Anda di halaman 1dari 15

BAB 5

PENGOLAHAN PANGAN DENGAN SUHU RENDAH


(ES KRIM BERBAGAI RASA)

A. Pendahuluan
Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan dibawah 15 oC efektif dalam mengurangi laju
metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek. Seperti
diketahui setiap penurunan suhu 8 oC laju metabolisme berkurang setengahnya. Berdasarkan derajat
pelepasannya, pengolahan dengan suhu rendah dibedakan menjadi 2 jenis yaitu pendinginan dan
pembekuan.
Pendinginan dilakukan dengan alat pendingin seperti chiller atau refrigerator. Sedangkan untuk
pembekuan digunakan freezer. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan
beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 oC sampai -24oC. Pembekuan cepat
(quick freezing) dilakukan pada suhu -24oC sampai -40oC. Pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam
waktu kurang dari 30 menit. Sedagkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30 – 72
jam. Pembekuan tidak dapat memperbaiki mutu bajan pangan, tetapi hanya dapat mengawetkan
mutu asli dari bahan pangan tersebut.
B. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah (Es Krim Berbagai Rasa)
Es krim adalah produk olahan susu yang dibuat melalui proses pembekuan dan agitasi dengan
prinsip membentuk rongga udara pada campuran bahan es krim (Ice Cream Mix/ICM) sehingga
dihasilkan pengembangan volume es krim. ICM pada es krim dapat dibuat dari campuran susu,
produk susu, bahan pemanis, bahan penstabil, pengemulsi, dan flavour. Kunci sukses membuat
es krim yang baik adalah ketepatan komposisi bahan-bahan yang digunakan dan proses
pengolahan yang benar.
Bahan utama pembuatan ICM adalah lemak susu (krim). Susu penuh (whole milk) juga dapat
digunakan untuk memberikan nilai gizi yang cukup tinggi pada es krim dan menghasilkan tekstur
yang lembut. Penambahan produk susu seperti skim dilakukan untuk meningkatkan kepadatan es
krim dan sebagai sumber protein.
Syarat Mutu Es Krim Menurut Standar Industri Indonesia
Kandungan Komposisi
Lemak Minimal 8%
Padatan bukan lemak Minimal 6-15%
Gula 12%
Overrun Untuk skala industri 70-80%, sedangkan
industri rumah tangga 35-50%

Bahan pemanis digunakan untuk memberikan cita rasa dan mempertahankan titik beku produk es
krim. Bahan pemanis yang ditambahkan tidak lebih dari 16%. Kuning telur (yolk) dapat

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


ditambahkan sebagai bahan pengemulsi untuk memperbaiki struktur lemak dan meningkatkan
ketahanan es krim terhadap pelelehan. Sementara sebagai bahan penstabil dapat ditambahkan
agar-agar, carboxy methyl celulosa (CMC), gum arab, sodium alginat ataupun karaginan.
Pada saat proses pengolahan es krim akan terjadi pengembangan volume. Bertambahnya
volume ini karena terjadi proses pemasukan udara kedalam ICM saat pengadukan (agitasi)
didalam ice cream maker. Pengembangan volume pada pembuatan es krim disebut overrun.
Overrun terbentuk dari agitasi (pengadukan) saat proses pembekuan. Tanpa adanya overrun, es
krim akan berbentuk gumpalan massa yang keras. Overrun yang tinggi menunjukkan gumpalan
massa seperti salju(spongy). Overrun dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dan
volume ICM yang dinyatakan dalam persen. Rumus overrun adalah sebagai berikut:
% Overrun = (Vol.es krim – Vol. ICM) X 100
Vol. ICM
a) Bahan :
Komposisi es krim dapat dibuat bervariasi berdasarkan bahan dasar (raw material) yang
digunakan. Beberapa bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Bahan Dasar ICM (Ice Cream Mix)
 Susu sapi 1 liter
 Kuning telur/yolk 1 butir
 Skim bubuk 100 gram
 Gula pasir 250 gram
 Agar-agar 3-5 gram
 Esens dan pewarna makanan atau buah segar sesuai selera
 CMC 3 gram
2) Bahan Dasar ICM dengan whipping cream
 Whipping cream 300 gram
 Skim bubuk 100 gram
 Gula 150-200 gram
 Agar-agar 3 gram
 CMC 3 gram
 Air 444 gram
3) Bahan Dasar ICM dengan krim dan susu kedelai
 Whipping cream 300 gram
 Skim bubuk 45 gram
 Susu kedelai cair 400 gram
 Gula 150-200 gram
 Agar-agar 3 gram
 CMC 3 gram
 Air 99 gram
4) Bahan Dasar ICM dengan krim dan minyak kelapa
 Whipping cream 150 gram

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


 Minyak kelapa 60 gram
 Skim bubuk 100 gram
 Gula pasir 150-200 gram
 CMC 5 gram
 Air 535 gram
Bahan Baku Ice Cream :
 gula pasir 25 gram
 garam 0,125 gram
 susu full cream 59 ml
 kuning telur 12 gram
 whipping cream 59 ml
Formula dasar:
1. mencampur gula, garam, susu, kuning telur dalam wadah kaca, aduk sampai rata
2. panaskan sampai 80oC selama 25 menit angkat dari kompor
3. tuang kedalam gelas
4. mengukur kedalamnnya (t awal)
5. dinginkan dalam freezer ± 30 menit
6. tambahkan whipping cream dan diaduk rata
7. dinginkan kembali dalam freezer ± 30 menit
8. aduk setiap 10 menit untuk ½ jam pertama  3x pengadukan
9. aduk setiap 15 menit untuk ½ jam kedua  2x pengadukan
10. dinginkan dalam freezer sampai beku (tanpa pengadukan lagi)
11. ukur ketinggiannya (t akhir)
12. ukur overrun es krim
% Overrun = t akhir – t awal x 100 %
t awal
Variasi perlakuan:
Jenis dan jumlah pemanis
 Prosedur seperti formula dasar, tetapi:
a. Ganti gula dengan 29,5 ml madu
b. Ganti gula dengan 50 ml madu
c. Gunakan 37,5 gram gula untuk mengganti 25 gram gula
d. Gunakan 50 gram gula untuk mengganti 25 gram gula
Teknik pembekuan
 Prosedur seperti formula dasar, tetapi:
a. Aduk whipping cream pada campuran sebelum didinginkan dan tidak diaduk lagi
sampai membeku
b. Aduk campuran 1X saja setelah whipping didinginkan dan 1X pengadukan dilakukan
setelah 30 menit pembekuan pertama
c. Penambahan whipping cream tanpa pengadukan sampai membeku

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


d. Pengadukan 2X setelah whipping cream dimasukkan, pengadukan setelah 30 menit
dan 45 menit
b) Alat:
- neraca/timbangan
- panci
- kompor
- pengaduk, sodet
- ice cream maker
- blender
- termometer
- refrigerator
- freezer
c) Prosedur Pembuatan
1. Pencampuran
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur dalam panci sehingga menjadi adonan yang
homogen. Cara mencampur tidak boleh semua bahan sekaligus tetapi bertahap. Mula-
mula susu, gula, dan tepung maizena dicampur dengan diaduk sampai larut.
2. Pasteurisasi
Pasteurisasi dikerjakan pada suhu 60 oC selama 30 menit atau 80 oC selama 25 menit.
Pada pasteurisasi ini krim atau mentega dimasukkan sambil terus diaduk juga kuning
telur yang sudah dikocok terlebih dahulu dimasukkan. Pengadukan terus dilanjutkan
hingga merata.
3. Homogenisasi
Setelah adonan diangkat dari atas api dilakukan homogenisasi, maksudnya agar globula
lemak dan komponen lain seragam juga dapat memberikan rasa lembut pada es krim.
Homogenisasi dapat dilakukan dengan blender atau hand mixer. Pada saat
homogenisasi dapat ditambahkan buah-buahan atau flavor lainnya.
4. Pendinginan
Adonan kemudian didinginkan sampai suhu kurang lebih 10 oC. Pendinginan akan
membantu memberikan tekstur yang baik pada es krim dan menyebabkan “over run”nya
tinggi. Yang dimaksud over run pada pembuatan es krim adalah pengembangan volume
yaitu kenaikan volume es krim antara sebelum dan sesudah pembekuan. Over run
dinyatakan dalam persentase, sebagai contoh:
 Perhitungan over run berdasarkan volume
Mula-mula satu pon adonan mempunyai volume ½ liter menjadi 1 liter setelah
menjadi es krim volumenya 0,925 liter, maka besar over run adalah:

Es krim yang baik over run nya 100-120%. Berdasarkan besar over run es krim dapat
dibedakan menjadi:
- Es krim keras  es krim yang mempunyai over run 90-100%
- Es krim lunak  es krim yang mempunyai over run sekitar 50%
5. Pembekuan
Setelah adonan menjadi dingin maka dilanjutkan dengan pembekuan. Pembekuan dapat
dilakukan dengan alat pembuat es krim yang disebut “ice cream maker” tetapi bila tidak
ada maka cukup dimasukkan ke dalam freezer hingga membeku/mengeras tetapi
kristalnya akan kasar. Untuk mendapatkan Kristal yang halus pembekuan dilakukan
dengan cepat.
d) Diagram alir pembuatan es krim

Air susu

Gula Pencampuran Zat Penstabil

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Pasteurisasi
Krem/mentega Suhu 80oC, 25 menit

Buah-buahan/flavor Homogenisasi

Pendinginan 10oC

Pembekuan

Es Krim

BAB 6

PENGOLAHAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI


A. Pendahuluan
Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal terutama memfokuskan pada aplikasi
panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan
produk pangan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan
proses pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri dapat dilakukan dalam
sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing). Tujuan
utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet
produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka
waktu tertentu. Proses pengolahan dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng
dan dapat mempertahankan daya awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih.
B. Pengolahan Pangan dengan Suhu Tinggi
Abon
Abon adalah makanan dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian
ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Daging yang umum digunakan untuk pembuatan abon
adalah daging sapi atau kerbau. Meskipun demikian, semua jenis daging termasuk daging ikan
dapat digunakan untuk pembuatan abon.
Abon tergolong produk olahan daging yang awet. Untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan, abon dikemas dalam kantong plastik dan ditutup dengan rapat. Dengan cara
demikian, abon dapat disimpan pada suhu kamar selama beberapa bulan.
Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan modal yang besar dan
sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan masyarakat Indonesia. Sehingga,

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


pembuatan abon mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau
industri rumah tangga.
a) Prinsip
Abon adalah makanan dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya,
kemudian ditambah bumbu-bumbu dan digoreng.
b) Bahan c) Alat:
- Daging - Garam - neraca/timbangan
- Ketumbar - Minyak goreng - panci
- Kemiri -Kelapa - wajan
- Gula merah - kompor
- Bawang merah - pisau
- Bawang putih - telenan

c) Prosedur Pembuatan
1. Daging sapi dipotong menjadi tetelan daging. Lemak dan jaringan ikat dibuang dari
seluruh permukaannya, lalu potong-potong dengan ukuran 4 x 4 x 4 cm. Selanjutnya
dicuci dengan air bersih, sehingga bebas dari kotoran dan sisa darah
2. Daging yang telah dipersiapkan diatas ditimbang seberat 5 kg.
3. Rebus potongan-potongan daging tersebut dalam air mendidih selama 30-60 menit.
4. Setelah didinginkan, tumbuk daging yang telah direbus dengan cobek dan alu, lalu
pisahkan serat-seratnya dengan menggunakan garpu.
5. Timbang bumbu-bumbu yang diperlukan sebagai berikut : 25 g ketumbar, 125 g kemiri,
350 g gula merah, 150 g bawang merah, 50 g bawang putih, dan 200 g garam dapur.
6. Tumbuk bumbu-bumbu yang telah ditimbang tersebut satu persatu sampai halus, campur
dan aduk sampai semuanya tercampur secara homogen, lalu tumis dengan sedikit
minyak goreng dalam wajan.
7. Timbang daging kelapa seberat 3 kg, lalu parut dan peras santannya dengan
penambahan air panas secukupnya.
8. Masukkan santan yang dihasilkan ke dalam wajan, tambahkan ke dalamnya daging yang
telah disuwir-suwir (dipisahkan dalam bentuk serat-serat daging) dan bumbu-bumbu yang
telah dipersiapkan, aduk sampai merata, lalu panaskan di atas kompor sampai kering
dan tiriskan.
9. Panaskan sebanyak 0,5 kg minyak goreng dalam wajan di atas kompor dengan api yang
sedang besarnya, masukkan ke dalamnya daging yang telah dipersiapkan sedikit demi
sedikit dan goreng sampai kering berwarna coklat muda, lalu tiriskan dan dinginkan.
10. Kemas abon yang dihasilkan dalam kemasan kantong plastik atau kemasan lainnya.
d) Diagram alir pembuatan abon

Daging sapi Bumbu Kelapa

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Pemotongan Haluskan Diambil santannya

Perebusan

Penumbukan daging

Penggorengan 1

Tiriskan

Penggorengan 2

Abon

Bawang Goreng Kemasan


a) Prinsip
Pembuatan bawang merah segar menjadi bawang goreng kemasan dengan kadar air
bawang yang rendah dapat memperpanjang waktu simpan.
b) Bahan : c) Alat:
1. Bawang merah 6. neraca/timbangan
2. Tepung terigu 7. Pisau
3. Tapioka 8. Telenan
4. Minyak goreng 9. Wajan
5. Bawang merah 10. kompor
6. Tepung terigu
7. Tapioka
8. Minyak goreng

d) Prosedur Pembuatan
1. Pemilihan/sortasi, dilakukan untuk memilih bahan baku bawang merah yang tidak terlalu
muda. Bawang merah terpilih ditempatkan pada rak-rak bertingkat/bersusun selama
kurang lebih satu hari.
2. Pengupasan kulit luar bawang merah dengan menggunakan pisau. Setelah bersih dari
kulit luarm kemudian bawang merah dicuci dengan air bersih.

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


3. Pengirisan, menggunakan alat pengiris atau manual dengan menggunakan pisau. Irisan-
irisan bawang goreng yang dihasilkan kemudian dicuci kembali.
4. Pengadukan, dilakukan setelah mencampur irisan-irisan bawang goreng dengan tepung
terigu dan tapioka. Komposisi terigu dan tapioka sebagai bahan pencampur tergantung
pada kualitas bawang goreng yang akan diproduksi. Kualitas hasil produksi bawang
goreng dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu kualitas I, II, dan III dengan komposisi
bahan pencampur berturut-turut 8 – 10; 12,5 – 15,0 dan 20 – 22 persen dari jumlah
bahan baku bawang merah yang digunakan. Semakin sedikit bahan campurannya, maka
akan semakin baik kualitas bawang gorengnya, dan pada gilirannya. Setelah
pengadukan selesai, adonan bahan baku tersebut lalu ditampung dalam wadah bersih
dekat penggorengan untuk siap digoreng.
5. Penggorengan, minyak goreng yang biasa digunakan adalah minyak sayur. Hasil
penggorengan disimpan sementara dalam tempat penyaringan untuk menampung
minyak berlebih.
6. Penurunan kadar minyak, terdiri dua cara, yaitu:
- Cara tradisional, yaitu dengan menyimpan bawang goreng di dalam sebuah drum
(kapasitas drum 50 kg) setelah di dalamnya terlebih dulu ditempatkan kertas merang
secara berselingan sampai drum terisi penuh. Fungsi kertas merang adalah untuk
menyaring minyak yang masih terkandung dalam bawang goreng.
- Cara mekanis, yaitu menggunakan mesin yang digerakkan oleh listrik dengan sistem
putar (sentrifuse) dalam kecepatan tertentu, sehingga minyak yang terkandung dalam
bawang goreng dapat turun.
7. Pengemasan/lLabeling (Pemberian label/cap), pengemasan dilakukan dengan cara
menyimpan produk akhir bawang goreng dalam plastik-plastik.
e) Diagram alir pembuatan bawang goreng kemasan

Sortasi

Pengupasan & Pengirisan

Pengadukan (tepung terigu & tapioka)

Penggorengan

Penurunan kadar minyak

Bawang goreng

Pengemasan / Labeling

Cookies
a) Prinsip

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Cookies atau kue kering dapat digolongkan menjadi jenis adonan dan jenis busa. Yang
tergolong jenis adonan misalnya kue kering manis, sedangkan contoh dari jenis bisa misalnya
sponge dan cake.
b) Bahan : c) Alat:
1. Tepung terigu 6. Baking powder neraca/timbangan
2. Gula 7. Telur baskom
3. Susu bubuk 8. Garam loyang
4. Shortening atau margarin oven
5. Air mixer

d) Prosedur Pembuatan
1. Formula yang dapat digunakan dalam pembuatan cookies misalnya terdiri atas : terigu
100 gram, tepung gula 35 gram, telur 2 butir, baking powder 0,25 g dan lemak yang terdiri
atas campuran : shortening 20 g, margarin 15 g, dan minyak kelapa 15 g; atau campuran
shortening 15 g dan margarin 40 g. formula ini dikembangkan dengan selera dan
pertimbangan ekonomis.
2. Lemak, gula, susu skim, telur, dan garam dicampur dan dikocok selama 5 menit,
kemudian ditambahkan tepung terigu dan baking powder.
3. Pengadukan dilanjutkan sehingga terbentuk adonan yang rata
4. Selanjutnya dicetak dan dipanggang pada suhu 180oC selama 15-20 menit.

BAB 7

PENGOLAHAN PANGAN DENGAN GULA, ASAM, DAN GARAM


A. PENDAHULUAN
Gula biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan beraneka ragam produk makanan
seperti selai, jeli, marmalad, sirup, buah-buahan bergula, dan sebagainya. Penambahan gula
selain untuk memberikan rasa manis, juga berfungsi dan terlibat dalam pengawetan. Apabila
gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40%
padatan terlarut), maka sebagian air yang ada terikat oleh gula sehingga menjadi tidak tersedia
untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang.
Padahal mikroorganisme memiliki kebutuhan aw minimum untuk pertumbuhannya. Kemampuan
gula untuk mengikat air itulah yang menyebabkan gula dapat berfungsi sebagai pengawet.
Perlu diketahui bahwa aktivitas air berbeda dengan kadar air. Bahan dengan kadar air yang
tinggi belum tentu memiliki kadar air yang tinggi pula. Sebagai contoh sirup, yang memiliki
kandungan air yang tinggi, tetapi aw-nya rendah karena sebagian air yang ada terikat oleh gula.
B. JELLY
Jelly berasal dari buah diekstraksi untuk mendapatkan pektin dengan pemanasan sehingga
diperoleh sari buah. Dengan kombinasi pektin yang cukup, gula dan asam yang tepat akan
membentuk jelly yang baik. Pektin adalah suatu koloid yang reversible dan dapat larut dalam

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


air, diendapkan, dipisahkan, dikeringkan. Bubuk pectin dapat dilarutkan kembali tanpa
kehilangan kapasitas pembentuk jelnya.
Bahan : Alat :
 Buah-buahan (nanas, jeruk, jambu biji) - Panci - Refraktometer
 Gula pasir - Blender - Saringan
 Asam sitrat - Botol jelly steril
Cara Pembuatan :
1. Buah di cuci, di kupas dan di buang bijinya.
2. Daging buah diiris tipis/kecil-kecil.
3. Tambahkan air sebanyak 1-2 bagian berat buah.
4. Lakukan pemasakan kurang lebih 1 jam, angkat dan diamkan 30 menit sampai pectin yang
terkandung di dalam buah terekstraksi semua.
5. Lakukan penyaringan sehingga diperoleh sari buah jernih, tambahkan gula pasir ± 65% dan
asam sitrat sampai pH 3,2 (0,02%).
6. Campuran dimasak sampai titik kekentalan jelly tercapai.
7. Test dengan sendok/garpu/refraktometer (65-68%)
8. Jelly masukkan dalam botol steril, tutup rapat dan lakukan pasteurisasi dengan cara
mengukus/merebus selama 30 menit
A. Hasil
Produk pH ⁰Brix Pengamatan

Warna Kejernihan Aroma Konsistensi Daya oles

Jelly nanas 5 79 Kuning agak pekat Buah Lengket Mudah


nanas dioles
kecokelatan

Tabel 4.1 Analisis Jelly

B. Pembahasan
Pada tabel hasil pengamatan jelly nanas menunjukkan bahwa produk memiliki pH 5 dan ⁰Brix
79. Kemudian juga diamati warna, kejernihan, aroma, konsistensi, dan daya oles. Menurut
Winarno (2004), warna pada produk pangan yang memiliki kandungan gula tinggi dapat
berubah menjadi cokelat saat dipanaskan dengan suhu tinggi. Perubahan warna cokelat ini
merupakan reaksi pencokelatan non enzimatis yang dikenal sebagai karamelisasi. Jelly nanas
menghasilkan aroma manis nanas. Konsistensi lengket pada jelly nanas disebabkan karena jelly
nanas mengalami proses karamelisasi sehingga secara otomatis lama kelamaan jelly menjadi
semakin lengket. Produk jelly nanas pada praktikum ini memiliki daya oles yang baik sehingga
cukup mudah dioles walaupun agak lengket.

Penambahan gula pada pembuatan jelly memiliki fungsi untuk memberikan rasa manis,
membantu untuk membentuk gel yang mengental dan sebagai pengawet. Gula berperan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air pada bahan
pangan. Selain gula ditambahkan pula asam sitrat yang berfungsi sebagai pemberi rasa asam,
memperbaiki flavor, memodifikasi manisnya gula, dan juga berperan sebagai pengawet.

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Menurut Yuliani (2011), gula berfungsi sebagai bahan pengawet pada suatu produk. Jenis gula
yang biasanya digunakan adalah sukrosa. Fungsi gula sendiri pada pembuatan selai dan jelly
adalah untuk membentuk tekstur gel yang baik, kenampakan produk yang menarik serta
memberikan rasa. Gula juga berperan dalam membentuk gel karena berinteraksi dengan pektin.
C. JAM/SELAI
Nanas yang digunakan sebaiknya tidak terlalu matang. Nanas tersebut masih cukup
keras sehingga mempermudah proses pemarutan/penghancuran buah walaupun rasanya
masih asam, memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan nanas yang matang
sehingga dapat menambah waktu pemasakan.
Jam merupakan bubur buah dengan penambahan gula dan asam tertentu akan
mengalami kekentalan melalui proses pemasakan. Untuk menghasilkan jam yang bermutu
baik, buah yang akan diolah harus benar-benar matang. Buah dengan aroma kuat akan
menghasilkan jam dengan aroma kuat pula. Pectin diperlukan dalam pembuatan jam dan
fungsinya adalah untuk mengentalkan. Semakin cepat jam mengental semakin besar jumlah
rendemen. Hal lain yang harus diperhatikan dalam pembuatan jam adalah waktu pemasakan
jangan terlalu lama, jam yang dihasilkan akan keras dan terbentuk kristal gula (kadar gula
terlalu tinggi (> 68%) bila waktu pemasakan terlalu singkat, jam masih encer sehingga jam
tidak dapat dioleskan.
Bahan : Alat :
 Buah-buahan (nanas) - Panci - Refraktometer
 Gula pasir - Blender - Saringan
 Asam sitrat - Botol steril
 Asam benzoate - pH meter
Cara Pembuatan :
1. Buah dipilih yang matang baik, dicuci dan dibersihkan dari kulit dan kotoran
2. lakukan blanching, yaitu buah dicelupkan dalam air panas (82-100 oC) selama 5 menit
(tergantung banyak/tebal irisan buah). Tujuan blanching antara lain adalah untuk
menonaktifkan enzim yang dapat merubah warna buahnya coklat sehingga hasil tetap
berwarna bagus.
3. Buah dipotong-potong untuk memudahkan penghancuran. Daging buah diblendermenjadi
bubur (tambahkan air ± 10%)
4. tambahkan gula pasir ± 55% dan asam sitrat 0,02% (cek keasaman dengan menggunkan
pH meter/lakmus pH 3,2)
5. Pemasakkan dilanjutkan sampai kekentalan jam tercapai (cek kadar gula dengan
refractometer 65-68%) tambahkan pewarna/pengawet bila perlu
6. Masih dalam keadaan panas, jam dibotolkan tutuprapat dan pasteurisasi selama 30 menit
A. Hasil
Warna Tekstur Rasa Aroma Kadar Keasaman
Gula

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Kuning Halus Manis asam Nanas 67% pH 4
berserat
kecoklatan Segar

B. Pembahasan
Warna selai nanas yang baik biasanya adalah kuning keemasan terang atau kuning
kehijauan terang, tergantung pada jenis nanas yang digunakan dan metode pembuatan
selai. Selai nanas yang baik harus memiliki warna yang cerah dan tidak terlalu gelap atau
pudar. Namun, perlu diingat bahwa warna tidak sepenuhnya menentukan kualitas selai
nanas. Selain warna, tekstur, rasa, aroma, dan kesegarannya juga penting untuk
menentukan kualitas selai nanas.

Texture selai nanas yang baik seharusnya halus dan tidak berserat. Untuk mencapai
tekstur yang halus, nanas yang digunakan sebaiknya dipotong kecilkecil dan dihaluskan
dengan baik selama proses pembuatan selai. Jika selai nanas terasa berserat, itu bisa
menunjukkan bahwa nanas yang digunakan tidak dipotong atau dihaluskan dengan baik.
Namun, beberapa orang mungkin lebih menyukai tekstur selai yang sedikit berserat
karena memberikan sensasi yang berbeda dalam mulut. Jadi, sebenarnya itu tergantung
pada selera pribadi masing-masing. Namun secara umum, tekstur selai nanas yang baik
adalah yang halus dan tidak berserat.

Rasa selai nanas yang baik dapat bervariasi tergantung pada preferensi individu. Namun
secara umum, selai nanas yang baik seharusnya memiliki rasa yang seimbang antara
manis dan asam. Pohon nanas biasanya menghasilkan buah yang agak asam, sehingga
untuk membuat selai nanas yang enak, biasanya ditambahkan sedikit gula untuk
menyeimbangkan rasa asamnya. Beberapa orang mungkin lebih suka selai nanas yang
lebih manis, sedangkan yang lain lebih suka selai nanas yang lebih asam. Jadi, tergantung
pada selera pribadi masing-masing.

Namun yang paling penting, selai nanas yang baik seharusnya terbuat dari nanas yang
segar dan berkualitas untuk mendapatkan rasa yang terbaik. Aroma selai nanas yang
baik seharusnya memiliki aroma yang segar dan harum, dengan sedikit aroma manis dari
gula yang ditambahkan. Aroma segar ini berasal dari buah nanas itu sendiri yang
memiliki aroma yang khas dan kuat.Selain itu, aroma selai nanas yang baik juga
tergantung pada cara pembuatannya. Jika selai nanas dibuat dengan metode yang
benar, seperti memasak nanas secara perlahan dengan api kecil untuk menghindari
pembakaran, aroma dan rasa akan lebih terjaga dan terasa lebih nikmat. Dalam hal ini,
kualitas bahan baku yang digunakan juga sangat penting. Buah nanas yang segar dan
matang harus dipilih untuk menghasilkan selai nanas dengan aroma yang segar dan
harum yang maksimal.

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


Kadar gula yang ideal saat membuat selai nanas bervariasi tergantung pada selera
pribadi dan jenis nanas yang digunakan. Namun secara umum, kadar gula yang
direkomendasikan adalah sekitar 65-68% dari berat nanas yang digunakan. pH selai
nanas yang baik seharusnya berkisar antara 3,0 hingga 4,0. pH ini penting untuk menjaga
keamanan pangan dan kualitas selai nanas, karena pH yang rendah akan membuat
lingkungan menjadi asam dan mencegah pertumbuhan bakteri yang berbahaya. Proses
pembuatan selai nanas melibatkan pemanasan buah nanas bersama dengan gula dan
bahan pengawet lainnya. Proses pemanasan ini memungkinkan pengaturan pH selai
nanas menjadi ideal.Penting untuk memastikan bahwa pH selai nanas tetap berada
dalam kisaran yang aman selama penyimpanan dan penggunaan, karena pH yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan dan memperpendek umur
simpan selai nanas.

D. MARMALADE
Marmalade adalah produk buah-buahan dengan menjadikannya bubur buah ditambah
dengan gula dan asam dengan konsentrasi tertentu dan diberi irisan kulit jeruk/potongan
buah yang menjadi ciri khas produk ini dan mengalami pengentalan dengan pemanasan.
Bahan : Alat :
 Buah-buahan (nanas, jambu biji, apel, dll) - Panci - Refraktometer
 Gula pasir - Blender - pH meter
 Asam sitrat - Botol jelly steril
 Asam benzoate
Cara Pembuatan :
1. Buah dipilih yang baik dan matang, bersihkan buah dari biji , kotoran dan kulit, potong
buah untuk memudahkan penghancuran.
2. Lakukan blanching yaitu mencelupkan potongan buah dalam air panas (82-100 o C) selama
5-10 menit agar warna buah tetap menarik.
3. Hancurkan potongan buah dengan blender (tambahkan air ± 10%)
4. Tambahkan gula pasir 55 % dan asam sitrat 0,02 % sampai pH 3,2
5. Panaskan bubur buah sampai diperoleh kekentalan yang baik. Amati kadar gula dengan
refraktometer 65-68 %.
6. Tambahkan kulit jeruk, kulit yang paling luar iris tipis-tipis dan rebus dalam air mendidih ±
4 menit atau potongan cincangan buah dari buah yang sama.
7. Dalam keadaan panas, masukkan marmalade kedalam botol steril dan lakukan
pasteurisasi dengan mengukus/merebus selama 30 menit pada suhu 63 o C.
A. Hasil
Foto Rasa Tekstur Aroma Warna pH Kadar
Gula

Manis Agak keras Aroma jeruk Kuning agak 4 77%


bercampur dan kaku, tua
rasa jeruk lumayan sulit

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


dioleskan ke
roti

Gambar 4.1
Produk Marmalade

Tabel 4.1 Hasil Produk

B. Pembahasan

Prinsip percobaan pembuatan marmalade adalah berdasarkan ekstraksi ekstrak buah dan
dilakukan penahancuran dengan pemasakan sehinggal menjadi gel, lalu ditambahkan
potongan buah.

Gula adalah bahan penting dalam pembuatan marmalade, karena gula membantu
mempertahankan tekstur, rasa, dan warna buah yang dikonversi menjadi selai. Ada perbedaan
antara jumlah gula yang seharusnya digunakan dan hasil praktiknya tergantung pada beberapa
faktor, termasuk jenis buah, metode persiapan, dan preferensi pribadi. Dalam pembuatan
marmalade, umumnya perbandingan gula yang digunakan adalah sekitar 1:1 dengan buah
yang digunakan, tetapi beberapa resep dapat meminta rasio yang lebih rendah atau lebih
tinggi tergantung pada preferensi pribadi atau varietas buah yang digunakan. Namun, jika
terlalu banyak gula ditambahkan, hal ini dapat mempengaruhi hasil akhir marmalade dengan
beberapa cara, antara lain:

• Kandungan gula yang terlalu tinggi dapat menyebabkan marmalade menjadi terlalu
manis, sehingga rasa buah yang seharusnya menjadi lebih dominan dapat hilang.
• Tekstur marmalade juga dapat berubah menjadi terlalu kental atau terlalu keras jika
terlalu banyak gula ditambahkan. Hal ini dapat membuat marmalade menjadi sulit
diulas atau diolah menjadi produk lain.
• Terlalu banyak gula juga dapat mempengaruhi konservasi produk, karena kadar gula
yang tinggi membantu mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Namun, jika terlalu
banyak gula ditambahkan, hal ini dapat mempengaruhi waktu simpan marmalade.
• Terakhir, terlalu banyak gula dapat mempengaruhi warna produk. Karamelisasi gula
dapat menyebabkan marmalade menjadi lebih gelap dari warna aslinya, yang dapat
mempengaruhi tampilan akhir produk.

Pada marmalade yang kami buat, tekstur yang dihasilkan agak keras dan kaku, selain itu
warnanya juga agak tua. Hal ini bisa saja terjadi karena terlalu banyak gula yang ditambahkan.
Lama proses memasak juga akan meningkatkan kadar gula, seperti marmalade yang kami buat

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan


kadar gulanya mencapai 77% padahal normalnya 65-68% karena jika lebih dari angka tersebut
marmalade akan semakin mengeras. Salah satu cara yang dapat mencegah hal tersebut adalah
dengan cara sesekali kadar gula di cek saat pemasakan, sehingga saat kadar gula mendekati
65-68% pemasakan bisa mulai dihentikan,

Keasaman yang rendah diperlukan untuk mempertahankan daya simpan selai, karena
pertumbuhan mikroba khususnya jamur akan terhambat. Penambahan asam sitrat 0,35-4%
b/b dapat menambah daya awet pada selai Ginting, 2007 dalam Dewi, (2018). Menurut
Koswara, 2009 dalam Prasetya, (2018) fungsi dari asam sitrat sebagai katalisator hidrolisis
sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang
dihasilkan. Keberhasilan pembuatan jeli, jam tergantung dari derajat keasaman untuk
mendapatkan pH yang diperlukan.

Nilai pH yang didapatkan pada marmalade yang telah kami olah yaitu pH 4. Menurut Rashid et
al., (2014), penurunan nilai pH disebabkan oleh tingginya konsentrasi asam organik yang
terdapat pada bahan. Jeruk manis memiliki pH yang rendah dan merupakan salah satu jenis
buah tropis yang memiliki kandungan berbagai jenis asam dengan konsentrasi asam yang
tinggi, sehingga dengan penambahan sari buah jeruk manis pada produk pangan dapat
meningkatkan kandungan asam seiring dengan semakin menurunnya pH produk tersebut.
Menurut Ismael et al., (2018), asam organik yang terkandung dalam jeruk merupakan asam
sitrat (70-90% dari total asam), asam malat, dan asam oksalat, dengan sedikit kandungan asam
suksinat, malonat, quinat, laktat, tartarat, dan jenis asam organik lainnya. Dengan demikian,
semakin tinggi rasio sari buah jeruk manis, pH marmalade yang dihasilkan semakin asam. Nilai
pH marmalade ini lebih tinggi dibandingkan standar mutu marmalade yakni 3,2 - 3.5 (Liza,
2011 dalam Adityas et al.,2017).

Umur simpan marmalade tergantung pada beberapa faktor, termasuk cara penyimpanan,
bahan pengawet yang digunakan (jika ada), dan kondisi lingkungan. Jika marmalade disimpan
di tempat yang sejuk, kering, dan gelap, maka umur simpannya dapat mencapai hingga satu
tahun. Jika marmalade disimpan dalam kondisi yang tidak sesuai atau terbuka terlalu lama,
maka kualitasnya dapat memburuk dan bahkan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

Setelah dibuka, marmalade biasanya hanya bertahan selama beberapa minggu dalam kondisi
penyimpanan yang baik di lemari pendingin. Oleh karena itu, disarankan untuk menyimpan
marmalade dalam wadah kedap udara yang bersih dan terkunci rapat di lemari pendingin
setelah dibuka untuk memperpanjang masa simpannya.

Pedoman Praktek Ilmu Teknologi Pangan

Anda mungkin juga menyukai