejahatan dan penolakan kemarahan
dengan kelembutan;
3) Menghindari nafsu duniawi;
4) Peduli kebebasan dari ikatan eksistensi dan kekerasan duniawi, serta
mengumpulkan simpanan berharga untuk dunia nyata dan abadi di
masa depan;
5) Kebijaksanaan dan pengabdian dalam meditasi yang sering pada
konsekuensi tindakan;
6) Kekuatan kehati-hatian yang tangkas dalam keinginan tindakan yang
luar biasa;
7) Suara lembut, kata-kata lembut, pidato yang menyenangkan untuk
semua orang;
8) Perlakuan yang baik dengan saudara-saudara, sehingga mereka akan
memiliki hak untuk kita sendiri;
9) Keterasingan yang sempurna dari makhluk dan dunia material, dan
keterikatan yang sempurna dengan Yang Mahatinggi; dan
10) Pengabdian jiwa dalam cinta Tuhan dan, sangat dekat penyatuan
dengan Tuhan, pemelihara semua, bahwa selama jiwa dapat berpikir

11
sendiri dengan Yang Maha Pemurah sampai waktu pemisahan dari
tubuh duniawinya. 21

Aspek penting lainnya ialah Akbar melakukan pembaharuan


dengan menciptakan Din Ilahi yang ciri-ciri pentingnya adalah:
1) Percaya pada keesaan Tuhan.
2) Akbar sebagai khalifah Tuhan dan sebagai Padash (al-insan kamil).
Ia mewakili Tuhan di muka bumi dan selalu mendapatkan bimbingan
langsung dari Tuhan.
3) Semua pemimpin agama harus patuh dan tunduk pada Akbar.
4) Sebagai manusia padash ia pantang memakan daging (vegetarian).
5) Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
6) Hari ahad sebagai hari resmi ibadah.
7) “Assalamualaikum” diganti dengan “Allahu Akbar” dan
“alaikumsalam” diganti “Jalla jallah”.
Sebenarnya, masih banyak kebijakan umum lainnya yang lebih
mementingkan persatuan politik, sekalipun mengorbankan nilai-nilai
syariah Islam. Inilah periode yang betul-betul “sinkretik” 22 dan telah
membumi di India. Langkah ini dilakukan sebagai usaha pendirian
“pemerintahan Islam” agar bisa diterima di kalangan rakyat India.
Sultan Akbar seolah-olah ingin menembus batas terdalam dirinya
dengan memahami tradisi-tradisi Hinduistik dan agama-agama lainnya.
Bahkan ia kadang rela mengorbankan syariat agar Islam bisa diterima
di kalangan rakyat Hindu India. 23

Dengan adanya kebijakan seperti diatas, rakyat India sangat


simpatik kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling hormat-

21
Cemil Kutlutürk, A Critical Analysis of Akbar s Religious Policy: Din-i Ilahi, International
Relations, 4(6), hlm. 415.
22
Sinkretis” bersifat mencari penyerasian (penyesuaian, penyeimbangan dsb.) antara dua aliran
(agama) atau lebih, sedangkan “Sinkretisme” adalah paham (aliran) baru yang merupakan
perpaduan dari beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan,
dsb. [Lihat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, K. R. (2016). KBBI V 0.2.1 Beta (21).]
23
Ajid dan Ading, Islam di Asia Selatan, (Bandung: Humaniora, 2006), hlm.97-98.

12
menghormati serta senantiasa menjungjung tinggi toleransi. 24 Sultan
Akbar meninggal pada 1605 M setelah menderita sakit yang cukup
parah. 25 Masa pemerintahan Akbar adalah periode yang betul-betul
sinkretis yang membumi di India, suatu usaha pemerintahan Islam
untuk bisa diterima dikalangan rakyat India. Sultan Akbar ingin lebih
menembus batas-batas tradisi Hindu dan agama-agama lain di India.
Kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dapat dipertahankan oleh
sultan-sultan selanjutnya, antara lain Jahangir (1605-1627 M), Syah
Jahan (1628-1658 M) dan Aurangzeb (1659-1707 M). Ketiganya
merupakan sultan-sultan besar Mughal yang didukung dengan berbagai
kecakapan, namun setelahnya sulit ditemukan sultan-sultan yang
tangguh.

24
Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hlm.262.
25
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
2004), hlm. 207.

13
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kerajaan Mughal merupakan kerajaan termuda dari ketiga kerajaan
besar Islam. Kerajaan ini berdiri seperempat abad setelah berdirinya
kerajaan Shafawi di Persia. Kerajaan Mughal mengalami puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Jalaludin Muhammad Akbar.
Ia disebut-sebut sebagai pencipta sistem kerajaan ini yang sebenarnya.
Sultan Akbar sangat terkenal dengan gagasan-gagasannya yang sangat
radikal dan liberal, baik dalam aspek sosial ataupun pemikiran keagamaan.

Sultan Akbar memerintah pada 27 Januari 1556 – 25 Oktober


1605. Pada masa pemerintahannya ia menerapkan konsep politik sulakhul
(toleransi universal). Kebijakan ini memberikan hak persamaan kepada
semua penduduk, mereka tidak dibedakan berdasarkan etnis maupun
agama. Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, rakyat India sangat
simpatik kepadanya dan kehidupan sosial masyarakat saling hormat-
menghormati serta senantiasa menjungjung tinggi toleransi.

Ia juga menghasilkan sebuah gagasan kontroversial yang disebut


dengan Din-i-Ilahi (Tawhid Ilahi) atau divine religion/divine faith. Konsep
ini menawarkan penyatuan agama-agama menjadi satu bentuk agama yang
disebut din ilahi. Din-i-illahi menjadi salah satu lembaga dari produk
politik sulakhul. Din-i-Ilahi juga telah mendobrak kebekuan berpikir
sebagian besar umat Islam pada waktu itu, sehinggga umat Islam berpikir
lebih terbuka serta mau menerima perbedaan yang ada. Dengan strategi
ini, wilayah Mughal menjadi sangat luas, dua kota penting sebagai pintu
gerbang ke luar, Kabul dan Kandahar, dikuasai.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. K. (1996). Sejarah Islam. Jakarta: Trigunting.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, K. R. (2016). KBBI V 0.2.1 Beta


(21).

Hourani, A. (2004). Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim (A History of The Arab


Peoples) . (I. Abubakar, Penerj.) Bandung: PT Mizan Pustaka.

Kusdiana, A. (2013). Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan.


Bandung: Pustaka Setia.

Kutlutürk, C. (. (2016). A Critical Analysis of Akbar‟ s Religious Policy: Din-i


Ilahi. International Relations, 4(6), 407-417.

Lapidus, I. M. (2000). A History of Islamic Societies. Cambridge: Cambridge


University Press.

Mahmudi, J. (2014). Perbandingan Konsep Pluralisme Agama Di Indonesia


Dengan Konsep Din-I-Ilahi Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar (1560-
1605) Pada Dinasti Mughal. Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel
Surabaya, 38-56.

Maryam, S., dkk. (2009). Sejarah Kebudayaan Islam: Dari Klasik hingga Modern
Cet.3. Yogyakarta: LESFI.

Nurhakim, M. (2004). Sejarah dan Peradaban Islam Cet.2. Malang: UMM Press.

Supriyadi, D. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Syaefudin, M., dkk. (2013). Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka


Ilmu.
Thohir, A. (2004). Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta:
Rajawali Press.
Thohir, A., & Kusdiana, A. (2006). Islam di Asia Selatan. Bandung: Humaniora.
Yatim, B. (2014). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

15

Anda mungkin juga menyukai