Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

“PERSEPSI MASYARAKAT HULU SUNGAI UTARA TERHADAP KESAKRALAN


PAKAIAN ADAT TRADISIONAL BANJAR KETIKA RESEPSI PERKAWINAN”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Adat Istiadat dan Seni Budaya

DOSEN PENGAMPU
Hikmatu Ruwaida, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 9
Fitriati 20.11.20.0112.00682
Maulydia Pratiwi 20.11.20.0112.00711
Nita Hafizah 20.11.20.0112.00727
Sari Mawaddah 20.11.20.0112.00765

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QURAN (STIQ) AMUNTAI


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Adat
Istiadat dan Seni Budaya dengan judul ―Persepsi Masyarakat Hulu Sungai Utara
Terhadap Kesakralan Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi
Perkawinan‖.

Penulisan proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga proposal penelitian ini
dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini jauh
dari kesempurnaan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga proposal
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya di
bidang kebudayaan.

Amuntai, 1 November 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian ....................................................................... 1


B. Fokus Penelitian ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 3
E. Definisi Operasional ............................................................................... 3
F. Penelitian Terdahulu............................................................................... 5
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 8

BAB II KERANGKA TEORETIS

A. Hakikat Persepsi Masyarakat .................................................................. 10


B. Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi Perkawinan ................. 18

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................................. 25


B. Lokasi Penelitian .................................................................................... 26
C. Data dan Sumber Data ............................................................................ 27
D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................... 28
E. Analisis Data .......................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tradisi perkawinan di Indonesia sangat banyak jumlahnya. Dari satu suku


bangsa saja, dapat ditemukan beberapa tradisi upacara pernikahan yang berbeda.
Perihal ini akan mempengaruhi wujud riasan serta busana pengantinnya. Pakaian
ataupun busana ialah kebutuhan untuk menutupi bagian tubuh manusia, baik
yang tujuannya membuat cantik serta ada pula perwujudan refleksi dari sesuatu
budaya. Pakaian adat tradisional ialah seluruh kelengkapan yang dipakai oleh
seorang yang menampilkan ciri khas kebudayaan sesuatu masyarakat tersebut.

Menurut Dharmika pakaian adat tradisional dapat dikatakan sebagai


busana etnik, dimana yaitu busana yang telah dipakai atau digunakan secara
turun temurun dan merupakan salah satu identitas yang dapat dibanggakan oleh
sebagian besar pendukung kebudayaan. 1 Pakaian adat tradisional biasanya di
pakai di acara acara tertentu seperti perkawinan. Salah satu pakaian adat
tradisional adalah pakaian Bagajah Gamuling Baular Lulut, pakaian ini biasanya
dipakai untuk pengantin tradisional dari adat Banjar.

Pakaian adat tradisioanal Banjar berbeda dengan pakaian adat tradisioanal


lainnya. Adapun salah satu yang membedakan pakaian adat tradisioanl Banjar
dengan pakaian adat tradisional lainnya yaitu pakaian adat tradisioanl Banjar ini
dianggap banyak mengandung hal mistis dan dianggap mempunyai kesakralan.
Sebelum memakai pakaian tradisioanal adat Banjar ada beberapa hal yang harus
disiapkan, seperti piduduk.

1
Ida Bagus Dharmika, dkk, Pakaian Adat Tradisional Bali (Departemen Pendidikan dan
kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Nilai Tradisi Proyek Inventaris dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta, 1998), h. 11.

1
―Piduduk harus langkap, mun kada bisa kasurupan‖2
―Banjar tu biasanya piduduk harus lengkap pang, jadi kada papa, kada
pang lih meyakin akan ke piduduk, sebagai syarat jua pang kita beadat
nih, ulun suah jua namui pngntin kada lengkap piduduk, mun kada
pengantin yg kana yang lain tu kana‖3

Piduduk harus lengkap, kalau tidak lengkap pengantin bisa mengalami


kesurupan. Piduduk ini disediakan sebagai hidangan makanan bagi roh-roh atau
makhluk halus agar mereka tidak mengganggu dan menyakiti. Masyarakat
Banjar percaya bahwa apabila Piduduk tidak disediakan ketika melaksanakan
resepsi perkawinan menggunakan pakaian adat tradisional Banjar maka akan
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti calon pengantin atau orang terdekat
dari pihak pengantin yang akan mengalami kesurupan atau gangguan laiannya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan menelaah lebih lanjut


mengenai bagaimana ―Persepsi Masyarakat Hulu Sungai Utara Terhadap
Kesakralan Pakaian Adat tradisional Banjar Ketika Resepsi Perkawinan‖

B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana pelaksanaan resepsi perkawinan ketika menggunakan pakaian
adat tradisioanl Banjar di Hulu Sungai Utara?
2. Bagaimana persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan
pakaian adat tradisioanal Banjar ketika resepsi perkawinan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuannya dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan resepsi perkawinan
menggunakan pakaian adat tradisioanal Banjar di Hulu Sungai Utara.
2. Untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap
kesakralan pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.
2
Hasil Wawancara dengan Ibu Arbayah, interview by Sari Mawaddah, November 1, 2022,
Jam 13.30, Desa Cempaka RT 1.
3
Hasil Wawancara dengan Ibu Warah, interview by Fitriati, November 1, 2022, Jam 17.44,
Kota Raden.

2
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik dari segi teoretis
maupun praktis.
1. Secara teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih dalam
memberikan kontribusi ilmiah untuk perkembangan pengetahuan tentang
persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat
tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat luas (Pembaca) tentang
persepsi masyarakat hulu sungai utara terhadap kesakralan pakaian adat
tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.
2. Segi Praktis
Sebagai bahan bacaan bagi peneliti berikutnya jika ada yang melakukan
penelitian lebih mendalam terhadap objek yang sama
E. Definisi Operasional
Adapun untuk memperjelas pengertian judul yang dimaksudkan agar
menghindari kesalahan pahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan
dengan istilah-istilah dalam judul Proposal Penelitian ―Persepsi Masyarakat Hulu
Sungai Utara Terhadap Kesakralan Pakaian Adat Tradisional
Banjar Ketika Resepsi Perkawinan‖ maka penulis memberikan definisi
operasional sebagai berikut:
1. Definisi Persepsi
Menurut Jalaluddin persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. 4 Persepsi merupakan suatu proses yang
didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. 5
Proses persepsi tidak bisa lepas dari proses pengideraan, dan proses
4
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 51.
5
Bimo walgito, Bimbingan Dan Konseling (Studi Dan Karir) (Yogyakarta: CV Andi Offset,
2005), h. 99.

3
penginderaan merupakan proses pendahulu dari proses persepsi. Menurut
Waidi Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai
suatu hal yang terjadi di sekitarnya. 6
Persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir,
pengalaman-pengalaman individu, dan hasil persepsi antara individu satu
dengan individu yang lainnya itu berbeda beda. Adapun yang dimaksud
persepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan, penerimaan, interpretasi dan
penilaian masyarakat terhadap kesakralan pakaian adat tradisional
Banjar ketika resepsi perkawinan.
2. Definisi Kesakralan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sakral berarti suci
dan keramat. Kata sakral memiliki makna suci, kesucian, magis, dan pantang
dilanggar, sehingga apabila dilanggar akan mendatangkan bahaya. Adapun
yang dimaksud kesakralan dalam penelitian ini adalah makna suci, kesucian,
magis, dan pantang dilanggar ketika memakai pakaian adat tradisional Banjar
ketika resepsi perkawinan.
3. Definisi Pakaian Adat Tradisional
Menurut Koten pakaian adat tradisioanal merupakan salah satu
identitas atau ciri pengenal masyarakat pemakainya. Pakaian adat itu
merupakan suatu kebanggaan masyarakat yang bersangkutan. 7 Menurut
Kistiani dan Bemoe pakaian adat tradisioanal adalah pakaian yang digunakan
masyarakat suatu daerah sesuai dengan adat dan tradisinya. 8 Adapun yang
dimaksud pakaian adat tradisional dalam penelitian ini adalah pakaian adat
tradisional Banjar yang dipakai ketika resepsi perkawinan.

6
Waidi, Pemahaman Dan Teori Persepsi. (Bandung: RemajaKarya, 2006), h. 118.
7
Ansaar Ansaar, ―Makna Simbolik Pakaian Adat Mamasa Di Sulawesi Barat,‖ Pangadereng:
Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial Dan Humaniora 4, no. 1 (2018): h. 122.
8
Kristiani, Dian, dan Agnes Bemoe, Ensiklopedia Negeriku Pakaian Adat (Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer, 2016), h. 11.

4
4. Definisi Resepsi Perkawinan
Resepsi perkawinan adalah pesta pernikahan yang di hadiri oleh para
tamu undangan seperti teman-teman, sahabat, keluarga, saudara, bahkan
tetangga kedua pempelai yang bertujuan untuk memberitahukan kabar
bahagia bahwa kedua pempelai sudah resmi menikah dan menjadi ajang
silaturahmi .9 Adapun yang dimaksud resepsi perkawinan dalam penelitiain
ini adalah seluruh rangkaian prosesi yang dilaksanakan pada waktu upacara
perkawinan.
F. Penelitian Terdahulu
1. Skripsi yang ditulis oleh Olanda Tiola dengan judul ―Estetika Baju Tradisi
Adat Pengantin Banjar di Tembilahan Indragiri Hilir‖. Fokus penelitian
dalam skripsi adalah estetika baju adat pengantin Banjar di Kabupaten
Indragiri Hilir yang terdiri dari unsur bentuk, unsur warna, unsur tema, dan
unsur motif hias yang memiliki makna tersendiri dari tiap unsurnya. Jenis
penelitian yang dipakai dalam skripsi yaitu penelitian lapangan (field
research) yang bersifat deskriptif. Hasil Penelitian Skripsi ini menjelaskan
mengenai estetika baju adat pengantin Banjar di Tambilahan pada umumnya
terdapat empat unsur didalamnya yaitu unsur bentuk, unsur warna, unsur
tema, dan unsur motif hias.10 Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama
membahas pakaian pernikahan adat Banjar. Adapun perbedaan penelitian ini
dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada fokus penelitian,
penelitian terdahulu lebih berfokus kepada estetika baju tradisi adat Banjar,
sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini berfokus
pada kesakralan pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.
2. Skripsi yang ditulis oleh Fitria Khairunnsa dengan judul ―Adat Perkawinan
Suku Banjar Di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung
Barat dalam Perspektif Hukum Islam‖. Fokus penelitian dalam Skripsi adalah
mengungkap penerapan hukum adat istiadat perkawinan yang belaku di Desa
9
Ana Retnoningsih Suharso, ―Kamus Besar Bahasa Indonesia,‖ Widya Karya, 2005, h. 425.
10
Olanda Tiola, ―Estetika Baju Tradisi Adat Pengantin Banjar Di Tembilahan Indragiri Hilir‖
(PhD Thesis, Universitas Islam Riau, 2022).

5
Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat dalam Perspektif
Hukum Islam. Jenis penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian lapangan
(field research) dan penelitian pustaka (library reseaech) dengan sumber data
primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian skripsi ini menjelaskan
pelaksanaan upacara adat perkawinan suku Banjar di Desa Kempas Jaya
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pra nikah, prosesi akat nikah, dan
pasca nikah yang terdapat beberapa upacara/tradisi ataupun tatacara
pelaksanaannya yang bertentangan dengan hukum islam namun tetap
dipertahankan oleh hukum adat Banjar dan ada juga dapat diterima oleh
syariat Islam. 11 Persamaan dari penelitian ini adalah sama-sama membahas
masalah adat perkawinan suku Banjar. Adapun perbedaan penelitian ini
dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada fokus penelitian,
penelitian terdahulu lebih berfokus kepada perspektif hukum islam dari
pranikah sampai psca nikah, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti ini berfokus pada kesakralan pakaian adat tradisional Banjar
ketika resepsi perkawinan.
3. Skripsi yang ditulis oleh Nirwana dengan judul ―Persepsi Masyarakat
Terhadap Upacara Adat Maddo’a Di Dusun Kaju Bulo Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enkerang‖. Fokus penelitian dalam skripsi adalah untuk
mengetahui proses-proses pelaksanaan upacara adat Maddoa’ dan
mengetahui persepsi masyarakat terhadap upacara adat Maddoa’. Jenis
penelitian yang dipakai yaitu penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan antropologi agama. Hasil penelitian skripsi ini menjelaskan
proses pelaksanaan upacara adat Maddoa’ dan persepsi masyarakat terhadap
Maddoa’ terdapat banyak nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang harus
dilestarikan oleh generasi penerus bangsa. 12 Persamaan dari penelitian ini

11
Fitria Khairunnisa, Ramlah Ramlah, and Rafika Rafika, ―Adat Perkawinan Suku Banjar Di
Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat Dalam Perspektif Hukum Islam‖ (PhD
Thesis, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2019).
12
Nirwana Nirwana, ―Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Adat Maddoa‘di Dusun Kaju
Bulo Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang‖ (PhD Thesis, IAIN Parepare, 2020).

