Anda di halaman 1dari 20

PENENTUAN GULA REDUKSI SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Membuat kurva standar gula reduksi dengan metode Somogy Nelson.
2. Menentukan kadar gula reduksi dari sampel.

1.2 Latar Belakang


Karbohidrat adalah senyawa polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton atau zat-zat
yang jika dihidrolisis akan menghasilkan derivat senyawa-senyawa tersebut. Suatu
karbohidrat tergolong aldehida (CHO) jika oksigen karbonil berikatan dengan suatu
atom karbon terminal dan suatu keton (C=O) jika oksigen karbonil berikatan dengan
suatu karbon internal. Terdapat tiga golongan karbohidrat yang utama yaitu
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida1.
Monosakarida terdiri atas 3 sampai 6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi
dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.
Beberapa monosakarida penting yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa
dapat diperoleh dari hidrolisis sukrosa (gula tebu) atau pati (amilum). Glukosa
mengalami mutarotasi dan dapat difermentasi menghasilkan alkohol (etanol) dengan
reaksi sebagai berikut 4:

Galaktosa umumnya berikatan dengan dalam bentuk laktosa yaitu gula yang
terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke kanan. Struktur dari galaktosa dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Struktur dari galaktosa


Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya
terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Struktur dari fruktosa dapat
dilihat pada gambar 1.2.
Gambar 1.2 Struktur dari fruktosa
Disakarida terbentuk dari 2 molekul monosakarida yang sejenis atau berbeda
jenis. Beberapa disakarida penting diantaranya laktosa, maltosa dan sukrosa.
Laktosa memiliki gugus karbonil yang berpotensi bebas pada reduksi glukosa.
Maltosa terdiri dari 2 molekul glukosa. Struktur dari laktosa dan maltosa dapat dilihat
pada gambar 1.3.

Gambar 1.3 Struktur dari Laktosa (Kiri) dan Maltosa (kanan)


Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa
mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Sukrosa terdiri dari 1
molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa. Struktur sukrosa dapat dilihat pada gambar
1.4.

Gambar 1.4 Struktur dari Sukrosa


Polisakarida adalah senyawa yang terdiri dari gabungan molekul-molekul
monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak
molekul monosakarida. Beberapa macam polisakarida yaitu selulosa, pati dan
glikogen. Selulosa merupakan komponen utama penyusun serat dinding sel
tumbuhan, polimer dari glukosa, hidrolisis lengkap dengan katalis asam dan enzim
akan menghasilkan glukosa. Pati atau amilum merupakan polimer dari glukosa 4.
Maltosa, glukosa dan laktosa termasuk gula yang bersifat reduksi sedangkan
sukrosa adalah gula non-pereduksi. Gula reduksi adalah semua gula yang memiliki
kemampuan untuk mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehida atau keton bebas.
Aldehid dapat teroksidasi langsung melelui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak
dapat teroksidasi secara langsung, tetapi harus diubah menjadi aldehid dengan
perpindahan tautomerik yang memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai.
Monosakarida yang termasuk gula reduksi antara lain glukosa, fruktosa,
gliseraldehida dan galaktosa. Untuk disakarida, contohnya adalah laktosa dan
maltosa. Sedangkan yang termasuk gula non-reduksi adalah sukrosa. Gula non-
reduksi dicirikan dengan tidak adanya struktur rantai terbuka, sehingga tidak rentan
terhadap proses oksidasi reduksi. Pada polimer glukosa seperti amilum dan turunan
amilum (maltodextrin dan dextrin), makromolekulnya dimulai dengan gula reduksi.
Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim,
dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang
dihasilkan. Persentase gula reduksi di dalam turunan amilum/pati disebut dengan
Dextrose Equivalent (DE). Penentuan kadar gula reduksi banyak digunakan dalam
aplikasi bidang kesehatan, terutama dalam bidang pemeriksaan gula didalam darah.
Dengan pengembangan penentuan kadar gula reduksi dengan berbagai metode
diharapkan akan mempercepat penentuan kadar gula seseorang. Penentuan kadar
gula dalam darah dan urin digunakan untuk mengetahui penyakit diabetes mellitus.
Macam-macam metode penentuan gula reduksi diantaranya metode Lane-
Eynon, metode DNS, metode Luff School, metode Munson Walker dan metode
Somogyi-Nelson3.
Pada metode Lane-Eynon, penentuan gula dengan cara mentitrasi reagen
soklet (larutan CuSO4, K-Natrium tartarat) dengan larutan gula yang akan diselidiki.
Banyaknya larutan contoh yang dibutuhkan untuk mentitrasi reagen soklet dapat
diketahui dengan banyaknya gula yang ada. Agar di peroleh penentuan yang tepat
maka reagen soklet perlu distandarisasi dengan larutan standar 3.
Metode DNS merupakan metode penentuan komposisi gula reduksi dalam
sampel yang mengandung karbohidrat yang digunakan adalah menggunakan
pereaksi asam dinitro salisilat ( 3,5-dintrosalicylic acid). DNS merupakan senyawa
aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen pereduksi
lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu senyawa yang mampu
menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Semakin
banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin
banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan mengakibatkan
serapan semakin tinggi. Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks
pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Semenata itu DNS
sebagai oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino dan 5-nitrosalicylic acid.
Reaksi ini berjalan dalam suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada sampel,
maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula
reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan 3.
Metode Luff School penggunaannya dengan cara titrasi yang menggunakan
natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekivalen dengan gula
reduksi.Metode Munson Walker dalam penentuan gula dengan menentukan
banyaknya koprooksida yang tebentuk dengan cara penimbangan atau dengan
melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian mentitrasi dengan tiosulfat.
Jumlah koprooksida yang terbentuk ekivalen dengan banyaknya gula reduksi yang
ada dalam larutan3.
Metode Somogyi-Nelson merupakan metode penetapan kadar gula pereduksi
dimana prinsipnya gula pereduksi akan mereduksi ion Cu 2+ menjadi ion Cu+,
kemudian ion Cu+ akan mereduksi senyawa arsenomolibdat membentuk kompleks
berwarna biru kehijauan 2.
Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran berdasarkan absorpsi
cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung
kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Prinsip kerja dari metode ini
adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi
kontaminan dalam larutan. Dalam analisis cara spektrofotometri terdapat tiga daerah
panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200-380 nm),
daerah Visible (380-700 nm), daerah Inframerah (700-3000 nm). Prinsip ini
dijabarkan dalam hukum Lambert-Beer yang menghubungkan antara absorbansi
cahaya dengan konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi, berdasarkan
persamaan berikut :
A = log (Iin/Iout) = (1/T) = a.b.c (1)
Keterangan :
A = Absorbansi
Iin = Intensitas cahaya yang masuk
Iout = Intensitas cahaya yang keluar
T = Transmitan
a = Tetapan absorptivitas molar
b = Panjang alur
c = Konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi
Persyaratan hukum Lambert-Beer diantaranya sumber sinar yang digunakan
harus monokromatik, energi radiasi yang diabsorbsi oleh sampel tidak menimbulkan
reaksi kimia, sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus homogen, tidak terjadi
flouresensi atau fosforesensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi, jadi larutan harus pekat (tidak encer) 5.
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat dan Fungsi
No Alat Fungsi
1. Labu ukur 100 mL sebagai wadah untuk pengenceran
2. Tabung reaksi sebagai wadah larutan untuk diuji
3. Rak tabung reaksi sebagai tempat menaruh tabung reaksi
4. Termometer sebagai alat untuk mengukur suhu
5. Spektrofotometer sebagai alat untuk mengukur absorban dari
larutan
6. Pipet takar 1 mL dan 10 Ml sebagai alat untuk memipet zat
7. Labu ukur 10 Ml sebagai wadah pengenceran variasi konsentrasi
pada larutan yang akan diuji
8. Kuvet sebagai tempat larutan yang akan diukur
absorban
9. Gelas piala 100 mL sebagai wadah larutan
10. Gelas piala 600 mL sebagai wadah air panas

2.1.2 Bahan dan Fungsi


No Bahan Fungsi
1. Larutan standar glukosa sebagai sampel gula pereduksi yang akan diuji
1000 ppm
2. Reagen Nelson A (Natrium sebagai oksidator
karbonat anhidrat, natrium
bikarbonat, natrium sulfat
anhidrat, natrium kalium
tartarat dan Nelson B
(CuSO4.5H2O, asam sulfat
pekat)
3. Akuades sebagai pelarut
4. Reagen fosfomolibdat sebagai larutan pengompleks
2.2 Prosedur Kerja Praktikum
a. Pembuatan Kurva Standar
Larutan standar glukosa dengan konsentrasi 1000 ppm dibuat variasi konsentrasi 0,
20, 40, 60, 80, dan 100 ppm dalam labu ukur. Tabung reaksi sebanyak 6 buah
disiapkan, lima tabung reaksi dimasukkan masing-masingnya 1 mL larutan standar
glukosa dan tabung reaksi satunya lagi diisi dengan larutan blanko atau akuades.
Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL reagen Nelson
(Perbandingan Nelson A dan Nelson B sebanyak 25 : 1). Semua tabung dipanaskan
dalam penangas air mendidih selama 20 menit. Kemudian semua tabung reaksi
diambil dan didinginkan dalam gelas piala yang berisi air dingin hingga suhu tabung
sebesar 25°C. Setelah semua tabung reaksi cukup dingin, ditambahkan 1 mL reagen
fosfomolibdat dan dikocok hingga endapan yang terbentuk dapat larut kembali.
Setelah endapan larut sempurna, ditambahkan 7 mL akuades dan dikocok hingga
homogen. Masing-masing larutan diukur serapannya pada panjang gelombang
540nm dan dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan konsentrasi glukosa
dengan absorban.

b. Penentuan Gula Reduksi pada Sampel


Tabung reaksi disiapkan dan diminta larutan sampel pada asisten. Larutan sampel
diambil sebanyak 1 mL dan ditambahkan dengan 1 mL reagen Nelson dan
diperlakukan sama seperti larutan diatas. Jumlah gula reduksi dapat ditentukan
berdasarkan serapan larutan sampel dan kurva standar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan mengenai penentuan gula pereduksi dengan menggunakan metode
spektrofotometri digunakan gula pereduksi yaitu glukosa. Larutan glukosa
diencerkan untuk melihat pengaruh konsentrasi terhadap banyaknya senyawa yang
akan direduksi. Penambahan reagen Nelson untuk mengoksidasi glukosa karena
pada reagen Nelson akan tereduksi oleh glukosa. Komposisi reagen Nelson yang
direduksi yaitu CuSO4.5H2O. Proses pemanasan dilakukan untuk mempercepat
reaksi karena pada suhu tinggi, energi kinetik akan meningkat dan tumbukan yang
terjadi semakin banyak. Tanda bahwa gula reduksi telah mereduksi tembaga (II)
dengan terbentuknya endapan merah bata yang dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Tembaga (II) telah tereduksi oleh gula pereduksi


Pada gambar diatas menunjukkan endapan yang terbentuk yaitu endapan
Cu2O dari hasil reduksi CuSO4 dan dapat dituliskan reaksinya sebagai berikut:
C6H12O6 + 2CuSO4 → Cu2O↓ + C5H11O5COOH
Semakin besar konsentrasi maka semakin banyak endapan Cu 2O yang terbentuk.
Reagen fosfomolibdat ditambahkan untuk memekatkan dan menstabilkan warna
yang terbentuk yang dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Warna larutan saat penambahan fosfomolibdat


Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
Cu2O↓ + fosfomolibdat → H7[P(Mo3O10)4] (Molibdenum Blue)
Warna yang terbentuk saat penambahan fosfomolibdat akan semakin pekat yang
sebanding dengan konsentrasi pada larutan tersebut. Hal ini karena karena semakin
banyak Cu2O yang terbentuk hasil reduksi dengan gula pereduksi.
Prinsip pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer yaitu larutan yang
akan diukur harus berwarna. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan
pada masing-masing kelompok, didapatkan nilai absorban rata-rata pada masing-
masing konsentrasi larutan glukosa yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data pengukuran absorbansi larutan glukosa
Konsentrasi Absorban (A) Standar
Rata-rata
(ppm) K.1 K.2 K.3 K.4 K.5 K.6 deviasi
0 0,051 0,035 0,194 0,169 0,098 0,063 0.0657 0.101667
20 0,100 0,102 0,221 0,177 0,119 0,116 0.0489 0.139167
40 0,127 0,170 0,233 0,230 0,142 0,162 0.0446 0.177333
60 0,210 0,186 0,242 0,246 0,188 0,211 0.0256 0.213833
80 0,269 0,222 0,284 0,256 0,212 0,265 0.0282 0.251333
100 0,342 0,343 0,296 0,276 0,246 0,290 0.0379 0.298833
Volume
sampel
1 mL 0,199
1,5 mL 0,081
3 mL 0,216 0,140 0.0627 0.149500
4 mL 0,070
5,6 mL 0,191

Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa semakin


besar konsentrasi larutan maka semakin besar nilai absorban pada larutan glukosa.
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi sebanding dengan nilai absorban yang
mengikuti hukum lambert-beer,sehingga dapat dibuat dalam bentuk grafik yang
dapat dilihat pada gambar 3.3.

Grafik Hubungan Konsentrasi Dengan Absorban


0.4
0.35

0.3
Absorban

0.25
0.2

0.15

0.1
0.05

0
0 20 40 60 80 100

Konsentrasi (ppm)

K1 K2 K3 K4 K5 K6

Gambar 3.3 Grafik hubungan antara konsentrasi dengan absorban


Pada data hasil pengukuran didapatkan persamaan regresi yaitu y =
0.0019x+0.1002 dengan R = 0.9983. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran yang
dilakukan sesuai dengan hukum Lambert-Beer yang berbunyi “Jika seberkas cahaya
monokromatis dilewatkan pada suatu larutan maka nilai absorban akan berbanding
lurus dengan konsentrasi”.
Berdasarkan hasil pengukuran dari setiap kelompok didapatkan standar deviasi
yang dapat dilihat pada gambar 3.4.

Hubungan konsentrasi terhadap nilai absorban rata-rata

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
0 20 40 60 80 100 120

Gambar 3.4 Grafik standar deviasi antara konsentrasi


dengan absorban rata-rata
Berdasarkan data yang didapatkan saat percobaan, didapatkan nilai absorban
larutan glukosa yang dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Data pengukuran absorban pada variasi konsentrasi larutan glukosa
Konsentrasi (ppm) Absorban (A)
0 0.063
20 0.116
40 0.162
60 0.211
80 0.265
100 0.290
Sampel 0.140

Pengukuran sampel dihitung menggunakan data terbaik yang dilihat melalui


kenaikan/hubungan antara absorban dan konsentrasi regresi linear. Data terbaik
juga dapat dilihat melalui nilai koefisien regresi dan koefisien korelasi yang
mendekati 1.
Pada tabel diatas menunjukkan kenaikan nilai absorban yang sebanding
dengan kenaikan konsentrasi larutan sehingga dapat dibuatkan grafik yang dapat
diliihat pada gambar 3.5.

Pengaruh konsentrasi terhadap nilai absorban


0.35

0.3
f(x) = 0.00233 x + 0.068
R² = 0.992914157315114
0.25

0.2
Absorban

0.15

0.1
Sampel
0.05

0
0 20 40 60 80 100 120

Konsentrasi (ppm)

Gambar 3.5 Grafik hubungan konsentrasi terhadap nilai absorban


Berdasarkan hasil perhitungan terhadap data hasil percobaan maka
didapatkan persamaan regresi yaitu y = 0.00233x+0.068 dengan nilai R 2=0.9929. Hal
ini menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan sesuai dengan hukum Lambert-
Beer. Pada percobaan ini didapatkan persen kesalahan sebesar 3% yang
menandakan bahwa data yang didapatkan sudah teliti karena saat pemipetan dan
pengenceran telah tepat dan teliti.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Didapatkan kurva kalibrasi standar dengan data terbaik dari kelompok 6, yaitu
persamaan regresinya, y = 0.00233x+0.068 dengan nilai R 2=0.9929.
2. Didalam sampel terdapat gula reduksi karena pada saat penambahan reagen
Nelson A dan Nelson B terdapat endapan merah bata. Hal ini menandakan gula
yang digunakan telah mereduksi tembaga (II) sulfat.

4.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lebih teliti dalam memipet reagen maupun larutan yang akan diuji.
2. Lebih teliti dalam melakukan pengenceran.
DAFTAR PUSTAKA

1 A.A Putu. 2017. Karbohidrat. Denpasar : Universitas Udayana


2 Kiyan Al-kayyis, Hasanul., Susanti, Hari. 2016. Perbandingan Metode Somogyi-
Nelson dan Anthrone-Sulfat Pada Penetapan Kadar Gula Pereduksi Dalam
Umbi Cilembu (Ipomea batatas L.). Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas.
Volume 3, Nomor 2:81-89.
3 Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
4 Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik, Sterokimia, Lemak Dan Protein.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
5 Triyati, Etty. 1985. Spektrofotometer Ultra Violet dan Sinar Tampak serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Oseana. Volume X, Nomor 1:39-47.
Lampiran 1. Skema Kerja Praktikum
1. Pembuatan Kurva Standar
Larutan Standar Glukosa

- dibuat variasi larutan glukosa dengan variasi konsentrasi 0, 20,


40, 60, 80 dan 100 ppm
- disiapkan 6 tabung reaksi bersih
- dimasukkan masing-masing 1 mL standar glukosa ke dalam 5
tabung reaksi dan tabung satunya lagi dengan akuades
- ditambahkan 1 mL Reagen Nelson (Nelson A 25 : Nelson B 1)
ke dalam masing- masing tabung reaksi
- dipanaskan semua tabung dalam penangas air mendidih
selama 20 menit
- diambil semua tabung dan didinginkan dalam gelas piala berisi
air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25 oC
- ditambahkan 1 mL reagen fosfomolibdat dan dikocok hingga
endapan yang terbentuk larut kembali
- ditambahkan 7 mL akuades setelah semua endapan larut dan
dikocok hingga homogen
- diukur serapan masing-masing larutan pada panjang
gelombang 540 nm
- dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan konsentrasi
glukosa dengan absorban

Data
2. Penentuan Gula Reduksi Pada Sampel
Larutan Standar Glukosa

- dimasukkan 1 mL ke dalam tabung rekasi


- ditambahkan 1 mL Reagen Nelson (Nelson A 25 : Nelson B 1) ke
dalam tabung reaksi
- dipanaskan tabung dalam penangas air mendidih selama 20 menit
- diambil tabung dan didinginkan dalam gelas piala berisi air dingin
sehingga suhu tabung mencapai 25oC
- ditambahkan 1 mL reagen fosfomolibdat dan dikocok hingga
endapan yang terbentuk larut kembali
- ditambahkan 7 mL akuades setelah semua endapan larut dan
dikocok hingga homogen
- diukur serapan larutan pada panjang gelombang 540 nm
- ditentukan jumlah gula reduksi berdasarkan serapan larutan
sampel dan kurva standar

Data
Lampiran 2. Tugas Pendahuluan

1. Berdasarkan gugus yang dipunyai, sebutkan pembagian karbohidrat!


Jawab:
Karbohidrat berdasarkan gugus fungsi yang dimiliki ada 2 macam yaitu aldosa dan
ketosa.
2. Sebutkan kelompok karbohidrat berdasarkan penguraiannya!
Jawab:
Karbohidrat berdasarkan penguraiannya ada 4 macam yaitu monosakarida,
disakarida, oligosakarida dan polisakarida.
3. Mengapa sukrosa termasuk gula non pereduksi?
Jawab:
Sukrosa bukan termasuk gula non pereduksi karena tidak mengandung atom
karbon anomer bebas dan atom karbon anomer pada komponen monosakarida
penyusun sukrosa berikatan satu dengan yang lain.
4. Sebutkan contoh-contoh gula pereduksi!
Jawab:
Beberapa contoh gula pereduksi diantaranya glukosa, laktosa, fruktosa, maltosa,
manosa dan galaktosa.
5. Apa fungsi reagen fosfomolibdat?
Jawab:
Pada uji penentuan gula reduksi digunakan reagen fosfomolibdat sebagai
senyawa pengompleks sehingga larutan dapat diukur absorbannya dengan
spektrofotometer.
6. Tuliskan prinsip kerja spektrofotometri!
Jawab:
Prinsip kerja dari spektrofotometri berdasarkan penyerapan cahaya atau energi
radiasi oleh suatu larutan.
7. Jelaskan perbedaan metode DNS dengan metode Somogyi Nelson!
Jawab:
Pada metode DNS memiliki prinsip gula pereduksi bereaksi dengan reagen DNS
akan membentuk senyawa asam-3-amino-5-nitrosalisilat yang berwarna kuning
kecoklatan. Pada metode Somogyi Nelson memiliki prinsip gula pereduksi akan
mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ saat dipanaskan. Ion Cu + yang terbentuk akan
mereduksi senyawa fosfomolibdat membentuk kompleks berwarna biru kehijauan.
Lampiran 3. Data Perhitungan

1. Pengenceran Larutan Standar Glukosa 1000 ppm


a) Konsentrasi 100 ppm
V1 N 1 = V2 N 2
V1 1.000 ppm = 100 ml. 100 ppm
V1 = 10 ml
b) Konsentrasi 80 ppm
V1 N 1 = V2 N 2
V1 100 ppm = 10 ml 80 ppm
V1 = 8 ml
c) Konsentrasi 60 ppm
V1 N 1 = V2 N 2
V1 100 ppm = 10 ml 60 ppm
V1 = 6 ml
d) Konsentrasi 40 ppm
V1 N 1 = V2 N 2
V1 100 ppm = 10 ml 40 ppm
V1 = 4 ml
e) Konsentrasi 20 ppm
V1 N 1 = V2 N 2
V1 100 ppm = 10 ml 20 ppm
V1 = 2 ml
2. Tabel Regresi
x = Konsentrasi
y = Absorban
X Y XY X2
0 0.063 0 0
20 0.116 2.32 400
40 0.162 6.48 1600
60 0.211 12.66 3600
80 0.265 21.2 6400
100 0.290 29 1000
∑ X = 300 ∑ Y = 1.107 ∑ XY = 71.66 ∑ X 2= 22000
x = 50 y = 0.1845

nΣxy-ΣxΣy
b= 2 2
nΣ x - ( Σx )
6(71.66)-(300)(1.107)
b=
6(22.000)-(300)2
429.96-332.1
b=
132.000-90.000
97.86
b=
42.000
b=0,00233
a= y−b x
a=¿ 0.1845 – (0.00233)(50)
a=¿ 0.1845 – 0.1165
a=¿ 0.068
Jadi, persamaan regresinya adalah :
y = 0.00233 x + 0.068
3. Penentuan Konsentrasi Sampel
y = absorban pada sampel
y = ( 0.00233 ) ( x ) +0.068
0.140 = ( 0.00233 ) ( x ) +0.068
x = 30.9
4. Penentuan Volume Sampel
V1 N 1 = V2 N 2
V1 . 100 ppm = 10 ml . 30.9 ppm
V1 = 3.09 ml
5. Persen Kesalahan

% kesalahan =
|
V percobaan - Vteori
V teori
×100%
|
% kesalahan = |3.09-3
3 |×100%
% kesalahan =3%

Grafik dari perhitungan di atas :

Pengaruh konsentrasi terhadap nilai absorban


0.35

0.3
f(x) = 0.00233 x + 0.068
0.25 R² = 0.992914157315114
Absorban

0.2

0.15

0.1

0.05 Sampel
0
0 20 40 60 80 100 120

Konsentrasi (ppm)
Lampiran 4. Data Pengamatan Praktikum
No. Cara Kerja dan Reaksi Foto Pengamatan Analisa

1. Larutan standar glukosa dengan konsentrasi Larutan tidak ber- Larutan glukosa diencerkan
1000 ppm dibuat variasi konsentrasi 0, 20, 40, warna. untuk melihat pengaruh
60, 80, dan 100 ppm dalam labu ukur konsentrasi terhadap ba-
nyaknya senyawa yang
akan direduksi
2. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan Larutan berwarna biru Penambahan reagen Nelson
1 mL reagen Nelson (Perbandingan Nelson A muda untuk mengoksidasi glukosa
dan Nelson B sebanyak 25 : 1) karena pada reagen Nelson
C6H12O6 + 2CuSO4 → Cu2O↓ + C5H11O5COOH akan tereduksi oleh glukosa

3. Semua tabung dipanaskan dalam penangas air Larutan berwarna biru Proses pemanasan di-
mendidih selama 20 menit muda dan terbentuk lakukan untuk mempercepat
endapan merah bata reaksi karena pada suhu
tinggi, energi kinetik akan
meningkat dan tumbukan
yang terjadi semakin
banyak.
Terbentuknya endapan
merah bata tanda bahwa
gula reduksi telah mereduksi
tembaga (II)

4. Semua tabung reaksi diambil dan didinginkan Larutan berwarna biru Reagen fosfomolibdat di-
dalam gelas piala yang berisi air dingin hingga muda akan menjadi tambahkan untuk me-
suhu tabung sebesar 25°C. setelah semua lebih pekat yang mekatkan dan menstabil-
tabung reaksi cukup dingin, ditambahkan 1 mL sebanding dengan kan warna yang terbentuk
reagen fosfomolibdat. konsentrasi pada sehingga berguna dalam
Cu2O↓ + fosfomolibdat → oksida Molibdat larutan tersebut. pengukuran
menggunakan
spektrofotometer
5. Masing-masing larutan diukur serapannya pada Larutan memiliki warna Pengukuran nilai
panjang gelombang 540nm yang berbeda-beda ke- absorban larutan glukosa
pekatannya. dilakukan pada panjang
gelombang 540 nm
karena merupakan
panjang gelombang mak-
simum dari glukosa.

Anda mungkin juga menyukai