1. Laboratorium
09-09-2022
DARAH LENGKAP HASIL NILAI RUJUKAN
HGB 10,8 g/dL (L) 11,5-16,5
HCT 34,3 % 37-45
MCV 82,1 fl 82-92
MCH 25,8 pg (L) 27-31
MCHC 31,5 g/dL (L) 32-37
WBC 18.080 /uL (H) 4.000 - 11.000
PLT 458.000 /uL (H) 150.000 - 400.000
16-11-2022
DARAH LENGKAP HASIL NILAI RUJUKAN
HGB 12,7 g/dL 11,5-16,5
HCT 40 % 37-45
MCV 84,9 fl 82-92
MCH 27,2 pg 27-31
MCHC 33,0 g/dL 32-37
WBC 10.240 /uL 4.000 - 11.000
PLT 351.000 /uL (H) 150.000 - 400.000
GDA 96mg/dL <200
Kalium 4,0 mmol/l 3,5-5,1
Natrium 136,0 mmol/l 136-145
Klorida 108,0 mmol/l 98-107
2. Foto Thorax
11-06-2022
18-06-2022
12-12-2022
Kesan :
- Keradangan paru
- Cor tak tampak kelainan
- Tampak terpasang gastric tube dengan tip distal yang terproyeksi setinggi VTh 12 sisi
kanan
09-09-2022
Tampak lesi hipodense batas tegas di basal ganglia dan periventricular kiri ; yang ada pemberian
kontras tampak gyral enchancement di frontal kanan kiri
Tampak dilatasi berat ventrikel lateralis kanan kiri, III, IV dengan periventricular edema
Sulci gyri merapat
Cerebellum dalam batas normal
Calvaria normal
Sinus paranasal dan mastoid normal
Kesan :
- Acute communicating hidrocephalus
- Focal lesi hipodense pada basal ganglia dan periventricular kiri curiga subcortikal dan
periventricular leukomalacia
- Encephalitis
b. Non Medikamentosa
1. Menjelaskan pentingnya penatalaksanaan secara holistik (keseluruhan) karena
pengobatan penyakit TB tidak hanya mengobati pasien saja tetapi meliputi orang
yang kontak erat dengan pasien dan juga pencegahan penularan ke orang di
sekitarnya.
2. Memberi edukasi tentang penyakit tuberculosis (penyebab, gejala, terapi,
pencegahan dan penularan).
3. Memberi edukasi bahwa pasien harus control rutin, teratur minum obat dan tidak
putus obat.
4. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan pasien
mengenai rutinitas minum obat dan menjadi Pengawas Minum Obat (PMO).
5. Edukasi keluarga pasien untuk memberikan makanan dan minuman yang cukup
dan bergizi sesuai kebutuhan kalori per hari.
6. Menggunakan masker saat di rumah maupun di tempat kerja. Menjelaskan kepada
keluarga untuk tidak perlu takut terhadap pasien. Penularan penyakit dapat
dicegah dengan penggunaan masker.
7. Mengajarkan etika batuk dan bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan
tisu lalu membuang tisu yang telah digunakan ke tempat sampah. Selain itu, dapat
pula menutup hidung dan mulut dengan lengan bagian atas, bukan telapak tangan.
Setelah itu cuci tangan segera dengan air mengalir dan sabun atau dengan alkohol
hand rub.
8. Tidak membuang dahak sembarangan. Buang dahak di air mengalir atau di lubang
WC lalu disiram dengan air. Apabila bepergian dan ingin membuang dahak, maka
dahak dapat dimasukkan ke wadah yang telah diberi desinfektan seperti sabun
atau karbol kemudian ditutup rapat.
9. Tempat tidur pasien dipisah dengan anggota keluarga yang sehat selama 2 bulan
pengobatan tahap intensif, kemudian setelah pengobatan tahap intensif tuntas,
pasien dapat tidur bersama dengan anggota keluarga lainnya.
10. Mencuci peralatan makan dan minum dengan benar menggunakan sabun cuci
piring, namun tidak perlu memisahkan peralatan makan dan minum.
11. Membuka jendela atau pintu agar cahaya matahari dan udara segar dapat masuk
ke dalam rumah.
12. Menjemur alat tidur, seperti kasur, bantal, maupun guling di bawah sinar
matahari.
13. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di rumah serta istirahat yang cukup.
4.3 Monitoring
Tatalaksana Stunting
a. Intervensi Gizi
1. Pada pasien ini, dengan usia tiga tahun, angka kecukupan energinya yaitu 1.125
kKal, karbohidrat 155 gram, protein 26 gram, lemak total 44 gram, serat 16 gram,
dan air 1200 mililiter.
2. Pemberian makan tambahan (biscuit balita atau jajan sehat lainnya).
3. Pemberian susu indikasi medis khusus (atas indikasi dokter), yaitu nutrisi enteral
(1 mL = 1 kKal).
4. Pemberian suplemen makanan (Taburia) yang mengandung 12 jenis vitamin dan 4
mineral, yaitu: Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12,
Vitamin C, Vitamin D, Vitamin E, Vitamin K, Asam Folat, Zat Besi, Zinc,
Selenium, Asam Pantotenat, dan Maltodextrin.
5. Pemberian Zinc dan Vitamin A.
6. Pemantauan tumbuh kembang.
b. Edukasi
1. Pengetahuan tentang gizi seimbang pada keluarga pasien, mencakup, pemberian
karbohidrat (bisa bersumber dari beras, kentang, jagung, tepung, dan lain-lain),
protein (tahu, tempe, ikan, hati, daging, dan lain-lain), dan lemak (mentega dan
minyak).
2. Keluarga harus diberi pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan gizi anak,
tidak harus membeli bahan makanan yang mahal, yang terpenting adalah
makanan yang bergizi cukup dan seimbang.
3. Keluarga diberi pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, seperti
mencuci tangan pakai sabun, BAB di jamban, tidak merokok, dan lain-lain untuk
menghindari penyakit infeksius yang dapat memperburuk keadaan stunting pada
anak.
4. Keluarga diminta untuk aktif dalam pemantauan tumbuh kembang pasien ini
dengan rutin membawa anak ke posyandu.
5. Keluarga didorong untuk tetap semangat dan telaten dalam menjalani penanganan
stunting ini demi masa depan anak tersebut.
6. KIE stunting mencakup pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses
air bersih. Pola makan dikenalkan dengan istilah “Isi Piringku” dengan gizi
seimbang dimana dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan
buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani)
dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Pola asuh dimulai dari
edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi bagi remaja sebagai cikal
bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi
kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan
kandungan empat kali selama kehamilan. Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan
insiasi menyusui dini (IMD), dan berikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan. Lalu ASI dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) hingga
anak berusia 2 tahun. Pantau tumbuh kembang anak ke Posyandu setiap bulan.
Berikan imunisasi pada anak di Posyandu atau Puskesmas. Perbaikan sanitasi dan
akses air bersih dengan membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir
serta tidak buang air sembarangan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB pada anak:
a. Uji tuberkulin
1) Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas.
Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil
positif uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan
ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.
2) Cara melakukan pembacaan hasil uji tuberkulin diuraikan pada lampiran
3) Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya infeksi TB adalah dengan
Immunoglobulin Release Assay (IGRA). IGRA tidak dapat memberdakan
antara infeksi TB laten dengan TB aktif. Penggunaannya untuk deteksi
infeksi TB tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin. Program
nasional belum merekomendasikan penggunaan IGRA di lapangan.
b. Foto toraks
Tatalaksana TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan
pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis
sekunder) (Kemenkes RI, 2016).
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut:
1) Menyembuhkan pasien TB
2) Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
3) Mencegah TB relaps
4) Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
5) Menurunkan transmisi TB
6) Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
7) Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan dating
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga
rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA
negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan
pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan (Kemenkes RI, 2016).
Tabel 5.2 Dosis OAT untuk anak
Tabel 5.3
Dosis OAT
berdasarkan kategori diagnostik TB
a) Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya di
rujuk ke RS
b) Apabila ada kenaikan BB makan dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan
berat badan saat itu
c) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan Ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
d) OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
e) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukan
air dalam sendok (dispersable)
f) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
g) Bila INH dikombinasikan dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
h) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama
dan dicampur dalam satu puyer.
1. Kortikosteroid
a. TB meningitis
b. sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
c. perikarditis TB
d. TB milier dengan gangguan napas yang berat,
e. efusi pleura TB
f. TB abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selarna 4 minggu.
Tappering-off dilakukan sccara bortahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB
meningitis pemberian selarna 4 sebelum tappering-Off.
2. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan desfisiensi piridoksin simpomatik terutama pada anak dengan
malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan anti retroviral therapy (ART)
Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.
3. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB. Malnutrisi
berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan
secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi,
lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle
wasting.
2. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB pada anak:
c. Uji tuberkulin
4) Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas.
Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil
positif uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan
ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.
5) Cara melakukan pembacaan hasil uji tuberkulin diuraikan pada lampiran
6) Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya infeksi TB adalah dengan
Immunoglobulin Release Assay (IGRA). IGRA tidak dapat memberdakan
antara infeksi TB laten dengan TB aktif. Penggunaannya untuk deteksi
infeksi TB tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin. Program
nasional belum merekomendasikan penggunaan IGRA di lapangan.
d. Foto toraks
Tatalaksana TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan
pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis
sekunder) (Kemenkes RI, 2016).
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut:
8) Menyembuhkan pasien TB
9) Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
10) Mencegah TB relaps
11) Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
12) Menurunkan transmisi TB
13) Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
14) Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan dating
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga
rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA
negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan
pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan (Kemenkes RI, 2016).
Tabel 5.2 Dosis OAT untuk anak
Tabel 5.3
Dosis OAT
berdasarkan kategori diagnostik TB
i) Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya di
rujuk ke RS
j) Apabila ada kenaikan BB makan dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan
berat badan saat itu
k) Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan Ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
l) OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
m) Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukan
air dalam sendok (dispersable)
n) Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
o) Bila INH dikombinasikan dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
p) Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama
dan dicampur dalam satu puyer.
5. Kortikosteroid
g. TB meningitis
h. sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
i. perikarditis TB
j. TB milier dengan gangguan napas yang berat,
k. efusi pleura TB
l. TB abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari, sampai 4
mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selarna 4 minggu.
Tappering-off dilakukan sccara bortahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB
meningitis pemberian selarna 4 sebelum tappering-Off.
6. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan desfisiensi piridoksin simpomatik terutama pada anak dengan
malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan anti retroviral therapy (ART)
Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.
7. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB. Malnutrisi
berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan
secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi,
lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle
wasting.
3. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB pada anak:
e. Uji tuberkulin
A. Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosis TB
pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji
tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan sakit TB. Hasil positif
uji tuberkulin menunjukkan adanya infeksi dan tidak menunjukkan ada
tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB.
B. Cara melakukan pembacaan hasil uji tuberkulin diuraikan pada lampiran
C. Pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya infeksi TB adalah dengan
Immunoglobulin Release Assay (IGRA). IGRA tidak dapat memberdakan
antara infeksi TB laten dengan TB aktif. Penggunaannya untuk deteksi infeksi
TB tidak lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin. Program nasional belum
merekomendasikan penggunaan IGRA di lapangan.
f. Foto toraks
Tatalaksana TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan
pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis
sekunder) (Kemenkes RI, 2016).
Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama
pemberian obat anti TB sebagai berikut:
A. Menyembuhkan pasien TB
B. Mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya
C. Mencegah TB relaps
D. Mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat
E. Menurunkan transmisi TB
F. Mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin
G. Mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan dating
Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga
rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak
dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA
negatif menggunakan paduan INH, Rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan
pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan (Kemenkes RI, 2016).
Tabel 5.2 Dosis OAT untuk anak
Tabel 5.3
Dosis OAT
berdasarkan kategori diagnostik TB
A. Bayi dibawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk KDT dan sebaiknya di
rujuk ke RS
B. Apabila ada kenaikan BB makan dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan
berat badan saat itu
C. Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan Berat Badan Ideal (sesuai umur). Tabel
Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran
D. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
E. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau dimasukan air
dalam sendok (dispersable)
F. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
G. Bila INH dikombinasikan dengan Rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari
H. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama
dan dicampur dalam satu puyer.
I.
3. Kortikosteroid
A. TB meningitis
B. sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
C. perikarditis TB
D. TB milier dengan gangguan napas yang berat,
E. efusi pleura TB
F. TB abdomen dengan asites.
Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 18,6 mg/hari, sampai dengan
37,2 mg/hari, dengan dosis maksimal 60 mg/hari selarna 4 minggu. Tappering-off dilakukan
secara bertahap setelah 4 minggu sebelum tappering-Off.
4. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan desfisiensi piridoksin simpomatik terutama pada anak dengan
malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan anti retroviral therapy (ART)
Suplementasi piridoksin (5-10 mg/hari) direkomendasikan pada HIV positif dan malnutrisi berat.
5. Nutrisi
Status gizi pada anak dengan TB akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB. Malnutrisi
berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan
secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi,
lingkar lengan atas atau pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle
wasting.
6. Makanan Tambahan
Pasien TB anak harus dipastikan minum Obat setiap hari secara teratur oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO). Orang tua merupakan PO terbaik untuk anak. Pasien TB anak sebaiknya
dipantau setiap 2 minggu selama fase intensif, dan sekali sebulan pada fase lanjutan. Pada setiap
kunjungan dievaluasi respon pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek
samping Obat.
Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik (demam menghilang dan
batuk berkurang), nafsu makar meningkat dan berat badan meningkat. Jika respon pengobatan
tidak membaik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan dan pasien dirujuk ke sarana yang lebih
lengkap untuk menilai kemungkinan resistansi obat, komplikasi komorbiditas, atau adanya
penyakit paru lain. Pada pasien TB anak dengan hasil BTA positif pada awal pengobatan,
pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak lang pada akhir bulan
ke-2, ke-5 dan ke-6 (Kemenkes RI, 2016).
Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak perlu
dilakukan Foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali pada TB milier setelah pengobatan
1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2- 4 minggu. Demikian pun pemeriksaan uji
tuberculin karena uji tuberkulin yang positif akan tetap positif.
Dosis OAT disesuaikan dengan penambahan berat badan. Pemberian OAT dihentikan setelah
pengobatan lengkap, dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain
seperti foto toraks (pada TB milier, TB dengan kavitas, efusi pleura). Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai. Kepatuhan minum
bat dicatat menggunakan kartu pemantauan pengobatan (Kemenkes RI, 2016).