Anda di halaman 1dari 6

HUKUM DAN KEKUASAAN

Oleh : Putri Lailatul Zuria ( 21302093 )

1. PENDAHULUAN

hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu
sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yang termashur Uber Verfassungswessen,
“konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang hanya merupakan
“secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara”.
Pendapat Lassalle ini memandang konstitusi dari sudut kekuasaan.

Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara
merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-
hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, aturan-aturan
hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan deskripsi
struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubungan-hubungan kekuasaan antara
lembaga-lembaga negara. Struktur kekuasaan menurut UUD 1945 menempatkan MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam hierarki kekuasaan tertinggi. Hierarki kekuasaan di
bawah MPR adalah kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara, yaitu presiden, DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), DPA (Dewan Pertimbangan Agung), MA (Mahkamah Agung) dan BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan). UUD 1945 juga mendeskripsikan struktur kekuasan pusat dan
daerah. Di samping itu, juga dideskripsikan hubungan antara kekuasaan lembaga tertinggi
negara dengan kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara, hubungan kekuasaan di antara
lembaga-lembaga tinggi negara, dan hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah. Hakekat
hukum dalam konteks kekuasaan menurut Karl Olivecrona tak lain daripada “kekuatan yang
terorgansasi”, dimana hukum adalah “seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan”,
kekerasan fisik atau pemaksaan yang dilakukan oleh penguasa, tidak berbeda dari kekerasan
yang dilakukan pencuri-pencuri dan pembunuh-pembunuh.

Walaupun kekuasaan itu adalah hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum.
Mengenai hal ini Van Apeldorn mengemukakan bahwa hukum adalah kekuasaan, akan tetapi
ini tidak berarti bahwa hukum tidak lain daripada kekuasaan belaka. Hukum adalah
kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak selamanya hukum. “Might is not right,” pencuri
berkuasa atas barang yang dicurinya, akan tetapi tidak berarti bahwa ia berhak atas barang itu.
1. TUJUAN HUKUM

Ketika kamu melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran, hukum dapat


bertindak sesuai dengan wewenangnya karena itu adalah tujuan hukum. Tujuan
utamanya adalah untuk mengatur tingkah laku manusia dalam menjaga ketertiban,
keadilan, serta mengantisipasi kekacauan di lingkungan. Setiap negara memiliki
aturan hukumnya sendiri, begitupun dengan Indonesia.

beberapa ahli negara juga menyampaikannya dalam beberapa list berikut :

1) Gustav Radbruch

Gustav menyebut bahwa tujuan hukum adalah untuk memenuhi keadilan,


manfaat, dan kepastian dalam hidup bermasyarakat.

2. Sunaryati Hartono

Sunaryati menuliskan bahwa hukum menjadi alat, sarana, serta langkah yang
diambil pemerintah untuk mewujudkan pembangunan nasional. Menurutnya, setiap
negara pasti memiliki cita-cita atau impian yang harus dicapai. Hukum dianggap
sebagai alat atau penindak berlakunya hukum yang ada di masyarakat.

3. Teguh Prasetyo

Teguh menyajikan fungsi atau tujuan hukum dalam tiga penjabaran, yakni to
provide subsistence (fungsi memberi penghidupan), to provide security (memberikan
perlindungan), to attain equity (guna mencapai kebersamaan), serta to provide
abundance (memberikan kelimpahan).

4. Mochtar Kusumaatmadja

Tujuan hukum menurut Mochtar adalah untuk memelihara keteraturan


(kepastian), serta ketertiban. Menurutnya, manusia tidak akan hidup dengan baik
atau teratur jika tidak dibimbing secara langsung oleh hukum. Dalam kehidupan
yang tidak teratur, manusia tidak dapat mencapai keinginan atau mengembangkan
bakatnya.

Melihat dari pendapat-pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa tujuan


hukum adalah sebagai berikut. Menciptakan kesejahteraan maupun kenyamanan
dalam kehidupan. Menjaga supaya tidak terjadi aksi-aksi tidak terpuji di tengah
masyarakat.Menjadi pedoman yang baik untuk perilaku masyarakat.Melindungi
HAM (Hak Asasi Manusia) dari setiap individu untuk mewujudkan sila Keadilan
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.1

2. MORALITAS HUKUM

1
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), 50.
1
Hukum artinya peraturan yang dibuat oleh penguasa, adat, yang berlaku bagi
semua anggota masyarakat. Hukum dipandang sebagai aturan yang bersifat
menuntun hidup dan tindakan seseorang. Dimensi dasariah hukum terdapat pada
undangan untuk saling mengasihi dan tuntutan yang mewajibkan untuk melakukan
sesuatu..

Norma berasal dari bahasa Latin mos atau moris, artinya adat istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku; mores artinya adat istiadat, watak, cara hidup. Maka, hukum
moral adalah aturan-aturan bertingkah laku dalam relasi dengan orang lain.

Hukum moral adalah hukum yang didasarkan pada kehendak Allah. Hukum moral
menjadi benar diterapkan dalam ungkapan iman, karena tindakan manusia
mencerminkan imannya. Orang beriman bertindak bukan semata-mata atas kehendak
dirinya, melainkan lebih atas dasar kehendak Allah.

Setiap pengalaman manusia memberi kontribusi besar pada hukum moral. Ada tiga
ide utama yang perlu dipahami dalam hal ini, antara lain: pemahaman budaya suku
bangsa; keterlibatan dalam budaya; dan keturutsertaan dalam memperjuangkan
keadilan.

Hukum moral menunjukkan aturan dalam bertingkah laku. Misalnya, upaya-upaya


komunikasi sosial. “Untuk menggunakan upaya-upaya itu dengan tepat, sungguh
perlulah bahwa siapa saja yang memakainya mengetahui norma-norma moral, dan di
bidang itu mempraktikkannya dengan setia. Hendaknya mereka menelaah bahan,
yang dikomunikasikan sesuai dengan sifat khas masing-masing medium. Sekaligus
hendaklah mereka pertimbangkan juga situasi maupun kondisi-kondisi, yakni tujuan,
orang-orang, tempat, waktu, dan hal-hal lain yang menyangkut komunikasinya
sendiri. Sebab konteks itu dapat mengubah kadar moralnya, bahkan mengubahnya
sama sekali. Perlu juga diperhatikan cara berfungsi yang khas bagi masing-masing
medium; begitu pula daya pengaruhnya, yang dapat sedemikian besar sehingga
orang-orang, terutama kalau tidak siap, cukup sulit menyadarinya,
mengendalikannya, dan bila perlu menolaknya”.2

Semua orang secara mutlak wajib berpegang teguh pada prioritas hukum moral yang
objektif. Sebab hanya hukum moral itulah yang melibatkan manusia, makhluk Allah
yang berbudi dan dipanggil untuk tujuan adikodrati, menurut hakikat seutuhnya.
Hukum moral itu jugalah, yang bila dipatuhi sepenuhnya dengan setia, mengatur
manusia untuk mencapai kepenuhan, kesempurnaan, serta kebahagiaanya.[4] Kita

2
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 60.
2
bertindak bukan hanya karena keyakinan akan kemampuan intelektual, melainkan
karena dorongan hati agar diri berkembang.

3. LAW AS A TOOL OF SOCIAL ENGINEERING

Roscoe Pound adalah ahli hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta


metodologi ilmu-ilmu sosial. Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama
berabad-abad dituding telah gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi
logika sebagai sarana berpikir semakin terabaikan dengan usaha-usaha yang
dilakukan oleh Langdell serta para koleganya dari Jerman. Pound menyatakan
bahwa hukum adalah lembaga terpenting dalam melaksanakan kontrol sosial.
Hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan moralitas sebagai
instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol sosial
diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah
mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat
diperlukan untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal

Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban


masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme control sosial,
merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang
dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan
fungsi itu. Akan tetapi, Pound menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia
membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama.
Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan
teori hukum kodrat dan positivistic3

PENUTUP

Kesimpulan

3
Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 69.
3
Dalam pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa, hubungan hukum dan kekuasaan
ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam
pidatonya yang termashur Uber Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah
undang-undang dasar tertulis yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-
hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara”. Pendapat Lassalle ini memandang
konstitusi dari sudut kekuasaan. Ketika kamu melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran,
hukum dapat bertindak sesuai dengan wewenangnya karena itu adalah tujuan hukum. Tujuan
utamanya adalah untuk mengatur tingkah laku manusia dalam menjaga ketertiban, keadilan,
serta mengantisipasi kekacauan di lingkungan. Setiap negara memiliki aturan hukumnya
sendiri, begitupun dengan Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Raharjo,Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, 50.


4
Soekanto,Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, 60.

Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, 69.

Anda mungkin juga menyukai