Disusun Oleh:
Aris Azhari Harahap
Raudhatul Hayati Husni
Sultan Nurfadhel
Yuqa Nurhamida
Pembimbing:
Ust. Asma Khoirotun Hisan
Ust. Widhy Ridho Wiryansyah
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama sempurna. Ia mengatur segala urusan pemeluknya,
mulai dari bangun tidur hingga membangun masyarakat. Ekonomi sebagai salah
satu aspek yang memiliki porsi paling banyak dalam tatanan hidup manusia
tentu tidak luput dari ajaran Islam.
Perbankan pula sebagai sektor terbesar perekonomian manusia dewasa
ini tentu disorot dalam kajian ekonomi Islam. Perbankan konvensional modern
dimulai pada abad ke-16 di beberapa negara Eropa. Bermula dari sistem
penyimpanan uang logam (emas dan perak) dengan tanda bukti penyimpanan
(deposit), kemudian menawarkan berbagai produk dan jasa yang
mengedepankan profit, serta memiliki mekanisme sebagai lembaga perantara
(intermediary institusion) antara debitur dan kreditur dalam hal penyaluran dan
penarikan dana dari masyarakat dengan prinsip bunga, sistem bank
konvensional pun melebar keseluruh dunia.
Berbicara mengenai bunga, ada perbedaan pendapat di antara para
ulama dan cendekiawan dan terbagi menjadi tiga kelompok: menghalalkan,
syubhat, dan mengharamkan. Namun jumhur ulama bersepakat bahwa bunga
bank adalah riba yang berstatus haram sehingga tidak boleh diambil.
Berangkat dari sini, muncullah gagasan perbankan yang bebas dari
praktik riba, dan secara spesifik mengantarkan kepada diskursus perbankan
syariah yang menggunakan prinsip bagi hasil sebagai karakteristiknya. Gagasan
ini sudah dikedepankan oleh banyak pemikir Islam, seperti Anwar Qureshi pada
tahun 1946 dan Naeim Siddiqi pada tahun 1948. Gagasan ini pun direalisasikan
secara konkret beberapa dekade kemudian dengan kemunculan Islamic
Development Bank (IDB) di Arab Saudi dan melebar ke Indonesia dengan
kemunculan Bank Muamalat Indonesia.
Bank syariah bertujuan untuk mewadahi perekonomian umat Islam agar
mereka tetap berada dalam koridor agama dan kehalalan dalam muamalah juga
terjaga. Namun sayangnya, masih banyak umat Islam yang tidak memercayai
perbankan Syariah, bahkan bank Syariah belum mampu untuk mengokohkan
eksistensinya baik di negara berpenduduk muslim maupun non-muslim.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
sistem operasi bank Syariah, yang bahkan dianggap tidak berbeda dari bank
konvensional. Oleh karena itu, penting sekali adanya sosialisasi dan edukasi
masyarakat mengenai perbankan Syariah agar masyarakat tidak terjebak dalam
transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam.
Berdasarkan deskripsi dan uraian di atas, maka tim pemakalah tertarik
untuk menulis sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “Perbankan Islam dan
Dewan Pengawas Syariah”.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bank syariah?
2. Bagaimana seajrah perkembangan bank syariah?
3. Apa saja prinsip-prinsip dasar bank syariah?
4. Apa saja produk-produk bank syariah?
5. Apa saja sistem operasi pada bank syariah?
6. Apa perbedaan bank syariah dan bank konvensional?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi bank syariah
2. Mengetahui sejarah perkembangan bank syariah
3. Mengetahui prinsip-prinsip dasar bank syariah
4. Menegetahui produk-prooduk bank syariah
5. Mengetahui sistem operasi pada bank syariah
6. Mengetahui perbedaan bank syariah dan bank konvensional
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan oleh tim pemakalah adalah dengan
menggunakan metode studi pustaka dengan memuat informasi yang berkaitan
dengan tema kajian. Kami menggunakan literatur Indonesia, baik dalam bentuk
buku ilmiah, jurnal, maupun web terpercaya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Ahmad Ifham, Ini Lho Bank Syariah!, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015, hal. 2.
