Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BANK SYARIAH SEBAGAI SOLUSI MENGHADAPI KRISIS


GLOBAL

oleh

M. Yusuf

A2 Akuntansi

STIE AMKOP Makassar


2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa
shalawat serta salam kita hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.Amien.

Pada kesempatan kali ini kami dari kelompok 4 akan berusaha mencoba membahas suatu
masalah yang kini sedang diperbincangkan, yaitu pembahasan kelompok kami ialah Bank
Syariah. Kami berusaha seobjektif mungkin meskipun pembahasan kami hanya sebatas pada
kajian pustaka semata, tidak melakukan investigasi pada semua bank yang akan kami bahas.
Namun tidak mengurangi pembahasan kami.

Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank
konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau
perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah
system perbankan kepada system syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global, kita pun
tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang
menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang menggunakan system syariah.

Sekilas pengantar yang merupakan testimony dari makalah ini, kami akan menjelaskan secara
utuh, mengenai pengertian hingga bidang unit kerja Bank Syariah. Pada bab I Merupakan
Pendahuluan yang membahas Bank Syariah secara umum, dan pada bab II Merupakan
Pembahasan, mengenai pengertian bank dan syariah secara umum, sejarah bank syariah, prinsip-
prinsip serta bidang usaha yang dilakukan oleh Bank Syariah. Pada bab III merupakan
Kesimpulan dari pembahasan kami.

Demikianlah pengantar singkat tentang makalah kami, tidak ada kesempurnaan dalam diri
manusia kecuali Allah SWT semata. Masukan serta kritikan berguna bagi kami, guna
penyempurnaan pembahasan yang telah kami lakukan, terimakasih.
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................................2
Bab I............................................................................................................................................................4
Pendahuluan..............................................................................................................................................4
Bab II...........................................................................................................................................................5
Pembahasan..............................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Bank dan Syariah.......................................................................................................5
2.2 Sejarah Perbankan Syariah..........................................................................................................6
2.2.1 Sejarah Dunia...................................................................................................................6
2.2.2 Sejarah Indonesia.............................................................................................................6
2.3 Prinsip Bank Syariah......................................................................................................................7
2.4 Produk Perbankan Syariah...........................................................................................................8
2.4.1 Penghimpun Dana............................................................................................................8
2.4.2 Penyaluran Dana..............................................................................................................9
2.4.3 Pelayanan Jasa...............................................................................................................13
2.5 Perbedaan bank syariah dan bank konvensional.....................................................................13
2.6 Produk bank syariah....................................................................................................................13
Bab III.......................................................................................................................................................19
Kesimpulan dan Saran............................................................................................................................19
Daftar Pustaka.........................................................................................................................................20
Bab I

Pendahuluan

Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia
begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada tahun
1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu bank
pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas. Pada awalnya
perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional dalam artian, belum Memiliki
standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasisi ideologi Islam. Sedangkan bank
konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah
kali ini kami tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia beralih
kepada bank syariah, tetapi kami membahas bank syariah secara umum.

Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank
konvensional :

1. Bank syariah tidak menggunakan bunga


2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3. Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang
membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al Qur’an

Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan
konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan
tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah
juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai
melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Bab II

Pembahasan

2.1 Pengertian Bank dan Syariah


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang mengurus
uang, menerima simpanan dan member pinjaman dengan memungut bunga, dan Syariah
menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata
syariat, berarti hukum yang tidak bias diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank
Syariah ialah Bank yang berfungsi sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan
hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam.

Pengertian Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara
Islam.

Pengertian bank syariah menurut para ahli

Schaik (2001):

Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam
yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko
sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta
keuntungan yang ditentukan sebelumnya

Sudarsono (2004):

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan
prinsip-prinsip syariah

Muhammad (2002) dalam Donna (2006):

adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat
Islam.

2.2 Sejarah Perbankan Syariah

2.2.1 Sejarah Dunia


Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk
sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr
pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah
berdiri 9 bank dengan konsep serupa dengan Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut
maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan
industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikian dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk
proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial
berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.

Di belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal
Islamic of Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank
(1979). Di Asia-Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang
bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk memunaikan ibadah haji.

2.2.2 Sejarah Indonesia


Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang
tercermin pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas Merupakan bank
cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan
sebenarnya kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun
realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki
landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank
syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No 10 Tahun 1998 dan dengan revisi
UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank Muamalat Indonesia juga
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya
tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank
ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No 10
tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank
besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam
lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung
perekonomian akan semakin signifikan.

2.3 Prinsip Bank Syariah


Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang sesuai dengan syariah.

Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain:

 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana
 Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsic
 Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi
 Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada
Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah

Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai
bank syariah, yaitu:

1. keadilan, kesamaan dan solidaritas


2. larangan terhadap objek dan makhluk
3. pengakuan kekayaan intelektual
4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way)
5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6. kondisi umum dari kredit
7. dualiti risiko

Kondisi umum dari kredit meliputi:

a) peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan


secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi
keringanan
b) terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara
kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga
implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan
untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari pembiayaan di
satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit(liability)

2.4 Produk Perbankan Syariah

2.4.1 Penghimpun Dana


A. Giro Syariah

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
B. Tabungan Syariah

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut


syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet
giro.

C. Deposito Syariah

Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

2.4.2 Penyaluran Dana


A. Akad Mudharabah (bagi hasil)

Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk
melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara
kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

B. Akad Musyarakah (penyertaan modal)

Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara kedua
belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian
kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.

C. Akad Murabahah (jual beli)

Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin
yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual menginformasikan harga
perolehan terlebih dahulu kepada pembeli atau konsumen.

Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Istilah
ini biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka
menggunakan istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan
muamalah, kata dharb disini lebih tepat diartikan pada proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara teknis,
mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan
(profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan
mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal
perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian
tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian
mudharib (character risk).

Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat
pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu
sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC).
Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust
Investment karena kontrak ini hanya diberikan kepada pengusaha yang benar-
benar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad mudharabah
dapat digambarkan sebagai berikut  :
Jenis-Jenis Mudharabah
1.       Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis
usaha, waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan
cara ia mengelola modal tersebut.
2.       Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-
persyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota
tertentu, dan dalam waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah
menjadi terikat dan sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted
mudharabah).
D. Akad Salam

Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu
dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

E. Akad Istishna

Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan.

Definisi Menurut Fatwa DSN MUI

Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)

Jenis Akad Istishna :

1. Langsung : Pemesan<->Penjual
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani’)
2. Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi
kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak
lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan.
Syarat : tidak terjadi ta’alluq.

Rukun Akad Istishna

1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)

2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang
berbentuk harga.

3. Ijab kabul/serah terima

F. Akad Ijarah (sewa)

Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan
pemakaian sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek yang
disewakan.

Transaksi terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat


dimanfa’atkan dengan imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau
jasa bukan materi/benda, dapat berupa manfaat/nilai

Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal) bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain)
seperti shalat, puasa. Tetapi bersifat fardu kifayah

Ijarah memiliki beberapa ketentuan:

1. Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum

2. Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah dan tidak
terpaksa

3. Manfaat objek diketahui secara jelas

4. Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain
baik dengan cara menyewakannya atau meminjamkan

5. Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung

6. Objek Ijarah adalah halal

Akad Ijarah Berakhir

• Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam

• Habis masa waktunya

• Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya

• Objek disita, pailit

Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:


a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang
dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan
disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut
ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak
untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan
biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis
konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang
menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.

Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah :


a. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :

G. Akad Qaradh

Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak


peminjam mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau cicilan dalam jangka
waktu tertentu

2.4.3 Pelayanan Jasa


A. Letter of credit (L/C) impor syariah

L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank
atas permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu.

B. Bank Garansi Syariah

Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas
pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada
pihak ketiga dimaksud.

C. Penukaran Valuta Asing (sharf)

Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual
kepada nasabah.

2.5 Perbedaan bank syariah dan bank konvensional

2.6 Produk bank syariah


1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni
dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga
dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

 Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan
tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan
selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang titipan.
 Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan
dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara
utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-
dhamanah (tangan penanggung).
 Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima
seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian
juga harus ditanggung oleh bank.
 Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan
memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya
bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif
atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun
persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang.
Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi
hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang
memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.
 Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib)
biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan
tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

2. Pembiayaan dengan bagi basil

a. Al-musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan


proyek.Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan
dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai
dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang
dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi
seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

b. AI-mudharabah

Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak
pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si
pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah
yang bertanggung jawab.
 mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain
yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha
dan daerah bisnis.
 mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di
mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan


atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah
diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban.
Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah
untuk usaha tertentu.

c. Al-muzara'ah

Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami
produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan
kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

d. Al-musaqah

Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya


bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan
peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian.
Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap.

3. Bai'al Murabahah

Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu
memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah
sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru
dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan.
Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang
investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal
dengan nama L/C.

Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank
Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah
Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun,
maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika
nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan
(diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

4. Bai'as-salam

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan


pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih
dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada
dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali
menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada
tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus
menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada ter-
sebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian
penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank
Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi
modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000, dikurangi Rp
200.000.000,-.

5. Bai'Al istishna'

Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan
dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al
istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua
belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem
pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran
dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu
memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan
mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan
adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu
dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya
pokok produksi. CV. Sungai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang
sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:

Rp 60.000.000,-

x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,-

Rp 85.000,-

Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan
harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula.
Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga
masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

Rp 60.000.000,-

x Rp 4.000,- = Rp 2.790.697,-

Rp 86.000,-

6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan
operating lease maupun financial lease.

7. Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat
dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah
disepakati oleh si pemberi mandat.

8. Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat
dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9. Al-Hawalah

Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada
lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.

10. Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau
gadai.
Bab III

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-
hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan
bagi masyarakat, khususnya muslim.
Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum
keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

2. Saran

Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri, seharusnya
masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun
faktanya pada zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena
tergiur oleh bunga yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.
Daftar Pustaka
https://www.google.com/url?
sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0CAMQw7AJahcK
EwiQ35Soxbz8AhUAAAAAHQAAAAAQAw&url=https%3A%2F
%2Fbhupalaka.files.wordpress.com%2F2010%2F05%2Fmakalah-bank-syariah-klpk-
4.docx&psig=AOvVaw2nBitMdIIB8mch5QDT5DUx&ust=1673424089368916

Anda mungkin juga menyukai