PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian layanan responsif
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan layanan responsif
1.3.3 Untuk mengetahui fokus pengembangan layanan responsif
1.3.4 Untuk mengetahui strategi layanan responsif sebagai pengembangan pribadi-
sosial
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Layanan Responsif
Layanan responsif adalah layanan bimbingan dan konseling yang diberikan sebagai
respon atas terjadinya suatu permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Sifatnya khusus, karena
hanya diberikan kepada siswa tertentu (kasus) dan lebih berorientasi kepada upaya penyembuhan
atau kuratif.1
Layanan responsif adalah sebagai proses bantuan untuk menghadapi masalah dan
memerlukan pertolongan dengan segera, supaya peserta didik tidak mengalami hambatan dalam
pencapaian tugas-tugas perkembangan.2
Jadi menurut pendapat kami layanan responsif adalah layanan dalam bimbingan
konseling yang dilakukan konselor dengan memberikan respon atau tanggapan secara cepat.
1
Aisyah, U. (2014). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Siswa Tunanetra MTs Yaketunis
Yogyakarta. Educatio, 9(2), 223-247
2
Kumara, A. R., & Lutfiyani, V. (2017). Strategi Bimbingan dan Konseling Komprehensif Dalam Perencanaan
Karir Siswa SMP. G-COUNS Jurnal Bimbingan dan Konseling, 1(2).
3
Rahman, F. (2008). Penyusunan Program BK di Sekolah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.hlm 8
2
2.3 Fokus Pengembangan Layanan Responsif
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah
dan kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena
dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan
untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karir dan program studi, sumbersumber
belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu
kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi
kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas‐tugas perkembangan. Masalah konseli pada
umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala‐gejala
perilaku yang ditampilkannya. Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin dialami
konseli diantaranya :
3
kami berpendapat bahwa masalah-masalah yang mungkin dialami konseli dalam bidang pribadi-
sosial diantaranya :
Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen
dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya inventori
tugas‐tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara, observasi,sosiometri, daftar hadir
konseli, leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau alat ungkap masalah (AUM).4
a) Konseling Individual
Konseling individual ialah suatu pelayanan berupa dialog tatap muka antara konselor dan
klien untuk memecahkan berbagai masalah dan mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.
Konseling individual juga dapat dapat dikatakan sebagai bantuan oleh konselor(guru BK) yang
dilakukan face to face kepada klien untuk membantu mengatasi masalah sehingga klien mampu
mengembangkan dirinya secara optimal.Pelaksanaan konseling individual menempuh beberapa
tahapan kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis, hasil evaluasi, tindak lanjut
dan laporan.
b) Konseling Kelompok
4
Rahman, F. (2008). Penyusunan Program BK di Sekolah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.hlm 8
4
Merupakan istilah konseling kelompok mengacu kepada penyesuaian atau pengalaman
perkembangan dalam lingkup kelompok. Konseling difokuskan untuk membantu konseli
mengatasi problem lewat penyesuaian diri dan perkembangan kepribadian dari hari kehari.
Konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan
didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada konseli. Didalamnya terjalin hubungan
konseling dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan, yaitu
hangat, terbuka, permitif, dan penuh keakraban.
Pelayanan yang baik adalah usaha yang dilaksanakan dan diselenggarakan bagi mereka yang
benar benar ahli. Begitu pula dalam bentuk pelayanan bimbingan dan konseling tidak semua hal
dapat diatasi oleh diri konselor pribadi, apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan
untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferalkan atau mengalih tangankan
konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
kepolisian. Pada umumnya, alih tangan(referal) dilakukan untuk kasus-kasus tertentu seperti,
depresi, tindak kejahatan(kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
Konselor kolaborasi dengan guru atau wali kelas dalam rangka memperoleh informasi
tentang peserta didik (seperti: prestasi belajar,kehadiran,dan pribadinya)membantu
menyelesaikan masalah peserta didik dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat
yang dapat dilakukan olehguru mata pelajaran.Aspek-aspek itu diantaranya :
5
6. Memberikan informasi yang up to date tentang mata pelajaran dengan bidang yang
diminati siswa
7. Memahami perkembangan dunia industri dan pekerjaan sehingga dapat memberikan
informasi kepada siswa
8. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosiona, sosial, maupun moral-
spiritual, dan
9. Memberikan informasi tentang mempelajari pelajaran secara efektif
Upaya kerja sama konselor dengan orangtua peserta didik untuk mengembangkan
perkembangan siswa. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak
hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah saja, terapi juga oleh orangtua dirumah. Melalui
kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar
pikiran antara konselor dengan orangtua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau
memecahkan masalah yang mungkin dialami oleh peserta didik.
Kolaborasi dengan pihak-pihak yang terkait diluar Sekolah/Madrasah yaitu berkaitan dengan
upaya sekolah untuk menjalin kerja sama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang
relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan
pihak-pihak :
1. Instansi pemerintah
2. Instansi swasta
3. Organisasi profesi seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia)
4. Para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dan dokter
5. MGP (Musyawarah Guru Pembimbing)
g) Konsultasi
Merupakan sebuah upaya untuk memperoleh informasi baik yang dilakukan oleh konselor
atau pihak terkait tentang kondisi konselor atau siswa. Menurut Gibson, konsultasi di bagi
6
menjadi dua yaitu, yang pertama konsultasi triadik atau konsultasi pihak ketiga seperti guru-guru
yang menghadapi siswa-siswa yang bermasalah. Dan kedua yaitu konsultasi proses adalah
sebuah upaya untuk menjalankan bimbingan.
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap
peserta didik lainnya.Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau
pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau
tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik
akademik maupun non-akademik.
i) Konferensi Kasus
Adapun yang dimaksud dengan konferensi kasus adalah sebuah kegiatan untuk membahas
permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang
memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya maslah peserta didik
tersebut.Pertemuan konferensi kasus ini bersifat dan tertutup karena hanya dihadiri oleh pihak-
pihak yang terkait saja yang berkomitmen untuk kemecahkan permasalahan.
Dalam menangani siswa sering kali akuransi informasi dan pengetahuan tentang suasana dan
kondisi kehidupan siswa dirumah atau keluarga.Untuk itu agar konselor mempunyai pemahaman
yang komperhensif maka kunjungan rumah baiknya dilakukan. Akan tetapu kununhan rumah
tidak perlu dilakukan konselor kepada seluruh siswa yang ditangani melainkan cukup bagi siswa
yang memiliki kadar permasalahan yang besar dalam rumah tangga. 5
5
Aisyah, U. (2014). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Siswa Tunanetra MTs Yaketunis
Yogyakarta. Educatio, 9(2), 223-247
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan