Anda di halaman 1dari 6

Fenomena Flexing Di Media Sosial Sebagai

Ajang Pengakuan Kelas Sosial

PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Flexing adalah kemajuan teknologi memang tak bisa di pungkiri akan memberikan
kemudahan untuk segala hal. Namun., kemajuan teknologi juga tak selamanya mampu.
Memberikan dampak positif, sehingga kita harus bijak dalam menggunakan teknologi.
Bahkan, ada beberapa kondisi yang menjadikan kemajuan teknologi memberikan dampak
negative bagi kehidupan seseorang. Adanya fenomena flexing menjadi salah satu contoh
fenomena yang semakin marak terjadi dengan adanya produk dari kemajuan teknologi,
seperti media sosisal.

Istilah flexing biasanya di gunakan untuk orang-orang yang sering memamerkan


kekayaannya. Fenomena flexing ini semakin marak terjadi dengan adanya sosial media,
orang- orang berlomba-berlomba untuk pamer harta atau kekayaan. Hal yang di pamerkan
seperti barang mewah, liburan di luar negeri,dan barang-barang mewah yang lain. hal itu
biasanya di lakukan dengan tujuan untuk menunjukan posisi sosial dan status sosial,
menunjukan pada kemampuannya dan untuk melahirkan kesan bagi orang lain
(Darmalaksana, 2022). Zaman ini, gaya hidup bukan lagi hal semata dalam pemenuhan
kehidupan atau kebudayaan pada benda, tetapi sebagai ajang untuk panggung sosial. sarat
makna-makna dalam sosial menjadi hal yang di rebutkan, konflik posisi juga terjadi pada
anggota-anggota di masyarakat yang saling terlibat. Budaya konsumerisme yang dalamnya
adalah produk-pwqwroduk konsumer yang di gunakan sebagai pembentukan gaya,
personalitas, dan status sosial (Subagya, 2010).

Adapun sebagai ASN Perilaku pamer harta atau flexing yang di lakukan seorang


aparatur sipil negara (ASN) akan berdampak pada karir ASN tersebut. Hal itu karena jika ada
ASN kaya, negara harus memastikan bahwa harta itu diperolehnya secara wajar. Kalau
melalui hal-hal yang tidak wajar, itu artinya adalah penyimpangan, penyalahgunaan
kewenangan atau korupsi. Jadi, sebenarnya kita tidak mencegah seorang pegawai negeri itu
makmur atau kaya. Tetapi sekali lagi, yang kita perhatikan adalah caranya,

ASN memiliki apa yang disebut sebagai self consciousness. Ini merupakan rasa
tanggung jawab sosial dan tanggung jawab terhadap pemerintah. Lebih penting dari itu
adalah karena sebagai ASN dan pejabat publik, mereka harus bisa mempertanggung
jawabkan aktivitasnya karena menggunakan uang rakyat dan pajak. karena itu, ASN yang
melakukan flexing dimedia sosial, sebenarnya dapat dikategorikan sebagai kurang berempati
terhadap kondisi masyarakat. Karena kita tahu, kondisi ekonomi mayoritas masyarakat
Indonesia seperti apa,

Adapun kewajiban dari aparatur sipil negara (ASN) untuk mekanisme pemantauan
melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), ASN yang diatur dalam
sejumlah undang-undang. Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban
LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, maka
berdasarkan Pasal 20 undang-undang yang sama akan dikenakan sanksi administratif sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan ini adalah mengetahui pengaruh flexing terhadap aparatur sipil
negara (ASN) dengan kemajuan teknologi yang semakin marak

c. Sasaran penulisan

Adapun dari penulisan ini yaitu aparatur sipil negara (ASN) sebagai pelayan public dapat
memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat. Dengan adanya fenomena flexing yang
semakin marak terjadi dengan adanya produk dari kemajuan teknologi, seperti media sosisal.

d. Analisis masalah

Istilah flexing biasanya di gunakan untuk orang-orang yang sering memamerkan


kekayaannya. Fenomena flexing ini semakin marak terjadi dengan adanya sosial media,
orang- orang berlomba-berlomba untuk pamer harta atau kekayaan. Hal yang di pamerkan
seperti barang mewah, liburan di luar negeri, dan barang-barang mewah yang lain. hal itu
biasanya di lakukan dengan tujuan untuk menunjukan posisi sosial dan status sosial,
menunjukan pada kemampuannya dan untuk melahirkan kesan bagi orang lain
(Darmalaksana, 2022). Seiring dengan perkembangan zaman desa - desa yang beralih bentuk
menjadi perkotaan sehingga mengalami perubahan dari bentuk hingga fungsinya seperti
bangunan fisik, landscape dan manusianya. Dengan adanya peningkatan kemakmuran maka
kemajuan pada gaya hidup juga ikut mewarnai kehidupan di masyarakat. Perilaku hedonisme
seakan telah menjadi sesuatu hal yang lazim di masyarakat yang diperlihatkan dengan cara
langsung maupun lewat sosial media (Rahadi, 2017)

e. Peran ASN dalam mengatasi masalah

Sbenarnya kita tidak mencegah seorang pegawai negeri itu makmur atau kaya. Tetapi
sekali lagi sebagai seorang ASN sesuai dengan UU no 5 tahun 2014 menyatakann bahwa
PNS memiliki fungsi antara lain sebagai pelaksana kebijakan public, pelayanan public dan
perekat dan pemersatu bangsa . maka kita sebagai ASN menghindari yang namanya flexing.
Sehingganya kita sebgai ASN memberikan contoh yang baik untuk masyarakat dan
terhindari dari opini-opini negative dari masyarakat.
ASN : Sikap “Pubbhing” Ditengah Fungsi Sebagai
Pelayan Publik

PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Sebagai seorang ASN (Aparatur Sipil Negara), sesuai dengan UU no 5 tahun 2014
menyatakan bahwa PNS memiliki fungsi antara lain sebagai 1) pelaksana kebijakan publik,
2) pelayan publik, dan 3) perekat dan pemersatu bangsa. Kualitas pelayanan publik
ditentukan oleh seberapa baik sikap dan perlakukan penyelenggara negara/instansi
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada masyarakat serta tingkat
kepuasan masyarakat yang ditandai dengan membaiknya kesejahteraan masyarakat dari
waktu ke waktu. Maka tercapainya pelayanan publik suatu instansi kepada masyarakat salah
satunya juga tergantung pada kinerja PNS di dalamnya.
Istilah phubbing tak semua orang tahu kapan mulai populer dalam kehidupan
bermasyarakat. Istilah phubbing berawal dari kata phone, artinya telepon, dan snubbing, yang
bermakna menghina. Terminologi ini pertama kali muncul pada medio Mei 2012 lalu di
Australia. Kala itu, sebuah biro iklan Australia menggunakan istilah phubbing untuk
menggambarkan fenomena yang berkembang di era digital ini. Banyak orang mengabaikan
teman dan keluarga yang berada tepat di depannya karena malah lebih asyik dengan
ponselnya.
Phubbing mengganggu kemampuan untuk merasa benar-benar hadir dan terlibat
dengan orang-orang di sekitarnya. Seseorang mungkin hadir secara fisik di hadapan orang
lain namun dengan perhatian yang sepenuhnya teralihkan. Peralihan perhatian ini dilakukan
dengan sengaja ketika kita mulai menggunakan smartphone, diniatkan atau tidak sama sekali.
Riset membuktikan, chatting selama percakapan tatap muka, yang termasuk phubbing,
membuat interaksi yang terjadi kurang mengesankan, Hal ini berdampak pada semua orang
yang terlibat interaksi tersebut, bahkan pelaku phubbing.
Dengan demikian, kata yang menggambarkan perilaku seseorang yang asyik dengan
gadget ketika berhadapan dengan orang lain atau sedang berada di dalam pertemuan. Terlebih
jika kasus seperti itu melanda pribadi dari ASN yang notabenenya merupakan pelaksana dari
setiap kebijakan pemerintahan yang secara langsung bersentuhan dengan masyarakat. Jikal
hal-hal seperti ini mewabah bak virus kedalam pribadi dan sikap ASN dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik, maka akan banyak potensi maladministrasi yang
dilakukan penyelenggara negara sebagaimana Pasal 6 dan Pasal 7 UU Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman RI, yaitu mengawasi aspek pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk BUMN, BUMD, Badan Swasta dan/atau
perseorangan yang melaksanakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari APBN/APBD.

b. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh perilaku Phubbing di kalangan
Aparatur Sipil Negara (ASN) didalam melaksanakan tugas sebagai pelayan publik.

c. Sasaran Penulisan
Manfaat dari Penulisan ini yaitu agar ASN sebagai pelayan publik dapat memberikan
pelayanan administrasi yang efektif tanpa gangguan dari kebiasaan Pubbhing yang
kebanyakan dimiliki oleh para pegawai-pegawai pelayan publik seperti sekarang ini,
sehingga masih ada diantara ASN tersebut yang salah kaprah dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Padahal, sebagai ASN, mereka harus memiliki nilai dan jiwa melayani
masyarakat, karena secara teoritis makna atau arti dari aparat birokrasi pemerintahan adalah
civil servant, yang maknanya adalah pelayan masyarakat.

d. Analisis masalah
Phubbing atau phone snubbing dikenal untuk untuk menggambarkan seseorang yang
begitu terpaku pada ponsel alih-alih berinteraksi dengan lawan bicaranya. Perilaku ini
dianggap kasar, menyinggung, tidak sopan, dan merusak kepercayaan orang lain. Lebih jauh
lagi, jika ada oknum-oknum ASN yang kerap menunjukan sikap Phubbing Ketika
melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan pada pasyarakat dengan
mengesampingkan prinsip bahwa pedoman dan kode etik dari pejabat publik itu adalah
memberikan pelayanan yang prima dan tuntas bagi masyarakat. Hal tersebut jelas merupakan
tindakan mencederai asas keprofesionalan yang ada di Pasal 4 huruf e Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan asas profesionalitas yang tertuang di
Pasal 2 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Berangkat dari keadaan tersebut, sehingganya dalam tulisan ini memuat pokok-pokok pikiran
yang jika dilihat mngkin hanya soal sepele, tapi pada prakteknya akan menimbulkan dampak
sistemik didalam kehidupan bermasyarakat, baik dari merosostnya pelayanan publik dengan
interaksi sosial yang humanis.

e. Peran ASN dalam mengatasi masalah


Di era kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo, pemerintah saat ini sedang berupaya
untuk meningkatkan citra para pegawai pemerintah. Kenapa? karena rumor yang berkembang
di khalayak umum bahwa mereka cenderung berpikir negatif tentang kondisi kinerja ASN
dari cara pandang mereka. Ada yang mengatakan bahwa menjadi ASN itu enak, kerjanya
santai bisa jalan – jalan saat jam kerja, namun tetap menerima gaji utuh dari negara.
Barangkali itu ada benarnya juga, melihat kinerja “sebagian” aparatur yang terlihat bekerja
seperti yang masyarakat lihat.
Dari persoalan diatas, pemerintah melakukan terobosa-terobosan yang inovatif, dalam
merubah pola pikir dan mindset Perubahan mindset atau pola pikir dari pegawai pemerintah
yang menjadi pelaksana dari kebijakan publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai abdi negara dalam melayani masyarakat
Terkait dengan berbagai persoalan diatas, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan
program Core Values pada 27 Juli 2021 lalu dengan mengusung motto “ASN BER-
Akhlak” .dari motto tersebut, Core Values yang dibingkai dengan kata BER-AKHLAK
merupakan singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal,
Adaptif, dan Kolaboratif. Diharapkan menjadi fondasi baru bagi seluruh ASN di Indonesia
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dari ke-tujuh poin yang terkandung dalam Core
Values Berakhlak merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Poin pentingnya adalah
‘orientasi pelayanan’ harus dimaknai oleh setiap ASN dengan pelayanan yang berkualitas dan
profesional. Kedepan tentu kita berharap, agar ASN sadar diri akan tugas dan fungsinya
sebagai pelayan masyarakat dan bukan dilayani masyarakat. ASN yang profesional, tentu
ASN yang disenangi dan dikagui oleh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai