Laporan Group Project Kultur Jaringan
Laporan Group Project Kultur Jaringan
Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh BAP dan NAA terhadap Induksi Kalus Daun
Sirih Hijau (Piper Betle L.) Pada Media MS
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10 BIOLOGI B 2021
2. Langkah Kerja
Mencuci dengan detergen
Media MS
Percobaan 1
Rabu, 15 Maret
2023
Percobaan 2
Rabu, 5 April 2023
2. Pembahasan
Dalam Praktikum Group Project yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Zat Pengatur Tumbuh BAP dan NAA terhadap Induksi Kalus Daun Sirih
Hijau (Piper Betle L.) Pada Media MS” ini dilakukan pengkulturan terhadap
kalus daun sirih hijau yang dilakukan secara in vitro. Dimana praktikum ini
dilaksanakan sebanyak dua kali percobaan, pada percobaan pertama
dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2023 dan pada percobaan kedua
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2023. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini antara lain gelas ukur, timbangan analitik, botol jar, erlenmeyer,
cawan petri, pinset, scalpel, bunsen, LAF (Laminar Air Flow). Sedangkan
bahan yang digunakan daun sirih hijau muda, Bayclin, deterjen, cuka, alkohol,
aquades, kertas saring, MS, NAA, dan BAP. Tujuan dari dilaksanakannya
praktikum ini adalah untuk mengetahui hasil pengaruh pemberian BAP dan
NAA dengan konsentrasi tertentu terhadap induksi kalus daun sirih hijau.
Kultur in vitro merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak
tanaman dengan cara menginduksi kalus. Kalus adalah poliferasi masa
jaringan yang belum terdiferensiasi. Kalus terbentuk di seluruh permukaan
irisan eksplan, sehingga makin luas permukaan irisan eksplan, maka eksplan
semakin cepat dan banyak kalus yang terbentuk (Khaniyah dkk, 2012).
Pembentukan kalus dalam kultur in vitro dapat berhasil dengan baik apabila
syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi yaitu tersedianya zat pengatur tubuh
endogen dan eksogen. Kombinasi ZPT yang ditambahkan ke dalam media
merupakan salah satu faktor keberhasilan kultur in vitro (Indah &
Ermavitalini, 2013). Dalam melakukan kultur jaringan tumbuhan, tahap
terpenting yang harus dilakukan adalah sterilisasi eksplan. Eksplan yang
digunakan harus bebas dari kontaminan, seperti fungi dan bakteri. Selama
proses sterilisasi, eksplan harus tetap hidup dan hanya kontaminan yang
dieliminasi (Oyebanji et al. 2009). Oleh karena itu, sterilisasi permukaan
dilakukan dengan merendam eksplan dalam larutan desinfektan dengan
konsentrasi tertentu selama periode tertentu. Pada penanaman biji dan buah
sterilisasi menggunakan detergen, klorox, alkohol, aquades, dan cuka. Tingkat
keberhasilan dalam pelaksanaan.
Larutan yang digunakan pada sterilisasi eksplan yaitu :
1. Aquades digunakan untuk membersihkan eksplan dari bakteri atau
jamur yang menempel pada eksplan.
2. Bayclin digunakan untuk mendenaturasikan sel bakteri yang ada pada
eksplan
3. Detergen digunakan untuk menghilangkan lapisan lilin yang melekat di
permukaan eksplan dan mengurangi sebagian mikroba yang mungkin
masih menempel pada bagian eksplan
4. Asam asetat (cuka) adalah desinfektan miko bakterisidal yang efektif
yang juga harus aktif melawan sebagian besar bakteri lain.
Menurut Devy dan Sastra (2006), penggunaan bahan sterilan fungisida
(Benlate) dan bakterisida (Agrept), masing-masing berkonsentrasi 2 g/l selama
24 jam, Clorox 10% selama 15 menit dan selanjutnya eksplan direndam
kembali dalam larutan Clorox 5% selama 20 dapat menekan tingkat
kontaminasi pada kultur in vitro. Fungsi clorox adalah sebagai desinfektan
yang kemudian dibilas menggunakan aquades steril yang bertujuan untuk
membersihkan atau membilas larutan lain agar tidak mengganggu
pertumbuhan kultur (Gunawan, 1988). Clorox atau Natrium hipoklorit banyak
digunakan karena sangat efektif membunuh bakteri dengan cara merusak
membran sel bakteri. Senyawa hipoklorit mampu membersihkan
mikroorganisme yang ikut dalam bahan tanaman, menghilangkan partikel-
partikel tanah, debu dan lain-lain.
