Diterbitkan oleh
Unit Publikasi dan Informasi
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta
2011
PANDUAN PENULISAN
KARYA TULIS AKADEMIS
UNTUK MAKALAH, SKRIPSI,
TESIS DAN DISERTASI
Disusun oleh
Dr. Rebecca Blair Young
Dr. Joas Adiprasetya
Disahkan dalam
Rapat Senat STT Jakarta
8 November 2011
v
EMPAT: TATA CARA PENULISAN .............................................................. 30
4.1 Pengaturan Awal ....................................................................... 30
4.2 Marjin dan Nomor Halaman.................................................... 32
4.3 Jenis Huruf dan Kalimat ........................................................... 33
4.4 Penulisan Bab dan Bagian ........................................................ 38
4.5 Tabel (Daftar) dan Gambar ...................................................... 39
4.6 Bilangan dan Satuan.................................................................. 40
4.7 Bahasa ......................................................................................... 41
4.8 Penulisan Nama ......................................................................... 43
4.9 Singkatan .................................................................................... 45
4.10 Penulisan Kitab, Pasal, dan Ayat Alkitab............................... 45
vi
SATU
PENDAHULUAN
1
Pada prinsipnya, panduan penulisan makalah sama dengan
panduan penulisan karya tulis akademis lainnya; namun, beberapa
pengecualian akan diberikan tersendiri.
Semua karya tulis akademis tersebut harus mengikuti kaidah
yang dijelaskan di dalam buku panduan ini, kecuali dosen yang
bersangkutan menuntut persyaratan lain yang akan dikomunikasi-
kan secara terpisah.
Secara umum, buku panduan ini memakai standar yang disebut
Turabian Style, berdasarkan buku panduan Kate L. Turabian, A
Manual for Writers of Research Papers, Theses, and Dissertations:
Chicago Style for Students and Researchers. 7th edition. Rev. Wayne C.
Booth et al. (Chicago: Chicago University Press, 2007), yang dapat
ditemukan di perpustakaan STT Jakarta. Buku panduan ini selain
berisi ringkasan Turabian Style, juga berisi perubahan di sana-sini,
serta ditambah dengan beberapa panduan (antara lain, seluk-beluk
plagiarisme), agar lebih sesuai dengan kebutuhan STT Jakarta.
Karya tulis teologi adalah satu karangan ilmiah tentang pokok yang
penting dalam suatu bidang studi teologi sebagai hasil penelitian
pustaka/lapangan yang dilakukan oleh setiap mahasiswa berdasar-
kan penugasan dari Sekolah Tinggi Teologi Jakarta sebagai salah
satu syarat bagi kelulusan menjadi sarjana. Karya tulis yang baik
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Susunan teratur, mencakup semua unsur yang diperlukan seba-
gaimana yang diatur dalam ketentuan-ketentuan dalam Bab II,
Bab III, dan Bab IV.
Bentuk yang baik, sebagaimana disyaratkan bagi setiap karang-
an ilmiah dalam tata tulis yang lazim di perguruan tinggi.
2
Pembuktian mengenai sesuatu hal secara sistematis atau pem-
buatan serangkaian kesimpulan secara logis berdasarkan
bahan-bahan/buah pikiran yang telah dipaparkan.
3
DUA
SUSUNAN KARYA TULIS
4
2.1.2 Bagian Utama
1. Pendahuluan
5
Satu kesalahan yang sering terjadi adalah ukuran logo STT
Jakarta yang tidak proporsional antara panjang dan lebarnya, selain
juga terlalu besar atau terlalu kecil.
6
gambar 1
7
gambar 2
8
2.2.5 Daftar-daftar Lainnya
Terdapat beberapa daftar lainnya yang mungkin dipergunakan.
2.2.6 Abstrak
Abstrak merupakan uraian singkat dan lengkap tentang tujuan,
cara, dan hasil penelitian. Program studi M.Th. dan D.Th. menuntut
abstrak dalam Bahasa Inggris (abstract in English).
9
2.3.1 Pendahuluan
b. Perumusan Masalah
Perumusan masalah memuat rumusan yang jelas dan tajam
mengenai pokok permasalahan yang hendak dikaji. Masalah harus
dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan yang memperlihat-
kan adanya problematika yang lahir dari hubungan beberapa
faktor. Sehubungan dengan itu dalam perumusan masalah ada
beberapa hal yang perlu dikemukakan:
10
Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa:
c. Pembatasan Masalah
Butir ini memuat uraian tentang batasan pokok pembahasan karya
tulis dengan cara:
11
d. Hipotesis
Hipotesis merupakan rumusan singkat berupa suatu jawaban se-
mentara terhadap masalah yang dihadapi, dan masih harus dibuk-
tikan kebenarannya melalui penelitian. Hipotesis menjadi semacam
penuntun untuk melakukan penelitian, pengumpulan bahan dan
menyusun tulisan. Karena itu hipotesis harus dirumuskan dalam
bentuk pernyataan; bukan pertanyaan dan bukan pula nasihat,
saran, anjuran, ataupun pengandaian. Maka dalam rumusan
hipotesis tidak boleh ada kata-kata: “kiranya,” “hendaknya,”
“perlu/memerlukan,” “mestinya,” “diharapkan,” “harus,” “dapat,”
“jika … maka …” dan sebagainya.
CATATAN
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak dikenal
pembedaan antara hipotesis (tunggal) dan hipotesa
(jamak). Namun demikian, di beberapa kamus Bahasa
Indonesia lainnya pembedaan tersebut dikenal dan
diberlakukan. Mahasiswa disarankan untuk tetap
memakai hipotesis (tunggal) maupun hipotesis-hipotesis
(jamak) sesuai dengan KBBI.
f. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian mengandung uraian sebagai berikut:
12
Bahan atau materi penelitian yaitu uraian tentang sumber data
yang harus dikemukakan dengan jelas serta disebutkan spesifi-
kasinya atau sifat-sifat yang harus ditentukan. Menyangkut
sumber data, ada dua metode penelitian pokok yaitu penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan.
Jalan penelitian memuat suatu uraian yang cukup terinci
tentang cara melaksanakan penelitian dan pengumpulan data.
Karena pokok kajian adalah pokok yang aktual dalam kehidup-
an gereja dan atau masyarakat maka penelitian lapangan (beru-
pa observasi, survei, penyebaran angket/kuesioner, wawancara,
dan sebagainya) perlu dilakukan. Jika data yang hendak dija-
ring itu berupa data kuantitatif (angka, statistik) maka di
samping memeriksa dokumen-dokumen perlu disiapkan dan
disebarkan kuesioner dengan menyiapkan pertanyaan terstruk-
tur yang dilampirkan di bagian akhir karya tulis. Jika data yang
hendak dijaring berupa data kualitatif (gagasan, pendapat,
sikap, dan sebagainya) maka perlu juga dilakukan wawancara
dengan menyiapkan pertanyaan terbuka yang dilampirkan di
bagian akhir karya tulis. Naskah kuesioner, tabulasi, ataupun
daftar pertanyaan wawancara, hendaknya dilampirkan pada
draft final karya tulis.
Analisis data memuat uraian singkat tentang model dan cara
menganalisis data, termasuk hasil wawancara. Perlu diantisi-
pasi sejak awal bahwa metode dan hasil penelitian itu memiliki
keterbatasan dan kelemahan. Hal itu dilakukan dalam rangka
kejujuran ilmiah dan sekaligus membuka peluang bagi orang
lain untuk melanjutkan penelitian dengan menggunakan
metode lain.
g. Sistematika Penulisan
Bagian ini memuat uraian mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh di sepanjang penulisan. Secara singkat dijelaskan menge-
13
nai garis besar isi dari masing-masing bab/sub bab, dan bagaimana
hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain.
a. Kesimpulan
Kesimpulan merupakan uraian singkat dan tepat yang dijabarkan
dari pembahasan yang mencakup isi semua bab untuk membuk-
tikan benar atau tidaknya hipotesis dan hal-hal pokok menyangkut
permasalahan.
b. Saran
Saran dibuat berdasarkan pertimbangan dan pengalaman penulis
yang ditujukan kepada para peneliti di bidang sejenis dan/atau
kepada gereja maupun kalangan lain yang dipandang relevan.
CATATAN
Dulu, lazimnya bab terakhir berisi kesimpulan, refleksi,
dan saran. Pada panduan ini, elemen “refleksi” tidak
diwajibkan muncul di dalam bab terakhir ini. Prinsip
dasarnya adalah bahwa seluruh karya tulis akademis
adalah sebuah karya teologis, sehingga seluruh refleksi
teologis seharusnya terlihat dari awal hingga akhir
karya tulis tersebut. Tentu saja, mahasiswa dapat
14
memutuskan, berdasarkan percakapan dengan dosen
pembimbing, untuk tetap memasukkan refleksinya di
bab akhir ini.
2.4.2 Lampiran
Lampiran dipakai untuk melengkapi uraian yang telah disajikan
dalam bagian utama karya tulis.
15
TIGA
TATA CARA PENGUTIPAN
3.1 PENGERTIAN
16
menunjukkan secara jelas “dari mana gagasan tersebut diperoleh.”
Itulah perlunya mengutip secara tepat sumber yang dipergunakan.
Di bawah ini adalah empat alasan khusus yang diberikan oleh buku
panduan Turabian, mengapa kita mengutip sumber.2
Pertama, kita mengutip sumber untuk memberi kredit atau
pengakuan bagi mereka yang telah melakukan penelitian sebelum-
nya dan yang hasilnya kita pergunakan bagi penelitian kita sendiri.
Dalam kaitan dengan ini, plagiarisme merupakan sebuah pelang-
garan etis di dalam dunia penelitian akademis, sebab melaluinya
kita tidak mengakui bahwa gagasan tertentu yang kita kemukakan
sebenarnya bukanlah gagasan asli kita (lihat “Apendiks Dua” dan
“Apendiks Tiga”).
Kedua, pengutipan sumber lain juga bertujuan untuk memas-
tikan pembaca mengenai akurasi data dan gagasan kita. Sumber
yang kita kutip menjadi “jendela” bagi para pembaca untuk meng-
uji apakah hasil penelitian kita sungguh-sungguh dapat diandal-
kan.
Ketiga, pengutipan sumber dapat menghubungkan para pem-
baca dengan tradisi dan jejaring penelitian-penelitian lain di bidang
kita.
Keempat, pengutipan sumber dapat membantu pembaca me-
ngerjakan dan melanjutkan penelitian mereka sendiri dan dengan
cara itulah kita berpartisipasi ke dalam usaha mengembangkan
dunia akademis di bidang yang kita tekuni.
Untuk memenuhi keempat tujuan di atas, dunia akademis
sudah menentukan banyak sekali sistem untuk mencatat sumber-
sumber secara konsisten dan jelas. Salah satunya adalah sistem
Turabian yang mulai dikembangkan oleh Kate L. Turabian sejak
tahun 1937 dan diterbitkan pertama kali oleh the University of
Chicago Press pada tahun 1947 dan yang hingga kini telah direvisi
berulang kali hingga edisi ke-7 (2007).
2
Ibid., 133-134.
17
3.2 DUA MODEL PENGUTIPAN
CATATAN
Banyak buku dalam berbagai bahasa mencantumkan
beberapa penanda buku, misalnya: penyunting,
penerjemah, tanpa tahun, atau tanpa penerbit. Kami
mengusulkan agar semua data tambahan tersebut
dicantumkan dengan memakai singkatan Bahasa
Indonesia. Misalnya: peny. (penyunting), terj. (terjemah-
an), t.t. (tanpa tahun), t.p. (tanpa penerbit).
18
ide yang dipakai. Contoh: “Bhinneka Tunggal Ika merupakan
warisan bangsa Indonesia” (Sukarno 1947, 123).
Dalam hal pengarang dan tahun sumber sama, catatan perut
menambahkan huruf yang berbeda secara urut pada tahun terbit.
Misalnya, untuk buku yang pertama dipergunakan (Sukarno 1947a,
70) dan untuk buku yang kedua (Sukarno 1947b, 23).
Pada bagian akhir karya tulis, sebelum lampiran, semua sum-
ber didaftarkan secara alfabetis dalam Daftar Acuan. Daftar terse-
but terdiri dari tiap sumber yang dicatat dengan catatan perut dan
sumber lain yang dipakai tetapi tidak dikutip atau dicatat.
Jika sistem acuan dengan catatan perut dipakai, catatan kaki
tetap dapat digunakan hanya bila ada informasi lain yang hendak
disampaikan/ditambahkan, lebih dari sekadar informasi mengenai
sumber yang diacu. Dalam hal ini, jika Anda tetap ingin mengacu
pada sebuah sumber setelah informasi tersebut diberikan di dalam
sebuah catatan kaki, Anda tetap harus memakai catatan perut (lihat
contoh di bawah).
_____________
30
Gagasan serupa pernah juga diajukan oleh seorang ahli Perjanjian Baru bernama Willie
Marxsen, sekalipun dalam konteks yang berbeda (Marxsen 1994, 175).
CATATAN
Walaupun diizinkan, namun terlalu banyaknya catatan
kaki yang bersifat substantif dapat dengan mudah
membuat pembaca mengabaikannya begitu saja, sebab
dapat dipertanyakan, mengapa hal penting tidak dima-
sukkan ke dalam teks utama dan mengapa hanya ditem-
patkan di dalam catatan kaki.
19
Pada bagian akhir karya tulis (sebelum lampiran), semua
sumber didaftarkan secara alfabetis dalam Daftar Pustaka. Daftar
itu terdiri dari tiap sumber yang dicatat dengan catatan kaki, dan
juga sumber lain yang dibaca dan dipakai tetapi tidak dikutip atau
dicatat.
Jika sebuah sumber dipakai lebih dari satu kali, ada dua cara
yang bisa dipakai:
_____________
30
Serene Jones, Trauma and Grace: Theology in a Ruptured World (Louisville, KY:
Westminster John Knox Press, 2009), 11.
31
Ibid.
32
Ibid., 24.
20
3.2.3 Panduan Penyusunan Daftar Acuan dan Daftar Pustaka
Untuk membuat Daftar Acuan atau Daftar Pustaka, lihat contoh
penulisan di bawah. Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat panduan
Turabian edisi ke-7.
Daftar Acuan dan Daftar Pustaka dapat dibagi menjadi bebera-
pa kategori, misalnya:
Daftar Acuan
Abineno, J.L. Ch. 1972. Pelayanan pastoral. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
––––––. 1982. Pelayanan pastoral kepada yang berduka. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Daftar Pustaka
Abineno, J.L. Ch. Pelayanan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1972.
––––––. Pelayanan Pastoral kepada yang Berduka. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1982.
21
3.3 CONTOH PEMAKAIAN KEDUA MODEL PENGUTIPAN
22
CK Daud Adiprasetya dan Joas Adiprasetya, Dilarang Kencing
di Sini: Khayal dan Perenungan Dua Pendeta dari Dua Generasi
(Jakarta: Grafika KreasIndo, 2011), 19.
CATATAN
Dalam Daftar Acuan, semua nama penulis harus dicatat,
entah berapa pun jumlahnya. Semua nama dicatat
seperti biasa kecuali nama pertama yang dibalikkan
dengan tanda koma antara setiap nama; kata
penghubung “dan” perlu dicantumkan sebelum nama
penulis yang terakhir.
23
3.3.4 Buku yang Diedit
24
CK Helmi Syaifuddin, “Sastra Al-Qur’an di Tengah Aliran
Sastra Indonesia,” Lingua: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra 1,
no. 2 (Desember 2006): 65.
CATATAN
Menurut panduan Turabian edisi ke-7, artikel koran
pada umumnya dapat dihilangkan dari dalam Daftar
Pustaka dan hanya muncul di dalam Catatan Kaki.
Namun, Anda dapat memasukkan beberapa artikel
koran yang sangat penting bagi karya tulis Anda di
dalam Daftar Pustaka.
25
DP Tule, Philipus. “Bermisi dalam Semangat Dialog dengan
Islam.” Ceramah, STFT Widya Sasana, Malang, 4 Desember
1991.
CK Philipus Tule, “Bermisi dalam Semangat Dialog dengan
Islam” (ceramah, STFT Widya Sasana, Malang, 4 Desember
1991).
26
CATATAN
Karena internet sangat tidak stabil, Anda tidak boleh
memakai URL (Uniform Resource Locator, yaitu alamat
sumber Internet) saja sebagai identifikasi sumber yang
dikutip. Jadi, yang dibutuhkan adalah informasi yang
selengkap mungkin agar pembaca dapat mencari sendiri
sumber tersebut tanpa URL, misalnya dengan search
engine seperti Google.
3.3.11 Wawancara
CATATAN
Menurut panduan Turabian edisi ke-7, wawancara pada
umumnya dapat dihilangkan dari dalam Daftar Pustaka
27
dan hanya muncul di dalam Catatan Kaki. Namun,
Anda dapat memasukkan beberapa wawancara yang
sangat penting bagi karya tulis Anda di dalam Daftar
Pustaka.
CATATAN
Jika ensiklopedi atau kamus yang terkenal dipakai,
seperti Encyclopedia Britannica atau Kamus Besar Bahasa
Indonesia, judul ensiklopedi atau kamus tersebut tidak
perlu dicantumkan di dalam Daftar Acuan atau Daftar
Pustaka, tetapi cukup dicantumkan pada Catatan Perut
atau Catatan Kaki dengan memakai nama sumber dan
“s.v.” (singkatan sub verbo, yang berarti “di bawah
kata”).
28
DP Zukofsky, Louis. “Sincerity and Objectification.” Poetry 37
(February 1931): 269. Dikutip dalam Bonnie Costello,
Marianne Moore: Imaginary Possessions. Cambridge, MA:
Harvard University Press, 1981.
CK Louis Zukofsky, “Sincerity and Objectification,” Poetry 37
(February 1931): 269, dikutip dalam Bonnie Costello,
Marianne Moore: Imaginary Possessions (Cambridge, MA:
Harvard University Press, 1981), 78.
29
EMPAT
TATA CARA PENULISAN
4.1.1 Kertas
Kertas yang dipergunakan adalah berukuran A4 (21cm x 29,7 cm),
dengan bahan HVS 80 gram, berwarna putih dan tidak bolak-balik.
Jika naskah akhir yang diserahkan berjumlah lebih dari satu,
naskah asli dapat digandakan melalui fotokopi, namun harus
dengan kualitas yang baik.
Pakailah sampul dari kertas buffalo atau yang sejenis dan
sedapat-dapatnya diperkuat dengan karton dan dilapisi dengan
plastik. Tulisan yang terdapat pada sampul sama dengan yang
terdapat pada halaman judul.
30
Warna sampul disesuaikan dengan ketentuan warna program
atau ditentukan oleh Bagian Administrasi Akademik masing-
masing program studi.
31
Jika jumlah kesalahan ketik pada draft akhir yang dikumpul-
kan masih melewati batas maksimal tersebut, dosen berhak mengu-
rangi nilai.
4.2.1 Marjin
Marjin adalah jarak antara tepi kertas dan batas pengetikan di
setiap sisinya. Pengaturan marjin adalah sebagai berikut:
Catatan:
Jarak 1 inci dihitung bukan dari teks utama namun dari nomor
halaman.
Seandainya naskah akan dijilid, marjin kiri berjarak 1,5 inci.
Contoh pengaturan marjin dapat dilihat di gambar 3 dan 4.
32
Khusus untuk halaman pertama setiap bab, marjin bawah
adalah 1,5 inci, dengan nomor halaman pertama diletakkan di
bagian bawah (footer), di tengah (centered), berjarak 1 inci dari
tepi kertas.
Untuk halaman berikutnya, nomor halaman diletakkan di
bagian atas (header), di bagian kanan, berjarak 1 inci dari tepi
kanan-atas kertas.
33
mis Anda. Pitch yang lebih kecil digunakan hanya untuk bagian-
bagian ini:
Catatan kaki (dari 12pt menjadi 11pt, atau dari 11pt menjadi
10pt, tergantung jenis font yang dipakai);
Judul tabel, grafik atau gambar (dari 12pt menjadi 11pt, atau
dari 11pt menjadi 10pt, tergantung jenis font yang dipakai).
4.3.2 Spasi
Skripsi, tesis, dan disertasi memakai spasi ganda (double space).
Makalah memakai spasi 1,5, demi penghematan kertas.
Beberapa bagian dalam karya tulis memakai spasi tunggal na-
mun dengan sebuah baris kosong di antara bagian-bagian tersebut:
4.3.4 Alinea
Alinea yang baru dimulai 0,5 inci dari batas tepi kiri.
34
Alinea berupa kutipan blok (block quotation) diindentasi dengan
jarak 0,3 inci dari batas tepi kiri, tanpa inden di tepi kanannya.
Sementara kutipan blok memakai spasi tunggal, jarak antara
kutipan dan teks utama sebelum dan sesudahnya adalah 2 spasi.
35
gambar 3
36
gambar 4
37
4.3.7 Penomoran Catatan Kaki
Catatan kaki dimulai dengan nomor 1 (satu). Penomoran harus
diulangi dari nomor 1 (satu) jika Anda memasuki bab yang baru.
4.4.1 Bab
Pengaturan penulisan bab adalah sebagai berikut (lihat gambar 3):
4.4.2 Bagian
Karya tulis yang panjang lazimnya dibagi menjadi beberapa bagian
dan setiap bagian terkadang dibagi lagi menjadi sub-bagian. Selu-
ruh penyusunan bagian dan sub-bagian membentuk sebuah struk-
tur dengan level yang berbeda-beda. Panduan Turabian edisi ke-7
sudah tidak lagi memakai nomor untuk bagian dan sub-bagian,
namun diatur sebagai berikut:
38
Level Pertama: Terpusat, Tebal, Format Headline
4.5.2 Gambar
Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab.
Bagan, grafik, peta dan foto semuanya disebut gambar (tidak
dibedakan). Gambar tidak boleh dipenggal.
39
Nomor gambar yang diikuti dengan judulnya diletakkan
simetris di bawah gambar tanpa diakhiri dengan titik.
Keterangan gambar dituliskan pada tempat-tempat yang
lowong di dalam gambar dan jangan pada halaman lain.
40
“ke” dengan dirangkai langsung jika dinyatakan dengan angka.
Misalnya, penulisan yang benar adalah: “abad X” atau “abad ke-10”
atau “abad kesepuluh.”
4.7 BAHASA
CATATAN
Di internet tersedia banyak font gratis yang
dapat dipakai untuk menulis huruf non-arab.
Beberapa yang popular adalah font Unicode
dan Gentium.
41
4.7.3 Bentuk Kalimat
Perlu dihindari kalimat yang panjang karena akan mengaburkan
maksud yang terkandung di dalamnya. Setiap kalimat hendaknya
memiliki subjek, dan subjek kalimat tidak didahului kata depan
ataupun kata sambung.
4.7.4 Istilah
Istilah yang dipakai adalah istilah Indonesia atau yang sudah
diindonesiakan. Jika terpaksa harus memakai istilah asing, bubuh-
kanlah cetak miring pada istilah itu.
Untuk memastikan cara penulisan suatu istilah (termasuk
pengindonesiaan istilah asing, lihatlah KUBI, KBBI (carilah edisi
yang terbaru) atau Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indo-
nesia. Beberapa kesalahan umum antara lain:
42
4.7.5 Hindari Kesalahan yang Sering Terjadi
Berikut beberapa kesalahan yang sering terjadi dan perlu dihindari:
43
singkatan nama depan, tengah dan seterusnya, yang semuanya
diberi titik atau nama akhir diikuti dengan suku kata nama depan,
tengah dan seterusnya. Contoh: “Donald Fitzgerald Othmer” ditulis
“Othmer, D.F.”
44
4.9 SINGKATAN
45
APENDIKS SATU
LAPORAN BUKU
A.1 PENDAHULUAN
Salah satu modal dasar seorang mahasiswa, entah itu tingkat
sarjana, magister atau doktoral, adalah keterampilan membaca
buku-buku ilmiah di bidang keilmuannya. Di STT Jakarta, pemba-
caan buku-buku teologi ilmiah, khususnya pada program-program
studi pasca-sarjana, diformalisasi melalui tugas-tugas “laporan
buku,” khususnya di tahap “konsentrasi.” Selama tahap ini, seo-
rang mahasiswa pascasarjana dituntut untuk melaporkan baca-
annya atas serangkaian buku, kemudian memberikan tinjauan
kritisnya atas buku-buku tersebut.
Pada dasarnya, sebuah “laporan buku” harus merangkum
gagasan utama dan menganalisis struktur sebuah buku. Sebenarnya,
book report berbeda dengan book review. Keduanya melakukan tugas
yang sama (merangkum gagasan utama dan menganalisis struktur
sebuah buku), namun book review juga berisi evaluasi kritis maha-
46
siswa atas buku tersebut. Di STT Jakarta, apa yang dimaksud
dengan “laporan buku” sesungguhnya adalah book review. Untuk
kesepahaman bahasa, kita memakai istilah “laporan buku.” Berikut
ini panduan sederhana bagi mahasiswa untuk membuat sebuah
laporan buku yang baik dan benar.
CATATAN
Anda tidak perlu menulis gelar atau jabatan
kependetaan Anda atau dosen Anda. Namun, jika Anda
memang ingin menulis gelar dosen Anda, jangan salah
menuliskannya; apalagi salah menulis nama atau
gelarnya.
47
A.3 PENGANTAR UMUM
48
dimasukkan ke dalam laporan buku, tanpa menunjukkan bahwa
kalimat tersebut adalah sebuah kutipan langsung, lengkap dengan
referensinya. Cara ini tentu dapat digolongkan sebagai sebuah
plagiarisme. Alhasil, kalimat dengan kalimat tidak mengalir dan
tersendat alur pemikirannya. Terdapat tiga jenis kalimat/paragraf
yang bisa Anda tuliskan:
CATATAN
Rangkuman gagasan utama ini merupakan bagian
utama karya tulis Anda yang paling panjang. Akan
tetapi, Anda perlu berkonsultasi pada dosen Anda,
seberapa mendetil bagian ini harus ditulis. Ada dosen
yang menghendaki rangkuman yang sangat umum, ada
pula yang menghendaki rangkuman yang lebih
mendetil, bahkan hingga bab demi bab.
49
A.4.3 Analisis Struktur Buku
Di dalam bagian ketiga ini, Anda juga harus dapat MENGANALISIS
STRUKTUR buku yang Anda bahas seobjektif mungkin. Analisis atas
struktur ini penting agar pembaca laporan buku Anda dapat
memiliki gambaran yang utuh mengenai alur berpikir penulis buku
tersebut.
50
Bagaimana pandangan penulis buku dapat bersifat relevan bagi
konteks Indonesia pada umumnya dan konteks yang Anda
teliti pada khususnya?
CATATAN
Ada kalanya Anda merasa perlu untuk mengutip
pandangan penulis lain. Jika Anda harus melakukannya,
pandangan penulis lain tersebut tidak boleh lebih
dominan dari pandangan Anda sendiri. Yang ingin
dibaca oleh dosen adalah pandangan Anda, bukan
pandangan penulis lain. Selain itu, jangan lupa mengu-
tip pandangan penulis lain tersebut dengan cara yang
benar.
51
A.6 RANGKUMAN
52
Buatlah catatan-catatan atas bagian-bagian penting dari buku.
Pakailah kertas khusus, perangkat-lunak note-taking, atau sticky-
note flags. Jangan pernah sekadar memakai “catatan mental.”
Jika perlu beri tanda pada buku tersebut (asal buku milik Anda
dan buku milik perpustakaan).
Buatlah outline sebelum membuat laporan buku.
Secara khusus perhatikan bagian “Pendahuluan,” yang harus
sangat impresif, tepat-sasaran dan diartikulasikan secara sangat
jelas.
http://library.concordia.ca/help/howto/bookreports.html
http://leo.stcloudstate.edu/acadwrite/bookrev.html
http://writing.wisc.edu/Handbook/CriNonfiction.html
http://chnm.gmu.edu/courses/westernciv/writing/types_
of_writing/book_reviews.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Comparison_of_notetaking_
software
53
APENDIKS DUA
PLAGIARISME
B.1 PENDAHULUAN
STT Jakarta, dalam “Peraturan mengenai Plagiarisme” yang disah-
kan dalam satu Rapat Senat VIII tanggal 2 Maret 2010, mende-
finisikan plagiarisme sebagai “sebuah kecurangan yang dilakukan
seorang mahasiswa melalui penyajian gagasan-gagasan atau kata-
kata orang lain yang diklaim sebagai milik dari mahasiswa tersebut,
tanpa mengutip sumber yang dipakainya, sehingga dapat meng-
giring pembaca atau pendengar untuk memercayai bahwa gagasan-
gagasan atau kata-kata tersebut berasal dari penelitian mahasiswa
tersebut” (B.2.).
Dengan demikian, plagiarisme sebenarnya adalah tanda
dilanggarnya kejujuran dan integritas ilmiah, yang justru menjadi
tonggak utama lembaga pendidikan mana pun, termasuk STT
Jakarta.
Menyadari seriusnya pelanggaran ini, di samping keprihatinan
kita pada merebaknya isu plagiarisme di Indonesia, Senat STT
Jakarta menetapkan diri untuk menangani kasus-kasus plagiarisme
secara serius. Mereka yang terbukti melakukan plagiarisme sudah
dapat dipastikan minimal akan gagal dalam matakuliah yang
bersangkutan, jika tidak dikeluarkan dari STT Jakarta.
B.2.1 Kolusi
Kolusi terjadi ketika seorang mahasiswa membuat sebuah karya
dan mengizinkan mahasiswa lain untuk menyontek karya tersebut.
Kedua mahasiswa akan mendapat pinalti jika keduanya menyerah-
kan karya mereka tersebut. Kolusi berbeda dengan karya kelom-
pok. Beberapa matakuliah menghendaki para mahasiswa untuk
mengerjakan karya kelompok dengan menghasilkan satu karya
bersama.
CATATAN
Hati-hati dalam menjaga flashdisk Anda.
Kecerobohan Anda dalam menyimpan flash-
disk dapat membuat mahasiswa lain meng-
ambil karya Anda. Dalam hal ini, baik pemi-
lik asli makalah dan si penyontek dianggap
bersalah. Dosen tidak bisa memastikan apa-
kah flashdisk tersebut hilang atau dicuri.
55
Yang pasti adalah bahwa kedua makalah
dianggap sebagai hasil kolusi.
56
dibedakan dengan common knowledge yang tidak dianggap sebagai
plagiarisme (misalnya, Indonesia merdeka 17 Agustus 1945; Yesus
lahir di Bethlehem dan tersalib di bukit Golgota).
Selain dapat merumuskan visi bersama, seorang PJT mesti mampu mengilhamkan
umat agar bergerak bersamanya demi pencapaian visi bersama. Di sini PJT tampil
baik sebagai pembawa atau pemegang “impian” (baca: visi bersama) maupun
sebagai pendorong perubahan. Untuk itu, PJT mesti menjadi seorang yang terus-
menerus belajar agar ia semakin akurat membaca perubahan, mengantisipasi masa
depan, dan mempengaruhi serta menggerakkan umat yang dipimpinnya.
Seorang pendeta yang baik haruslah mampu merumuskan visi jemaatnya bersama-
sama dengan seluruh anggota jemaat. Inilah ketrampilan pertama yang harus
dimiliki oleh seorang pendeta jemaat. Selain dapat merumuskan visi bersama,
57
seorang pendeta mesti mampu mengilhamkan anggota jemaat agar bergerak
bersamanya demi pencapaian visi bersama. Di sini pendeta tampil baik sebagai
pembawa atau pemegang “impian” (baca: visi bersama) maupun sebagai
pendorong perubahan. Untuk itu, pendeta mesti menjadi seorang yang terus-
menerus belajar agar ia semakin akurat membaca perubahan, mengantisipasi
masa depan, dan mempengaruhi serta menggerakkan jemaat yang dipimpinnya.
Hanya dengan cara itulah, sebuah jemaat dapat berkembang dan hidup bermakna
bagi lingkungan sekitarnya.
Seorang pendeta yang baik haruslah mampu merumuskan visi jemaatnya bersama-
sama dengan seluruh anggota jemaat. Inilah ketrampilan pertama yang harus
58
dimiliki oleh seorang pendeta jemaat. Hendri M. Sendjaja mengusulkan ketrampilan
kedua yang harus dimiliki oleh seorang pendeta, ketika ia menulis,
Hanya dengan cara itulah, sebuah jemaat dapat berkembang dan hidup bermakna
bagi lingkungan sekitarnya.
Seorang pendeta yang baik haruslah mampu merumuskan visi jemaatnya bersama-
sama dengan seluruh anggota jemaat. Inilah ketrampilan pertama yang harus
dimiliki oleh seorang pendeta jemaat. Hendri M. Sendjaja mengusulkan
ketrampilan kedua yang harus dimiliki oleh seorang pendeta, yaitu kemampuan
“mengilhamkan umat agar bergerak bersama demi pencapaian visi bersama”
(Sendjaja 2009). Akan tetapi, Sendjaja melanjutkan, kemampuan ini baru
mungkin muncul ketika seorang pendeta, atau yang disebutnya sebagai PJT
(Pemimpin Jemaat Tertahbis) senantiasa belajar untuk “semakin akurat membaca
perubahan, mengantisipasi masa depan, dan mempengaruhi serta menggerakkan
umat yang dipimpinnya” (Sendjaja 2009). Hanya dengan cara itulah, sebuah jemaat
dapat berkembang dan hidup bermakna bagi lingkungan sekitarnya.
The charismatic movement reintroduced to us the hidden member of the Trinity, the
Holy Spirit. Experience-starved people came to realize that a direct encounter with a
living God was possible, that the Christian life was more than ethical respectability.
59
Plagiarisme: Terjemahan tanpa Rujukan (baris 139-142)
Sangat penting bagi gereja masa kini untuk belajar dari beberapa gerakan Kristen
modern. Misalnya, gerakan karismatik memperkenalkan kepada kita anggota
tersembunyi dari Allah Tritunggal, yaitu Roh Kudus. Greg Ogden dalam hal ini
benar ketika ia menulis, “Umat yang lapar dengan pengalaman telah mulai
menyadari bahwa sebuah perjumpaan langsung dengan Allah yang hidup adalah
mungkin, bahwa kehidupan Kristiani lebih daripada kehormatan etis” (Ogden 2003,
20). Itu berarti, gereja masa kini harus sungguh-sungguh peka pada kehadiran dan
suara Roh Kudus.
60
Anda tetap dianggap melakukan plagiarisme sekalipun sudah
memberi kutipan sepenuhnya atas tokoh tertentu, namun tidak
mengutip pandangan tokoh tersebut di kalimat lainnya.
Salah satu penyebab seseorang melakukan plagiarisme adalah
karena ia memasukkan sebuah kutipan yang diambilnya dari
satu sumber tanpa langsung menuliskan sumbernya. Di kemu-
dian hari, orang tersebut lupa lokasi kutipan tersebut dan
akhirnya melakukan plagiarisme. Untuk itu, memiliki kebiasa-
an mencatat sumber merupakan sebuah keharusan.
CATATAN
Terdapat ratusan software yang tersedia, baik gratis
maupun berbayar, online maupun offline, yang dapat
membantu Anda untuk melakukan pencatatan. Carilah
di http://www.google.com dengan kata-kata kunci
seperti: take note free software. Atau lihat daftar sebagian
program tersebut di http://en.wikipedia.org/wiki/
Comparison_of_notetaking_software.
61
original. Sekalipun Anda mengutip sumber tersebut secara
benar, bisa jadi sumber yang Anda kutip itu sendiri adalah
sebuah karya plagiat. Secara khusus, jangan pernah mengambil
wikipedia sebagai referensi.
Jika Anda ragu-ragu apakah satu bagian makalah Anda meru-
pakan plagiarisme atau bukan, tanyakanlah kepada dosen yang
bersangkutan.
Laporkanlah kepada dosen atau BAA jika Anda mengetahui
mahasiswa lain melakukan plagiarisme atau kecurangan lain.
Apa yang dilakukannya sangat tidak adil bagi Anda dan
merusak komunitas STT Jakarta.
Ingatlah karir, reputasi, masa depan dan integritas Anda!
Catatan plagiarisme Anda akan terekam terus di BAA. Bahkan
gelar Anda bisa dicabut jika beberapa tahun kemudian Anda
kedapatan melakukan plagiarisme.
62
APENDIKS TIGA
PERATURAN MENGENAI
PLAGIARISME
C.1 PENDAHULUAN
Peraturan ini merupakan penjabaran dari 4 (empat) peraturan yang
berlaku:
63
2. Pedoman Kehidupan Persekutuan Warga STT Jakarta, pasal B:
1 dan 2
Pasal 10
Bentuk-bentuk kecurangan:
1. Mencontoh jawaban peserta ujian lain, membawa dan menggunakan
catatan dalam bentuk apapun dalam ujian akhir semester yang tidak
memakai sistem buku terbuka
2. Bekerja sama dalam bentuk apapun dan atau membahas soal yang diujikan
dengan peserta ujian lain pada saat ujian sedang berlangsung
Pasal 11
Setiap kecurangan yang dilakukan oleh peserta ujian:
1. Harus dicatat dalam berita acara oleh pengawas
2. Kertas jawaban dan atau berkas-berkas kecurangan terutama yang
tertangkap tangan, disita oleh pengawas untuk dijadikan bukti dan dilampir-
kan pada berita acara
3. Pelaku kecurangan wajib menandatangani pernyataan mengakui telah
melakukan kecurangan di hadapan Panitia Ujian dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan tersebut
Pasal 12
Setiap peserta ujian yang melakukan kecurangan sebagaimana disebutkan
dalam pasal 10 peraturan ini dikenakan sanksi akademik oleh Pemimpin
64
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta bersama dengan staf pengajar mata kuliah yang
bersangkutan sesuai berita acara berdasarkan bobot kecurangan yang
dilakukan setelah memperoleh laporan dari Panitia Ujian. Peserta ujian tersebut
harus menandatangani Surat Pernyataan Pertanggungjawaban Perbuatan yang
disediakan oleh Bagian Administrasi Akademik.
Pasal 13
Peserta ujian yang melakukan kecurangan sebagaimana diatur dalam pasal 10
peraturan ini dikenakan satu dan/atau lebih sanksi sebagaimana diatur dalam
Pedoman Kehidupan Persekutuan Warga STT Jakarta.
(Katalog STT 2009-2012, h. 155-156)
5. Mahasiswa yang terbukti menyontek pada waktu ujian di ruang kuliah, atau
mencontoh (menjiplak) karya tulis (makalah, laporan, skripsi, dan lain-lain)
orang lain pada waktu mengerjakan karya tulis (makalah, laporan skripsi, dan
lain-lain), dinyatakan gagal dan harus mengulangi seluruh perkuliahan dari
mata kuliah yang bersangkutan.
(Katalog STT 2009-2012, h. 159)
65
a. Menjiplak kata-demi-kata karya orang lain tanpa memakai
tanda kutip dan mencantumkan sumber asli;
b. Mengalimatkan ulang (paraphrasing) gagasan orang lain
tanpa mencantumkan sumber asli;
c. Menjiplak karya mahasiswa lain atau catatan kelas;
d. Menerjemahkan karya atau gagasan orang lain (termasuk
yang diperoleh dari internet) tanpa mencantumkan sumber
asli;
e. Memasukkan karya tulis (makalah, laporan, skripsi, dan
lain-lain) yang disusun oleh orang lain;
f. Memakai seluruh atau sebagian karya tulis yang pernah
dibuat sendiri di masa lalu dan menyerahkannya sebagai
karya tulis yang berbeda (auto-plagiarism);
g. Beberapa bentuk plagiarisme yang lain sejauh sesuai
dengan definisi yang diberikan pada butir 2 di atas.
4. Dalam sebuah situasi di mana seorang mahasiswa tidak dapat
memutuskan apakah yang ditulisnya merupakan sebuah
plagiarisme atau bukan, mahasiswa tersebut sangat disarankan
untuk mencantumkan sumber yang dirujuknya.
5. Berdasarkan prinsip kejujuran dan integritas ilmiah, setiap
mahasiswa wajib melaporkan kepada ketua program studi
(Puket I untuk Program Studi S1) tindakan plagiarisme yang
dilakukan oleh mahasiswa lain. Pengabaian terhadap kewajiban
ini merupakan pelanggaran terhadap peraturan mengenai
plagiarisme ini. Identitas dari mahasiswa pelapor akan
dirahasiakan.
6. Penjelasan mengenai peraturan ini dan pelatihan untuk
menghindari plagiarisme diberikan kepada setiap mahasiswa
baru dari semua program studi, yang pelaksanaannya diatur
oleh ketua program studi. Penjelasan dan pelatihan ini terbuka
juga bagi mahasiswa lama.
7. Setiap mahasiswa diwajibkan untuk menandatangani formulir
Pernyataan Menolak Plagiarisme, bersamaan dengan pendaf-
66
taran ulang yang dilakukan setiap awal semester. Seorang
mahasiswa tidak diizinkan untuk mengikuti perkuliahan
selama belum menandatangani formulir Pernyataan Menolak
Plagiarisme tersebut.
8. Penyerahan draft akhir skripsi, tesis atau disertasi disertai juga
dengan lembaran Pernyataan Bebas Plagiarisme, yang ditanda-
tangani di atas meterai.
9. Penanganan atas sebuah kasus plagiarisme dilakukan dengan
tahap berikut ini:
a. Dosen yang menemukan terjadinya sebuah tindakan
plagiarisme oleh seorang mahasiswa harus melaporkannya
kepada ketua program studi secara tertulis, dengan mema-
kai formulir yang disediakan oleh Bagian Administrasi
Akademik program studi, yang mencantumkan nama
mahasiswa, nama karya tulis, semester terjadinya tindakan
plagiarisme tersebut. Bersamaan dengan karya tulis yang
dilampirkan, sedapat mungkin disertakan juga salinan
sumber yang asli yang dijiplak.
b. Ketua program studi, setelah menerima laporan dari dosen
yang bersangkutan, mempelajari kasus tersebut dan
memberikan rekomendasi keputusan kepada Rapat Senat.
c. Dalam hal plagiarisme terbukti terjadi, Rapat Senat dapat
memutuskan sanksi bagi mahasiswa yang melakukan
plagiarisme.
i. Mahasiswa yang belum pernah melakukan plagiarisme
sebelumnya akan memperoleh nilai E atau “Gagal”
untuk karya tulis yang bersangkutan.
ii. Mahasiswa yang pernah satu kali melakukan pla-
giarisme sebelumnya akan memperoleh nilai E atau
“Gagal” untuk mata kuliah yang bersangkutan.
iii. Mahasiswa yang terbukti melakukan plagiarisme untuk
ketiga kalinya akan dikeluarkan dari STT Jakarta.
67
iv. Bagian Administrasi Akademik akan mendokumentasi
seluruh bukti-bukti pelanggaran ini, berikut surat-surat
peringatan yang diterbitkan.
d. Keputusan pemberian nilai E (Gagal) untuk mata kuliah
yang bersangkutan atau keputusan pemberhentian studi
dicantumkan dalam transkrip nilai mahasiswa tersebut.
e. Hasil keputusan Rapat Senat tersebut disampaikan secara
tertulis kepada mahasiswa yang bersangkutan.
f. Mahasiswa yang telah terbukti melakukan plagiarisme dan
telah menerima hasil keputusan secara tertulis itu dapat
mengajukan banding secara tertulis paling lama satu bulan
setelah tanggal surat keputusan. Rapat Senat dapat membi-
carakan ulang keputusan sebelumnya atas dasar surat
banding tersebut. Banding tidak dapat dilakukan untuk
ketiga kalinya untuk satu kasus plagiarism yang sama.
10. Peraturan mengenai Plagiarisme ini berlaku untuk semua pro-
gram studi di STT Jakarta.
11. Peraturan mengenai Plagiarisme ini disahkan dalam Rapat
Senat VIII, pada tanggal 2 Maret 2010. Perubahan atas peratur-
an ini dapat dilakukan dalam sebuah Rapat Senat.
68