Anda di halaman 1dari 10

INTERAKSI OBAT PADA FASE

DISTRIBUSI

KELOMPOK 2
Jenny Megananda 2021141002
Bima Perkasa 2021141003
Inesta Riffani 2021141012
Agus Satriawan 2021141021
DEFINISI
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan terdapat
faktor interaksi obat.
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang
diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila 2 atau lebih obat berinteraksi
sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas 1 obat atau lebih berubah.
Interaksi obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi obat yang
menguntungkan misalnya penisilin dengan probenesid dimana probenesid menghambat
sekresi penisilin ditubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penisilin dalam plasma dan
dengan demikian meningkatkan efektivitasnya dalam terapi gonore.
Interaksi obat yang merugikan dapat membahayakan, baik dengan meningkatkan toksisitas
obat atau dengan mengurangi khasiatnya.
MEKANISME INTERAKSI OBAT

1 Interaksi Farmasetik 2 Interaksi


Interaksi yang terjadi di luar tubuh
(sebelum obat diberikan) antara
Farmakokinetik
obat yang tidak dapat dicampur Terjadi bila salah satu obat mempengaruhi
(inkompatibel). absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi (ADME) obat kedua sehingga
kadar plasma obat kedua meningkat atau
menurun.

3 Interaksi Farmakodinamik
Interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor atau sistem fisiologik yang sama sehingga
terjadi efek yang aditif, sinergis dan antagonis.
Interaksi Farmakokinetik
Yang mempengaruhi distribusi obat

Salah satu jenis interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang mempengaruhi distribusi
obat sehingga dapat mempengaruhi efek farmakologi obat. Distribusi obat adalah proses-
proses yang berhubungan dengan transfer senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di
dalam tubuh. Setelah melalui proses absorpsi, senyawa obat akan didistribusikan ke seluruh
tubuh melalui sirkulasi darah. Molekul obat dibawa oleh darah ke satu target (reseptor) untuk
aksi obat dan ke jaringan lain (non-reseptor), di mana dapat terjadi efek samping yang
merugikan.

Interaksi dalam distribusi secara umum dibagi atas 2 bagian:

Interaksi dalam ikatan protein


Interaksi dalam ikatan jaringan
plasma
Interaksi Dalam Ikatan Protein Plasma
Ikatan protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja dan eliminasi obat.
Bahan obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya tidak
mengalami biotransformasi dan eliminasi.
Zat aktif yang tidak terikat dengan protein plasma dapat berdifusi dan memberikan efek
farmakologis, sedangkan kompleks zat aktif dengan protein tidak dapat melintasi membran, namun
kompleks ini hanya bersifat sementara (Shargel et all. 2012).
Albumin adalah protein plasma yang paling banyak (40 g/L). Albumin tersebut memungkinkan
terjadinya ikatan pada sebagian besar senyawa obat, terutama dalam bentuk anion (asam asetil
salisilat, sulfonamide dan anti vitamin K). Bentuk kation juga mempunyai afinitas yang tidak dapat di
abaikan. Peran globulin tidak terlalu nyata dan hanya berpengaruh pada senyawa tertentu seperti
steroida dan tiroksin. Protein ini dapat berikatan baik dengan senyawa endogen dan eksogen, seperti
Fenitoin, Fenobarbital dan Amobarbital (Kee. 1996).
Berikut ini contoh obat yang mempengaruhi ikatan protein plasma yang berinteraksi
dengan obat lain. Contohnya:
a. Kuinidin dan beberapa obat lain yang termasuk anti distrimia verapamil dan
amiodaron menggantikan digoksin sehingga mengurangi ekskresi ginjal, akibatnya
menyebabkan distrimia parah akibat toksisitas digoksin.
b. Fenilbutazon dengan dikumarol, dimana afinitas plasmatik fenilbutazon lebih tinggi
dibandingkan dikumarol. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah bentuk bebas
dikumarol dan menyebabkan pendarahan.
c. Fenilbutazon dapat menggeser posisi warfarin yang berikatan dengan albumin, hal
ini dapat meningkatkan jumlah warfarin dalam bentuk bebas di dalam plasma dan
dapat meningkatkan efek anti koagulan dari warfarin.
Pengatasannya jika terdapat dua obat yang berikatan tinggi dengan protein yang
harus dipakai bersamaan, dosis salah satu atau kedua obat tersebut perlu dikurangi
untuk menghindari toksisitas obat (Kee, 1996).
Interaksi Dalam Ikatan Jaringan
Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakin cepat obat mencapai
jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke dalam jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan
meningkat sampai akhirnya terjadi keadaan yang disebut steady state. Oleh karena itu, pada jaringan
tubuh yang mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan ukurannya akan
menyebabkan terjadinya keseimbangan distribusi yang paling cepat (Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008).
Untuk obat-obat tertentu terjadi kompetisi untuk berikatan dalam jaringan misalnya antara
digoksin dan kuinidin, yang mengakibatkan peningkatan kadar plasma digoksin. Digoksin tersebar ke
hampir seluruh jaringan termasuk eritrosit, otot skelet dan jantung. Kuinidin dapat meningkatkan kadar
digoksin karena obat ini akan menggeser digoksin dari ikatannya di jaringan.
a. Apabila digoksin dan kuinidin diberikan secara bersamaan, efek digoksin terhadap
jantung dan susunan saraf pusat meningkat dan akhirnya dapat terjadi gejala-gejala
keracunan. Oleh karena itu, penderita yang diobati sekaligus harus diamati terutama
gambaran EKG-nya. Obat lain yang dapat menimbulkan interaksi yang mirip dengan
kuinidin adalah verapamil, diltiazem dan amiodaron.
b. Obat antidepresan trisiklik atau fenotiazin akan menghambat transport aktif ke akhiran
saraf simpatis dari obat-obat anti hipertensi (guanetidin, debrisokuin) sehingga
mengurangi atau menghilangkan efek antihipertensi.
c. Antibiotik sulfonamide dapat menggeser methotrexate, phenytoin, sulfonylurea dan
warfarin dari ikatannya dengan albumin. Sulfonamide, chloral hydrate, trichloracetic acid
(metabolit chloral hydrate) mengikat erat plasma albumin. Dosis disesuaikan dengan
kadar dalam plasma, tetapi pengukuran ini tidak membedakan antara yang terikat
ataupun yang bebas, tapi merupakan kadar total obat.
DAFTAR PUSTAKA
Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Suprapti H. 2011. Drug Interaction. Journal UWKS. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Shargel, et all. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi 5. Surabaya:


Universitas Airlangga Press.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2008.


Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Thank U!

Anda mungkin juga menyukai