Psikologi ABK
Psikologi ABK
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN
KHUSUS
iMansyur Achmad
ii Teori-teori Mutakhir Administrasi
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Buku Ajar
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN
KHUSUS
iMansyur Achmad
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
BUKU AJAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Diterbitkan pertama kali oleh UM Purwokerto Press. Hak cipta dilindungi oleh
undang-undang All Rights Reserved Dilarang mengutip atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit
Penerbit
UM Purwokerto Press (Anggota APPTI)
Jalan Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202, Purwokerto 53182 Tlp. (0281)
636751, 6304863; Ext. 474
E-mail : ump.press@gmail.com
website: www.lpip.ump.ac.id
Nur’aeni, S. Psi., M. Si v
vi Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
PRAKATA
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
viii Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN
Retno Dwiyanti, S.Psi., M. Si
(Dekan Fakultas Psikologi Universitas Universitas
Muhammadiyah Purwokerto)............................................................v
PRAKATA.......................................................................vii
DAFTAR ISI.................................................................ix
BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ABK.....................1
A. Pengertian ABK........................................................................1
B. Ruang Lingkup ABK............................................................4
C. Anggota-anggota Tim Terkait Dalam Layanan Pendidikan
Khusus......................................................................................8
D. Rangkuman..............................................................................9
E. Latihan/Tugas........................................................................10
F. Rambu-rambu Jawaban Soal.....................................................10
BAB II
PENDIDIKAN INKLUSI................................................11
A. Konsep Pendidikan Inklusi.....................................................11
B. Landasan Religi Pendidikan Inklusi........................................21
C. Landasan Hukum Pendidikan Inklusi.....................................21
BAB III
TUNANETRA..................................................................31
A. Pengertian Tunanetra................................................................35
B. Karakteristik Anak Tunanetra...................................................36
Nur’aeni, S. Psi., M. Si ix
C. Penyebab Tunanetra..................................................................36
D. Klasifikasi Tunanetra.................................................................39
E. Kebutuhan dan Layanan Pendidikan bagi Tunanetra...............40
F. Strategi Pembelajaran Anak Tunanetra.....................................40
G. Rangkuman............................................................................43
H. Latian/Tugas..........................................................................44
I. Rambu-rambu Jawaban Soal.....................................................45
BAB IV
TUNARUNGU.................................................................45
A. Pengertian Tunarungu...............................................................45
B. Karakteristik Anak Tunarungu................................................47
C. Klasifikasi Tunarungu.............................................................50
D. Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Anak Tunarungu............52
E. Pengaruh Pendengaran pada Perkembangan Bicara
dan Bahasa................................................................................53
F. Model Pendidikan untuk Tunarungu......................................57
G. Rangkuman............................................................................60
H. Latihan/Tugas........................................................................62
I. Rambu-rambu Jawaban Soal.....................................................62
BAB V
TUNALARAS...................................................................63
A. Pengertian Anak Tunalaras........................................................63
B. Klasifikasi Anak Tunalaras......................................................64
C. Faktor-faktor Penyebab Ketunalarasan.....................................66
BAB VII
KEBERBAKATAN........................................................99
A. Definisi Keberbakatan...........................................................99
B. Karakteristik Anak Berbakat................................................104
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberbakatan.............110
D. Jenis-jenis Keberbakatan.....................................................110
E. Identifikasi Anak Berbakat...................................................113
F. Rangkuman..........................................................................113
G. Latihan/Tugas......................................................................114
H. Rambu-rambu Jawaban Soal...............................................114
BAB VIII
KESULITAN BELAJAR................................................115
A. Pengertian Kesulitan Belajar...............................................115
B. Jenis Kesulitan Belajar.........................................................119
Nur’aeni, S. Psi., M. Si xi
BAB IX
IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS......133
A. Pengertian ABK....................................................................133
B. Klasifikasi ABK................................................................134
C. Identifikasi ABK..............................................................136
Daftar Pustaka.....................................................................153
Glosarium............................................................................155
Indeks..................................................................................163
Profil Penulis........................................................................165
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab I, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menjelaskan Ruang lingkup Anak Berkebutuhan Khusus
Menyebutkan dan menjelaskan anggota tim terkait dalam layanan pendidikan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu
yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam
indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada
alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah
media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,
contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul,
benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara
adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu
tunanetra beraktifitas di sekolah luar biasa mereka belajar
mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas
diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui
tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih
(tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
2. Tunarungu, adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan
pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat
ringan(27-40dB), Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), Gangguan
pendengaran berat(71-90dB), Gangguan pendengaran
ekstrim/tuli(di atas 91dB). Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat,
untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan
untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini
dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu
cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa
isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung
kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
3. Tunagrahita, adalah individu yang memiliki intelegensi yang
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala
“hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penyandang
autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian
yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak
sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali.
Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak
sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain
dengan anak lain dan sebagainya).
8. Gifted dan talented, Anak berbakat adalah mereka yang tidak
hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga
memiliki kemampuan kreativitas, sosial-emosional dan motivasi
(gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang
tertentu dalam musik, sastra, olahraga dsb (talented) sehingga
mereka memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
D. Rangkuman
Konsep anak berkebutuhan khusus (children with special
needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan
dengan konsep anak luar biasa (exceptional children). Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan
memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang
disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan
(barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka
memerlukan layanan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan
perkembangan yang dialami oleh masing-masing anak.
Anggota-Anggota Tim Terkait Dalam Layanan Pendidikan
Khusus Guru pendidikan khusus, Billingual special educator,
Early childhood special educator speech/ language pathologist School
psychologist, School counselor, school social worker, School Nurse,
Educational interpreter, General educational teacher , Pareducator dan
Parents, Additional High Specialized Service Provider.
E. Latihan/Tugas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Jelaskan pengertian Anak Berkebutuhan Khusus !
2. Jelaskan Ruang lingkup Anak Berkebutuhan Khusus !
3. Sebutkan dan jelaskan anggota tim terkait dalam layanan
pendidikan khusus !
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab II, mahasiswa dapat :
Menyebutkan dan menjelaskan konsep pendidikan Inklusi
Menyebutkan dan menjelaskan landasan religi dan landasan hukum pendidik
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Pemahaman dan pandangan selanjutnya terhadap
penyandang cacat berubah seiring dengan perkembangan pola pikir
manusia, hal tersebut menjadi sangat penting selain dipandang
sebagai lambang dari sebuah pemikiran dan peradaban yang lebih
maju dari suatu bangsa, juga sebagai awal bahwa anak penyandang
cacat mulai diakui, dihargai keberadaannya, dan oleh sebab itu
mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan
panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak-anak
penyandang cacat.
Namun demikian dalam kondisi awal sejarah membuktikan
bahwa mereka yang menyandang kecacatan, dipandang memiliki
karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam
pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode
yang khusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu,
pendidikan anak penyandang cacat saat itu harus dipisahkan (di
sekolah khusus) dari pendidikan anak lainnya (sistem pendidikan
segregasi) (Alimin:2005).
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia,
karena dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu
pengetahuan, nilai, sikap, serta keterampilan sehingga manusia
dapat menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih
bermartabat. Melalui pendidikan sumber daya manusia dapat
ditingkatkan, sehingga memiliki kemampuan dan keterampilan
untuk membawa bangsa kearah yang lebih baik. Karena itu
negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan
(difabel).
UUD 1945 pasal 31 (1) mengatakan bahwa “tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran”. Namun hal ini baru
dapat terpenuhi pada saat Indonesia memasuki pembangunan
jangka panjang kesatu tahun 1969/1970-1993/1994. Dalam
periode ini pemerintah mulai menaruh perhatian pada pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa, termasuk didalamnya
12 Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
program percepatan (akselerasi) belajar filosofi yang berkenaan
dengan hakekat manusia, hakekat pembangunan nasional, tujuan
pendidikan dan usaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.
Kelemahan yang tampak dari penyelenggaraa pendidikan seperti ini
adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual siswa di luar
kelompok siswa normal.
Dalam lingkungan inklusif, kita siap mengubah dan
menyesuaikan system, lingkungan dan aktifitas yang berkaitan
dengan semua orang lain serta mempertimbangkan kebutuhan
semua orang. Bukan lagi anak yang menyandang kecacatan yang
harus menyesuaikan diri agar cocok dengan setting yang ada. Untuk
itu diperlukan fleksibelitas, kreativitas dan sensitivitas.
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk
dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua orang tanpa
kecuali, termasuk anak penyandang cacat. Pemikiran inilah yang
menginspirasi bahwa penyandang cacat atau anak luar biasa berhak
mendapat pelayanan pendidikan seperti halnya anak-anak umumnya
dan hidup bersama dalam situasi sosial yang alamiah.
Secara etimologis definisi pendidikan inklusi bisa ditelusuri
dengan membedah kata inklusi itu sendiri. Kata inklusi berasal dari
kata include dalam bahasa Inggris. Kata include artinya menjadi
bagian dari sesuatu, atau being a part of something, menyatu dalam
kesatuan being embraced into the whole. (Villa; Thousand,2005).
Secara filosofis kata inklusi pada dasarnya mengandung prinsip
kesamaan atau keadilan dan atau persamaan hak. Pendidikan
Inklusi adalah sistem layanan pendi-dikan yang mensyaratkan
anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di
kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin dalam
O’Neil 1994). Pendidikan inklusi secara luas adalah pendidikan
yang menyertakan anak sebagai subyek bukan saja sebagai obyek,
pendapat semua anak dapat diakomodir dan dipertimbangkan
dengan baik untuk menciptakan pendidikan yang berkeadilan bagi
semua, hingga terwujud pendidikan untuk semua (education for
all).
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas
mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai salah satu bentuk
pelayanan pendidikan yang dapat menerima semua anak dengan
berbagai kondisi. Dengan demikian, pendidikan inklusi dapat
berarti sekolah biasa/umum yang mengakomodasi semua Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dan/atau Sekolah Luar Biasa/Khusus
yang mengakomodasi anak normal. Sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan
atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya (kepmen 70/2009)
Pendidikan inklusi merupakan suatu sistem layanan
pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak
berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat agar di
kelas bisa bersama teman-teman seusianya. Hal ini berkenaan dengan
adanya hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang baik.
Pendidikan inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia
atau perkembangannya, tanpa memandang drajat, kondisi
ekonomi, ataupun kelainannya.
Pendidikan inklusif adalah penggabungan layanan pendidikan
reguler dengan pendidikan khusus dalam satu sistem yang
dipersatukan. Sekolah inklusif adalah sekolah yang menggabungkan
layanan pendidikan khusus dengan pendidikan reguler untuk
mempertemukan kebutuhan individual anak berkebutuhan khusus.
Adapun konsep pendidikan inklusi yang lebih menekankan
pada upaya pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus (lembaga atau istitusi menyesuaikan dengan
kebutuhan siswa). Penting bagi guru untuk sadari, bahwa di sekolah
mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki pandangan
pendidikan yang komperhensif, yang terpusat pada anak. Meskipun
mungkin masih memerlukan pelatihan tentang metode atau
strategi khusus yang akan di terapkan di sekolah.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
b. Konsep-konsep tentang sistem pendidikan dan persekolahan
a) Pendidikan lebih luas dari pada persekolahan formal
b) Sistem pendidikan yang fleksibel dan responsive
c) Lingkungan pendidikan yang memupuk kemampuan dan
ramah
d) Peningkatan mutu sekolah – sekolah yang efektif
e) Pendekatan sekolah yang menyeluruh dan kolaborasi
antarmitra.
c Konsep-konsep tentang keberagaman dan diskriminasi
1. Memberantas diskriminasi dan tekanan untuk mempraktekkan
eksklusi
2. Merespon/merangkul keberagaman sebagai sumber kekuatan,
bukan masalah
3. Pendidikan inklusi mempersiapkan siswa untuk masyarakat
yang menghargai dan menghormati perbedaan Sekolah
penyelenggara
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
untuk mengurangi rasa kekhawatiran membangun rasa persahabatan
saling menghargai dan memahami.
Pendidikan Inklusif dapat dipahami sebagai revisi system
pendidikan bagi anak luar biasa yang telah ada sebelumnya. Kalau
sebelumnya anak luar biasa diterima di sekolah umum, karena
kebijakan intern sekolah masing-masing dengan pertimbangan
kemanusiaan. Dalam model pendidikan Inklusif ini, kesempatan
bagi anak luar biasa untuk mengikuti pendidikan di sekolah umum,
telah memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas berdasar psiko-
edukatif serta bukan lagi didasarkan pada pertimbangan
kemanusiaan semata.
Model pendidikan Inklusif dapat dipandang sebagai reformasi
filosofis, konsep, dan prinsip pendidikan bagi anak luar biasa.
Dengan demikian, kehadiran model pendidikan Inklusif dapat
dilakukan sebagai bentuk pembaharuan dalam memandang anak luar
biasa dan memaknai konsep-konsep pendidikan luar biasa, sehingga
anak-anak luar biasa tidak lagi dibatasi pendidikan dalam setting
SLB, akan terapi diberikan hak yang sama untuk mengikuti
pendidikan secara terpadu dengan siswa normal di sekolah umum
dengan kemampuan yang dimilkinya.
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia
umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan
inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah
pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan
dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Adapun pengertian pendidikan inklusi yang di kemukakan para
ahli dapat dilihat sebagai berikut :
1. Pendidikan Inklusif adalah system layanan pendidikan
yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di
sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya(Sapon–Shevin dalam 0 Neil 1994 ).
2. Sekolah penyelenggara Pendidikan khusus inklusif adalah
sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
maupun bantuan dan dukugan yang dapat diberikan oleh para
guru,agar anak-anak berhasil (Stainback,1980 ).
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
4. Mengindenfikasi hambatan berkaitan dengan kelainan
fisik,social,dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran
5. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perecanaan dan
monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
ayat (2) Warga negara yang mempunyai KELAINAN
fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak
memperoleh PENDIDIKAN KHUSUS.
ayat (3) Warga negara yang berada di daerah terpencil
atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berkah
memperoleh PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS.
ayat (4) Warga negara yang memiliki potensi KECERDAS-
AN DAN ATAU BAKAT ISTIMEWA BERHAK MEM-
PEROLEH PENDIDIKAN KHUSUS.
Pasal 32
ayat (1) : PENDIDIKAN KHUSUS merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena KELAINAN fisik,emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi KECERDASAN dan BAKAT
ISTIMEWA.
ayat (2) : PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana
alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
5. PERATURAN MENTERI DIKNAS N0 70 TH 2009
5 OKTOBER 2009 tentang :
PENDIDIKAN INKLUSI BAGI PESERTA DIDIK YANG
MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KE
CERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA (15 pasal)
Pasal 1
yang dimaksud dengan pendidikan inklusi adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuiti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya .
Pasal 2
Memberi kesempatan seluas-luasnya kpd semua peserta didik ----
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
dr sekolah ) sttb berlaku pada jenjang lebih tinggi berikutnya.
a. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berke-butuhan
khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala
aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan,
sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya,
sehingga menjadi generasi penerus yang handal.
b. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan
khusus lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk
mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang
bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat,
tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi
kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hukum, politis maupun kultural,
c. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan
pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan
produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi
terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta
masyarakat.
d. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak
berkelainan dan anak berkebutuh-an khusus lainnya, sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan
potensinya secara optimal.
kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun
proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di-lingkungan
manapun, dengan meminimalkan hambatan.
e. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan
inklusif
f. melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan
dan lainnya secara berkesinambungan.
g. Menyusun rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk
pemenuhan aksesibilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan
yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua
anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Article 3
We call upon all governments and urge them to :
1. Give the HIGHEST POLICY AND BUDGETARY
PRIORITY to improve their education systems to enable
them to include all children regardless of INDIVIDUAL
DIFFERENCES OR DIFFICULTIES,
2. ADOPT as a matter of LAW OR POLICY the PRINCIPLE
OF INCLUSIVE EDUCATION, enrolling all children in
regular schools, unless there are compelling reasons for
doing otherwise, DEVELOP DEMONSTRATION
PROJECTS and ENCOURAGE EXCHANGES with countries
having experience with inclusive schools,
3. ESTABLISH DECENTRALIZED and PARTICIPATORY
MECHANISMS for PLANNING, MONITORING and
EVALUATING educational provision for CHILDREN AND
ADULTS with SPECIAL EDUCATION NEEDS,
4. ENCOURAGE and FACILITATE the PARTICIPATION
OF PARENTS, COMMUNITIES and ORGANIZATION
OF PERSONS with DISSABILITIES in the PLANNING
AND DECISION-MAKING PROCESSES concerning
provision for special educational needs,
5. Invest GREATER EFFORT and EARLY IDENTIFICATION
and INTERVENTION STRATEGIES, as well as in
VOCATIONALASPECTS OFINCLUSIVEEDUCATION,
6. Ensure that, in the context of a systemic change,
TEACHER EDUCATION PROGRAMMES, both PRE-
SERVICE AND IN-SERVICE, address the provision of
special needs education in inclusive schools.
Framework for Action (Salamanca 1994)
Article 3
1. The guiding principle that informs this Framework is that
schools should ACCOMMODATE ALL CHILDREN
regardless of their physical, intellectual, social, emotional,
linguistic or other conditions.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat,
tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi
kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis,
sosiologis, hukum, politis maupun kultural,
c. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan
pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan
produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi
terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta
masyarakat.
d. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak
berkelainan dan anak berkebutuh-an khusus lainnya, sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan
potensinya secara optimal.
e. kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus
lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun
proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di-lingkungan
manapun, dengan meminimalkan hambatan.
f. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan
inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan
pelatihan dan lainnya secara berkesinambungan.
g. Menyusun rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk
pemenuhan aksesibilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan
yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua
anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
9. Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005:
a. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah
secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi
nasional untuk “Pendidikan Untuk Semua” adalah benar-
benar untuk semua;
b. Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh
pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam
komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-
rogram untuk perkembangan anak usia dini, pra-sekolah,
pendidikan dasar dan menengah, terutama merek yang pada
saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
BAB III
TUNANETRA
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab III, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian Tunanetra menurut Alqur’an dan Kaufman dan Hallah
Menjelaskan karakteristik tunanetra
Menyebutkan dan menjelaskan penyebab Tunanetra
Menjelaskan kebutuhan dan layanan pendidikan bagi Tunanetra
Menjelaskan tentang strategi pembelajaran anak Tunanetra
A. Pengertian Tunanetra
Agama Islam adalah agama yang sempurna, sempurna dalam
arti tidak memerlukan penambahan, pengurangan atau perubahan.
Sempurna ketinggian dan kemuliaan yang memiliki kebenaran
mutlak dan sempurna dalam arti keumuman bukan hanya untuk
suatu kaum atau pada satu saat tertentu. Agama Islam adalah
merupakan rahmat bagi seluruh alam, memberikan jaminan kepada
pemeluknya memperoleh kesela-matan dan kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
Salah satu rahmat Islam adalah bahwa Islam tidak membeda-
kan ummat manusia untuk menjadi manusia termulia di hadapan
Allah. Firman Allah: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu”. (QS. Al-Hujurat: 13).
Kesempatan untuk menjadi manusia termulia sebagai orang
yang bertaqwa diberikan kepada semua manusia, kaya-miskin,
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Firman Allah: “Katakan: Adakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkannya?”
(QS. Al-An’am: 50). Buta penglihatan lebih ringan dibandingkan
dengan buta hati. Inilah kiranya yang menyebabkan mereka kurang
mendapat perhatian di kalangan ummat, termasuk di kalangan
tokoh-tokoh Islam. Apakah mereka dibiarkan saja? Bukankah Allah
telah memberikan pelajaran dan Rasulullah n telah memberikan
contoh dalam menyantuni sahabatnya yang tunanetra yaitu Ibnu
Ummi Maktum. Karena ummat Islam atau para tokoh Islam
memandang buta hati lebih berbahaya maka mereka mendapat
perhatian besar Dalam dakwah dan ceramah juga yang dibahas adalah
masalah buta hati. Apabila antara orang buta mata dan buta hati
dianggap sama maka hal ini akan merugikan orang yang buta mata.
Firman Allah: “Mereka tuli, bisu, dan buta maka tidaklah mereka
akan kembali (kejalan yang benar).” (QS. Al-Baqarah: 18).
Dalam ayat tersebut dijelaskan walau panca indra mereka sehat,
tapi mereka dianggap tuli, bisu dan buta karena tidak menerima
kebenaran. Orang yang buta hati akan berpaling dari peringatan
Allah, sehinga akan hidup nista dan di padang mahsyar kelak menjadi
buta. Firman Allah: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatanku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami
akan menghimpunnya dalam keadaan buta. Berkatalah ia: Ya
Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan
buta, padahal aku dahulunya adalah orang yang melihat?.” (QS.
Thaha: 124-125.
Oleh karena itu kita harus membedakan keduanya (buta mata
dan buta hati) sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dalam Islam orang yang buta tidak diistimewakan dan tidak
didiskriminasikan. Mereka jangan diabaikan atau diremehkan.
Mereka perlu diberi kabar gembira yakni apabila mereka beriman dan
beramal shalih akan memperoleh balasan dari Allah Ta’ala. Sebaliknya
jika mereka melanggar atau durhaka atau ingkar maka akan menerima
akibatnya pula. Maka hendaknya kita dapat hidup bersama secara
terpadu, bergaul dan bekerjasama dengan penuh kasih sayang.
Firman Allah: “Tidak ada halangan bagi orang yang buta,
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
3. Batasan legal/administrative
Batasan yang digunakan untuk tujuan secara legal dan
administrartif digunakan untuk pelayanan rehabilitasi,
pembebasan pajak serta pembayaran social security bagi penderita
tunanetra pada tahun 1934 (di Amerika Serikat).
4. Batasan yang digunakan untuk tujuan pendidikan yaitu
bagaimana seseorang mempergunakan penglihatan apapun yang
dimilikinya. Sehubungan dengan itu dijelaskan bahwa gangguan
penglihatan berarti adanya kerusakan penglihatan dimana
walaupun sudah dilakukan perbaikan, masih mempengaruhi
prestasi belajar secara optimal. Untuk memberikan instruksional
yang tepat bagi siswa yang mengalami hambatan/kecacatan pada
penglihatannya, perlu diketahui mengenai functional vision
C. Penyebab Tunanetra
Ada berbagai penyebab dan jenis kerusakan penglihatan yang
bisa terjadi sejak masa prenatal, sebelum anak dilahirkan, pada proses
kelahiran maupun pasca lahir. Kerusakan penglihatan sejak lahir
disebut congenital blindness, yang dapat disebabkan oleh bermacam
penyebab seperti keturunan, infeksi (misalnya campak Jerman),
yang bisa juga ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses
pembentukan di saat kehamilan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara
lain (DITPLB, 2006):
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
1. Pre-natal
Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat
hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang
anak dalam kandungan. Ketunanetraan yang disebabkan oleh
faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama
tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis
Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan
keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur
atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanyasukar melihat
di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan
sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal.
Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan
dalam kandungan dapat disebabkan oleh: Gangguan waktu ibu
hamil, Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel
darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan,
Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella
atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,
jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang
berkembang, Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis,
trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang
berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu
sendiri, Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan
gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan.
2. Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat
terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain: a. Kerusakan pada
mata atau saraf mata padawaktu persalinan, akibat benturan alat-alat
atau benda keras. b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami
penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi,
yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan
berakibat hilangnya daya penglihatan. c. Mengalami penyakit mata
yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya: Xeropthalmia; yakni
penyakit mata karena kekurangan vitamin A, d. Kerusakan mata yang
disebabkan terjadinya
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan
pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan
meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata.
Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala
(retina) dan tunanetra total.
D. Klasifikasi Tunanetra
Identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan yaitu;
1) Tidak mampu melihat,2) Tidak mampu mengenali orang pada
jarak 6 meter, 3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata,4) Sering
meraba-raba/tersandung waktu berjalan, 5) Mengalami kesulitan
mengambil benda kecil di dekatnya, 6) Bagian bola mata yang
hitam berwarna keruh/besisik/kering, 7) Mata bergoyang terus.
Tunanetra diklasifikasikan menjadi kurang lihat (low vision/
parfially sighted) dan buta. Bedasarkan ketajaman penglihatan, orang
yang diklasifikasikan pada kurang lihat mempunyai ketajaman
penglihatan antara 20/70 feet sampai 20/200 feet. Ciri-ciri antara
lain : 1) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, 2)
Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, 3)
Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya
terang atau saat mencoba melihat sesuatu. Sedangkan yang
tergolong buta memiliki ketajaman penglihatan 20/200 feet atau
kurang; atau lebih dari 20/200 feet, tetapi lantang pandangnya
tidak lebih besar dari 20 derajat.
Tunanetra dapat diklasifikasikan berdasarkan, tingkat ketajaman
penglihatan, saat terjadinya tunanetra, serta adaptasi pendidikannya.
Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatannya tunanetra dapat
dibedakan menjadi: 1) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan
6/20m-6/60m atau 20/70 feet-20/200 feet, yang disebut kurang
lihat. 2) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m
atau 20/200 feet atau kurang, yang disebut buta. 3) Tunanetra yang
memiliki visus 0, atau yang disebut buta total (tolally blind).
Berdasarkan saat terjadinya, tunanetra diklasifikasikan menjadi;
1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir, 2) Tunanetra Batita, 3)
Tunanetra Balita, 4) Tunanetra pada usia sekolah, 5) Tunanetra
Remaja, 6)
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
anak-anak awas, meliputi tujuan, materi, alat, cara, lingkungan,
dan aspek-aspek lainnya. Langkah berikutnya adalah menganalisis
komponen-komponen mana saja yang perlu atau tidak perlu
dirubah/dimodifikasi dan bagaimana serta sejauh mana modifikasi
itu dilakukan jika perlu. Pada tahap berikutnya, pemanfaatan indera
yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu dalam praktek/
proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan belajar.
Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip
yang harus diperhatikan, antara lain :
1) Prinsip Individual.
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran
manapun (PLB maupun pendidikan umum) guru dituntut
untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu.
Dalam pendidikan tunanetra, dimensi perbedaan individu itu
sendiri menjadi lebih luas dan kompleks. Di samping adanya
perbedaan-perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental,
fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra menunjukkan
sejumlah perbedaan khusus yang terkait dengan ketunanetraannya
(tingkat ketunanetraan, masa terjadinya kecacatan, sebab-sebab
ketunanetraan, dampak sosial-psikologis akibat kecacatan, dll).
Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan
antara anak low vision dengan anak yang buta total. Prinsip
layanan individu ini lebih jauh mengisyaratkan perlunya guru
untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan anak. Inilah alasan dasar terhadap perlunya (Individual
Education Program – IEP).
2) Prinsip kekonkritan/pengalaman penginderaan
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus
memungkinkan anak tunanetra mendapatkan pengalaman
secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower
(1986) disebut sebagai pengalaman penginderaan langsung.
Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual
yang memiliki dimensi jarak, bunga yang sedang mekar,
pesawat yang sedang terbang, atau seekor semut yang sedang
mengangkut
G. Rangkuman
Kata “buta” (a’ma) mempunyai konotasi yang bermacam-
macam. Dalam Al-Qur’an kata “buta” mempunyai dua arti
yakni buta mata dan buta hati. Contoh buta mata adalah
seperti ayat-ayat di atas. Sedang contoh buta hati, misalnya
Firman Allah: “Katakan: Adakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat? Maka apakah kamu tidak memikirkannya?”
(QS. Al-An’am: 50). Buta penglihatan lebih ringan dibandingkan
dengan buta hati. Definisi Tunanetra menurut Kaufman &
Hallahan.(Mangunsong, 2009) adalah individu yang memiliki
lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60
setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara
lain (DITPLB, 2006): Pre-natal (masalah keturunan dan
pertumbuhan seorang anak dalam kandungan). Post-natal
(Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan,
akibat benturan alat-alat atau benda keras. Pada waktu persalinan,
ibu mengalami penyakit gonorrhoe, Mengalami penyakit mata yang
menyebabkan ketunanetraan, Kerusakan mata yang disebabkan
terjadinya kecelakaan).
Kondisi yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan
termasuk (Hallahan & Kauffman, 2006) dalam Mangunsong (2009)
; Myopia, Hyperopia, Astigmatisme, Cataracs, Glaucoma, Diabetik
H. Latihan/Tugas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Jelaskan pengertian Tunanetra menurut Alqur’an, Kaufman dan
Hallahan !
2. Jelaskan karakteristik tunanetra !
3. Sebutkan dan jelaskan penyebab Tunanetra !
4. Jelaskan kebutuhan dan layanan pendidikan bagi Tunanetra !
5. Jelaskan tentang strategi pembelajaran anak Tunanetra !
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
BAB IV
TUNARUNGU
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab IV, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian tunarungu
Menjelaskan karakteristik anak tunarungu
Menjelaskan klasifikasi tunarungu
Menyebutkan dan menjelaskan kebutuhan pendidikan dan layanan anak tun
Menyebutkan dan menjelaskan model pendidikan untuk anak tunarungu
A. Pengertian Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui pindera pendengarannya.
Di bawah ini dikemukakakn beberapa definisi anak tunarungu.
Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau
Sebagian daya pendengarannya , sehingga mengalami Gangguan
berkomunikasi secara verbal .Secara fisik , anak tunarungu tidak
berbeda dengan anak –Anak dengar pada umumnya , sebab orang
akan mengetahui Bahwa anak menyandang ketunaruguan pada
saat Berbicara ,mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara
Yang kurang atau tidak jelas artikulasinya , atau bahkan tidak
Berbicara sama sekali , mereka berisyarat .
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami
gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang
yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran
(lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
practices) Hougtoh Miflin Company, Boston (1981) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to exten (usually 70
dB ISO grather ) that precluds the understanding of speech
through the earlone without or with the use of hearing aid. A
hard of hearing person is one whose hearing is disabled to an exten
( usually 35 to 69 dB ISO ) hat makes difficult but dose not
preclude the understanding of speech through the ear alone with
out our with a hearing aid.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
a. Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak
teratur, misalnya : Gerakan tangan, Menangis. Menangis
permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir.
Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya
karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih
otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
3. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa
mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi
yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan
cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal
dengan anak normal seusianya.
4. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional
adalah sebagai berikut:
a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat
dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
b. Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang
ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri
pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya
menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada
“aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu
dipenuhi.
c. Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang
menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang
percaya diri.
d. Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah
menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam
keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
f. Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya
mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan
perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami
pembicaraan orang lain.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
bantuan mendengar secara khusus.
2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai
69 dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan
sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan
penempatan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa
secara khusus.
3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70
sampai 89 dB
4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
anak tunarungu melalui sistem ini meliputi: sekolah khusus
(SLB-B), SDLB, dan kelas jauh atau kelas kunjung. Sistem
Pendidikan intergrasi/terpadu, merupakan sistem
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
tunarungu untuk belajar bersama anak mendengar/normal
di sekolah umum/ biasa. Melalui sistem ini anak tunarungu
ditempatkan dalam berbagai bentuk keterpaduan yang
sesuai dengan kemampuannya. Depdiknas (1984)
mengelompokkan bentuk keterpaduan tersebut menjadi kelas
biasa, kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, serta
kelas khusus.
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu pada dasarnya
sama dengan strategi pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran bagi anak mendengar/normal, akan tetapi
dalam pelaksanaannya, harus bersifat visual, artinya lebih
banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
5. Pada dasarnya tujuan dan fungsi evaluasi dalam pembelajaran
siswa tunarungu sama dengan siswa mendengar atau
normal, yaitu untuk mengukur tingkat penguasaan materi
pelajaran, serta untuk umpan balik bagi guru. Kegiatan
evaluasi bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan
prinsip-prinsip: berkesinambungan, menyeluruh, objektif,
dan pedagogis. Sedangkan alat evaluasi secara garis besar
dibagi atas dua macam, yaitu alat evaluasi umum yang
digunakan dalam pembelajaran di kelas biasa dan alat
evaluasi khusus yang digunakan dalam pembelajaran di kelas
khusus dan ruang bimbingan khusus
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih
baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung
pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994). Kelemahan sistem baca
ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech
(isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk
melengkapi membaca ujaran (speechreading).
Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-
kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah
yang menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan
dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini
membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued
Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di Gallaudet
University pada tahun 1965 66. Isyarat ini dikembangkan sebagai
respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang
tidak puas dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu
lulusan sekolah menengah. Tujuan dari pengembangan komunikasi
isyarat ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa
anak tunarungu dan memberi mereka fondasi untuk keterampilan
membaca dan menulis dengan bahasa yang baik dan benar. Cued
Speech telah diadaptasikan ke sekitar 60 bahasa dan dialek.
Keuntungan dari sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari
(hanya dalam waktu 18 jam), dapat dipergunakan untuk
mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata prokem)
maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh
dengan menggunakan cued speech ini mampu membaca dan
menulis setara dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu
(Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997).
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
F. Model Pendidikan untuk Tunarungu
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
3. Pendekatan Auditori Oral
Pendekatan auditori oral didasarkan atas premis mendasar
bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara
reseptif maupun ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi
anak tunarungu. Kemampuan ini akan berkembang dengan sebaik-
baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan dipergunakan
secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah
dan sekolah (Stone, 1997).
Elemen-elemen pendekatan auditori oral yang sangat penting
untuk menjamin keberhasilannya mencakup:
1. Keterlibatan orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran
yang efektif menuntut peran aktif orang tua dalam pendidikan
bagi anaknya.
2. Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang
tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
3. Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan
anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
4. Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan
utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant
merupakan opsi yang memungkinkan.
G. Rangkuman
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami
gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar. Orang
yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan pendengaran
(lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses
informasi bahasa melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat
memahami pembicaraan orang lain baik dengan memakai maupun
tidak memakai alat bantu dengar. Orang yang kurang dengar adalah
orang yang mengalami kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai
69 dB) yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa
pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi bahasa
sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatikan lebih teliti
mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan
oleh Hernawati (1990) sebagai berikut : Cara berjalan kaku dan
agak membungkuk, Gerakan mata cepat, Gerakan kaki dan
tangan yang cepat, Pernapasan yang pendek dan agak
terganggu.
2. Bahasa dan Bicara.
Anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa
sebagai berikut:
1. Fase motorik yang tidak teratur.
2. Fase meraban (babbling)
3. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik
H. Latihan/Tugas
1. Jelaskan pengertian tunarungu !
2. Jelaskan karakteristik anak tunarungu !
3. Jelaskan Klasifikasi tunarungu !
4. Sebutkan dan jelaskan kebutuhan pendidikan dan layanan anak
tunarungu !
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
BAB V
TUNALARAS
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab V, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian Tunalaras
Menjelaskan karakteristik tunalaras
Menyebutkan dan menjelaskan penyebab Tunalaras
Menjelaskan kondisi anak Tunalaras dari beberapa aspek perkembangan
Menjelaskan dampak ketunalarasan
1. Kondisi/Keadaan Fisik
Ada sementara ahli yang meyakini bahwa disfungs.i kelenjar
endoktrin dapat mempengaruhi timbulnya gangguan tingkah laku,
atau dengan kata lain kelenjar endoktrin berpengaruh terhadap respon
emosional seseorang. Bahkan dari hasil penelitiannya, Gunzburg
(dalam Simanjuntak, 1947) menyimpulkan bahwa disfungsi kelenjar
endoktrin merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan.
Kelenjar endoktrin ini mengeluarkan hormon yang mempengaruhi
tenaga seseorang. Bila secara terus menerus fungsinya mengalami
gangguan, maka dapat berakibat terganggunya perkembangan
fisik dan mental seseorang sehingga akan berpengaruh terhadap
perkembangan wataknya.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Kondisi fisik ini dapat pula berupa kelainan atau kecacatan baik
tubuh maupun sensori yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Masalah ini menjadi kompleks dengan adanya sikap atau perlakuan
negatif dari lingkungannya. Sebagai akibatnya, timbul perasaan
rendah diri, perasaan tidak berdaya/tidak mampu, mudah putus
asa, dan merasa tidak berguna sehingga menimbulkan
kecenderungan menarik diri dari lingkungan pergaulan atau
sebaliknya, memperlihatkan tingkah laku agresif, atau bahkan
memanfaatkan kelainannya untuk menarik belas kasih
lingkungannya.
2. Masalah Perkembangan
Di dalam menjalani setiap fase perkembangan individu, sulit
untuk terhindar dari berbagai konflik. Mengenai hal ini, Erikson
(dalam Singgih D.Gunarsa, 1985:107) menjelaskan bahwa setiap
memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada
berbagai tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi
krisis emosi ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru yang
berasal dari adanya proses kematangan yang menyertai
perkembangan. Sebaliknya apabila individu tidak berhasil
menyelesaikan masalah tersebut maka akan menimbulkan
gangguan emosi dan tingkah laku. Konflik emosi ini terutama terjadi
pada masa kanak-kanak dan masa pubertas.
Adapun ciri yang menonjol yang nampak pada masa kritis
ini adalah sikap menentang dan keras kepala. Kecenderungan jni
disebabkan oleh karena anak sedang dalam proses menemukan
‘aku’-nya. Anak jadi merasa tidak puas dengan otoritas lingkungan
sehingga timbul gejolak emosi yang meledak ledak, misalnya:
marah, menentang, memberontak, dan keras kepala.
Jiwa anak yang masih labil pada masa ini banyak mengandung
resiko berbahaya, jika kurang mendapatkan bimbingan
dan,pengarahan dari orang dewasa maka anak akan mudah
terjerumus pada tingkah laku menyimpang. Ada beberapa kondisi
aspek perkembangan anak tunalaras, antara lain :
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para ahli
menunjukkan bahwa kehidupan emosi pada awal perkembangan
individu sangat besarpengaruhnya terhadap perkembangan
selanjutnya. Freud mengemukakan bahwa kehidupan emosi pada
tahun-tahun pertama kehidupan anak harus berlangsung dengan
baik agar tidak menjadi masalah setelah dia dewasa.
Selanjutnya kematangan emosional seorang anak ditentukan
dari hasii interaksi dengan lingkungannya, di mana anak belajar
tentang bagaimana’ emosi itu hadir dan bagaimana cara, untuk
mengekspresikan emosi-emosi te/sebut. Perkembangan emosi ini
berlangsung secara terus menerus sesuai dengan perkembangan
usia, akan banyak pula pengalaman emosional yang diperoleh
anak. la semakin banyak merasakan berbagai macam perasaan.
Akan.tetapi tidak demikian halnya pada anak tunalaras. Ia tidak
mampu belajar dengan baik dalam merasakan dan menghayati
berbagai macam emosi yang mungkin dapat dirasakan, kehidupan
emosinya kurang bervariasi dan ia pun kurang dapat mengerti dan
menghayati bagaimana perasaan orang lain. Mereka juga kurang
mampu mengendalikan emosinya dengan baik sehingga seringkali
terjadi peledakan emosi. Ketidakstabilan emosi ini menimbulkan
penyimpangan tingkah laku, misalnya: mudah marah dan mudah
tersinggung.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para pengelola
pendidikan dalam usaha memunculkan motivasi belajar bagi anak
tunalaras, yaitu:
a) Pengaturan lingkungan belajar
Lingkungan belajar hendaknya ditata atau dikelola sedemikian
rupa sehingga anak tidak merasa tertekan. Contoh: lingkungan
fisik, yaitu pengaturan meja dan kursi, termasuk fentilasi
hendaknya memungkinkan anak merasa tenang dan timbul
rasa senang diam di kelas. Warna-warna alat maupun ruangan
hendaknya tidak menyolok sebab akan menimbulkan kegefisafian
dan anak selalu ingin marah. Karena itu gunakanlah warna
yang tidak mengundang kegelisahan. Pengaturan tempatduduk
hendaknya memungkinkan terjadinya komunikasi langsung
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Ketidakmampuan anak tunalaras dalam melalui interaksi sosial
yang baik dengan lingkungannya disebabkan oleh pengalaman-
pengalaman yang tidak/kurang menyenangkan. Sebagaimana telah
dikemukakan pada uraian terdahulu bahwa pada waktu memasuki
tahapan perkembangan baru, anak dihadapkan pada tantangan yang
timbul dari lingkungannya agar egonya menyesuaikan diri.
Dengan demikian, setiap mencapai tahapan perkembangan
baru, anak menghadapi krisis emosi. Apabila egonya mampu
menghadapi krisis ini maka perkembangan egonya akan mengalami
kematangan dan anak akan mampu menyesuaikan diri secara baik
dengan lingkungan sosial dan masyarakatnya.
3. Lingkungan Keluarga
Mengingat banyak sekali faktor yang terdapat dalam lingkungan
keluarga yang berkaitan dengan masalah gangguan emosi dan tingkah
laku, maka dalam pembahasan berikutakan dikemukakan beberapa
aspek, diantaranya yaitu:
a. Kasih sayang dan perhatian
Kasih sayang dan perhatian orang tua dan anggota keluarga
lain sangat dibutuhkan oleh anak. Kurangnya kasih sayang
dan perhatian orang tua mengakibatkan anak mehcarinya
di luar rumah. Dia bergabung dengan kawan-kawannya dan
membentuk suatu kelompok anak yang merasa senasib. Mengenai
hal ini, Sofyan S.Willis (1981) mengemukakan bahwa mereka
berkelompok untuk memenuhi kebutuhan yang hampir sama,
antara lain untuk mendapatkan perhatian dari orang tua dan
masyarakat.
Selain sikap di atas, tidak jarang diantara orang tua justru
memberikan kasih sayang, perhatian, dan bahkan perlindungan
yang berlebfhah (overprotection). Sikap memanj’akan
menyebabkan ketergantungan pada anak sehingga jika anak
mengalami kegagalan dalam mencoba sesuatu ia lekas menyerah
dan merasa kecewa, sehingga pada akhirnya akan timbul rasa
tidak percaya diri/rendah diri pada anak.
b. Keharmonisan keluarga
4. Lingkungan Sekolah
Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan lingkungan
sekolah antara lain berasal dari guru sebagai tenaga pelaksana
pendidikan dan fasilitas penunjang yang dibutuhkan anak didik.
Perilaku guru yang otoriter mengakibatkan anak merasa tertekan
dan takut menghadapi pelajaran. Anak lebih memilih membolos
dan berkeluyuran pada saat seharusnya ia berada di dalam kelas.
Sebaliknya, sikap guru yang terlampau lemah dan membiarkan anak
didiknya tidak disiplin mengakibatkan ariak didik berbuat sesuka
hati dan berani melakukan tindakan-tindakan menentang
peraturan.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
5. Lingkungan Masyarakat
Masuknya pengaruh kebudayaan asing yang kurang sesuai
dengan tradisi yang dianut masyarakat yang diterima begitu saja oleh
kalangan remaja dapat menimbulkan konflik yang sifatnya negatif.
Di satu pihak para remaja menganggap bahwa kebudayaan asing itu
benar, sementara di pihak lain masyarakat masih memegang
norma- norma yang bersumber pada adat istiadat dan agama.
Selanjutnya konflik juga dapat timbul pada diri anak sendiri yang
disebabkan norma yang dianut di rumah atau keluarga
bertentangan dengan norma dan kenyataan yang ada dalam
masyarakat. Misalnya: seorang anak dalam kelarga ditekankan untuk
bertingkah laku sopan dan menghargai orang lain, akan tetapi ia
menemukan kenyataan lain dalam masyarakat di mana banyak
ditemukan tindakan kekerasan dan tidak adanya sikap saling
menghargai.
E. Rangkuman
Anak tunalaras yang digariskan oleh Departemen Pendidikan
Kebudayaan (1977) yaitu sebagai berikut: “Anak yang berumur
antara 6-17 tahun dengan karakteristik bahwa anak tersebut
mengaiami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan
tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat”. anak
tunalaras adalah anak yang mengaiami hambatan emosi dan tingkah
laku sehingga kurang dapat atau mengaiami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan hal ini
akan mengganggu situasi belajarnya,
Bratanata (1975) mengemukakan bahwa “...anak tunalaras
dicirikan oleh seberapa jauh anak itu terlihat dalam tindak kenakalan,
tingkat kelainan emosinya, dan status sosialnya.” Cruickshank
(1975) mengemukakan bahwa mereka yang mengalami hambatan
sosial dapat diklasifikasikan ke dalam kategori berikut ini: a.
he semi-socialize child, b. Children arrested at a primitive
level or socialization dan c. Children with minimum socialization
capacity. Adapun anak yang mengalami gangguan emosi
diklasifikasikan sebagai berikut: a. Neurotic behavior (perilaku
neurotik) dan b. Children with psychotic processes.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
1. Kondisi/Keadaan Fisik
2. Masalah Perkembangan
a. Perkembangan Kognitif Anak Tunalaras
b. Perkembangan Kepribadian Anak Tunalaras
c. Perkembangan Emosi Anak Tunalaras
d. Perkembangan Sosial Anak Tunalaras
F. Latihan/Tugas
1. Jelaskan pengertian Tunalaras !
2. Jelaskan karakteristik tunalaras !
3. Sebutkan dan jelaskan penyebab Tunalaras !
4. Jelaskan kondisi anak Tunalaras dari beberapa aspek perkembangan!
5. Jelaskan dampak ketunalarasan !
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab VI, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian Autisme
Menyebutkan dan menjelaskan karakteristik autisme
Menyebutkan dan menjelaskan diagnosis autisme
Menyebutkan dan menjelaskan model layanan pendidikan anak Autistik
A. Pengertian Autisme
Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada
1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin
menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang dikendalikan
oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia
berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas,
keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.Pakar lain
mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan
yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan
gangguannya tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk
belajar dan berfungsi di dunia luar tetapi juga kemampuannya
untuk mengadakan hubungan dengan anggota keluarganya.”
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri
yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup
dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penyandang autisma
mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang
melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai
dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka
menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan
mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan
sebagainya).
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang
berhubungan dengan perilaku yang umumnya disebabkan oleh
kelainan struktur otak atau fungsi otak. Ada beberapa bukti yang
sudah terkumpul untuk mendukung penyebab autism :
1. Factor psikodinamik dan keluarga
2. Kelainan organic-neurologik-biologik
3. Factor genetic
4. Factor imunologik
5. Factor perinatal
6. Factor neuro anatomi
7. Factor biokimia
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di
usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada
usia tertentu
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
c. 2 – 3 Tahun : Disaat anak balita lian belajar bicara, tidak tampak
adanya tanda – tanda perkembangan bahasa pada anak autis.
Kadang – kadang ia mengeluarkan suara yang tidak ada artinya
namun kadang – kadang ia dapat menirukan kalimat atau nyayian
yang sering didengarnya dari iklan di televisi.
d. 4 – 5 Tahun : Ketika anak – anak lain bersosialisasi, anak autis
tetap hidup dalam dunianya sendiri. Kadang – kadang malah
ia lebih suka membawa benda yang untuk orang lain di anggap
mudah.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
b. Tidak suka pada perubahan
c. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
2. Emosi
a. Sering marah-marah tanpa alas an yang jelas, tertawa-tawa,
menagis tanpa alasan
b. Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang
atau diberikan keinginannya
c. Kadang suka menyerang dan merusak
d. Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya
sendiri
e. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
kurang dapat meniru
3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang
dalam perilaku, minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu
dari gejala-gejala di bawah ini :
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang
khas dan berlebihan
b. Terpaku pada suatu kegiatan dan rutinitas yang tak ada
gunanya
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
d. Seringkali sangat terpukau pada bagin-bagian benda
2. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau
gangguan dalam bidang:
(1) interaksi social, (2) bicara dan berbahasa, dan (3) cara
bermain yang monoton, kurang variatif
3. Bukan disebabkan oleh sindrom Rett atau gangguan disintegrative
masa kanak.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
I. Layanan pendidikan awal, yang terdiri dari program terapi
intervensi dini dan program terapi penunjang
1. Program terapi intervensi dini, ada empat program
intervensi dini bagi anak autistic yaitu :
a. Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas dkk, 1987
Program DTT adalah program individu yang berdasarkan
kekurangan pada anak, tetapi program intervensinya
mengikuti suatu bentuk kurikulum standar. Walaupun
profile anak menentukan program awal, tetapi semua anak
harus menguasai bahan yang sama untuk semua perintah.
Pada program Lovaas, orang tua diminta menyediakan 10
jam dari 40 jam terapi setiap minggunya dan orangtua
dilatih dalam melakukan prosedur terapi. Dilakukan
erutama di rumah
b. Learning Experience an Alternative Program for
preschoolers and parents (LEAP) dari Strain dan Cordisco,
1994
Intervensi dini dilakukan di lingkungan sekolah dengan
dukungan konsultatif dan bantuan untuk program di
rumah. Para orang tua ikut serta secara aktif dalam
program terapi, tetapi tidak diminta untuk melakukan
intervensi one-on-one untuk anak-anaknya. LEAP didasari
kelemahan anak. Besarnya waktu intervensi berkisar antara
15 sampai 40 jam perminggu
c. Floor Time dari Greenspan dan Wider, 1998
Pada Floor Time orangtua juga dilatih selaku terapis, dan
program didasari kekurangan anak itu sendiri. Dilakukan
terutama di rumah.
d. Treatment and Education of Autistik and related
Communication handicapped Children (TEACCH) dari
Mesibov, 1996
Intervensi dini dilakukan di lingkungan sekolah dengan
dukungan konsultatif dan bantuan untuk program di rumah.
Para orang tua ikut serta secara aktif dalam program terapi, tetapi
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
II. Layanan Pendidikan Lanjutan
Pendidikan lanjutan anak autistic adalah pendidikan bagi
anak autistic yang telah diterapi awal dengan baik. Bila anak
autistic memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan,
anak tersebut dapat dikatakan sembuh dari gejala autismenya.
Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan
perilakunya sehingga tampak berperilaku normal,
berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai
wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Pada
saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk
kedalam kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat
bagus dalam meniru/imitating) dapat mempunyai figure/role
model anak normal dan mniru tingkah laku anak normal
seusianya.
Layanan pendidikan lanjutan terdiri dari beberapa tahap :
1. Kelas Transisi;
Kelas ini ditujukan untuk anak yang memerlukan layanan
khusus termasuk anak autistic yang telah diterapi secara
terpadu dan terstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan
pengenalan akan pengajaran dengan menggunakan acuan
kurikulum SD yang berlaku yang telah dimodifikasi sesuai
dengan kebutuhannya. Penyelenggara kelas transisi sedapat
mungkin di bawah naungan SD regular. Siswa kelas transisi
pada saat tertentu dapat digabungkan dengan siswa SD
regular, sehingga siswa-siswa ini dapat bersosialisasi dengan
anak lain. Jadi tujuan kelas transisi adalah membantu anak
dalam mempersiapkan transisi ke sekolah regular, dan ke
bentuk layanan pendidiakn lanjutan lainnya. Prasyaratnya
adalah :
a. Diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai
pendamping sesuai dengan keperluan anak didik (terapis
perilaku, terapis bicara, terapis okupasi, dll)
b. Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian
oleh satu tean dari berbagai bidang ilmu (psikolog,
pedagogi, speech pathologist, terapis, guru dan orangtua/
relawan)
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
pendamping ini. Guru pndamping bukanlah asisten anak di
sekolah yang bertugas membantu anak dalam segala hal. Guru
kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya
serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang
berlaku.
Kiat dalam mengajar anak autistic di program inklusi:
a. Anak autistic baru ikut dalam kegiatan belajar 2 minggu
setelah kegiatan dimulai (setelah masa orientai)
b. Anak duduk di meja paling depan, agar anak dapat
berkonsentrasi dengan baik
c. bila anak sulit mengikuti seluruh kegiatan beajar, anak
diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran yang
diminati
d. dalam waktu istirahat anak dilatih untuk bersosialisasi
dengan bermain dengan teman-teman yang lain
e. melalui dedikasi dan toleransi yang tinggi dari para guru,
program inklui dapat berhasil dengan baik
3. Program pendidikan terpadu
Pada kenyataannya dari kelas transisi terevaluasi bahwa
tidak semua anak penyandang autism dapat transisi ke
sekolah regular. Kemampuan dan kebutuhan anak autistic
berbeda- beda, dimana ada yang dapat belajar bersama anak
di sekolah regular dalam satu kelas, ada yang hanya mampu
bersama- sama hanya untuk mata pelajaran tertentu saja.
Bahkan ada yang sama sekali tidak dapat belajar dalam satu
kelas. Oleh karena itu anak autistic ini memerlukan
penanganan secara intensif akan pelajaran yang tertinggal
dari teman-teman sekelasnya. Dalam hal ini secara teknis
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan
terpadu memerlukan kelas khusus yang hanya akan digunakan
oleh anakautistik jika anak tersebut memerlukan bantuan
dari guru pembimbing khusus (GPK) atau guru pendamping
(shadow), untuk pelajaran tertentu yang tidak
dimengertinya. Jadi tidak selamanya anak tersebut berada di
kelas khusus. Anak masih dapat ikut serta dalam kegiatan
sekolah seperti saat upacara, kegiatan olah
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
e. Untuk mengembangkan kemampuan mengurus diri sendiri
f. Untuk mengembangkan emosi dan mental spiritual
g. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang
menyimpang
Keuntungan anak mengikuti PSD adalah :
a. Orangtua dapat memberikan bimbingan sesuai dengan
kemampuan dan perkembangan anak
b. Orangtua setiap saat mampu memonitor kegiatan anaknya
c. Anak tidak harus berpergian yang dapat menimbulkan
stress sehingga anak akan mengalami gangguan perilaku/
tantrum
Kelemahannya adalah :
a. Kemampuan bersosialisasi anak kurang berkembang
b. Anak kurang pengalaman orientasi lingkungan
D. Rangkuman
Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak
lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat
membentuk hubungan social atau komunikasi yang normal. Hal ini
mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan
masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
Powers (1989) karakteristik anak autistic adalah adanya 6
gejala/gangguan, yaitu dalam bidang : Interaksi social, Komunikasi
(bicara, bahasa dan komunikasi), Pola bermain, Gangguan sensoris,
Perkembangan terlambat atau tidak normal, Penampakan gejala
(Perilaku, Emosi).
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
E. Latihan/Tugas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas!
1. Jelaskan pengertian Autisme !
2. Sebutkan dan jelaskan karaktristik autisme !
3. Sebutkan dan jelaskan diagnosis autisme !
4. Sebutkan dan jelaskan model layanan pendidikan anak Autistik !
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab VII, mahasiswa dapat :
Menjelaskan Definisi keberbakatan
Menjelaskan karakteristik anak berbakat
Menjelaskan dan menyebutkan Faktor yang mempengaruhi keberbakatan
Menjelaskan jenis-jenis keberbakatan
Menyebutkan dan menjelaskan cara identifikasi anak berbakat
A. Definisi Keberbakatan
Apa yang dimaksud “ keberbakatan” ? Dalam kepustakaan
yang ditemukan berbagai istilah dan definisi mengenai anak
berbakat dan keberbakatan. Istilah ini yang menunjukkan suatu
perkembangan dari pendekatan “uni-dimensional” ( seperti definisi
dari Terman yang menggunakan inteligensi sebagai criteria tunggal
untuk mengidentifikasi anak berbakat, yaitu IQ 140) ke pendekatan
“ multi-dimensional “. Pendekatan ini yang mengakui keragaman
konsep dan kriteria keberbakatan, yaitu memerlukan cara – cara
dan alat – alat yang berbeda – beda pula untuk
mengidentifikasinya.
Kecerdasan atau keberbakatan yang luar biasa didalam hal ini
dipandang dengan istilah “gifted” atau berbakat. Satu cirri yang paling
umum diterima sebagai cirri anak berbakat ialah memiliki kecerdasan
yang lebih tinggi daripada anak normal, sebagaimana diukur oleh
alat ukur kecerdasan IQ yang sudah baku. Bakat merupakan talenta
untuk membangun kekuatan pribadi anak di masa mendatang.
Kesadaran akan sisi kekuatan seorang anak perlu digali dengan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Dengan menggunakan dimensi ganda, keberbakatan merujuk
pada anak yang menunjukan kemampuan unjuk-kerja yang tinggi
didalam aspek intelektual, kreativitas, seni, kepemimpinan, atau
bidang akademik tertentu. Dalam menggunakan pandangan
mutakhir keberbakatan semata-mata merujuk pada fungsi kognitif,
melainkan merujuk pada totalitas dan keterpaduan fungsi otak.
Keberbakatan harus dipandang sebagai produk perkembangan dari
seluruh fungsi otak manusia. Dalam konsep luas dan tepadu ini
istilah keberbakatan akan mencakup anak yang memiliki kecakapan
intelektual superior, yang secara potensial dan fungsional mampu
mencapai keunggulan akademik didalam kelompok populasinya atau
berbakat tinggi dalam bidang tertentu, seperti matematika, IPA, seni,
music, kepemimpinan social, dan perilaku kreatif tertentu dalam
interaksi dengan lingkungan dimana kecakapan dan unjuk kerjanya
itu ditampilkan secara konsisten. Renzulli (1978) merumuskan
konsep bahwa keberbakatan itu bentuk dari hasil interaksi tiga
kluster aspek penting, yaitu : kecakapan di atas rata-rata, komitmen
tugas yang tinggi, dan kreativitas.
Keberbakatan merupakan sesuatu yang berdimensi ganda dan
merupakan hasil interaksi seluruh fungsi-fungsi manusia.
Sementara itu kreativitas merupakan bentukan dari hasil
keterpaduan fungsi- fungsi berfikir, perasaan, penginderaan, dan
intuisi sebagai suatu totalitas. Jadi dapat disimpulkan bahwa
keberbakatan akan terwujud didalam perilaku-perilaku kreatif.
Dengan kata lain kreativitas merupakan ekspresi puncak
keberbakatan (Clark, 1988 :48)
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
mengadaptasikan diri dengan mudah pada situasi-situasi baru.
Siswa seperti ini dapat diidentifikasi dengan instrumen-instrumen
seperti he Fundamental Interpersonal Relations Orientation
Behavior (FIRO-B).
5. Kemampuan dalam salah satu bidang seni. Bakat seni
merupakan keunggulan dalam menggambar, melukis, memahat,
dan berbagai ekspresi artistik yang dapat ditangkap oleh mata.
Sedangkan bakat pertunjukan menunjuk pada keunggulan baik
dalam musik instrumental maupun vokal, teater, dan tari.
Siswa-siswa ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan
instrumen deskripsi tugas seperti the Creative Products Scales,
yang dikembangkan untuk Detroit Public Schools oleh Patrick
Byrons dan Beverly Ness Parke di Wayne State University.
6. Kemampuan psikomotor ( seperti dalam olahraga). Ini
mencakup kemampuan kinesthetik motor seperti keterampilan
praktis, spasial, mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut
jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam program
keberbakatan. Definisi ini merupakan adopsi dari definisi U.S.
Office of Education ( Maryland, 1972) dan dalam kepustakaan
biasanya disebut sebagai definisi USEO.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Dengan demikian hasil penelitianTerman ini sangat komprehensif
yang mencakup keunggulan seluruh aspek kemanusiaan baik yang
bersifat bio-fisiologis, psikologis, sosial, akademik dan moral.
Secara lebih rinci Martison (1974) mengemukakan ciri anak
berbakat sebagai berikut:
1. Membaca pada usia lebih muda,
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang
dewasa,
6. Mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri,
7. Menunjukan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
9. Dapat memberikan banyak gagasan,
10.Luwes dalam Berpikir,
11.Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
12.Mempunyai pengamatan tajam,
13.Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang,terutama
terhadap tugas atau bidang yang diminati, Berpikir kritis,juga
terhadap diri sendiri,
14.Senang mencoba hal-hal baru,
15.Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang
tinggi
16.Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah
17.Cepat menagkap hubungan-hubungan sebabakibat
18.Berperilaku terarah kepada tujuan
19.Mempunyai daya imajinasi yang kuat
20.Mempunyai banyak kegemaran (hoby)
21.Mempunyai daya ingat yang kuat
22.Tidak cepat puas dengan prestasinya
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
2. Senang mengerjakan tugas secara independen, hanya sedikit
memerlukan pengarahan
3. Komitmen kuat pada tugas yang dipilihnya
c) Karaktersitik Kreativitas
1. Sensitif terhadap estetika
2. Suka bereksperimen, sering menemukan cara baru dalam
mengerjakan tugas
3. Spontan dalam mengekresikan rasa humor
4. Banyak ide ketika menghadapi tantangan/problem
d) Karakteristik Sosial-emosional:
1. Memiliki rasa percaya diri yang kuat
2. Lebih menyukai teman yang lebih tua usianya dan memiliki
kesamaan minat
3. Cenderung perpfeksionis
4. Mudah menyesuiakan diri pada situasi baru
e) Perkembangan Fisik Anak Berbakat
Faktanya anak dengan keberbakatan secara fisik cenderung
lebih kuat, lebih besar, dan lebih sehat dari anak-anak normal.
Reaksi-reaksi fisik terjadi lebih cepat dan lebih awal disbanding
dengan anak-anak normall karena secara intelektual dia lebih
mampu menyera informasi dan stimulus dari luar. Kemampuan
psikomotor dan kemampuan koordinasi anak berbakat
cenderung lebih cepat. Anak berbakat memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi , mereka cenderung memunculkan karakteristik
(sensasi) fisik seperti : menerima masukan yang luar biasa dari
lingkungan melalui kesadaran sensoris yang amat tinggi, kerang
toleran terhadap kesenjangan antara standard an ketrampilan
fisik. Apabila perkembangan intelektual lebih cepat daripada
perkembangan fisi maka anak akan merasa tidak adekuat secara
fisik. Namun jika tuntutan sensasi fisik kurang menantang bagi
intelektual maka anak berbakat ini kurang tertarik dan kurang
puas.
f) ) Perkembangan Kognitif Anak Berbakat
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Karakteristik kehidupan emosi anak berbakat seperti itu
memang menghendaki keseimbangan dengan pengembangan
fungsi kognitif yang ada pada dirinya untuk mengembangkan
kesadaran akan dunianya. Jika tidak, maka perilaku bermasalah
yang mungkin muncul ialah rawan terhadap kritik orang lain,
kebutuhan untuk diakui yang berlebihan, bersikap sinis dalam
mengkritik orang lain yang akan menimbulkan gangguan
hubungan antar pribadi dan menunjukkan toleransi baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Kecenderungan perilaku social yang tampak ini menunjukkan
bahwa anak berbakat memang lebih baik daripada anak normal
pada umumnya. Clark (1988) menghimpun dan menyimpulkan
berbagai hasil studi yang dilakukan banyak ahli tentang
perkembangan social dan emosional anak berbakat sebagai
berikut :
1) Anak berbakat, jika dibandingkan dengan teman sebayanya,
merasa lebih senang dan puas dengan keadaan dirinya
sendiri dan hubungan antar pribadinya. Mereka
mempersepsikan dirinya memiliki kebebasan pribadi yang
besar daropada kawan-kawannya.
2) Anak berbakat cenderung menunjukkan penyesuaian
emosional yang lebih baik daripada anak rata-rata walaupun
kecenderungan ini lebih erat kaitannya dengan latar
belakang social ekonomi daripada dengan kecerdasan.
3) Anak berbakat cenderung lebih mandiri dan kurang
konformitas terhadap pedapat teman sebaya, lebih
dominan, lebih mampu mengendalikan lingkungan dan lebih
kompetitif.
4) Anak berbakat menunjukkan kecakapan kepemimpinan dan
menjadi terlibat dalam kegiatan dan kepedulian sosial.
5) Anak berbakat lebih cenderung memilih kawan yang
memiliki kesebayaan usia intelektual daripada memilih
kawan secara kronologis berada pada usia yang sama.
1. Hereditary Factor
Dari sudut hereditary factor: Perkembangan individu diyakini
banyak ditentukan oleh “benih” darimana ia berasal. Secara kodrati
misalnya keberbakatan berkaitan tingginya produksi sel neuroglial,
yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit
dasar otak. Hal ini menambah aktivitas antara sel neuron (synaptic
activity) yang memungkinkan akselerasi proses berpikir (Thomson
at.al dalam Clack,1986). Secara Biokimiawi neuronneuron tersebut
menjadi lebih kaya dengan memungkinkan berkembangnya
polapikir kompleks.
2. Environmental Factor
Meskipun secara kodrati para anakberbakat telah memiliki
pola otak yang hebat, akan tetapi lingkungan akhirnya menentukan
sampai seberapa jauh terjadi aktualisasi. Disadari berfungsinya otak
juga merupakan hasil interaksi dari blueprint genetis dan pengaruh
lingkungan. Hal Mengingat laporan riset ilmuwan menyatakan
umumnya hanya 5 % dari kapasitas otak itu digunakan. Sehingga
dikenal istilah Underachiever.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri-sendiri. Sedikitnya
ada 7 potensi yang diketahui yaitu:
1. Visual/Spasial
Orang yang memiliki spasial yang tinggi memiliki mata super.
Mereka biasanya memiliki daya pengamatan yang tinggi dan
kemampuan untuk berpikir dalam bentuk gambar. Seperti ahli
fisika dan arsitektur, dll. Anak-anak dalam kelompok ini biasanya
senang bermain dengan balok kayu, membuat bangunan dari
lego, bermain konstruksi, tanah liat, komputer, membuat teka-
teki silang, dsb.
2. Verbal/Linguistik
Orang yang unggul dalam bidang ini bekerja bagaikan
generator kata dan bahasa. Mereka bisa memahami struktur,
arti dan penggunaan bahasa baik tertulis maupun lisan. Anak-
anak ini biasanya bicara lebih cepat dan lebih sering. Mereka
senang mengumpulkan kata-kata baru dan suka memamerkan
perbendaharaan kata mereka pada orang lain. Mereka
menyukai lelucon dan plesetan kata-kata. Anak-anak ini
biasanya sering memutar ulang kaset hingga mereka hafal diluar
kepalanya. Biasanya mereka bekerja dibidang penyiar radio,
pengarang, pemandu wisata, penulis, pembawa acara,
pelawak, dll.
3. Musik
Bakat musik merupakan gabungan dari kemampuan mengenai
pola nada, tinggi rendah nada, melodi, irama, dan kepekaan
menangkap aspek-aspek bunyi dan musik secara mendalam
atau penuh perasaan. Anak-anak ini biasanya senang bernyanyi,
bersenandung, mengubah lirik lagu, mengolah kata-kata
mengikuti suatu pola musik yang teratur, menjentik-jentikan jari
tangan, menganggukanggukan kepala mengikuti irama, dll.
4. Kinestetis
Kinestetis merupakan kemampuan seseorang untuk mengolah
tubuh secara ahli, mengekspresikan gagasan dan emosi melalui
gerakan. Ini termasuk kemampuan untuk menangai suatu benda
dengan cekatan dan membuat sesuatu. Anak-anak yang pandai
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
E. Identifikasi Anak Berbakat
Identifikasi anak berbakat hendaknya diawali dengan
memahami karakteristik keberbakatan yang ternyata karakteristik
tersebut erat sekali kaitannya dengan kemampuan intelektual.
Beberapa kemungkinan teknik identifikasi anak berbakat yang
dapat dilakukan di sekolah ialah :
1. Penggunaan tes kecerdasan
Tahap penjaringan dilakukan secara kelompok dengan
menggunakan tes kelompok. Dari tahap ini diharapkan dapat
ditemukan anak yang dapat digolongkan ke dalam anak berbakat,
secara intelektual adalah mereka yang memiliki IQ 130 ke atas.
Tahap berikutnya dilakukan seleksi, yang menggunakan tes
individual agar memberikan hasil pengukuran yang lebih teliti,
cermat dan akurat.
2. Studi kasus
Prestasi akademik dan perilaku nonakademik, dapat dijadikan
indikator dari keberbakatan seseorang. Dengan menggunakan
kriteria semacam ini guru dapat melakukan observasi dan
memperkirakan seseorang anak akan memungkinkannya
sebagai anak berbakat. Cara ini tentunya lebih mungkin dan
lebih terbuka untuk dilakukan oleh setiap orang atau guru dan
dapat dilakukan dalam berbagai kondisi atau lingkungan
sekolah. Dalam studi kasus semacam ini boleh jadi tidak
digunakan tes kecerdasan melainkan lebih banyak digunakan
wawancara, pengamatan, pencatatan, studi dokumentasi yang
berkenaan dengan riwayat perkembangan anak.
F. Rangkuman
Kecerdasan atau keberbakatan yang luar biasa didalam hal ini
dipandang dengan istilah “gifted” atau berbakat. Satu ciri yang paling
umum diterima sebagai ciri anak berbakat ialah memiliki
kecerdasan yang lebih tinggi daripada anak normal. Bakat
merupakan talenta untuk membangun kekuatan pribadi anak di
masa mendatang. Renzulli berpendapat bahwa seseorang bisa
dikatakan berbakat jika ia
G. Latihan/Tugas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Jelaskan Definisi keberbakatan menurut anda !
2. Jelaskan karakteristik anak berbakat !
3. Jelaskan dan sebutkan Faktor yang mempengaruhi keberbakatan
!
4. Jelaskan jenis-jenis keberbakatan !
5. Sebutkan dan jelaskan cara identifikasi anak berbakat !
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
BAB VIII
KESULITAN BELAJAR
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab VIII, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian kesulitan belajar
Menyebutkan dan menjelaskan jenis kesulitan belajar
Menyebutkan dan menjelaskan faktor penyebab kesulitan belajar
Menyebutkan dan menjelaskan deteksi dini kesulitan belajar
Menyebutkan dan menjelaskan penanganan anak kesulitan belajar
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
tersebut, sehingga orang
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir,
menulis, berhitung atau ketrampilan social. Kesulitan tersebut bukan
bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan
emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena
kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi, tetapi dapat muncul
secara bersamaan.
Kelompok anak berkesulitan belajar dicirikan dengan
adanya gangguan-gangguan tertentu yang menyertainya. Menurut
Cruickshank (1980) dalam Abdurrahman (1999) menyatakan
gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latar figure, visual
motor, visual perceptual, pendengaran, intersensory, berpikir
konseptual dan abstrak, bahasa, sosio emosional, body image, dan
konsep diri. Sedangkan menurut Hammil dan Myers (1975) dalam
Abdurrahman (1999) meliputi gangguan aktivitas motorik, persepsi,
perhatian, emosionalitas, simbolisasi, dan ingatan. Sedangkan
ditinjau dari aspek akademik, kebanyakan anak berkesulitan
belajar juga mengalami kegagalan yang nyata dalam penguasaan
keterampilan dasar belajar, seperti dalam membaca, menulis dan
atau berhitung.
Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh The United States
Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman
(2003 : 06) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu
gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau
tulisan. Di samping defenisi tersebut, ada definisi lain yang yang
dikemukakan oleh The National Joint Commite for Learning
Dissabilites (NJCLD) dalam Abdurrahman (2003) bahwa
kesulitan belajar menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang
didefenisikan dalam bentuk kesulitan nyata dalam kematian dan
penggunan kemampuan pendengaran, bercakap-cakap, membaca,
menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi biologi
Sedangkan menurut Sunarta (1985 ) menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag dialami
oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat
prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkahlaku yang terjadi
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Masalah kesulitan membaca yang sering di temukan di sekolah
merupakan contoh klasik dari kekurangan keberfungsian
aspek kognitif anak berkesulitan belajar.
2. Aspek bahasa
Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan memahami
bahasa. Bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan
diri secara verbal
3. Aspek motorik
Masalah anak kesulitan belajar biasanya menyangkut
ketrampilan motorik-perceptual yang diperlukan untuk
mengembangkan ketrampilan meniru rancangan atau pola.
Kemampuan ini sangat diperlukan untuk menggambar,
menulis, atau menggunakan gunting
4. Aspek sosial dan emosi, yang sering di angkat sebagai
karateristik sosio-emosional anak berkesulitan belajar adalah:
a. Kelabilan emosional dan ke impulsifan.
b. Kelabilan di tunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati
dan tempremen. Keimpulsifan menuju kepada lemahnya
pengendalian terhadap dorongan-dorongan berbuat.
c. Kelemahan Perseptual-Motorik
Simptom yang ditunjukkan anak yang mengalami kelemahan
perseptual ialah:
1. Kemiskinan koordinasi visual-motorik
2. Gangguan keseimbangan badan pada waktu berjalan
meju,mundur dan menyimpang
3. Kurang trampil dalam melompat
4. Kesulitan mengamati diri dalam konteks ruang dan waktu
5. Kesulitan melakukan gerak ritme normal
6. Kesulitan dalam mengikuti konsistensi objek
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
3. Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
1. Sulit membedakan tanda-tanda:+,-,x, >, <,=
2. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan
3. Sering salah membilang dengan urut
4. Sering salah membedakan angka 9 denagn 6, 17 dengan
71, 2 dengan 5, 3 dengan 8,dsb.
5. Sulit membedakan bangun-bangun geometri
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga
tipe anak dalam belajar.
2. Factor Ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang
tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan
perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan
anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak
yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana
hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau
jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga
memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di
sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Suasana rumah yang kurang aman dan kurang harmonis, c).
Keadaan ekonomi orang tua yang lemah. d). Faktor Lingkungan
Sekolah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah
keluarga dapat menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya
masalah kesulitan belajar pada siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa:
Lingkungan sekolah dapat menjadikan faktor yang mempengaruhi
kesulitan belajar seperti: 1). Cara penyajian pelajaran kurang baik.,
2). Hubungan guru dan murid kurang harmonis., 3). Hubungan
antara burid dengan murid itu sendiri tidak baik, 4). Bahan
pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa, dan 5). Alat-alat
pelajaran yang tersedia kurang memadai ., 6). Faktor Lingkungan
Masyarakat sangat berperan di dalam pembentukan kepribadian
anak, termasuk pula kemampuan/ pengetahuannya. Dimana
lingkungan masyarakat yang memiliki kebiasaan-kebiasaan yang
kurang baik, seperti: suka minum-minum minuman keras, penjudi
dan sebagainya, dapat menghambat pembentukam kepribadiaan dan
kemampuan, termasuk pula dalam proses belajar mengajar seorang
anak. Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi kesulitan
belajar adalah: Mass Media, seperti bioskop, televisi, radio, surat
kabar, majalah, komik dan Corak Kehidupan tetangga, seperti orang
terpelajar dan cendekiawan, tetangga yang suka berjudi, pencuri,
peminum, dan sebagainya.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
7. Impulsif ( bertindak sebelum berpikir )
8. Sulit konsentrasi atau perhatiannya mudah teralih
9.Sering melakukan pelanggaran baik di sekolah atau di rumah
10. Tidak bertanggung jawab terhadap kewajibannya
11. Tidak mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya
12.Problem emosional seperti mengasingkan diri, pemurung,
mudah tersinggung atau acuh terhadap lingkungannya
13.Menolak bersekolah
14.Mengalami kesulitan dalam mengikuti petunjuk atau
rutinitas tertentu
15. Ketidakstabilan dalam menggenggam pensil/pen
16. Kesulitan dalam mempelajari pengertian tentang hari /
waktu
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
terapi gerak. Artinya terapi gerak belum/tidak efektif untuk mengatasi
kesulitan belajar terutama yang berhubungan dengan bidang studi
Bahasa Indonesia dan Matematika.
Hasil yang menunjukan bahwa terapi gerak belum efektif
untuk menangani kesulitan belajar disebabkan peserta didik yang
mengikuti terapi gerak sebagian besar tidak memenuhi target 16
kali terapi, sehingga dampaknya belum bisa dilihat secara
maksimal. Tetapi jika dilihat secara individu dari masing-masing
peserta didik yang mengikuti terapi gerak terlihat ada perubahan di
kelas ketika mereka menerima penjelasan mata pelajaran dari
guru.
F. Rangkuman
he Board of the Association for Children and Adulth with
Learning Disabilities (ACALD)mengemukakan definisi tentang
kesulitan belajar, yaitu: Kesulitan belajar khusus adalah suatu
kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara
selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan kemampuan
verbal atau non-verbal.
Ada 2 kelompok besar kesulitan belajar, yaitu ; (1) Gangguan
Perkembangan Wicara & Berbahasa dan (2) Gangguan Kemampuan
Akademik (Academic Skills Disorders). Ada 3 jenis Gangguan
Kemampuan Akademik ; (a) Gangguan Membaca, (2) Dysgrafia,
(3) Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
G. Latihan/Tugas
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Jelaskan pengertian kesulitan belajar !
2. Sebutkan dan jelaskan jenis kesulitan belajar !
3. Sebutkan dan jelaskan faktor penyebab kesulitan belajar !
4. Sebutkan dan jelaskan deteksi dini kesulitan belajar !
5. Sebutkan dan jelaskan penanganan anak kesulitan belajar !
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
134 Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
BAB IX
IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari Bab IX, mahasiswa dapat :
Menjelaskan pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Menjelaskan Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
MenyebutkandanmenjelaskancaraidentifikasiAnak Berkebutuhan Khusus
A. Pengertian ABK
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya
tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi
atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras , kesulitan belajar ,
gangguan prilaku , anak berbakat , anak dengan gangguan
kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat .
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK
memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan
dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi
tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi
tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa
isyarat . Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah
Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB
bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB
bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB
bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi
dua kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang
bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak
berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang
mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan
kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana
alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak
yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan
di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan
perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb.
Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak
mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan
belajarnya bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan
khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer,
memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar
yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak,
disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan (2) factor
dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor
lingkungan dan factor dalam diri anak. Sesuai kebutuhan lapangan
maka pada buku ini hanya dibahas secara singkat pada kelompok
anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
c. anak-anak korban bencana alam,
d. anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil,
e. serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS.
C. Identifikasi ABK
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusif, guru
di sekolah reguler perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang
anak berkebutuhan khusus. Diantaranya mengetahui siapa dan
bagaimana anak berkebutuhan khusus serta karakteristiknya.
Dengan pengetahuan tersebut diharapkan guru mampu melakukan
identifikasi, peserta didik di sekolah, maupun di masyarakat sekitar
sekolah.
Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar
keberadaan mereka dapat diketahui sedini mungkin. Selanjutnya,
program pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka dapat
diberikan. Pelayanan tersebut dapat berupa penanganan medis,
terapi, dan pelayanan pendidikan dengan tujuan mengembangkan
potensi mereka. Dalam rangka mengidentifikasi [menemukan] anak
berkebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai
jenis dan tingkat kelainan anak, diantaranya adalah kelainan fisik,
mental, intelektual, sosial dan emosi. Selain jenis kelainan tersebut
terdapat anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa atau sering disebut sebagai anak yang memiliki kecerdasan
dan bakat luar biasa. Masing- masing memiliki ciri dan tanda-tanda
khusus atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.
2. Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun
informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan
(pisik, intelektual, sosial, emosional). Disebut mengalami kelainan/
penyimpangan tentunya jika dibandingkan dengan anak lain
yang sebaya dengannya. Hasil dari identifkasi akan dilanjutkan
dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk
penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
ketidakmampuannya. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif,
kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk
lima keperluan,yaitu:
1) Penjaringan (screening),
2) Pengalihtanganan (referal),
3) Klasifikasi,
4) Perencanaan pembelajaran, dan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
5) Pemantauan kemajuan belajar.
3. Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar.
Sedangakan secara khusus (operasional), sasaran indentifikasi.
Anak Berkebutuhan Khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah regular. Guru Kelas
atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan
panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir), melakukan
penjaringan terhadap seluruh peserta didik yang ada di sekolah
tersebut untuk menemukan anak-anak yang memerlukan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui
proses identifikasi, perlu dilakukan langkah-langkah untuk
pemberian bantuan pendidikan khusus sesuai kebutuhannya.
2. Anak yang baru masuk di Sekolah regular, Guru Kelas atau
tim khusus yang ditugasi sekolah, denganmenggunakan
panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir) melakukan
penjaringan terhadap seluruh murid baru (peserta didik baru)
untuk menemukan apakah di antara mereka terdapat ABK
yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang
terjaring melalui proses identifikasi ini, perlu diberikan tindakan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Anak yang belum/tidak bersekolah, Guru Kelas atau tim khusus
yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi
sederhana, dan/atau bekerjasama dengan Kepala Desa/Kelurahan,
atau Ketua RW dan RT setempat, melakukan pendataan anak
berkebutuhan khusus usia sekolah di lingkungan setempat yang
belum bersekolah. Anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang
belum bersekolah dan terjaring melalui pendataan ini, dilakukan
langkah-langkah untuk pemberian tindakan pendidikan sesuai
dengan kebutuhannya.
1. Sasaran Identifikasi
Sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah
seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar.
Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi
anak dengan kebutuhan khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah;
2. Petugas Identifikasi
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak
dengan kebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas;
2. Orang tua anak; dan/atau
3. Tenaga professional terkait.
3. Alat identifikasi
Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu
mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan identifikasi. Contoh
alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua
dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan
pendidikan khusus, antara lain sebagai berikut :
a. Form 1 : Informasi riwayat perkembangan anak
b. Form 2 : informasi/ data orangtua anak/wali siswa
c. Form 3 : informasi profil kelainan anak (AI-ALB)
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
2. Data orang tua/wali siswa
Selain data mengenai anak, tidak kalah pentingnya adalah
informasi mengenai keadaan orang tua/wali siswa yang bersangkutan..
Data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi
mengenai identitas orang tua/wali, hubungan orang tua-anak, data
sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan orang
tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak
hanya identitas ayah melainkan juga identitas ibu, misalnya umur,
agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan,
dan tempat tinggal.
Data mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan
antara lain persepsi orang tua terhadap anak, kesulitan yang dirasakan
orang tua terhadap anak yang bersangkutan, harapan orang tua
dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang
bersangkutan.
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah
dan penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil
pertemuan kasus.
Petunjuk :
Isilah daftar berikut pada kolom yang tersedia sesuai dengan
kondisi anak yang sebenarnya. Jika ada yang kurang jelas,
konsultasikan kepada guru kelas tempat anak Bapak/Ibu
bersekolah.
A. Identitas Anak :
1. Nama : ………………….
2. Tempat dan tanggal lahir/umur : ………………….
3. Jenis kelamin : …………………
4. Agama : ………………….
5. Status anak : ….………………
6. Anak ke dari jumlah saudara : …..………………
7. Nama sekolah : …………………
8. Kelas : …………………
9. Alamat : …………………
B. Riwayat Kelahiran :
1. Perkembangan masa kehamilan : ……………………
2. Penyakit pada masa kehamilan : ……………………
3. Usia kandungan : ……………………
4. Riwayat proses kelahiran : ……………………
5. Tempat kelahiran : ……………………
6. Penolong proses kelahiran : ……………………
7. Gangguan pada saat bayi lahir : ……………………
8. Berat bayi : ……………………
9. Panjang bayi : ……………………
10. Tanda-tanda kelainan pada bayi : ……………………
C. Perkembangan Masa Balita :
1. Menetek ibunya hingga umur : ……………………
2. Minum susu kaleng hingga umur: ……………………
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
3. Imunisasi (lengkap/tidak) : ……………………
4. Pemeriksaan/penimbangan rutin/tdk : ……………………
5. Kualitas makanan : ……………………
6. Kuantitas makan : ……………………
7. Kesulitan makan (ya/tidak) : ……………………
D. Perkembangan Fisik :
1. Dapat berdiri pada umur : ……………………
2. Dapat berjalan pada umur : ……………………
3. Naik sepeda roda tiga pada umur : ……………………
4. Naik sepeda roda dua pada umur : ……………………
5. Bicara dengan kalimat lengkap : ……………………
6. Kesulitan gerakan yang dialami : ……………………
7. Status Gizi Balita (baik/kurang) : ……………………
8. Riwayat kesehatan (baik/kurang) : ……………………
9. Penggunaan tangan dominan : ……………………
E. Perkembangan Bahasa :
1. Meraba/berceloteh pada umur : ……………………
2. Mengucapkan satu suku kata yang bermakna kalimat (mis.
Pa berarti bapak) pada umur : ……………………
1. Berbicara dengan satu kata bermakna pada umur
: ………………
2. Berbicara dengan kalimat lengkap sederhana
pada umur : …………
F. Perkembangan Sosial :
1. Hubungan dengan saudara : ……………………
2. Hubungan dengan teman : ……………………
3. Hubungan dengan orangtua : ……………………
4. Hobi : ……………………
5. Minat khusus : ……………………
F. Perkembangan Pendidikan :
1. Masuk TK umur : ……………………
2. Lama Pendidikan di TK : ……………………
3. Kesulitan selama di TK : ……………………
4. Masuk SD umur : ……………………
5. Kesulitan selama di SD : ……………………
6. Pernak tidak naik kelas : ……………………
7. Pelayanan khusus yang pernah diterima anak: ………
Diisi Tanggal,…………………
Orang tua,
( …………………………….. )
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Contoh Isian Form 2
( .……… )
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Contoh Isian FORM 3
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Sering lamat dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
akademik
Rata-rata prestasi
belajar selalu rendah
Pernah tidak naik
kelas
Nilai Standar 4
Kesimpulan :
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Nursalim, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa
University Press
Purwanto, N. 1992. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Salma, TM. 2003. Diagnosis Dini Autisme. Jakarta. PIP Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Semiawan Conny R. 2010. Kreatifitas & Keberbakatan. Jakarta : PT
Indeks
Slameto, 1990. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta :
Suharmini Tin, 2007, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta,
Departemen Pendidikan Nasional.
Suparno. 2007. Pendidikan anak berkebutuhan khusus. Semarang :
Departemen Pendidikan Nasional.
Sutjihati, S. S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika
Aditama
Sutjihati, T. S. 2006. Psikologi anak luar biasa. Bandung:PT.
Refika Aditama
Wisastro, K. P. 1998. Pengajaran Remedial. Jakarta: Rineka Cipta
Internet
http://jamisten.wordpress.com/2008/12/10/pendidikan-inklusi
http : // dhieotogcantona.blogspot.com/ 2010/03/ gangguananak
autis.html
http://episentrum.com/artikel-psikologi/keberbakatan/ Diakses
Pada Tgl 16 September 2012 Pukul 12.30
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
http://ilmu27.blogspot.com/2012/09/makalah-keberbakatan-dan-
pengelolaan.html. Diakses Pada Tgl 16 September 2012 Pukul
12.30
http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme/
www.keluargasehat.wordpress.com/category/abk
A
Additional High Specialized Service Provider
Individu yang memiliki keahlian spesifik di bidang tertentu guna
menangani siswa yang membutuhkan pelayanan khusus secara
unik.
Anak berbakat
Anak yang oleh orang – orang profesional diidentifikasi sebagai
anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena
mempunyai kemampuan – kemampuan unggul.
Anak berkesulitan belajar
Individu yang mengalami gangguan dalam satu atau lebih proses
psikologis dasar, disfungsi system saraf pusat, atau gangguan
neurologist yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan
yang nyata dalam pemahaman atau penggunaan pendengaran,
berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung atau
ketrampilan social.
Astigmatisme (penglihatan kabur)
Penglihatan yang disebabkan karena tidak imbangnya lengkungan
kornea atau lensa mata. Lengkungan ini mencegah sinar cahaya
terfokus dengan tepat pada retina.
Atensi
Pengamatan pertama terhadap stimulus yang ada di
lingkungan Attachment disorder
Anak tidak mampu mengembangkan ikatan emosional yang
stabil dengan orang tuanya
Autism,
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang
ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
dalam dunianya sendiri”.
Autisme
Cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau
oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan
dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem
dengan pikiran dan fantasi sendiri”.
Aspergers syndrome
Perkembangan inteligensi dan berbahasa cukup normal tetapi
perkembangan sosialnya abnormal
B
Billingual special educator
Guru yang memiliki pengetahuan baik di bidang dwi bahasa
maupun pendidikan khusus.
C
Cataracs
Kekaburan pada lensa mata karena adanya selaput sehingga
penglihatan terganggu, berawan, ganda atau tidak lengkap.
Children arrested at a primitive level or socialization
Anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap
sosial dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa
saja yang dikehendakinya
Children with minimum socialization capacity
Anak yang tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk
belajar sikap-sikap sosial,
D
Diabetik Retinopathy;
Gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina
penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi
oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.
Disability :
Keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan
dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
H
Handicap
Ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment
atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan
peran yang normal pada individu.
Hyperopia (penglihatan jauh)
Penglihatan terjadi karena mata terlalu pendek dan cahaya dari
objek dekat tidak focus pada retina. Kondisi ini menyebabkan
individu dapat melihat objek lebih jelas dari jarak jauh
Hyperkinetic disorder with stereotypies
Gangguan dalam konsentrasi, mudah kikuk, gelisah dan perilaku
berulang
I
Impairment:
Kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level
organ.
K
Kesulitan belajar,
Gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara
dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir,
membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan
persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan
afasia perkembangan.
Kesulitan belajar khusus
Suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang
secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan
kemampuan verbal atau non-verbal. .
L
Landau-kleffner syndrome
Suatu kondisi dengan karakteristik periode perkembangan
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
Proses penerimaan terhadap sensasi yang telah diinterpretasikan.
R
Retinopathy of prematurity;
Anak yang lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih
memiliki potensi penglihatan yang normal.
S
School psychologist
Individu yang memiliki kompetensi untuk menentukan
kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus.
School counselor
Individu yang menangani bukan saja siswa biasa tetapi juga
siswa dengan kebutuhan khusus, pada sekolah regular
School social worker
Individu yang mengkoordinasikan usaha-usaha pendidik,
keluarga dan orang-orang lembaga terkait untuk memastikan
bahwa siswa dapat menerima semua pelayanan yang mereka
butuhkan
School Nurse
Individu yang bertanggung jawab dalam memeriksa dan
menjaga kesehatan siswa, serta mengatur distribusi obat-
obatan yang dibutuhkan siswa.
Sekolah inklusif
Sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus
dengan pendidikan reguler untuk mempertemukan kebutuhan
individual anak berkebutuhan khusus.
Shifting focus
Kemampuan mengalihkan perhatian pada suatu stimulus ke
stimulus lainnya d alam waktu cepat.
Speech/ language pathologist
Individu yang mendiagnosis anak-anak berkebutuhan,
mendesain tindakan dan layanan yang tepat serta memonitor
kemajuannya.
Sustaining focus
Nur’aeni, S. Psi., M. Si
164 Buku Ajar: Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan
Indeks
163
Intelegence-test 100 Psikoterapi suportif 129
Interpersonal 5, 103, 112
Intrapersonal 5, 112 R
K Receptive aphasia 122
Retts syndrome 88
Keberbakatan xi, 99, 101, 110
Kelas Transisi 91 S
Kesulitan Belajar xii, 5, 115, 119,
122, 126, 128 Salamanca Statement 26
Konduktif 51 Sekolah khusus autistic 94
Sensorineural 52
L Sensory Integration Therapy 90
Social 100
Lambat Belajar 5 Speechreading 54
Landasan Hukum ix, 21
Landasan Religi ix, 21 T
Language 5
Learning Experience an Alternative Talented 5, 135
Program for preschoolers Terapi alergi 129
and parents 89 Terapi Bermain 90
Logica Mathematic 5 Terapi Medikamentosa 90
Logis/ matematis 112 Terapi Ocupasi 90
Terapi Wicara 90
M Thaha 33
Three-Ring Conception 104
Memory 116 Trauma akustik 52
Meningitis 52 Tunadaksa 5, 7, 135, 137, 161
Multiple Intelligences 5 Tunaganda 5
Musical 5 Tunalaras (Dysruptive) 5
Musik 111 Tunanetra x, 5, 6, 31, 34, 35, 36, 39,
40, 43, 44, 134, 137, 161
N Tunarungu x, 5, 6, 45, 47, 50, 51,
Natural, Spiritual 5 52, 57, 134, 137, 161
Neurotic behavior 65, 74 Tunawicara 5
P V
Panti (griya) rehabilitasi autistik 95 Verbal/Linguistik 111
Percentage 100 Visual/Spasial 111
Perception 116 Visuospatial, Bodily-kinesthetic 5
Post Lingual Deafness 51
Post-natal 37, 43
Prelingual Deafness 51
Pre-natal 37, 43
Program pendidikan inklusi 92
Program pendidikan terpadu 93
164
PROFIL PENULIS