6
adalah sama-sama membahas masalah persepsi masyarakat. Adapun
Perbedaan penelitian ini dengan yang akan dilakukan oleh penulis terletak
pada fokus penelitian, penelitian terdahulu lebih berfokus tentang upacara
adat Maddoa’ di Dusun Kaju Bulo Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang,
sedangan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini berfokus pada
kesakralan pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.
4. Jurnal yang ditulis oleh Rizkiani Maulidiyah dan Mutimmatul Faidah dengan
Judul ―Studi Deskriptif Tata Rias Pengantin Tradisional ―Ba‘amar Galung
Pancar Matahari‖ Banjarmasin‖ yang membahas tentang bentuk, makna, dan
fungsi dari tata rias pengantin Ba‘amar Galung Pancar Matahari, dan
perkembangan dari tata rias pengantin Ba‘amar Galung Pancar Matahari.
Adapun fokus penelitian yang ditulis Rizkiani Maulidiyah dan Mutummatul
Faidah adalah tata rias pengantin tradisional Baamar Galung Pancar Matahari
Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif. 13 Persamaan antara hasil penelitian
judul terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yaitu
sama-sama membahas masalah pakaian pengantin. Adapun perbadaannya,
pada penelitian terdahulu membahas tata rias pakaian adat Banjar baamar
galung pancar matahari, sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini
membahas masalah kesakralan pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi
perkawinan.
5. Jurnal yang ditulis oleh Alvina Ulima Zada dan Maspiyah dengan judul
―Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna Tata Rias Pengantin Adat Banjar ―
Bagajah Gamuling Baular Lulut‖ Di Banjarmasin‖ yang membahas tentang
bentuk, fungsi, dan makna tata rias pengantin Bagajah Gamuling Baular
Lulut. Adapun hasil penelitian yang ditulis oleh Alvina Ulima Zada dan
Maspiyah ini berfokus pada tata rias pengantin Bagajah Gamuling Baular
Lulut yang terdiri dari tata rias wajah yaitu alis kiliran taji, cacantung, mata,

13
Rizkiani Maulidiyah, ―Studi Deskriptif Tata Rias Pengantin Tradisional ‗Ba‘amar Galung
Pancar Matahari‘ Banjarmasin,‖ Jurnal Tata Rias 5, no. 03 (2016).

7
hidung, pipi, bibir, catik, dan lalintang. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode mengumpulan data wawancara, observasi dan
dokumentasi dalam penelitian deskriptif kualitatif.14 Persamaan antara hasil
penelitian judul terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis yaitu sama-sama membahas baju perkawinan Banjar. Adapun
perbedaanya, pada penelitian terdahulu membahas tata rias pengantin adat
Banjar yaitu bagajah gamuling baular lulut, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan ini membahas masalah kesakralan pakaian adat tradisional Banjar
ketika resepsi perkawinan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami penulisan ini, maka penulis membuat
sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bab I berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional,
penelitian terdahulu dan sistematika penulisan.
2. Bab II berisikan landasan teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang
persepsi masyarakat hulu sungai utara terhadap kesakralan pakaian adat
tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan. Tinjauan umum tentang
persepsi masyarakat hulu sungai utara terhadap kesakralan pakaian adat
tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan meliputi hakikat persepsi
masyarakat dan pakaian adat tradisioanal Banjar ketika resepsi perkawinan.
3. Bab III berisikan metode penelitian yang terdiri dari jenis dan pendekatan
penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan data dan analisis data dan prosedur
penelitian.
4. Bab IV berisikan laporan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum
tentang lokasi penelitian, penyajian data dan analisis data.
5. Bab V Penutup yang terdiri dari simpulan dan saran.

14
Alvina Ulima Zada, ―Kajian Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tata Rias Pengantin Adat Banjar
Bagajah Gamuling Baular Lulut Di Banjarmasin,‖ Jurnal Tata Rias 9, no. 1 (2020).

8
BAB II

KERANGKA TEORETIS

A. Hakikat Persepsi Masyarakat


1. Pengertian Persepsi Masyarakat
Persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan,
mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya itu disebut sebagai
kemampuan untuk mengorganisasikan dan pengamatan. 15 Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia persepsi merupakan tanggapan (penerima) langsung
dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
panca inderanya.16 Selanjutnya Bimo Walgito menyebutkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang diketahui oleh penginderaan. Penginderaan
merupakan suatu proses diterimanya stimulus (rangsangan) oleh individu
melalui alat penerima yaitu indera, diteruskan oleh syaraf ke otak sebagian
pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya disebut proses persepsi‖.
Persepsi merupakan suatu pengalaman terhadap suatu objek peristiwa
ataupun hubungan-hubungan yang diperoleh seseorang, kemudian
disimpulkan dan ditafsirkan. Proses persepsi akan tetap berlangsung selama
manusia mengenal lingkungannya. Setiap kali kita berinteraksi dengan
lingkungan akan memberi respon atau reaksi, baik yang berupa tingkah laku,
pendapat, sikap, atau ide menurut intervensi masing-masing individu.
Dengan demikian persepsi/tanggapan yang diberikan masing-masing individu
tidak selalu sama, walaupun dilakukan pada saat yang bersamaan. Setiap
orang akan memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihat
dan dialaminya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan Persepsi seseorang
terhadap suatu obyek banyak tergantung kepada bagaimana seseorang itu

15
Sarlito Wirawan Surwono, Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h.
44.
16
Depertemen Pendididkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), h. 863.

9
menginterpretasikan atau mengadakan peniaian terhadap informasi yang
diterimanya melalui penginderaanya terhadap objek tersebut sampai dapat
dimengerti dan dipahami serta dapat memberi perhatian untuk menyikapi.
Persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berpikir,
pengalaman-pengalaman individu, dan hasil persepsi antara individu satu
dengan individu yang lainnya itu berbeda beda. Jadi persepsi masyarakat
yaitu proses menangkap arti kejadian-kejadian yang kita alami dilingkungan
kita. Setiap orang memiliki gambaran berbeda-beda mengenai realita
disekelilingnya. 17
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Didalam buku David Krech dan Richard S.
Crutchfield menyebutnya sebagai faktor fungsional, faktor situasional, faktor
struktural, dan faktor personal.
a. Faktor Fungsional
Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal.
Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian,
jenis kelamin, dan hal- hal lain yang bersifat subjektif. Faktor-faktor
fungsional yang mempengaruhi persepsi ini lazim disebut sebagai
kerangka rujukan, sedang di dalam kegiatan komunikasi, kerangka
rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberikan makna pada pesan
yang diterimanya. Misalnya seorang ahli komunikasi tidak akan
memberikan pengertian apa-apa apabila seorang ahli kedokteran
berbicara mengenai jaringan otak, hati atau jantung karena ahli
komunikasi tidak memiliki kerangka rujukan untuk memahami istilah-
istilah kedokteran. Jika ditilik dari faktor fungsional, yang menentukan
persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang
memberikan respon pada stimulus itu. Dari sisi Krech dan Crutchfield
merumuskan dalil persepsi yang pertama, yaitu: persepsi bersifat selektif.

17
Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 100.

10
Ini berarti bahwa objekobjek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita
biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan
persepsi.
b. Faktor Personal
Faktor personal yang mempengaruhi persepsi orang terhadap kita
atau sebaliknya adalah pengalaman dan konsep diri. Faktor personal besar
pengaruhnya dalam persepsi interpersonal bukan saja pada komunikasi
interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Beberapa faktor
personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Dalam faktor
personal, halhal yang mempengaruhinya, sebagaimana dijelaskan di atas,
antara lain adalah sebagai berikut :18
1) Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman
tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah
juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang
menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada
wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih
berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga
sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang
paling dekat dengan kita.
2) Motivasi
Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi
interpersonal juga sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.
3) Kepribadian
Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara
pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman
subjektif secara tidak sadar. Pada persepsi interpersonal, orang
mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada dirinya, yang
tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan

18
Rakhmat, h. 101.

11
proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimulus, bahkan
mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang
menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan
bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat.19
c. Faktor Situasional
Pengaruh situasional dapat dijelaskan dari eksperimen Solomon E.
Asch dalam psikologi komunikasi karangan Jalaludin Rakhmat,
menerangkan bahwa kata yang disebutkan pertama akan mengarahkan
penilaian selanjutnya, atau bagaiman kata sifat mempengaruhi penilaian
terhadap seseorang. Sebagai contoh, bila seseorang digambarkan sebagai
seorang yang cerdas dan rajin maka kesan yang muncul dalam benak kita
adalah orang tersebut pasti seorang kutu buku. Namun bila kata sifat
tersebut dibalik menjadi bodoh dan malas maka kesan yang muncul pun
akan sebaliknya. Pengaruh kata pertama ini kemudian terkenal sebagai
primacy effect. Rakhmat membagi faktor situasional yang dapat
mempengaruhi persepsi antara lain :
1) Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah suatu studi penggunaan jarak dalam
penyampaian pesan. Dalam pendapat ini T.Hall menyimpulkan bahwa
pertama, keakraban seseorang dengan orang lain dilihat dari jarak
mereka seperti yang diamati. Kedua, kita menilai sifat orang lain dari
caranya orang itu membuat jarak dengan kita. Ketiga, cara orang
mengatur ruang mempengaruhi persepsi kita tentang orang itu.
2) Petunjuk Kinesik
Kinesik dapat menjadi petunjuk umum dalammempersepsikan
orang lain dalam menjalin hubungan. Persepsi khusus didapat ketika
kita mengamati gerak tubuh orang lain sesuai dengan persepsi yang
kita dapatkan sebelumnya untuk menilai orang tersebut. Petunjuk

19
Rakhmat, h. 102.

12
kinesik paling sukar dikendalikan ecara sadar oleh orang yang
menjadi stimuli (orang lain) yang dipersepsikan.
3) Petunjuk Wajah
Pada petunjuk nonverbal maka petunjuk fasial penting dalam
mengenali perasaan orang lain. Walaupun petunjuk fasial dapat
mengungkapkan emosi orang lain tidak dapat dijadikan ragam
penilaian dengan cermat.
4) Petunjuk Paralinguistik
Petunjuk ini menilai mengenai bagaimana orang mengucapkan
lambanglambang verbal meliputi kata-kata, aksentuasi, intonasi, gaya
verbal dan interaksi dalam bicara.
5) Petunjuk Artifaktual
Petunjuk ini meliputi segala macam penampilan tubuh orang
lain dengan berbagai atribut-atribut lainnya.
d. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan
efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Dari sini
Krech dan Cruthfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu: medan
perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Faktor
struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya,
dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam
mempersepsikan sesuatu. Dalam penelitian ini tidak akan meneliti
bagaimana pengaruh faktor struktural sebagai variabel yang
mempengaruhi persepsi. Hal ini karena faktor struktural bersifat stimulus
fisik yang terkait dengan indera peraba, penciuman, penglihatan, perasa,
dan pendengaran. Selain itu objek dalam penelitian ini adalah mengenai
siaran televisi yang tidak terkait dengan indera tersebut. 20

20
Rakhmat, h. 103.

13
3. Bentuk-Bentuk Persepsi
Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh
oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa bentuk:
a. Persepsi melalui Indera Penglihatan
Alat indera merupakan alat utama dalam individu mengadakan
persepsi. Seseorang dapat melihat dengan matanya tetapi mata bukanlah
satu-satunya bagian hingga individu dapat mempersepsi apa yang
dilihatnya, mata hanyalah merupakan salah satu alat atau bagian yang
menerima stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf sensoris
ke otak, hingga akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihat.
b. Persepsi melalui Indera Pendengaran
Orang dapat mendengar sesuatu dengan alat pendengaran, yaitu
telinga. Telinga merupakan salah satu alat untuk dapat mengetahui
sesuatu yang ada di sekitarnya. Seperti halnya dengan penglihatan, dalam
pendengaran individu dapat mendengar apa yang mengenai reseptor
sebagai suatu respon terhadap stimulus tersebut. Kalau individu dapat
menyadari apa yang didengar, maka dalam hal ini individu dapat
mempersepsi apa yang didengar, dan terjadilah suatu pengamatan atau
persepsi. 21
c. Persepsi melalui Indera Pencium
Orang dapat mencium bau sesuatu melalui alat indera pencium
yaitu hidung. Sel-sel penerima atau reseptor bau terletak dalam hidung
sebelah dalam. Stimulusnya berwujud benda-benda yang bersifat khemis
atau gas yang dapat menguap, dan mengenai alat-alat penerima yang ada
dalam hidung, kemudian diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, dan
sebagian respon dari stimulus tersebut orang dapat menyadari apa yang
diciumnya yaitu bau yang diciumnya.

21
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 90.

14
d. Persepsi melalui Indera Pengecap
Indera pengecap terdapat di lidah. Stimulusnya merupakan benda
cair. Zat cair itu mengenai ujung sel penerima yang terdapat pada lidah,
yang kemudian dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga
akhirnya orang dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa yang
dikecap itu.22
e. Persepsi melalui Indera Peraba (kulit)
Indera ini dapat merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan dan
temperatur. Tetapi tidak semua bagian kulit dapat menerima rasa-rasa ini.
Pada bagian-bagian tertentu saja yang dapat untuk menerima stimulus-
stimulus tertentu. Rasa-rasa tersebut di atas merupakan rasa-rasa kulit
yang primer, sedangkan di samping itu masih terdapat variasi yang
bermacam-macam. Dalam teknan atau rabaan, stimulusnya langsung
mengenai bagian kulit bagian rabaan atau tekanan. Stimulus ini akan
menimbulkan kesadaran akan lunak, keras, halus, kasar.
Bentuk persepsi pada intinya merupakan persepsi yang tidak
hanya dilakukan oleh penglihatan saja, namun dengan alat indera secara
lengkap agar menghasilkan suatu data yang maksimal dan sesuai dengan
kenyataan yang ada di lapangan. Dimana stimulus itu bersifat kuat maka
hasil yang didapat agar lebih spesifik. Menurut Irwanto, sebagaimana
dikutip oleh Eliska Pratiwi dkk, setelah individu melakukan interaksi
dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Persepsi positif yaitu persepsi yang menggambarkan segala
pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang
diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Hal itu akan di teruskan
dengan keaktifan atau menerima dan mendukung obyek yang
dipersepsikan.

22
Bimo Walgito, h. 90.

15
2) Persepsi negatif yaitu persepsi yang menggambarkan segala
pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang
tidak selaras dengan obyek yang di persepsi. Hal itu akan di teruskan
dengan kepasifan atau menolak dan menentang terhadap obyek yang
dipersepsikan.23

Demikian dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif


maupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam
melakukan sesuatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif
ataupun persepsi negatif semua itu bergantung pada bagaimana cara
individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek
yang dipersepsikan.

4. Aspek-Aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai
komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Baron dan Byrne,
juga Myers menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang
terbentuk struktur sikap, yaitu:
a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang
berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang
berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek
sikap.
b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang
berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang
merupakan hal yang negatif.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap
objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu
23
Eliska Pratiwi, I Nyoman Sujana dan Iyus Akhmad Haris, ―Persepsi Dan Partisipasi
Masyarakat Terhadap Penerapan Program Kerja BUMDES Dwi Amertha Sari Di Desa Jinengdalem‖
11 (2019): h. 186.

16
menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku
seseorang terhadap objek sikap. 24
B. Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi Perkawinan
1. Sejarah Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi Perkawinan
Salah satu pakaian adat tradisional yang terkenal dari Kalimantan
Selatan adalah Bagajah Gamuling Baular Lulut. Pakaian ini dipercaya
sebagai pakaian pengantin tertua yang ada di Kalimantan Selatan. Dalam
perkembangan selanjutnya, busana tradisional di Kalimantan Selatan
mengalami banyak modifikasi yang dipengaruhi oleh budaya dan agama baru
yang datang. Pada zaman dahulu, Bagajah Gamuling Baular Lulut hanya
digunakan oleh keturunan raja dan kaum bangsawan. 25 Seiring
perkembangan zaman, baju ini pun kerap menjadi busana pengantin dalam
pernikahan adat Kalimantan Selatan bahkan hingga sekarang.
Busana pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut diciptakan sekitar
abad ke XV yang merupakan busana pengantin Banjar pertama yang
dipengaruhi budaya Hindu yang terlihat pada bentuk busana yang terbuka
pada bagian dada.26 Jenis dan gaya tatarias pengantin Bagajah Gamuling
Baular Lulut adalah busana pengantin tertua dan termasuk klasik tradisional,
diciptakan sekitar abad XV dan ke XVI. Tata rias klasik tradisional banyak
mengandung arti perlambang dan disamping itu juga mempunyaikeunikan,
nilai tradisional dan magis. Kategori yang dapat menimbulkan aspek
perlambang dan mencerminkan tingkat budaya maka segala sesuatu yang
sehubungan dengan kelengkapannya seperti, motif, bentuk, warna, angka,
perilaku, nama, aksesoris, ornament, tata rias rambut dan wajah, busana,
kombinasi, gambar-gambar tertentu pada busana dan adat istiadat perkawinan
tentu mempunyai pengertian, makna dan fungsi masingmasing ada yang

24
Dwi Prasetia Danarjati, Adi Murtiadi dan Ari Ratna Ekawati, Pengantar Psikologi Umum
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 556.
25
Dimyanti, Mursimah.a, Perkawinan Adat Banjar Dan Tata Rias Pengantin Banjar Dari
Masa Ke Masa (Kalimantan Selatan: PT Grafika Wangi, 2012), h. 45.
26
Yoedha, Kawang, Busana Pengantin Adat Banjar Dari Abad Ke Abad (Banjarbaru: PT
Grafika Wangi Kalimantan, 2019), h. 119.

17
tersembunyi. Arti perlambang yang ada dalam tata rias pengantin Banjar
adalah arti yang kadang-kadang dibuat sendiri oleh masyarakat Banjar
terdahulu (katanya jar urang tuha bahari) oleh karena itu tidak terlalu perlu
untuk ditafsirkan lebih dalam lagi.
Ciri khas dari pengantin Bagajah Gamuling Baular Lulut yaitu
menggunakan mahkota Bagajah Gamuling Baular Lulut yang terbuat dari
lingkaran logam bundar. Dibentuk menjadi badan dua ekor ular lidi
dipertemukan menjadi satu yang bagian depannya diletakkan amar atau
mahkota bertahtakan dua ekor naga berebut kumala yang terletak di kepala
naga, sedangkan dibagian pertemuan ekor diletakkan garuda mungkur paksi
melayang. Disebelah kiri, kanan, dan depan badan ular lidi diletakkan
kembang goyang yang berjumlah ganjil baik pengantin wanita maupun
pengantin pria, pada beberapa bagian busana yang dikenakan berhias payet
ditambah berbagai aksesoris yang memperindah penampilannya. 27
2. Bentuk, Fungsi, dan Makna Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi
Perkawinan
a. Pakaian Pengantin Wanita
1) Udat/kemben, udat adalah kain yang dililitkan di bagian dada
pengantin sebagai penutup dada. Tetapi pada perkembangan
selanjutnya, terutama setelah agama islam masuk dikerajaan Banjar,
kedudukan udat diganti dengan baju poko berlengan pendek, dengan
batas siku.
2) Kakamban/selendang, untuk penutup punggung dan dada bagian
depan.
3) Kida-kida, kida-kida terbuat dari bahan beludru, ditepinya diberi
hiasan renda yang berfungsi sebagai penutup dada.
4) Kayu apu, kayu apu (nama tumbuhan air) merupakan kain selebar 15-
20cm seperti sabuk pendek yang bentuknya seperti tumbuhan kayu

27
Alvina Ulima Zada, ―Kajian Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tata Rias Pengantin Adat Banjar
Bagajah Gamuling Baular Lulut Di Banjarmasin,‖ h. 119.

18
apu yang hidup diatas permukaan air. Fungsi utama dari kayu apu
adalah menciptakan keserasian gabungan warna, memperindah
pinggang dan pinggul serta digunakan pula sebagai alas pending.
Kayu apu mempunyai perlambang kesuburan dan selalu hidup senang
atau berada pada jajaran orangorang yang diatas serta tidak mudah
dipengaruhi oleh orang lain.
5) Tapih/sarung panjang, kain yang dipakai pengantin disebut tapih air
guci. Bahan nya dibuat dari bahan beludru, pada tapih dilekatkan air
guci (hiasan berwarna warni terbuat dari logam tipis, rembuci).
Dengan bahan air guci itu dibentuk bermacam-macam motif tapih.
Warna yang digunakan untuk tapih adalah kuning, ungu, hijau, dan
merah. Fungsi tapih yang paling utama adalah penutup bagian tubuh,
juga berfungsi sebagai penyambung baju yang dikenakan di bagian
atas tubuh. Motif-motif yang diterapkan pada tapih kebanyakan
mempunyai arti simbolis tertentu. Beberapa pengertian dari simbolis
itu adalah sebagai berikut :28
a) Pucuk rabung (motif hiasan berupa segi tiga sama kaki).
Bermakna penangkal segala kejahatan, baik yang berasal dari
manusia maupun dari dunia luar, disamping itu pucuk rabung juga
melambangkan sikap kewaspadan dalam pengertian tajam
pandangan dan kekuasaan yang tinggi.
b) Halilipan, mengandung arti perlambang bahwa diharapkan akan
menjadi orang yang rajin bekerja, jujur dalam bersahabat, tidak
takabur dan selalu merendah diri tetapi pantang untuk mundur jika
diganggu.
c) Bintang bahambur (bintang bertaburan). Mengandung makna
kecerahan, si pemakainya akan bercahaya seperti bintang.
d) Kembang tarate (kembang teratai). Melambangkan kesuburan dan
berguna.

28
Zada, h. 121.

19
e) Daun melancar. Melambangkan jenis flora yang hidup subur
dilingkungan masyarakat.
f) Sisik tenggiling. Melambangkan jenis fauna yang hidup bebas
didalam lingkungan tempat tinggal.
g) Kangkung kaumbakan (tumbuhan menjalar yang terkena ombak).
Melambangkan jenis tumbuhan yang hidup bersama-sama
masyarakat.
h) Kambang jaruju (tumbuhan perdu yang daunnya berduri).
Melambangkan kukuhnya persatuan dan perisai diri dari segala
niat jahat
6) Bonel/anting beruntai panjang. Antinganting pengantin pada jaman
dulu dibuat dari emas murni. Fungsi dari anting-anting ini untuk
memperindah kedua telinga pengantin.
7) Kalung bentuk erkan (kalung cikak) dan kalung kebun raja. Fungsi
kalung sebagai pemeliharaan keseimbangan antara hiasan kepala
dengan busana yang dipakai, selain itu juga berfungsi untuk
memperindah leher. Kalung pengantin ini dahulunya dibuat dari
emas, namun sekarang samahalnya dengan perhiasanlainnya juga
sudah dibuatkan imitasinya. 29
8) Pending/ikat pinggang dengan kepala pending bentuk gula kelapa
9) Gelang tangan, gelang tangan yang dipakai oleh pengantin ada
bermacammacam. Untuk golongan raja-raja dan bangsawan memakai
galang kebun raja (gelang kebun raja). Gelang ini terbuat dari emas
murni dengan mata intan dan berlian. Untuk golongan rakyat biasa
dipakai gelang tabu-tabu/gelang kembang jepun. Gelang ini terbuat
dari emas tipis dengan motif pancar matahari, matif lainnya dipakai
juga bunag sirih. Fungsinya pun selain bernilai estetika juga
merupakan pencerminan status sosial yang memakainya.

29
Zada, h. 122.

20
10) Utas/cincin pagar mayang/ litring/ grompol. Cincin berfungsi
memperindah jari-jari pengantin. Dijari manis pengantin sebelah
kanan dipasang cincin pagar mayang. Cincin pagar mayang terbuat
dari emas denganhiasan berlian di sekelilingnya.Cincin litring
dipasang dijari manis pengantin sebelah kanan yaitu sesudah cincin
pagar mayang. Cincin litring dibuat dari emas dengan hiasan intan
pada bagian atasnya. Cincin grompol dipasang dijari manis sebelah
kiri. Cincin ini terbuat dari emas tipis tanpa permata. Biasanya cincin
grompol ini diukir dengan berbagai motif.
11) Gelang kaki bentuk akar tatau. Gelang kaki akar tatau mengandung
arti persatuan dan diharapkan kedua pengantin kelak dapat hidup
rukun.
12) Sandal tutup/selop, sandal tutup dipakai sesuai dengan warna busana.
b. Pakaian Pengantin Pria
1) Baju poko, baju poko pengantin pria adalah baju poko lengan pendek
yang dibuat dari bahan lakan atau beludru. Pada awalnya pengantin
pria hanya bertelanjang dada (tanpa memakai baju).30
2) Selawar pidadang, celana panjang yang tingginya ± 10cm diatas mata
kaki bentuknya mengecil (kincir) kebawah dan dibagian bawahnya
diberi hiasan motif pucuk rabung (motif hiasan berupa segi tiga
runcing sama kaki) dari manik dan mote-mote. Makna yang tersimpul
didalam pucuk rabung adalah sebagai penangkal dari segala bahaya.
3) Tapih/sabuk. Dengan motif khas binatang halilipan yang merayap
kebawah dengan dihias sulaman benang emas dan manik-manik juga
mote-mote.
4) Tali wenang. Kain berwarna polos/kain sasirangan dengan lebar ±
8cm dipakai diatas tapih/sabuk seperti cara memakai ikat pinggang
tapi dengan cara diikat simpul dan salah satu ujung kainnya menjuntai

30
Zada, h. 122.

21
± 15cm dengan dihias manikmanik. Motif-motif yang terdapat pada
tali wenang antara lain
a) Banawati (motif hias kain sasirangan), motif ini mengandung
perlambang kebesaran dan keagungan.
b) Poleng (motif hias kain sasirangan), warnanya berselang-seling
berupa permainan warna dan lebih menyerupai baying-bayan
c) Padang kasalukutan (motif hias kain sasirangan), warnanya
menyolok dan biasanya dipakai oleh orang-orang biasa atau
rakyat jelata.
d) Payung raja (motif hias kain sasirangan), motif ini pada zaman
dahulu hanya dipakai oleh golongan raja-raja dan bangsawan saja
5) Mahkota/amar Bagajah Gamuling Baular Lulut (sama seperti mahkota
pengantin wanita) 31
6) Kalung samban. Samban (kalung perhiasan yang besar, berbentuk
bundar, bias berupa samban tunggal bsa pula samban rangkap yang
terdiri dari lima bagian) dikalungkan dileher. Samban yang dipakai
adalah samban tunggal. Samban tidak mengandung makna simbolis
tetapi mempunyai fungsi estetika.
7) Kilat bahu garuda mungkur paksi melayang. Paksi melayang (hiasan
berbentuk burung yang membentangkan kedua sayapnya)
melambangkan ketangkasan, agar kelak pengantin cekatan dan
tangkas mencari nafkah.
8) Pending/ikat pinggang dengan kepala pending bentuk gula kelapa
Pending untuk pengantin pria terbuat dari logam. Pada zaman dahulu
terbuat dari emas, sekarang sudah dibuatkan imitasinya.
9) Keris pusaka khas Banjar bentuk ―Sempana‖. Keris dipasang
dipinggang mempelai laki-laki, keris yang dipakai diberi kembang
bogam dengan untaian ronce melati. Fungsi keris sebagai penambah
kegagahan pengantin.

31
Zada, h. 123.

22
10) Cincin batu akik
11) Gelang tangan akar bahar
12) Gelang kaki bentuk akar tatau. Gelang kaki akar tatau mengandung
arti persatuan dan diharapkan kedua pengantin kelak dapat hidup
rukun.
13) Sandal tutup/selop. Sandal tutup digunakan sesuai dengan warna
busana.32

32
Zada, h. 124.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang berjudul ―Persepsi
Masyarakat Hulu Sungai Utara Terhadap Kesakralan Pakaian Adat
Tradisional Banjar Ketika Resepsi Perkawinan‖ adalah pendekatan kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara mendeskripsikan dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.33 Dengan demikian penelitian ini
berisi kutipan-kutipan secara deskripsi untuk memberikan gambaran
penyajian laporan.
2. Jenis Penelitian
Apabila dilihat dari permasalahan yang diteliti, penelitian ini
merupakan penelitian yang bersifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar yang ditujukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik
fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. 34 Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan mengenai persepsi
masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat tradisional
Banjar ketika resepsi perkawinan.
Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
jenis penelitian fenomenologi. Fenomenologi secara etimologi berasal dari
kata ―phenomenon‖ yang berarti realitas yang tampak, dan ―logos‖ yang
33
Lexy J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), h. 6.
34
Syaodih Sukmadinata Nana, ―Metode Penelitian Pendidikan,‖ Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010, h. 72.

24
berarti ilmu. Sehingga secara terminology, fenomenologi adalah imu yang
berorientasi untuk mendapatkan penjelasan tentang realitas yang tampak. 35
Menurut Hegel fenomenologi mengacu pada pengalaman sebagaimana yang
muncul pada kesadaran, ia menjelaskan fenomenologi adalah ilmu
menggambarkan apa yang seseorang terima, rasakan dan ketahui didalam
kesadaran langsungnya dan pengalamannya. Dan apa yang muncul dari
kesadaran itulah yang disebut sebagai fenomena. 36
Fokus model pendekatan fenomenologi adalah pengalaman yang
dialami oleh individu. Bagaimana individu memaknai pengalamannya
tersebut berkaitan dengan fenomena tertentu yang sangat berarti bagi
individu yang bersangkutan. Pengalaman yang dibahas disini bukan sekedar
pengalaman biasa, melainkan pengalaman yang berkaitan dengan struktur
dan tingkat kesadaran individu secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena model pendekatan fenomenologi memfokuskan pada pengalaman
pribadi individu, subjek penelitiannya adalah orang yang mengalami
langsung kejadian atau fenomena yang terjadi, bukan individu yang hanya
mengetahui suatu fenomena secara tidak langsung atau melalui media
tertentu.37
B. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian yang berjudul ―Persepsi Masyarakat Hulu Sungai
Utara Terhadap Kesakralan Pakaian Adat Tradisional Banjar Ketika Resepsi
Perkawinan‖ bertempat di beberapa desa yaitu Desa Cempaka, Desa Panyiuran
dan Desa Pakapuran yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

35
Agus Salim. Ms, Teori Dan Penelitian Paradigma (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h.
167.
36
Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods (California: SAGE Publications,
1994), h. 26.
37
Almanshur Fauzan and Ghony Djunaidi, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012), h. 59.

25
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Farida dalam bukunya mengutip dari Subroto, data dalam penelitian
pada dasarnya terdiri dari semua informasi atau bahan yang disediakan alam
(dalam arti luas) yang harus dicari, dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti.
Data bisa terdapat pada segala sesuatu apa pun yang menjadi bidang dan
sasaran penelitian.38
a. Data Primer
Menurut Farida data primer merupakan sumber data yang memuat
data utama yakni data yang diperoleh secara langsung di lapangan,
misalnya dari narasumber atau informan. 39 Adapun data primer dalam
penelitian ini adalah data tentang persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara
terhadap kesakralan pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi
perkawinan yang diperoleh melalui wawancara langsung.
b. Data Sekunder
Sugiyono menyatakan bahwa data sekunder adalah sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya melalui orang
lainatau melalui dokumen.40 Sumber data sekunder merupakan sumber
data tambahan yang diambil tidak secara langsung di lapangan,
melainkan dari sumber yang sudah dibuat orang lain, misalnya: buku,
dokumen, foto, dan statistik. Sumber data sekunder dapat digunakan
dalam penelitian, dalam fungsinya sebagai sumber data pelengkap
ataupun yang utama bila tidak tersedia narasumber dalam fungsinya
sebagai sumber data primer. Adapun data sekunder dalam penelitian ini
adalah catatan-catatan, arsip, dokumen serta foto yang berkaitan saat

38
Farida Nugrahani and M. Hum, ―Metode Penelitian Kualitatif,‖ Solo: Cakra Books 1, no. 1
(2014): h. 107.
39
Nugrahani and Hum, h. 113.
40
Dr Sugiyono, ―Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D,‖ 2013, h. 309.

26
pelaksanaan resepsi perkawinan menggunakan pakaian adat tradisional
Banjar.
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber
data sebagai berikut:
a. Informan
Informan adalah orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan yaitu masyarakat kabupaten Hulu
Sungai Utara yang memberikan informasi terkait dengan penelitian.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu catatan-catatan, arsip, dokumen serta foto mengenai
data yang berhubungan dengan penelitian.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Pada umumnya data dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan
melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. Fokus pengamatan dilakukan
terhadap 3 komponen utama, yaitu space (ruang, tempat), actor (pelaku) dan
aktivitas (kegiatan).
1. Observasi
Metode observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
menggunakan indra, terutama indra penglihatan dan pendengaran. Observasi
sendiri dapat diartikan pencatatan dan pengamatan secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diselidiki. 41 Ditinjau dari segi proses pelaksanaan
pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, participant
observation (observasi berperan serta) dan non participant observation
(observasi non partisipan). Dari segi instrumentasi yang digunakan, maka
observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. 42

41
Lexy J Moelong, h. 127.
42
J. R. Raco, ―Metode Kualitatif (Jenis, Karakteristik, Dan Keunggulannya),‖ Grasindo.
Grasindo, 2010, h. 112.

27
Apabila dilihat dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan dikarenakan
peneliti tidak terlibat/ikut serta dan hanya sebagai pengamat independen.
Peneliti mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang persepsi
masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat tradisional
Banjar ketika resepsi perkawinan. Sedangkan bila dilihat dari segi instrumen
yang digunakan, dalam penelitian ini menggunakan observasi terstruktur
karena observasi telah dirancang dengan sistematis, mengenai apa yang
diamati, kapan, dan di mana tempatnya. Sebelum melaksanakan observasi,
terlebih dahulu peneliti membuat pedoman observasi sebagai acuan agar
proses observasi yang akan dilaksanakan tetap fokus dan tidak keluar dari
konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan persepsi
masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat tradisional
Banjar ketika resepsi perkawinan.
2. Interview atau Wawancara
Menurut Sugiyono, wawancara adalah pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.43 Teknik wawancara,
merupakan teknik penggalian data melalui percakapan yang dilakukan
dengan maksud tertentu, dari dua pihak atau lebih. Pewawancara
(interviewer) adalah orang yang memberikan pertanyaan, sedangkan orang
yang diwawancarai (interviewe) berperan sebagai narasumber yang akan
memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi
terstruktur (semi structured interview) karena jenis wawancara ini tergolong
dalam kategori in-dept interview, yaitu dalam pelaksanaannya lebih bebas
bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Pertanyaan dalam
wawancara mendalam (in-depth interviewing) pada umumnya disampaikan
secara spontanitas. Hubungan antara pewawancara dan yang diwawancarai

43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2010), h. 310.

28
adalah hubungan yang dibangun dalam suasana ―biasa‖, sehingga
pembicaraan berlangsung sebagaimana percakapan sehari-hari, yang tidak
formal. Tujuan dari jenis wawancara ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dengan demikian peneliti dapat
menambah pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk memperoleh
pendapat dan ide-ide dari informan.
Sebelum melakukan kegiatan wawancara, terlebih dahulu peneliti
membuat pedoman wawancara dengan tujuan agar proses tetap terfokus dan
tidak keluar dari konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu
mendeskripsikan persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan
pakaian adat tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan. Pedoman
wawancara hanya digunakan sebagai acuan, sedangkan wawancara akan
dilakukan dengan fleksibel dan terbuka. Saat wawancara, peneliti dapat
menggunakan buku catatan, tape recorder dan juga kamera agar hasil
wawancara dapat terekam dengan baik.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang datanya
diperoleh dari buku, internet, atau dokumen lain yang menunjang penelitian
yang dilakukan. Dokumen merupakan catatan mengenai peristiwa yang
sudah berlalu. Peneliti mengumpulkan dokumen yang dapat berupa tulisan,
gambar, atau karyakarya monumental dari seseorang. 44 Metode dokumentasi
berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.
Metode ini lebih mudah dibandingkan dengan metode pengumpulan data
yang lain.45 Dalam penelitian ini, peneliti akan mendokumentasikan proses
wawancara yang dilakukan atara peneliti dan informan.
E. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
44
Sugiyono, h. 329.
45
Hardani, S.Pd., M.Si., dkk, Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif (Yogyakarta:
Pustaka Ilmu, 2020), h. 149-150.

29
periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah
dianalisis ternyata belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan
pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap telah
kredibel. 46
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman, sehingga aktivitas dalam analisis data dilakukan dengan cara reduksi
data (data reduction), penyajian data (data display), dan kesimpulan (conclusion
drawing/verification).
1. Data Resuction (Reduksi Data)
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Adapun data-data yang
direduksi adalah hal-hal pokok yang berhubungan dengan persepsi
masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat tradisional
Banjar ketika resepsi perkawinan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan (menyajikan) data. Dengan medisplaykan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan yang telah difahami tersebut. Dalam aktivitas
penyajian data, peneliti menarasikan uraian data yang telah dipilih dan
difokuskannya melalui aktivitas reduksi data.

46
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2016),
h. 246.

30
3. Conclusion Drawing and verification (menarik kesimpulan dan verifikasi).
Aktivitas terakhir adalah penarikan kesimpulan yakni penggambaran
persepsi masyarakat Hulu Sungai Utara terhadap kesakralan pakaian adat
tradisional Banjar ketika resepsi perkawinan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim. Ms. Teori Dan Penelitian Paradigma. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
Almanshur Fauzan and Ghony Djunaidi. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Ansaar, Ansaar. ―Makna Simbolik Pakaian Adat Mamasa Di Sulawesi Barat.‖
Pangadereng: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial Dan Humaniora 4, no. 1
(2018).
Bimo walgito. Bimbingan Dan Konseling (Studi Dan Karir). Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2005.
Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
Clark Moustakas. Phenomenological Research Methods. California: SAGE
Publications, 1994.
Depertemen Pendididkan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Dimyanti, Mursimah.a. PerkawinanaAdat Banjar Dan Tata Rias Pengantin Banjar
Dari Masa Ke Masa. Kalimantan Selatan: PT Grafika Wangi, 2012.
Dwi Prasetia Danarjati, Adi Murtiadi dan Ari Ratna Ekawati. Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013.
Eliska Pratiwi, I Nyoman Sujana dan Iyus Akhmad Haris. ―Persepsi Dan Partisipasi
Masyarakat Terhadap Penerapan Program Kerja BUMDES Dwi Amertha
Sari Di Desa Jinengdalem‖ 11 (2019).
Hardani, S.Pd., M.Si., dkk. Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2020.
Hasil Wawancara dengan Ibu Arbayah. Interview by Sari Mawaddah, November 1,
2022. Desa Cempaka RT 1.
Hasil Wawancara dengan Ibu Warah. Interview by Fitriati, November 1, 2022. Kota
Raden.
Ida Bagus Dharmika, dkk. Pakaian Adat Tradisional Bali. Departemen Pendidikan
dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Nilai
Tradisi Proyek Inventaris dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Jakarta,
1998.
Jalaludin Rahmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
Khairunnisa, Fitria, Ramlah Ramlah, and Rafika Rafika. ―Adat Perkawinan Suku
Banjar Di Desa Kempas Jaya Kec. Senyerang Kab. Tanjung Jabung Barat
Dalam Perspektif Hukum Islam.‖ PhD Thesis, UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, 2019.

32
Kristiani, Dian, dan Agnes Bemoe. Ensiklopedia Negeriku Pakaian Adat. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer, 2016.
Lexy J Moelong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993.
Maulidiyah, Rizkiani. ―Studi Deskriptif Tata Rias Pengantin Tradisional ‗Ba‘amar
Galung Pancar Matahari‘ Banjarmasin.‖ Jurnal Tata Rias 5, no. 03 (2016).
Nana, Syaodih Sukmadinata. ―Metode Penelitian Pendidikan.‖ Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Nirwana, Nirwana. ―Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Adat Maddoa‘di Dusun
Kaju Bulo Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.‖ PhD Thesis, IAIN
Parepare, 2020.
Nugrahani, Farida, and M. Hum. ―Metode Penelitian Kualitatif.‖ Solo: Cakra Books
1, no. 1 (2014): 3–4.
Raco, J. R. ―Metode Kualitatif (Jenis, Karakteristik, Dan Keunggulannya).‖
Grasindo. Grasindo, 2010.
Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Sarlito Wirawan Surwono. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang,
1982.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2016.
———. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2010.
Sugiyono, Dr. ―Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D,‖ 2013.
Suharso, Ana Retnoningsih. ―Kamus Besar Bahasa Indonesia.‖ Widya Karya, 2005.
Tiola, Olanda. ―Estetika Baju Tradisi Adat Pengantin Banjar Di Tembilahan Indragiri
Hilir.‖ PhD Thesis, Universitas Islam Riau, 2022.
Waidi. Pemahaman Dan Teori Persepsi. Bandung: RemajaKarya, 2006.
Yoedha, Kawang. Busana Pengantin Adat Banjar Dari Abad Ke Abad. Banjarbaru:
PT Grafika Wangi Kalimantan, 2019.
Zada, Alvina Ulima. ―Kajian Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tata Rias Pengantin Adat
Banjar Bagajah Gamuling Baular Lulut Di Banjarmasin.‖ Jurnal Tata Rias 9,
no. 1 (2020).

33

Anda mungkin juga menyukai