Anda di halaman 1dari 6

Lima karakteristik hukum islam, yaitu: Sempurna (M.

Hasbi Ash-Shiddieqy bilang : ciri Hukum Islam sempurna


karena berupa satu kesatuan yang utuh dan lengkap. Kesempurnaan itu ada dengan lahirnya syari’at Islam yang
mencakup masalah universal seperti: peribadatan, warisan, perkawinan, bahkan perceraian). Elastis (hukum
Islam disebut elastis jika fleksibel, lentur, luwes, dan mudah diubah. Contoh elastisitas itu adalah kegiatan ijtihad
ulama fiqih dan usul fikih dalam merumuskan hukum suatu masalah yang tidak ditemukan di dalam Alquran dan
hadis). Universal (hukum Islam bukan hanya ditujukan untuk satu golongan atau bangsa tertentu, namun
berlaku untuk semua orang atau seluruh dunia. Hal ini sesuai QS. Al-Anbiya’: 107). Dinamis (hukum Islam itu
mampu menyesuaikan diri dalam berbagai keadaan. Kedinamisan hukum Islam terletak pada dasar-dasar dan
pokok-pokok yang menjadi sumber kekuatan, kelemahan, maupun kemudahan dalam menetapkan hukum
Islam). Sistematis (hukum Islam merupakan bentuk sistematis dari cerminan sejumlah doktrin yang saling
berhubungan satu sama lain. Seperti perintah salat dalam al-Qur’an yang senantiasa diiringi dengan perintah
zakat. Begitupun perintah-perintah Allah SWT lainnya yang bersifat beriringan dan sistematis). Ta’abbudi dan
Ta’aqquli (Ta’abbudi/ghairu ma’qulah al-ma’na adalah bentuk ibadah kepada Allah yakni ditunjukkan dengan
beriman kepada-Nya. Sedangkan ta’aqquli yaitu dalam bidang muamalah. Ta’aqquli lebih menitikberatkan pada
urusan duniawi). Karakteristik hukum Islam menurut para ahli (menurut Zarkowi Soejoeti): hal 20. Tujuan Hukum
Islam Berdasarkan Pembuat Hukum Islam: hal 22. Definisi Ushul Fiqh : Ushul Fiqh adalah ilmu yang
mempelajari tentang prinsip-prinsip dasar dalam menetapkan hukum Islam. Ilmu ini mencakup berbagai aspek,
seperti asal hukum (al-aslu fi al-ahkam), dalil (al-dalil), qiyas (analogi), istihsan (kebijaksanaan), istishab
(berkesinambungan), dan lain sebagainya. Asal Hukum (Al-Aslu Fi Al-Ahkam) : suatu prinsip dalam ushul fiqh
yang menyatakan bahwa setiap perkara dalam Islam pada awalnya dianggap halal, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi: "Kami
jadikan segala yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji siapa di antara mereka yang paling
baik perbuatannya." Dalil (Al-Dalil) : suatu prinsip dalam ushul fiqh yang berkaitan dengan metode-metode
dalam menetapkan hukum Islam. Dalil dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu dalil langsung dan dalil tidak
langsung. Dalil langsung berasal dari sumber hukum langsung (Al-Quran dan Hadits), dalil tidak langsung
berasal dari sumber hukum tidak langsung (ijma, qiyas, istihsan, istishab, dsb. Definisi Qiyas : hal 49.
Metodologi Ushul Fiqh : didasarkan pada empat sumber hukum Islam yang utama, yaitu Al-Quran (sumber
utama dan pertama dalam menentukan hukum Islam, diikuti oleh Sunnah atau hadis Nabi Muhammad sebagai
sumber kedua), Sunnah, Ijma' (sumber ketiga dalam menentukan hukum Islam), dan Qiyas (sumber keempat
yang digunakan dalam menentukan hukum Islam). Prinsip-prinsip Ushul Fiqh : (1) Al-Adillah Al-Qath'iyyah:
Prinsip yang mengacu pada dalil-dalil yang pasti atau terjamin kebenarannya (Al-Quran dan hadis Nabi yang
mutawatir), (2) Al-Adillah Al-Dhanniyyah: prinsip ini mengacu pada dalil-dalil yang bersifat dugaan (hadis Nabi
yang tidak mutawatir, ijma', dan qiyas), (3) Al-Maslahah: prinsip ini mengacu pada kepentingan umum atau
kemaslahatan yang dapat diperoleh dari penerapan hukum Islam, (4) Al-Maqasid: prinsip ini mengacu pada
tujuan-tujuan atau maksud-maksud hukum Islam, (5) Al-Ijtihad: Prinsip ini mengacu pada upaya untuk
menemukan alternatif dalam menentukan hukum Islam dengan mempertimbangkan situasi yang sedang terjadi,
menunjukkan pentingnya kemampuan dan keterampilan ulama dalam menafsirkan sumber-sumber hukum Islam
secara kreatif dan inovatif. Aspek-Aspek dalam Penentuan Hukum Islam : (1) Pendapat Para Ulama tentang
Penentuan Hukum Islam : Para ulama memiliki pendapat yang berbeda (beberapa ulama mengutamakan Al-
Quran dan Sunnah sebagai sumber utama dalam menentukan hukum Islam, beberapa ulama
mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual seperti kondisi sosial, politik, dan ekonomi pada saat penerapan
hukum, beberapa ulama mengkombinasikan berbagai sumber hukum Islam dan melakukan ijtihad atau upaya
pemikiran kreatif dalam menentukan hukum Islam), (2) Perbedaan Pendapat Antara Ulama dalam Penentuan
Hukum Islam : disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perbedaan dalam penggunaan metode dan prinsip
Ushul Fiqh, perbedaan pemahaman sumber-sumber hukum Islam, perbedaan konteks sosial dan budaya saat
penerapan hukum, (3) Penentuan Hukum Islam dalam Konteks Perubahan Zaman : menuntut adanya pemikiran
kreatif dan inovatif dari para ulama untuk menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Permasalahan dalam Ushul Fiqh : (1) ulama harus mempertimbangkan kondisi darurat dan krisis tersebut serta
menerapkan prinsip-prinsip kemanfaatan (maslahah) dan mencegah kerusakan (mafsadah) dalam menentukan
hukum Islam, (2) ulama menentukan apakah status suatu perbuatan atau tindakan itu mubah (boleh), wajib
(harus), sunnah (disunnahkan), makruh (diharamkan), atau haram (dilarang). Hal ini sesuai nash atau dalil yang
jelas, maslahah atau kemanfaatan, mafsadah atau kerusakan, dan juga konteks sosial dan budaya pada saat
penerapan hukum, (3) konflik antara nash-nash dalam Al-Quran dan Sunnah tidak dapat diselesaikan dengan
jelas, sehingga memerlukan penggunaan prinsip-prinsip Ushul Fiqh yang lebih kompleks. Peran Ushul Fiqh : (1)
menjaga keharmonisan dan keadilan sosial di masyarakat yang contohnya: penyelesaian masalah perdata.
Ketika terjadi konflik atau perselisihan antara individu atau kelompok dalam masyarakat, Ushul Fiqh digunakan
sebagai landasan dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang adil dan seimbang. Dalam hal ini,
Ushul Fiqh mempertimbangkan bukti-bukti yang sahih, keterangan saksi, dan berbagai faktor lainnya yang
berkaitan dengan masalah yang dihadapi, (2) Ushul Fiqh mengatasi berbagai masalah sosial yang dihadapi oleh
masyarakat, contoh: Ushul Fiqh dapat diterapkan dalam menyelesaikan masalah kemiskinan, pengangguran,
dan masalah kesehatan dalam masyarakat, (3) pembentukan lembaga pendidikan dan penelitian dalam Ushul
Fiqh untuk memperkuat pemahaman dan penerapan Ushul Fiqh dalam masyarakat, membantu menghasilkan
para ulama yang kompeten dalam bidang Ushul Fiqh, para mahasiswa dan peneliti dapat mempelajari prinsip-
prinsip dasar Ushul Fiqh dan metode penentuan hukum Islam yang sahih dan valid, melakukan penelitian dan
kajian mendalam mengenai isu-isu terkini dalam Ushul Fiqh serta menganalisis permasalahan yang muncul
dalam pengembangan Ushul Fiqh. Untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan Ushul Fiqh di masyarakat :
sosialisasi mengenai pentingnya mempelajari Ushul Fiqh sebagai landasan dalam penentuan hukum Islam,
menyediakan akses yang lebih mudah dan luas terhadap literatur Ushul Fiqh dan pengajaran yang berkualitas
tentang Ushul Fiqh, mendorong pembentukan lembaga pendidikan dan penelitian yang berfokus pada Ushul
Fiqh dan memperkuat peran lembaga-lembaga tersebut dalam memperkuat pemahaman dan penerapan Ushul
Fiqh di masyarakat, mengintensifkan diskusi dan dialog antara para ulama dan praktisi Ushul Fiqh dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penentuan hukum Islam, mendorong
pembentukan komunitas-komunitas pembelajaran Ushul Fiqh di masyarakat yang dapat saling berbagi
pengetahuan dan pengalaman tentang Ushul Fiqh. Tiga asas utama dalam Hukum Islam: keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum (berkaitan dengan asas legalitas). Asas-asas hukum Islam dalam
perkawinan: Asas kesukarelaan mengedepankan keharmonisan dalam hubungan perkawinan, melibatkan kedua
mempelai dan orang tua mereka (sebagai sendi asasi perkawinan Islam) sesuai dengan QS. Al-Baqarah
(2):232.; asas persetujuan kedua belah pihak artinya perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua
pihak tanpa ada paksaan dari salah satu pihak sesuai pasal 6 ayat 1 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan ; asas kebebasan memilih pasangan memberikan kebebasan pada calon mempelai untuk
memilih pasangan mereka ; asas kemitraan suami istri menegaskan bahwa istri merupakan mitra suami dalam
rumah tangga contohnya suami berperan sebagai kepala keluarga, idan istri menjadi kepala dan penanggung
jawab pengaturan hal-hal dalam rumah tangga; asas untuk selama-lamanya mengartikan bahwa perkawinan
dalam Islam dilakukan untuk mendapatkan keturunan dan membina cinta kasih selama hidup, meskipun
perkawinan dapat dihentikan dalam keadaan terpaksa, sesuai dengan Q.S. ar-Rum (30) : 21. Asas monogami
terbuka memperbolehkan seorang laki-laki untuk beristri lebih dari satu dalam keadaan darurat, dengan syarat
mampu berlaku adil terhadap semua istrinya. Syarat syarat poligami : (1) terbatas hanya sampai empat isteri; (2)
suami harus mampu berlaku adil; (3) mendapat izin dari Pengadilan Agama, krn isteri : tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai isteri; mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan tidak dapat
melahirkan keturunan; (3) sesuai Pasal 5 UU 1/1974 (Persetujuan isteri dan kepastian suami mampu menjamin
keperluan hidup isteri dan anak). Alasan perlu mengimplementasikan asas-asas hukum islam dalam
pernikahan : pengimplementasian asas asas hukum islam dalam suatu pernikahan dapat menjadi tolak ukur
apakah suatu pernikahan itu dijalankan sesuai dengan ajaran islam. Definisi, dasar hukum, fungsi, metode
ijtihad: hal 45-48. Syarat ijtihad : hal 48. Definisi, landasan ijma : hal 48-49. Tujuan dari ijma : menentukan jalan
keluar pada suatu masalah dengan cara bermusyawarah antara para mujtahid. Ijma tidak sah apabila : (1) Ada
yang tidak menyetujuinya, (2) hanya ada seorang mujtahid, (3) tidak ada kebulatan yang nyata, (4) sudah jelas
terdapat dalam nash. Contoh ijma dalam kehidupan sehari-hari : (1) diadakannya adzan dan iqomah dua kali
pada salat Jumat; (2) salat tarawih merupakan salat yang dilakukan sesudah salat isya’ sampai waktu fajar; (3)
kesepakatan mujtahid tentang jual beli dihalalkan, sedangkan riba diharamkan; (4) antara kerbau dan sapi
adalah sama dalam perhitungan zakatnya; (5) jual beli madhamin (jual beli hewan yang masih di dalam perut)
menurut jumhur ulama tidak diperbolehkan, (6) kesepakatan para ulama atas diharamkannya minyak babi.
Contoh ijtihad dalam kehidupan sehari-hari : (1) para ulama melakukan ijtihad dalam proses penentuan satu
Ramadhan dan juga satu Syawal; (2) memperbolehkan proses bayi tabung tetapi didukung dengan beragam
syarat; (3) menganggap pinjaman ke bank konvensional dengan bunga tertentu dinilai haram serta tidak
diperkenankan; (4) memperbolehkan vaksinasi Covid-19 karena bertujuan baik untuk menangkal virus dan
memutus rantai penyebaran penyakit. Dalam konteks isu kontemporer : (1) Ijma dapat digunakan sebagai
sumber referensi untuk menentukan pandangan ulama tentang masalah tertentu. Misalnya, dalam masalah
keuangan Islam, ulama dapat merujuk pada kesepakatan Ijma dalam memutuskan apakah suatu produk
keuangan halal atau haram; (2) Ijtihad dapat digunakan untuk menemukan solusi hukum yang sesuai dengan
zaman dan situasi yang sedang dihadapi masyarakat Muslim. Misalnya, dalam konteks teknologi modern, Ijtihad
dapat digunakan untuk menemukan pandangan ulama tentang penggunaan teknologi seperti internet, media
sosial, atau teknologi medis yang baru. Fiqh munakahat : seperangkat aturan yang bersifat Amaliyah Furu’iyah
berdasarkan wahyu ilahi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan yang berlaku bagi seluruh
umat Islam. Dasar fiqh munakahat : Al-Quran sesuai QS. Ar-Rad ayat 38 dan Hadits Nabi. Ruang lingkup fiqh
munakahat : (1) Nikah (membahas hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan, rukun dan syaratnya, penghalang
perkawinan itu, kehidupan rumah tangga untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah, rahmah, dan
mawaddah); (2) talak (diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya. Dalam
