Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN AKHIR

PAMERAN BOGA

DOSEN PENGAMPU :
Yuzia Eka Putri S. Pd. M. Par

Disusun Oleh:
NAMA :
Muhammad Aqil (5193342022)
Kofifah (5191142014)
Muhammad Haikal (5193342030)

KELAS : D

PENDIDIKAN TATA BOGA

PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ini. Penulis berterima kasih kepada
Dosen mata kuliah gromming yang sudah memberikan bimbingannya demi kesuksesan
laporan ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya tugas yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan, Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu
penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 7 Juni 2022

Penulis
REVIEW JURNAL 1

Judul INTEGRASI PENGETAHUAN LOKAL DAN ILMU PENGETAHUAN:


PENELAAHAN ROTI BUAYA DALAM PERSPEKTIF ZOOLOGI

Jurnal Jurnal penelitian

Download -

Volume dan halaman Vol.20 No.2


ISSN -
Tahun 2019
Penulis Vera Budi Lestari Sihotang, Amir Hamidy & Hellen Kurniati

Reviewer Aqil , Haikal , Kofifah


Tanggal 7 Juni 2022
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tradisi penggunaan Roti Buaya dalam pernikahan adat
Betawi
Objek Penelitian Roti Buaya
Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini kuantitatif dengan pendekatan studi
deskriptif.
Assement Data Analisi statistik deskriptatif

Langkah Penelitian Analisi statistik deskriptatif


Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil di atas, dapat dikatakan bahwa pengetahuan
lokal tentang penggunaan buaya dalam roti buaya mengacu pada
simbol yang dipegang oleh masyarakat Betawi. Simbol ini hadir
dalam upacara pernikahan masyarakat Betawi. Simbol buaya
yaitu kesetiaan dan kekuatan merupakan interpretasi dari
masyarakat Betawi terhadap buaya. Beberapa karakter buaya
yang terdapat dalam roti buaya menunjukkan adanya integrasi
antara pengetahuan lokal dan ilmu pengetahuan. Karakter
pertama adalah jenis buaya dalam roti buaya merupakan jenis
buaya muara (Crocodylus porosus), yang penyebarannya
mencakup seluruh perairan di Indonesia. Kedua, bahwa buaya
dapat hidup di air dan darat. Hal ini sesuai dengan makna dari
hadirnya roti buaya dalam pernikahan Betawi yaitu bahwa
pengantin hidup dengan selamat. Karakter ketiga adalah ukuran
dari roti buaya berupa buaya besar dan kecil yang
menggambarkan lelaki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan
karakternya di alam bahwa buaya termasuk binatang dengan ciri
dismorfisme seksual, di mana ukuran buaya jantan lebih besar
daripada buaya betina.

Kekuatan Penelitian -langkah nya lengkap


-Didukung dengan sumber peneliti
Kelemahan Penelitian - bahasa susah dipahmi
-banyak kata pengulangan
Kesimpulan Karakter penting buaya yaitu simbol kesetiaan yang dipegang
oleh masyarakat Betawi, bahwa buaya hanya menikah sekali
seumur hidupnya hanya sesuai dengan karakter buaya ketika
ditempatkan dalam sistem kandang pasangan. Buaya akan
cenderung memilih pasangan yang cocok dan akan terus
berpasangan. Berbeda halnya ketika di alam, buaya jantan tunggal
kawin dengan sejumlah buaya betina, di mana sistem pernikahan
buaya muara bersifat polyginous. Meskipun begitu, pemahaman
buaya sebagai simbol kesetiaan tetap dipegang oleh masyarakat
Betawi karena hal tersebut sudah menjadi pengetahuan lokal yang
sudah dilakukan turun-temurun. Pemahaman buaya sebagai
simbol kesetiaan juga didukung oleh masyarakat Betawi sehingga
penggunaan roti buaya dalam upacara pernikahan masyarakat
Betawi tetap bertahan.

Saran Penelitian terkait peran hewan dalam aktifitas budaya masyarakat


perlu dilakukan lebih lanjut. Penelitian tersebut sekaligus
mendokumentasi pengetahuan lokal tentang pemanfaatan hewan
yang semakin lama tergerus. Nyatanya, pengetahuan lokal tentang
pemanfaatan hewan jika diteliti lebih lanjut ternyata sejalan
dengan ilmu pengetahuan dalam hal ini perspektif zoologi.
REVIEW JURNAL 2

Judul TRADISI PENGGUNAAN ROTI BUAYA DALAM PERNIKAHAN ADAT BETAWI

Jurnal Budaya Betawi

Download https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/12466/1/skripsi_134111052_Yaniek%20Ichtiar
%20Ma'rifa.pdf
Volume Vol.2 No.1 A
dan
halaman
ISSN -
Tahun 2019
Penulis YANIEK ICHTIAR MA’RIFA

Reviewer Aqil , Haikal ,Kofifah


Tanggal 3 Oktober 2019
Tujuan Untuk mengetahui tradisi penggunaan Roti Buaya dalam pernikahan adat Betawi di
Penelitian Kampung Petukangan Utara, Jakarta Selatan.
Objek Roti Buaya
Penelitian
Metode Observasi, Pengumpulan data , Dokumentasi
Penelitian
Assement Observasi ,Wawancara , Dokumentasi
Data
Langkah Observasi ,Wawancara , Dokumentasi
Penelitian
Hasil Dalam upacara adat pernikahan suku Betawi di kampung Petukangan Utara, Jakarta
Penelitian Selatan ini tradisi masih teramat kental dilaksanakan. Prosesi pernikahan yang
menggunakan upacara adat umumnya benar-benar menjalankan prosesinya sesuai adat
semenjak awal perkenalan. Namun, seiring berkembangnya zaman dimana tidak setiap
pasangan menikah sebab karena perjodohan atau dengan kata lain menikah dengan
kenalannya sendiri atau bahkan kekasihnya sendiri. Maka, biasanya tradisi suku Betawi
yang bernama ngedelengin atau melihat calon mempelai ini prosesnya sebatas dilaksanakan
untuk menepati adat yang ada. Namun, acara selanjutnya dimulai dari prosesi ngelamar
sampai akad akan dilaksanakan sesuai dengan adat. Dimana didalam upacara adat ini pihak
calon mempelai akan menggenakan pakaian adat juga. Terkhusus bagi calon mempelai
laki-laki yang mana dia beserta keluarganya akan melakukan iringiringan dari
kediamannya sampai ke kediaman calon mempelai perempuan. Iring-iringan rombongan
ini pun tidak datang dengan cara diam-diam tetapi dengan cara diiringi juga oleh music
marawis yang juga dipersiapkan oleh calon
Mempelai laki-laki. Calon mempelai laki-laki yang kedatangannya bersama seluruh
rombongan ini tidak hadir dengan tangan kosong melainkan dengan membawa seserahan
dengan isi yang berbagai macam terutama Roti Buaya yang mana simbol ini merupakan
ikon khusus yang pasti ada dalam upacara pernikahan yang menggunakan adat suku
Betawi. Masyarakat kampung Petukangan Utara ini memang tidak seluruhnya mengetahui
secara detail asal-usul penggunaan Roti Buaya dalam upacara adat pernikahan dalam suku
mereka. Akan tetapi, hidup di lingkungan yang menjalankan tradisi dengan baik membuat
mereka tanpa bertanya lebih jauh hanya berpatokan kepada keyakinan bahwa mereka
sedang berusaha untuk menghormati nenek-moyang dengan menjalankan tradisi,
melestarikannya, dan menjaganya agar tidak tergerus oleh zaman. Justru, dewasa ini calon
pengantin sendirilah yang mengajukan niatnya terlebih dahulu pada keluarga mereka
bahwa adat Beatwi-lah yang akan digunakan dalam prosesi pernikahan. Sehingga, kini
penggunaan Roti Buaya dalam prosesi pernikahan adat sudah tidak lagi asing bagi
masyarakat suku Betawi pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Justru kini
seakan penyebutan Roti Buaya tidak bisa dipisahkan dari Betawi. dimana ada yang
menyebutkan tentang Roti Buaya maka otomatis ingatan masyarakat akan tertuju pada
suku Betawi. Maka, jelas sudah
bahwa Roti Buaya dan suku Betawi adalah dua hal yang saling terkait keberadaannya dan
tidak bisa begitu saja dipisahkan.
Kekuatan -Langkah nya lengkap
Penelitian -Didukung dengan sumber peneliti
- Memiliki sterifikat
Kelemahan - Bahasa susah dipahmi
Penelitian -Banyak kata pengulangan
- Tidak memiliki ISSN
Kesimpula Buaya yang kini dikenal sebagai Roti Buaya dalam seserahan pernikahan adat Suku Betawi
n tetap diwujudkan sebagai hewan berekor, berkepala, memiliki badan, memiliki gigi dan
juga taring. Meski dulu pada awal adanya tradisi ini wujud Buaya yang digunakan berasal
dari sabut kelapa, kayu maupun material lain yang dapat dipajang di depan rumah calon
mempelai wanita. Namun, kini Buaya simbol itu sudah
berubah bahan dari roti dengan warna dan juga rasa yang beraneka-ragam. Dalam
penelitian yang berkonteks pada tradisi penggunaan Roti Buaya dalam adat pernikahan
Suku Betawi ini maka Roti Buaya sebagai wujud seekor hewan adalah berdiri sebagai
makna denotasinya. Buaya yang dalam hal ini sebagai wujud dari makna konotasi
merupakan sebuah perlambang kesungguhan seorang calon mempelai lelaki yang berjanji
akan setia terhadap calon mempelai perempuan, melindunginya, dan juga menjaga anak
cucu mereka. Sebagaimana mencontoh perilaku seekor Buaya yang setia pada satu
pasangan, melindungi anak serta pasangan mereka dari bahaya. Meskipun sikap
mengayomi ini tampak bertolak belakang dengan wujud fisik Buaya sendiri yang memiliki
kulit kasar, gigi tajam dan juga bertaring. Diharapkan, calon mempelai laki-laki pun
demikian. Memiliki wibawa agar dapat dicintai pun juga dihargai dalam waktu yang
bersamaan. Seiring berkembangnya waktu, sejalan dengan rutinitas serta hegemoni dari
konotasi-konotasi yang telah bertransformasi secara alamiah menjadi suatu hal yang amat
dipercaya oleh masyarakat maka terbentuklah mitos yang mana keberadaannya didukung
oleh ketaatan dan cinta terhadap tanah kelahiran, juga tingkat kehidupan sosial yang dirasa
meningkat kala menggunakan adat dalam kehidupan mereka terkhusus dalam upacara
pernikahan. Maka, disinilah mitos
mendukung terjaganya sebuah tradisi agar tetap lestari. Sebab diharapkan dengan cerita
yang berkembang sebagai mitos ini sekaligus sebagai sebuah doa agar kelangsungan hidup
mereka menjadi lebih baik dan berbahagia. penanda dan petanda membentuk suatu tanda
kebahasaan dan tanda inilah yang menjadi suatu penanda untuk petanda yang berbeda dan
tanda dalam bahasa asli. Dilihat dari segi mitos, penanda (yang merupakan tanda dalam
bahasa asli) disebut bentuk, sedang petanda adalah konsep dan tanda yang dihasilkan
berasal dari proses perasaan.
Dalam pernikahan adat suku Betawi terlihat bahwa penanda sesuatu yang bersifat materil
yaitu Roti Buaya itu sendiri, untuk petanda suatu gambaran dari pernikahan agar mencegah
terjadinya pengkhianatan, pengingat kesetiaan, bertanggung jawab serta saling menjaga
kehormatan sebagai pasangan suami-istri, sedangkan tanda merupakan sesuatu yang dapat
kita amati, yaitu dari suka cita dalam pernikahan suku adat Betawi tersebut.
Saran Bagi pemerintah setempat dan Dinas Kebudayaan setempat diharapkan ikut berperan serta
dalam membina dan menjaga tradisi Betawi ini terkhusus pada penggunaan simbol Buaya
atau sekarang lebih dikenal dengan Roti Buaya dalam upacara adat pernikahan. Karena
tradisi tersebut merupakan asset budaya bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan
keberadaannya

Anda mungkin juga menyukai