2 UU No. 21 Tahun 2008, bab 1, pasal 1, ayat 7.
3 Ibid., ayat 12.
4 Bahwa bank syariah adalah bank yang dijalankan berdasarkan ajaran Islam.
3
transaksi muamalah seperti ini adalah Khalifah Umar bin Khattab yang
menggunkan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak, dan
memberikan modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil.5
Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah
melakukan fungsi perbankan di zaman Rasulullah Saw., meskipun tidak
melakukannya secara menyeluruh. Selain itu, istilah bank syariah sendiri terbilang
masih asing karena baru diperkenalkan sejak abad 20 M. Adapun di zaman
Rasullulah Saw. yang terdapat hanyalah praktik dan prinsipnya saja, sehingga
fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima uang (deposit), menyalurkan
dana, dan melakukan tranfer dana telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan umat Islam.
4
Pada tahapan ini, bank-bank syariah dan lembaga investasi yang
berbasis non-riba sudah mulai didirikan dengan konsep yang lebih jelas dan
pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank syariah yang pertama kali
didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah,
Saudi Arabia., yang beranggotakan 22 negara Islam, dan kini telah
beranggotakan 56 negara dengan Indonesia sebagai salah satunya.7
d. Tahapan keempat.
Tahapan ini ditandai dengan perkembangan pendekatan yang lebih
integratif dan mutakhir untuk membangun keseluruhan teori dan praktek
ekonomi Islam, terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi
indikator utama perekonomian masyarakat.
Pengetahuan dan inovasi dianggap sebagai pendorong utama bagi
perkembangan ekonomi. Suatu sistem ekonomi mengandung 2 sektor, yakni:
sektor riil dan keuangan. Dalam perkembangannya, sektor keuangan dalam
ekonomi Islam lebih cepat berkembang daripada sektor riilnya. Bahkan dalam
40 tahun terakhir, keuangan Islam telah bertumbuh dengan pesat dan saat ini
telah menjadi industri yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian
nasional, tidak hanya di negara-negara Muslim namun juga di berbagai negara
di seluruh dunia. Keuangan Islam telah membuat terobosan yang signifikan
dalam lingkungan global.
7 https://www.lo,pasiana.com/bellaumys/5588d16dc523bda00c93bad1/apa-itu-idb-apa-pengaruhnya-dengan-
perkembangan-negara-kita, diakses pukul 17.00 WLK, Minggu, 2 Mei 2021.
8 https:www.cermati.com/artikel/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah-di-indonesia diakses pukul 13.30
5
Meskipun efek “Pakto 88” ini lebih banyak membuat bank konvesional
yang berdiri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk kelompok kerja untuk
mendirikan Bank Islam di Indonesia. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI
menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa
Barat. Hasil dari lokakarya ini kemudian dibahas lebih dalam pada Musyawarah
Nasional 4 MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat
bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok
kerja ini disebut dengan Tim Perbankan MUI yang diberi tugas untuk melakukan
pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.9
Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syariah pertama di Indonesia
yang lahir sebelum lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. BMI berdiri
pada tanggal 1 November 1991 dan resmi beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992
dengan modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000. Namun, pada masa awal
pengoperasiannya, keadaan bank syariah belum memperoleh perhatiaan yang besar
dalam tatanan sektor perbankan nasional.
Landasan hukum Bank Muamalat Indonesia saat itu hanya didasarkan pada
salah satu ayat mengenai “bank dengan sistem bagi hasil” pada undang-undang
yang berlaku.10 Kemudian pada tahun 1998, pemerintah dan DPR melakukan
penyempurnaan UU No. 7 tahun 1992 tersebut menjadi UU No.10 tahun 1998 yang
secara tegas menjelakan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di Indonesia,
yaitu: sistem perbankan konvesional dan sistem perbankan syariah.11 Hal ini
disambut baik oleh masyarakat perbankan, yang ditandai dengan banyak berdirinya
bank syariah lain, seperti Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN,
Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dan lain lain.
Kemudian untuk memberikan kepastian dan meningkatkan aktivitas pasar
keuangan, dibuatlah beberapa undang-undang, seperti : UU No. 21 Tahun 2008,
UU No. 19 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2009. Dengan diberlakukannya UU
No. 21 Tahun 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional pun
jadi memiliki landasan hukum yang memadai dan mendorong pertumbuhannya
menjadi lebih cepat. Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di
Indonesia, bank syariah sudah banyak memperoleh kemajuan, baik dari aspek
kelembagaan, infrastruktur penunjang, perangkat regulasi, dan sistem pengawasan.
Karena hal tersebut sistem perbankan syariah Indonesia pun menjadi salah satu
sistem terbaik dan terlengkap yang diakui secara internasional.
Pada akhir tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan
berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK selaku
otoritas sektor jasa keuangan terus menyempurnakan visi dan strategi kebijakan
pengembangan sektor keuangan syariah. OJK juga bertugas untuk melanjutkan arah
pengembangan perbankan syariah dengan mempertimbangkan berbagai isu
strategis, peluang, maupun tantangan yang dihadapi.
6
Sekarang, bank syariah terbesar yang dimiliki Indonesia sudah mulai
beroperasi sejak 1 Februari 2021 dengan bernama Bank Syariah Indonesia (BSI).
BSI merupakan gabungan dari PT Bank BRI Syariah, PT Bank BNI Syariah, dan
PT Bank Syariah Mandiri setelah mendapat izin dari OJK dengan Nomor: SR-
3/PB.1/2021 pada 27 Januari.1213
12 Perihal penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah ke dalam PT Bank BRIsyariah serta
Izin Perubahan Nama dari Izin Usaha PT Bank BRIsyariah menjadi Izin Usaha PT Bank Syariah Indonesia sebagai
bank hasil penggabungan.
13 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bank_Syariah_Indonesia, diakses pukul 17.20 WLK, Minggu, 2 Mei 2021.
14 https://www.ojk.go.id/waspada-investasi/id/regulasi, diakses pada pukul 19.30 WLK, Rabu, 28 April 2021.
15 http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan, diakses pada pukul 10.30 WLK, Kamis, 29 April 2021.
16 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Zikrul Hakim, Jakarta Timur, cet. III, 2007, hal. 34.
7
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)17
a. Musyarakah
Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu
usaha dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan
ukuran yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai dengan porsi
kerjasama.
(1) Jenis-Jenis Musyarakah
(a) Syirkah Muwâfadhah, kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan
porsi dana yang sama.
(b) Syirkah al-‘Inan, kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi
dana yang tidak sama.
(c) Syirkah Wujǔh, kerjasama antara pihak pemilik dana dengan pihak yang
memiliki kredibilitas atau kepercayaan.
(d) Syirkah Abdan, kerjasama profesionalisme antara dua pihak atau lebih.
b. Mudarabah
Akad kerjasama di mana salah satu pihak berperan sebagai pemodal
yang menyediakan keseluruhan dana dan pihak lainnya sebagai pengelola.
(1) Jenis-Jenis Mudarabah
(a) Mudhârabah Muthlaqah, pemilik usaha diberikan hak yang tidak
terbatas dalam melakukan investasi.
(b) Mudhârabah Muqayyadah, pemilik usaha dibatasi haknya oleh pemilik
modal, dibatasi dalam segi jenis usaha, tempat, waktu.
c. Muzâra’ah
Kerjasama pengelolaan lahan antara pemilik lahan dan penggarap
dengan sistem bagi hasil atas dasar hasil panen.
(1) Jenis-Jenis Muzâra’ah
(a) Muzâra’ah, kerjasama pengelolaan lahan di mana benih berasal dari
pemilik lahan.
(b) Mukhâbarah, kerjasama pengelolan lahan di mana benih berasal dari
penggarap.
d. Musaqah
Kerjasama pengelolaan lahan di mana penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Penggarap berhak mendapat imbalan
sesuai dengan jumlah yang di sepakati dari hasil panen.
8
(1) Bai’ al-Murâbahah (Deferred Payment Sale)
Prinsip jual beli di mana harga jualnya terdiri dari harga pokok ditambah
nilai keuntungan yang disepakati. Pemberian barang dilakukan saat
transaksi dan pembayaran bisa secara tunai, tangguh, ataupun dicicil.
(2) Bai’ al-Salam (In front Payment sale)
Prinsip jual beli di mana pembayaran dilakukan di awal dan barang di
berikan kemudian.
(3) Bai’ al-Istishnâ’ (Purchase By Order or Manufacture)
Prinsip jual beli yang merupakan pengembangan dari bai’ al-Salam di
mana barang akan diserahkan di kemudian hari dan pembayaran bisa
dilakukan melalui cicilan atau tangguhan.
9
e. Wakalah, Pemberian kuasa dari pemilik kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa, dengan kata lain disebut
pendelegasian.
10
Bank sebagai pemegang amanah diberi izin untuk mengelola uang
tersebut ke dalam operasi bank. Tetapi tidak ada halangan bila pihak bank
memberikan sebagian keuntungannya itu sebagai sekedar imbalan kepada
pemilik uang. Namun bila terdapat kerugian, bank wajib menggantinya.
Perjanjian yang sama dengan wadiah adalah giro, deposito dan tabungan.
b. Bagi Hasil (al-Mudhârabah)
Al-Mudhârabah atau al-Qirâd yaitu perjanjian kesepakatan bersama
antara pemilik modal dan pengusaha dengan ketentuan pihak pemilik modal
menyediakan dana dan pihak pengusaha memutar modal dengan dasar bagi
hasil. Di sini kedua belah pihak sama-sama menangung resiko jika timbul
kerugian dan sama-sama mendapat keuntungan jika memperoleh hasil. Pada
bank Syariah, biasanya persyaratan pelaksanaan mudarabah adalah:
(1) Bank akan membiayai seluruhnya dalam bentuk pengadaan barang modal
(2) Proyek akan dikelola sepenuhnya oleh pengusaha selaku pemegang
amanah tanpa campur tangan bank Syariah
(3) Bank dan pengusaha sama-sama menghitung porsi pembagian laba untuk
masing-masing melalui musyawarah, biasanya 40% untuk bank Syariah
dan untuk pengusaha 60% keuntungan.
c. Serikat Dagang (al-Musyârakah)
Al-Musyârakah yaitu perjanjian kesepakatan bersama antara beberapa
pemilik modal untuk menyertakan modal sahamnya pada suatu proyek yang
biasanya berjangka waktu panjang. Adapun persyaratan musyarakah pada bank
Syariah ialah:
(1) Pembiayaan suatu proyek investasi yang telah disetujui dilakukan bersama
dengan mitra usaha yang lain, sesuai dengan bagian masing-masing yang
telah ditetapkan,
(2) Semua pihak, termasuk bank Syariah berhak ikut dalam manajemen proyek
tersebut,
(3) Semua pihak secara bersama-sama menentukan porsi keuntungan yang
akan diperoleh,
(4) Bila proyek ternyata rugi, maka semua pihak ikut menanggung kerugian
sebanding dengan penyertaan modal.
d. Transaksi Jual-Beli (al-Murâbahah)
Murabahah yaitu menjual suatu barang dengan harga pokok ditambah
keuntungan yang disetujui bersama untuk dibayar pada waktu yang ditentukan
atau dibayar secara menyicil. Dengan cara ini pembeli dapat mengetahui harga
sebenarnya dari barang yang dibeli dan dikehendaki penjual. Perjanjian
murabahah bermanfaat bagi seseorang yang membutuhkan suatu barang tetapi
belum mempunyai uang yang diperlukan.
11
2. Sistem Penghimpunan Dana Bank Syariah22
Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan
deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudarabah.
a. Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadȋ`ah yad dhamânah yang
diterapkan pada produk rekening giro. Wadȋ`ah yad dhamânah berbeda
dengan wadȋ`ah yad amânah. Dalam wadȋ`ah yad amânah, pada prinsipnya
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam
hal wadȋ`ah yad dhamânah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
(1) Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada
pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi
tidak boleh diperjanjikan di muka.
(2) Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin
penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik
rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
(3) Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menggunakan pengganti
biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
(4) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan
tabungan tetap berlaku selama tidak bertenatangan dengan prinsip syariah.
b. Prinsip Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudarabah, penyimpanan atau deposan
bertindak sebagai shâhibul mâl (pemilik modal) dan bank sebagai mudhârib
(pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau
ijarah. Dana tersebut juga fapat digunakan bank untuk melakukan mudarabah
kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudarabah kedua, maka
bank bertanggung-jawab penuh atas kerugian yang terjadi.
Rukun mudarabah harus terpenuhi semua: ada mudarib, ada pemilik
dana, ada usaha yang dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada ijab kabul. Prinsip
mudarabah ini diaplikasikan oada produk tabungan berjangka dari deposito
berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana,
prinsip mudarabah terbagi dua, yaitu:
22https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-operasional-
PBS.aspx#:~:text=Penghimpunan%20dana%20di%20Bank%20Syariah,prinsip%20Wadi'ah%20dan%20Mudhara
bah.&text=Khusus%20bagi%20pemilik%20rekening%20giro,bilyet%20giro%2C%20dan%20debit%20card.
12
(1) Mudhârabah muthlaqah
Dalam mudhârabah muthlaqoh, tidak ada pembatasan bagi bank
dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan
persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu
hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu,
ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi
bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana ini ke bisnis
manapun yang diperkirakan menguntungnkan.
Dari penerapan mudharabah muthlaqah ini dikembangkan produk
tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana:
tabungan mudarabah dan deposito mudarabah. Ketentuan umum dalam
produk ini adalah:
(a) Bank wajib memeberitahukan kepada pemilik mengenai nisbah dan
tata cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan
secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila
telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam
akad.
(b) Untuk tabungan mudarabah, bank dapat memberikan buku tabungan
sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan
lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudarabah, bank wajib
memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito
kepada deposan.
(c) Tabungan mudarabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai
dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan
mengalami saldo negatif.
(d) Deposito mudarabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka
waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh
tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada
akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu
dibuat akad baru.
(2) Mudhârabah muqayyadah
(a) Mudhârabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (Restricted
Investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh pihak bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan
akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
1) Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur
persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
2) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah
dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian
keuntungan secara risiko yan dapat ditimbulkan dari penyimpanan
13
dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus
dicantumkan dalam akad.
3) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan
khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
4) Untuk deposito mudarabah, bank wajib memberikan sertitifikat
atau tanda penyimpanan (bilyet) dposito kepada deposan.
(b) Mudhârabah Muqayyadah of Balance Sheet
Jenis mudarabah ini merupakan penyaluran dana mudarabah
langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai
perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari pelaksana usaha.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sbb:
1) Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan
khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
Simpanan khusus daicatat pada pos tersendiri dalam rekening
administrative.
2) Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada
pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
3) Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak.
Sedangkan antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah
bagi hasil
23 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, AMP YKPN, Yogyakarta, 2005, hal. 304
14
d. Menghindari aktivitas ekonomi yang melibatkan judi dan garar
(ketidakpastian).
e. Penyediaan takaful (asuransi lslam).24
Tugas pokok lembaga pembiayaan adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat yang memerlukan, sehingga
peranan pembiayaan menjadi sangat penting. Sebagian besar lembaga pembiayaan
masih mengandalkan sumber pendapatan utamanya dari operasional pembiayaan
sehingga untuk mendapatkan margin yang baik diperlukan pengelolaan pembiayaan
secara efektif dan efisien. Lembaga keuangan adalah lembaga bisnis yang bergerak
dalam pembiayaan dan jasa keuangan lainnya. Menurut sifat penggunaannya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua:25
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan maupun investasi.
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi
kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi:
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi keperluan
perdagangan atau peningkatan utility of palace dari suatu barang dan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan produksi, baik secara kuantitatif (jumlah
hasil produksi) maupun secara kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi).
b. Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Dalam praktek bank Syariah, terdapat dua jenis pembiayaan, yaitu:
pembiayaan mudarabah dan pembiayaan musyarakah.26 Adapun pembagian dari
masing-masing pembiayaan mudarabah27 dan musyarakah28 sudah dijelaskan pada
poin sebelumnya.
24Lativa M Algaoud & Mervyn K Lewis, Perbankan Syariah Prinsip Praktik dan Prospek, Serambi Ilmu Semesta,
Jakarta, 2003, hal. 48
25 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah bagi Bankir & Praktisi Keuangan, (Jakarta, TP, 1999), hal. 219
26 Sunarto Zulkifli, op. cit., hal.52.
27 Makalah hal.
28 Ibid., hal.
15
penyelesaian sengketa, prinsip organisasi, tujuan, hubungan nasabah, konsep
muamalah, dan struktur organisasi.
Jika digambarkan secara gamblang, maka perbedaan kedua jenis bank ini adalah
sebagai berikut:29
Adapun penjelasan rinci terkait ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akad dan Aspek Legalitas
Secara hukum, sistem perbankan syariah dan sistem perbankan
konvensional berpegang pada hukum aktif Indonesia seperti UU No. 7 Tahun 1992
dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Selain hukum positif, bank syariah juga berpegang
kepada prinsip Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunah sebagai
landasannya.30
Hal ini terlihat jelas dalam produk-produk yang ditawarkan oleh kedua jenis
bank, di mana bank konvensional menyediakan jasa-jasa yang profitable, sementara
bank syariah menyediakan akad-akad lazim yang mengikat nasabah dengan
konsekuensi duniawi serta ukhrawi. Untuk pemenuhan akad ini pula, harus ada
asas-asas yang dipegang, seperti: asas saling rida, asas manfaat (tidak bersifat
mudarat), asas keadilan (tidak berlaku zalim), dan asas saling menguntungkan
(tidak garar).
Selain asas-asas tersebut, beberapa hal lain yang juga penting untuk
diperhatikan dalam suatu akad adalah: akad yang dilakukan bersama bank bersifat
mengikat (mulzim); para pihak yang melangsungkan akad harus memiliki itikad
baik; tidak berlawanan dengan asas-asas akad; dan para pihak yang terkait memiliki
kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat dalam akad yang dilakukan selama tidak
menyalahi prinsip Islam.
29 Dr. Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia, Kencana,
Depok, cet. III, 2004, hal. 102.
30 Hal ini sejalan dengan UU No. 21 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 13 tentang Perbankan Syariah yang berbunyi, “Akad
adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban
bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip Syariah.”
16
2. Lembaga Penyelesaian Sengketa31
Sebagaimana yang disinggung pada poin sebelumnya, bank syariah maupun
konvensional memiliki landasan hukum positif yang berlaku. Kendati demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksaan kegiatan perbankan dengan nasabah,
sengketa seringkali tidak terelakkan. Untuk itu diperlukan adanya lembaga yang
dapat menyelesaikan dan menjadi penengah untuk pihak-pihak yang bersengketa.
Metode penyelesaian sengketa untuk perbankan dapat dilakukan melalui
dua jalur: di luar peradilan (nonlitigasi) dan melalui proses peradilan (litigasi). Pada
proses nonlitigasi, para pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan permasalahan
mereka sebagaimana kesepakatan awal pada akad, yaitu melalui konsultasi,
negoisasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.32
Selain kelima hal tersebut, UU juga mengatur bentuk lain penyelesaian
sengketa nonlitigasi berupa arbitrase33, yang secara bahasa berarti mengambil
keputusan setelah mendengar dari kedua belah pihak (tahkim). Di Indonesia,
beberapa Lembaga arbitrase untuk menyelesaikan berbagai sengketa bisnis adalah:
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dan Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia (BAMUI) yang telah berganti nama menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS).
Adapun jalur penyelesaian sengketa melalui jalan peradilan (litigasi), maka
Peradilan Agama memiliki kompetensi absolut untuk memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara tertentu di antara para pemeluk agama Islam. Salah satu
bidang yang termasuk di dalam kewenangannya adalah ekonomi syariah, perbankan
syariah, bisnis syariah, dll.
3. Struktur Organisasi
Secara struktural, tidak ada perbedaan antara bank syariah dan bank
konvensional dalam hal komisaris dan direksi. Satu-satunya unsur pembeda adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi
operasional bank dalam praktik riil agar sesuai dengan prinsip Syariah.
31 Neni Sri Imaniyati dan Badruddin, Choice of Forum dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Vol. 40,
No. 3 (2010)
32 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pasal 1 ayat 10
33 Ibid., pasal 1 ayat 1
34 Lampiran BI
17
Ilustrasi 2. Struktur bank umum konvensional yang membuka kantor cabang syariah35
35 Ibid.
36 Rahmat Ilyas, Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah, Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 2,
No. 1, April 2021.
37 PBI No. 6/24/PBI/2004 pasal 21.
38 AD/ART DSN-MUI (2018) Bab I, pasal 3, tentang Tugas dan Wewenang Dewan Pengawas Syariah.
18
Ilustrasi 3. Mekanisme kerja DPS39
19
Adapun mengenai wewenang DSN-MUI, di antaranya sbb:44
a. Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk
mengehentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh DSN MUI
b. Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil Tindakan
apabila peringatan tidak diindahkan
c. Membekukan dana dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS, LBS,
dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam mengatur kehidupan manusia dengan begitu rinci, termasuk salah
satunya pada aspek muamalah dan bertransaksi. Dari sekian banyak bentuk
muamalah, urusan perbankan adalah salah satu yang paling banyak disorot oleh
umat Islam. Dan dari makalah yang kami paparkan, maka kami menyimpulkan
beberapa hal sbb:
1. Konsep perbankan syariah secara praktis sudah dikenal sejak zaman
Rasululluah Saw., walaupun istilah tersebut baru dikenal sejak abad 20 M.
Adapun konsep perbankan secara teoritis, dikenalkan oleh para pemikir Islam
seperti Anwar Qureshi (1946) dan Naiem Siddiqi (1948).
2. Ada lima prinsip yang dapat kita gunakan sebagai acuan dalam melakukan
transaksi atau muamalah keuangan, yaitu: prinsip titipan, prinsip bagi hasil,
prinsip jual beli, prinsip sewa, dan prinsip jasa.
3. Saat ini sudah banyak bank syariah yang menyedian produk-produk
pengelolaan uang yang sesuai dengan syariat Islam yang dapat kita gunakan
sebagai pengganti dari sistem bank konvensional, diantaranya: tabungan
syariah, deposito syariah, gadai syariah, giro syariah, dan pembiayaan syariah.
4. Bank Syariah memiliki karakteristik dasar bagi hasil, yang diperoleh dari akad
wadiah, mudarabah. musyarakah, dan murabahah.
5. Beberapa perbedaan umum antara bank Syariah dan bank konvensional adalah:
akad dan aspek legalitas, lembaga penyelesaian sengketa, prinsip organisasi,
tujuan, hubungan nasabah, konsep muamalah, dan struktur organisasi.
B. Saran
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, tentu konsep
muamalah Islam akan menjadi salah satu faktor pendukung terbesar dalam
perekonomian negara. Secara agamawi pula, perbankan Syariah membantu
mengembalikan masyarakat kepada sistem kehidupan Islam. Oleh karena itu,
edukasi dan sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat harus terus
ditingkatkan, baik melalui sosialisasi lokal maupun konferensi-konferensi terbuka.
21
DAFTAR PUSTAKA
Algaoud, Lativa M & Mervyn K Lewis, Perbankan Syariah Prinsip Praktik dan
Prospek, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2003.
Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah bagi Bankir & Praktisi Keuangan, TP,
Jakarta, 1999.
______, Bank Islam, Gema Insani, Jakarta, 2001.
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syariah di
Indonesia, Kencana, Depok, cet. III, 2004.
Ifham, Ahmad, Ini Lho Bank Syariah!, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2015.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, AMP YKPN, Yogyakarta, 2005.
Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Zikrul Hakim, Jakarta Timur,
cet. III, 2007.
Furda, Wally Nurhuda. 2013. Faktor-Faktor Pendorong Nasabah Menabung di Bank
Syariah: Studi Kasus di BTN Syariah Cabang Kota Malang. Undergraduate
Thesis. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Imaniyati, Neni Sri dan Badruddin. 2010. Choice of Forum dalam Penyelesaian
Sengketa Perbankan Syariah, Vol. 40, No. 3.
Ilyas, Rahmat. 2021. Peran Dewan Pengawas Syariah dalam Perbankan Syariah,
Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 2, No. 1.
AD/ART DSN-MUI (2018)
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
https://www.cermati.com/artikel/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah-di-
indonesia
https://dsnmui.or.id
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bank_Syariah_Indonesia
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dewan_Syariah_Nasional#:~:text=DSN-
MUI%20didirikan%20berawal%20dari,dengan%20aktivitas%20Lembaga%2
0Keuangan%20Syariah
https://lifepal.co.id/media/produk-bank-syariah/
https://www.lo,pasiana.com/bellaumys/5588d16dc523bda00c93bad1/apa-itu-idb-
apa-pengaruhnya-dengan-perkembangan-negara-kita
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/pages/konsep-operasional-
PBS.aspx#:~:text=Penghimpunan%20dana%20di%20Bank%20Syariah,prinsi
p%20Wadi'ah%20dan%20Mudharabah.&text=Khusus%20bagi%20pemilik%
20rekening%20giro,bilyet%20giro%2C%20dan%20debit%20card.
https://www.ojk.go.id/id/kenal/syariah/tentang-
syariah/pages/sejarah_perbankan_syariah.aspx
https://www.ojk.go.id/waspada-investasi/id/regulasi
https://www.researchgate.net/publication/337157450
ii