perkawinan itu lahir anak, oleh karena itu dibicarakan hubungan anak dengan orang tuanya); (3) Waris
(perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka dari orang yang meningal (Muwarrits) kepada ahli warisnya
yang hidup (waritsa). Waris disebut juga dengan faraidh artinya bagian yang tertentu yang dibagi menurut agama
Islam kepada semua yang berhak menerima. Menurut firman Allah swt tentang kewarisan terdapat dalam surat
an-Nisa ayat 7, 8, 11, 12, 33, dan 176 dan surat al-Anfal ayat 72 dan 75, serta surat al-Ahzab ayat 6). Hukum
perkawinan dipecah menjadi lima : (1) bersifat wajib jika seseorang mampu secara finansial dan mental dan tidak
mampu melindungi dirinya dari perzinahan; (2) hukum pernikahan bisa dikatakan sunnah jika seseorang mampu
secara finansial tetapi terlalu muda untuk menikah; (3) hukum Perkawinan juga dapat disebut mubah bilamana
keadaan orang tersebut stabil dan tidak mau kawin atau cerai; (4) hukum menikah adalah makruh ketika calon
suami tidak memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya tetapi calon istri dapat
memenuhi kebutuhan keluarga nantinya; (5) hukum menikah bisa menjadi haram jika salah satu calon merasa
dipaksa untuk menikah, dan menikah dengan cara menipu. Hal-hal yang diatur hukum pernikahan dalam islam :
syarat perkawinan sah, rukun nikah, poligami, hak dan kewajiban suami istri. Hak dan kewajiban suami terhadap
istri telah diatur di dalam beberapa ayat Al-Quran : 1. Hak bersama pada suami istri antara lain adalah saling
menghormati, memuliakan, menyayangi, mengasuh dan mendidik anak, dan menikmati hubungan biologis. 2.
Hak suami terhadap istri, yaitu mendapatkan kasih sayang, memelihara pandangan, hak untuk ditaati istri, hak
untuk memberi pelajaran kepada istri, dan hak untuk dilayani istri. 3. Hak istri terhadap suami, yaitu memberikan
perlindungan dan kasih sayang, serta memenuhi kebutuhan lahir dan batin (sandang, papan, pangan).
Perceraian/talak : dalam syariat islam, artinya pelepasan suami terhadap istrinya. Alasan perceraian yang
diajukan ke pengadilan menurut pasal 116 KHI: (1) berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi, dan pecandu
narkoba; (2) meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah atau hal lain diluar
kemampuannya; (3) melakukan kekejaman atau penganiayaan berat; (4) terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga; (5) suami melanggar taklik talak dsb. Akibat dari
perceraian : (1) harta yang diperoleh selama menikah menjadi harta bersama; (2) kedudukan anak sah secara
hukum dan memiliki garis keluarga dengan kedua orangtuanya, kecuali anak diluar nikah yang hanya memiliki
garis keluarga dengan ibunya. Putusnya perkawinan sebagai akibat perceraian di pasal 156 KHI : belum
mumayyiz, hadhanah. Hukum waris menurut pasal 171 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam : hukum yg mengatur
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagiannya masing2. Pembagian waris : kepada istri / janda yaitu jika sang suami meninggal, sang istri
menerima 1/2 harta suami. 1/2 harta suami dibagikan ke istri dan anak dengan jumlah yang sama. Jika tidak
punya anak, istri dapat 1/4 bagian, jika memiliki anak, istri akan dapat 1/8 bagian. Pembagian waris kepada anak
dalam ajaran Islam : anak pria dapat harta sekitar dua kali lipat lebih banyak dari anak wanita sang pewaris, jika
anak itu tunggal, bagiannya adalah 1/2 dari jumlah warisan. Ruang lingkup hukis : ibadah dan muamalah. Hukum
Islam vertikal dan horizontal: (1) Hukum vertical (ibadah) : hubungan antara subjek hukum dengan penciptanya
(hablun minallah) meliputi syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Dijelaskan secara terperinci karena hukum
vertikal adalah ketundukan jiwa dan raga yang muncul secara sukarela untuk mencurahkan cinta terhadap Yang
Disembah; (2) hukum horizontal (muamalah) : hubungan antara subjek hukum dengan sesamanya (hablun
minannas) meliputi munakahat, wiratsah, muamalah, jinayat, al-ahkam al sulthaniyyah, siyar, dan mukhasamat.
Sifatnya dijelaskan tidak rinci, bersifat terbuka dan muncul improvisasi melalui ijtihad. Hukum Islam Wirâtsah :
hukum yg mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan ahli waris, pewaris, harta peninggalan, serta tata
cara pembagian warisan itu sendiri. Pembagian harta waris Islam : ada 6 tipe persentase pembagian (1)
1/2(Setengah) Ashhabul furudh dapat setengah (1/2) meliputi suami, anak perempuan, keponakan laki-laki,
saudara kandung, dan saudara perempuan dari pihak ayah; (2) 1/4(Seperempat) Para ahli waris berhak
seperempat harta peninggalan seorang ahli waris yang hanya dua orang, yaitu suami atau istri; (3)
1/8(Seperdelapan) pewaris seperdelapan harta warisan adalah istrinya; (4) 2/3(dua pertiga) ahli waris terdiri dari
anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara
perempuan sebapak; (5) 1/3(sepertiga) hanya dua ahli waris dari sepertiga harta warisan adalah ibu dan dua
saudara kandung dari ibu yang sama; (6)1/6(seperenam) 7 ahli waris yang berhak atas seperenam harta warisan
sebagai ayah, kakek, ibu, cucu, anak laki-laki, saudara perempuan kandung dari ayah, nenek, saudara laki-laki
dan ibu. Penghalang dalam pewarisan : berstatus budak, ahli waris membunuh pewaris, perbedaan agama. Jika
ahli waris beda agama, ia tetap memperoleh harta waris melalui wasiat wajibah, sesuai Yurisprudensi Mahkamah
Agung Nomor No 51/K/AG/1999. Hukum Islam jinâyat atau uqûbat : hukuman pidana dalam sistem hukum Islam
yang dikenakan atas pelanggaran-pelanggaran tertentu yang disebut dengan qishash, hudud, ta'zir, dan diyat.
Jika ada pertentangan hukum nasional dan hukum Islam : keduanya diterapkan secara proporsional selagi tidak
mengganggu peradilan yang ada dan tidak mengganggu HAM. Jika pidana islam sejalan dengan pidana positif,
sangat terbuka kemungkinan untuk dilakukan kolaborasi di pengadilan, karena menurut UU kehakiman pun
seorang hakim harus mengetahui dan mempertimbangkan hukum yang hidup dalam masyarakat. As-
Shulthâniyyah (Khilafah) : istilah yang menggambarkan sebuah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang
khalifah atau pemimpin umat Islam yang sesuai dengan syariat Islam, bentuk pemerintahan yang adil dan
bersifat egaliter karena semua umat Islam memiliki hak yang sama untuk memilih khalifah mereka. Implementasi
hukum islam jinayat atau ukubat : di kota banda aceh sesuai qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat,
Bentuk hukuman : denda, kurungan penjara, dan hukuman cambuk. Bentuk tindakan yang dilarang dalam qanun
ini: khamar (minuman keras), maisir (judi), khalwat (mesum), ikhtilath (berciuman dan bermesraan), zina
(melakukan setubuh tanpa adanya ikatan pernikahan), pelecehan seksual, pemerkosaan, liwath (gay),
musahaqah (lesbian), qadzaf (menuduh orang melakukan zina). Kelemahan Al-Ahkam As-Sultaniyyah : tidak
bisa diterapkan karena Indonesia merupakan negara yang heterogen dengan banyak keanekaragaman sosial,
budaya, dan agama. Hal ini membuat pengambilan keputusan berdasarkan prinsip al-ahkâm as-shulthâniyyah
sulit dilakukan karena adanya perbedaan pandangan dalam interpretasi hukum Islam di antara kelompok-
kelompok tersebut.. Kelemahan hukum jinayat : belum bisa dikatakan efektif karena jumlah pelanggaran
terhadap syariat islam di kota banda aceh yang masih cukup terbilang tinggi persentasenya. Kelemahan hukum
islam jinayat dan al-ahkam as-sulthaniyyah : tidak sesuai dengan sistem hukum nasional yang berada di
Indonesia yg mendasar atas UUD 1945 dan pancasila, sedangkan Hukum islam jinayat dan al-ahkam as-
sulthaniyyah (khalifah) mendasar pada prinsip hukum islam. Siyar : suatu istilah teknis untuk menyebutkan
seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara muslim dan non muslim, termasuk antara negara dengan
para individu. Ruang lingkup muamalat : (1) Hukum Perdata: Meliputi munakahat (segala sesuatu terkait
perkawinan dan perceraian); Wiratsat (segala masalah terkait waris); dan Mu’amalah (mengatur masalah
kebendaan); (2) Hukum Publik: Meliputi Jinayah (aturan mengenai perbuatan yang diancam dengan hukuman);
Al-Ahkam as-Sulthaniyyah (permasalahan tentang kepala negara/pemerintahan, hak pemerintah pusat dan
daerah, pajak, dan sebagainya); Siyar (urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama lain
dan negara lain); dan Mukhasamat (peradilan, kehakiman, dan hukum acara). Kontribusi siyar : (1) setiap
perjanjian melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk menghormati dan mengikuti dengan itikad baik, setiap
pihak harus benar-benar sadar, ikhlas dan dan bersepakat untuk mengadakan perjanjian tanpa adanya paksaan,
ketidakadilan; (2) Kontribusi terhadap prinsip kekebalan diplomatik dalam hukum internasional; salah satunya
adalah prinsip aman yang menjamin keamanan dan keselamatan non muslim di negeri lain/ termasuk negeri
musllim; (3) Kontribusi terhadap arbitrase; (4) Kontribusi dalam pengembangan hukum-hukum peperangan
(jihad); misalnya hukum Islam membatasi penggunaan kekuatan bersenjata. Implementasi Hukum Islam Siyar di
Indo : terlihat dari kebijakan Indonesia pada 28 September 1950, dimana Indonesia masuk ke dalam anggota
PBB untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Pengedepanan perdamaian yang dianut PBB sudah lama
dianut oleh Islam terlebih dahulu dalam surah al-Baqarah ayat 208. Mukhasamat : hukum yang mengatur
peradilan Islam: pengaduan dan pembuktian, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara perdata dan
hukum acara pidana. Asas asas peradilan Islam : mendengarkan pernyataan dari pihak yang berselisih,
melibatkan majelis hakim, mendengarkan pengacara, mendengarkan keterangan saksi, menggunakan rasional,
menerapkan hukuman. Contoh implementasi hukum Islam di Indonesia : (1) di Indonesia, penerapan hukum
pidana Islam terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan hukum jinayat hanya di Aceh ; (2) UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, dan UU Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, dan Badan Pengawas Syariah Nasional (BPSN) yang bertanggung jawab dalam
pengawasan produk-produk keuangan syariah di Indonesia. Implementasi hukum Islam mukhasamat di
Indonesia : (1) Hukum Perdata : adanya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mencakup masalah seperti hibah,
jual beli, gadai, dan sewa-menyewa. Hukum perdata Islam mukhasamat juga mengatur wasiat, wakaf, dan waris;
(2) Hukum Keluarga : UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI. Juga mengatur masalah nafkah,
hak asuh anak, dan perceraian; (3) Lembaga Pengadilan Agama : bertugas menyelesaikan sengketa hukum di
bidang perdata dan keluarga yang berdasarkan hukum Islam, terdiri dari Pengadilan Agama dan Mahkamah
Syar'iyah yang berada di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Eksistensi hukum Islam dalam hukum perbankan
nasional di Indonesia : UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mengatur akad, riba, dan halal-haram
dalam kegiatan perbankan; (2) tahun 1991 Bank Muamalat Indonesia terbentuk sebagai bank syariah pertama di
Indonesia; (3) Bank Indonesia membentuk tim Taspen (Tim Tabungan Perumahan Pensiunan) tahun 1994 untuk
merumuskan produk-produk perbankan dengan prinsip-prinsip syariah; (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, yang mengatur tentang kegiatan perbankan syariah, peran dan fungsi bank
syariah, dan pengawasan bank syariah; (5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/10/PBI/2007 tentang Prinsip-
Prinsip Umum Pengelolaan Perbankan Syariah sebagai landasan hukum bagi bisnis perbankan syariah dan
memperkuat eksistensi hukum Islam dalam bisnis perbankan nasional. Prinsip syariah dalam perbankan :
kegiatan tidak mengandung riba (penambahan pendapatan secara tidak sah); Maisir (transaksi yang
digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti); Gharar (transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki,
tidak diketahui keberadaanya, atau tidak dapat diserahkan saat transaksi); Haram (transaksi yang objeknya
dilarang dalam syariah); Zalim (transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lain). Tantangan eksistensi
hukum Islam di bidang perbankan syariah : (1) masih banyak masyarakat yang kurang memahami konsep
perbankan syariah dan hukum Islam secara umum; (2) Kurangnya sumber daya manusia yang terampil dalam
hal hukum Islam dan perbankan syariah; (3) persaingan perbankan syariah dan konvensional terkadang tidak
sehat, terutama dalam hal promosi dan pemasaran produk perbankan. Solusi tantangan tersebut : pendidikan
dan sosialisasi perbankan syariah dan hukum Islam; mengembangkan sumber daya manusia dengan
memberikan pelatihan dan pengembangan karir bagi pegawai perbankan syariah; pemerintah memastikan
persaingan antara perbankan syariah dan konvensional berjalan sehat dengan menegakkan aturan dan regulasi
yang adil bagi kedua belah pihak. Peran Hukum Islam dalam Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap
Perbankan Syariah : hukum Islam dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat umum terhadap produk dan
layanan perbankan syariah karena sistem perbankan syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang
mengedepankan keadilan, kejujuran, dan transparansi, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pelaku bisnis
dan nasabah perbankan syariah, memberikan dukungan hukum yang kuat bagi produk dan layanan yang
disediakan oleh bank syariah, memperkuat perlindungan konsumen dalam industri perbankan syariah. Sebagai
contoh, hukum Islam menegaskan pentingnya transparansi dan kesepakatan yang jelas dalam setiap transaksi,
yang dapat membantu melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan. Contoh implementasi bank
syariah digunakan masyarakat non muslim : masyarakat non-muslim yang sering kali dilakukan dalam transaksi
yang menggunakan akad syariah sehingga hak dan kewajiban kedua belah pihak tetap terikat. Qanun Aceh :
peraturan daerah provinsi yang mengatur dalam maksud penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
masyarakat Aceh, sesuai UU No 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU No 11
Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, berisi hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara,
hukum perbankan, hukum pasar modal, hukum pertanahan, hukum keluarga, dan hukum syariah, dsb. Fungsi
Qanun Aceh: mengatur kehidupan masyarakat Aceh berdasarkan syariat Islam, melindungi hak-hak dan
kepentingan masyarakat Aceh, menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat Aceh, memberikan pedoman bagi
lembaga-lembaga dan aparat hukum dalam menegakkan hukum. Contoh Qanun : Qanun Nomor 14 Tahun 2003
setiap orang dilarang melakukan khalwat/mesum, ancaman ‘uqubat ta’zir, berupa dicambuk paling banyak 9 kali,
paling sedikit 3 kali dan/atau denda paling banyak Rp10jt dan paling sedikit Rp2,5jt. Tantangan upaya legislasi
hukum Islam di Indonesia : perbedaan pendapat di kalangan Muslim yang mendukung gagasan legislasi hukum
Islam dan ada yang menolaknya; serta tantangan kultural yang berupa dampak dari ketiga sistem hukum di
Indonesia (hukum adat, hukum islam, hukum kolonial), dimana terjadi dualisme terminologi, menyebabkan
kesenjangan antara terminologi hukum umum dan terminologi hukum Islam. Faktor peluang besarnya legislasi
Hukum Islam di Indonesia : (1) secara demografis, mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam; (2)
pemberlakuan Hukum Islam di Indonesia secara normatif; (3) adanya ideologi Pancasila yang memberikan
kedudukan penting bagi agama dan menjamin kedudukannya dalam sistem hukum nasional; (4) politik Indonesia
memberikan peluang untuk tumbuh dan berkembangnya aspirasi politik Islam; (5) alasan ilmiah yang
memandang bahwa hukum Islam sebagai ilmu sudah lama menjadi kajian ilmiah baik dari orang-orang Islam
maupun non-muslim. Cara mengatasi tantangan struktural : dialog dan konsultasi yang intensif dengan berbagai
kelompok Muslim yang memiliki pandangan berbeda, berusaha menyatukan terminologi hukum Islam dengan
terminologi hukum umum yang ada di Indonesia untuk mengatasi tantangan kultural yang timbul, melakukan
pendekatan inklusif terhadap para stakeholder (akademisi, ulama, pemerintah, serta masyarakat umum) agar
seluruh elemen negara dapat bersatu padu dalam usaha memiliki pemahaman yang sama termasuk dalam hal
pengimplementasian legislasi hukum Islam di Indonesia. Prinsip demokrasi, keadilan, HAM, Pancasila, UUD ’45
tetap harus diperhatikan dalam memperjuangkan legislasi hukum Islam di Indonesia.

1. Wakaf merupakan kegiatan yang dianjurkan oleh Allah SWT kepada umat muslim agar memisahkan
sebagian harta digunakan untuk kepentingan ibadah. Sumber utama dan pertama dari wakaf adalah Al-
Quran, diantaranya QS. Ali Imran ayat 93 dan QS. Al-Hajj ayat 7. Jelaskan dengan menggunakan
bagan bagaimana tata cara Wakaf dan disertai keterangan alur tata cara tersebut di bawahnya!
Jawab :

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dasar hukum
wakaf adalah UU Wakaf dan diatur lebih terperinci di dalam peraturan pelaksananya yaitu PP Wakaf
berikut aturan perubahannya. Tata cara wakaf: (1) Pewakaf bertemu nazhir atau penerima yang
disaksikan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang ditunjuk Kementrian Agama, (2)
mendatangi KUA untuk mewakafkan harta, jika harta berupa tanah maka perlu mendatangi BPN (badan
pertahanan nasional) untuk melakukan pendaftaran tanah wakaf, (3) harta yang akan diwakafkan perlu
diverifikasi terlebih dahulu untuk itu wakif perlu membawa surat-surat tanda kepemilikan terhadap harta
yang akan diwakafkan; (4) Ikrar wakaf diucapkan oleh wakif kepada nazhir di hadapan PPAIW. Nantinya
ikrar yang sudah diucapkan akan dituliskan kembali oleh PPAIW dalam Akta Ikrar Wakaf; (5) pihak
PPAIW akan menyampaikan akta tersebut kepada Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia.
Akta tersebut akan dimuat dalam register umum oleh Badan Wakaf Indonesia.

2. Bank Syariah tentunya berbeda dengan Bank Konvensional, baik kewenangan mengadili maupun
syarat-syarat untuk mendirikan bank syariah tersebut. Apa yang menjadi pembeda utama antara Bank
Syariah dan Konvensional? Bagaimana penyelesaian sengketa perbankan syariah antara nasabah
yang muslim dan non muslim, jelaskan jawaban anda!
Jawab :
 Penyelesaian sengketa perbankan syariah antara nasabah yang muslim dan non muslim
Sebagai konsekuensi dari sifat inklusif, siapa saja berpeluang terlibat dalam bank
syariah, tidak ada pembedaan atas dasar agama yang dianutnya dan pembedaan
lainnya. Yang membuat perbedaan nasabah muslim dan non muslim adalah tata cara
pelaksanaan dari akad dan pembiayaan. Namun prosedur yang dilaksanakan tetap
menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan, misalnya pengucapan salam,
basmalah, dan ikrar akad yang boleh jadi melibatkan hal-hal yang sifatnya agamawi.
Dengan demikian, jika pihak non Islam terlibat sengketa ekonomi syariah harus
diterima oleh Pengadilan Agama sebab penyelesaian sengketa ekonomi syariah
berada dalam kompetensi absolut pengadilan agama. Ini disebut dengan konsep
penundukan diri seseorang dalam sistem hukum tertentu, seperti yang ditegaskan
dalam bunyi Penjelasan Pasal 49 UU 3/2006, yaitu:

Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam” adalah termasuk
orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela
kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama.

 Pembeda utama antara Bank Syariah dan Konvensional:


o Prinsip bank konvensional didasarkan pada peraturan atau kesepakatan bersama,
bank syariah menganut prinsip syariah atau prinsip Islam.
o Pada bank konvensional bunga dijadikan sebagai acuan dasar dan keuntungan, pada
bank syariah tidak menggunakan sistem bunga melainkan menggunakan imbal hasil
atau nisbah yang diperoleh dari pembagian keuntungan antara bank dan nasabah.
o Investasi yang dilakukan di bank syariah hanya sebatas investasi yang halal sesuai
hukum Islam, investasi di bank konvensional tidak terbatas pada investasi yang dinilai
halal saja.
o Orientasi bank syariah : keuntungan, kemakmuran, dan kebahagiaan dunia akhirat,
bank konvensional hanya berorientasi pada keuntungan saja.
o Pada bank syariah, hubungan bank dengan nasabah berupa hubungan kemitraan.
Pada bank konvensional, hubungan bank dengan nasabah berbentuk debitur dan
kreditur.
o Pada bank syariah, penghimpunan dan penyaluran dananya harus dilaksanakan
sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah. Pada bank konvensional tidak
terdapat dewan sejenis.

3. Sari dan Bondan adalah sepasang suami isteri yang menikah secara hukum Islam dicatatkan di Kantor
Urusan Agama. Dari pernikahan tersebut, mereka telah dikaruniai seorang anak perempuan berusia 6
tahun. Pada tahun ke 8 perkawinan, Bondan menggugat cerai Sari ke Pengadilan Agama, dengan
dasar gugatan Sari memiliki kelaianan seksual mempunyai kekasih perempuan lainnya. Pengadilan
Agama memutuskan pengasuhan anak kepada Bondan selaku ayahnya, padahal anak yang mumayiz
(di bawah umur) hak asuh jatuh kepada ibunya. Setujukah anda kepada putusan Pengadilan Agama
tersebut, jelaskan jawaban anda beserta dasar hukumnya!
Dalam kasus ini, jika Pengadilan Agama memutuskan untuk memberikan hak asuh anak kepada
Bondan sebagai ayahnya, padahal anak masih berusia di bawah mumayiz (usia dewasa menurut
hukum Islam), keputusan tersebut mungkin bertentangan dengan prinsip hukum Islam. Namun,
tentunya pengadilan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kepentingan terbaik untuk anak.
Hadhanah ibu gugur. Dasar hukum hadhanah telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadist yaitu firman
Allah dalam surah at-Tahrim ayat 6. Pengasuhan dilarang bagi ibu yang tidak memenuhi syarat seperti
gila, kelainan jiwa, budak, kafir, fasik, tidak dipercayai, dan menikah dengan pria lain, terkecuali ia
menikah dengan pria yang berhak untuk mengasuh anak tersebut. Menurut fatwa MUI Nomor 57 Tahun
2014 yaitu tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. Fatwa ini dinyatakan bahwa homoseksual,
baik lesbian maupun gay dan sodomi hukumnya adalah haram. Dasar hukum diberikannya hak asuh
pada ayah dibandingkan pada ibu saat anak masih di bawah umur yaitu Putusan Mahkamah Agung RI
No.102 K/Sip/1973. Keputusan ini di antaranya menyatakan bahwa perwalian anak akan jatuh ke ibu,
kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tak wajar dalam memelihara anaknya.

Anda mungkin juga menyukai