Cara menanam eksplan daun sirih hijau (Piper Betle L.) yaitu tahap
pertama yang dilakukan adalah sterilisasi. Eksplan yang digunakan harus
bebas dari kontaminan, seperti fungi dan bakteri. Selama proses sterilisasi,
eksplan harus tetap hidup dan hanya kontaminan yang dieliminasi. Pada
penanaman daun sirih hijau (Piper Betle L.), sterilisasi permukaan dilakukan
dengan merendam eksplan dalam larutan deterjen selama 15 menit kemudian
dibilas dengan aquadest. Pada penanaman daun, setelah direndam deterjen dan
dibilas dengan aquades daun dicuci dengan larutan clorox (bayclin) 10%
dengan durasi 10 menit dan dibilas dengan aquades lalu dicuci dengan larutan
alkohol 70% dengan durasi 7 menit lalu dibilas dengan aquadest steril kembali
lalu daun dicuci dengan larutan cuka 2% dengan durasi 7 menit dan dibilas
lagi dengan aquadest steril. Kemudian daun dipotong di cawan petri dengan
ukuran 1 cm dan daun ditanam.
Keberhasilan dalam menggunakan metode kultur jaringan sangat
bergantung pada komposisi media yang digunakan. Di mana media tumbuh ini
terdiri dari unsur makro, mikro, dan karbohidrat yang pada umumnya berupa
sukrosa atau gula. Hasil kultur jaringan akan lebih baik apabila ke dalam
media tersebut ditambahkan vitamin asam amino dan ZPT (Gamborg et al.
1968). Menurut Westcott et al. (1977) cara perbanyakan kultur jaringan yang
demikian dapat meningkatkan produksi benih baik kualitas maupun
kuantitasnya. Ada 2 golongan ZPT penting, yaitu sitokinin dan auksin. Zat
pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam
kultur sel, jaringan, dan atau kultur organ. Perimbangan konsentrasi dan
interaksi antara ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen akan menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Hormon NAA adalah senyawa kimia yang termasuk dalam golongan
auksin sedangkan BAP termasuk dalam golongan sitokinin yang berperan
dalam pertumbuhan tunas. Zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin tidak
bekerja sendiri-sendiri, tetapi kedua ZPT tersebut bekerja secara berinteraksi
dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Wareing dan
Phillips (1970), mengemukakan bahwa sitokinin merangsang pembelahan sel
tanaman dan berinteraksi dengan auksin dalam menentukan arah diferensiasi
sel. Apabila perbandingan konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin, maka
pertumbuhan tunas dan daun akan terstimulasi. Sebaliknya apabila sitokinin
lebih rendah dari auksin, maka mengakibatkan menstimulasi pada
pertumbuhan akar. Apabila perbandingan sitokinin dan auksin berimbang,
maka pertumbuhan tunas, daun, dan akar akan berimbang pula.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pada percobaan
pertama dan kedua, eksplan yang telah dikultur didapati kontaminasi. Faktor
penyebab Kontaminasi dapat berasal dari eksplan (baik internal maupun
eksternal), organisme kecil yang masuk kedalam media, botol kultur atau alat-
alat yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kurang steril
(spora di udara).Kontaminasi pada kultur jaringan lebih didominasi dari jenis
jamur dibandingkan mikroba lain (Wati et al 2020). Kontaminasi merupakan
faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan yang dapat berasal dari (1)
bahan tanaman baik eksternal maupun internal, (2) organisme kecil yang
masuk ke dalam media, (3) botol kultur dan peralatan yang kurang steril, (4)
lingkungan kerja dan ruang kultur, dan (5) kecerobohan dalam pelaksanaan.
Kontaminasi pada media dan eksplan terjadi karena adanya jamur ataupun
bakteri yang tidak mati pada saat sterilisasi media maupun yang masuk dalam
media pada saat proses penanaman, atau saat pemeliharaan. Pada media atau
eksplan yang terkontaminasi oleh jamur maka akan terdapat jamur yang
berwarna putih yang akan terus tumbuh menutupi cawan petri. Ketika jamur
tumbuh pada media atau eksplan maka embrio pertumbuhannya akan
terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian pada embrio.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
hasil dari pemberian BAP dan NAA dengan konsentrasi tertentu terhadap induksi
kalus daun sirih hijau pada dasarnya memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
eksplan tanaman sirih hijau, namun dalam praktikum yang telah dilakukan hasil dari
pemberian BAP dan NAA dengan konsentrasi tertentu terhadap induksi kalus daun
sirih hijau tidak menghasilkan hasil seperti yang diharapkan sebab dalam praktikum
dengan percobaan pertama dan kedua ini media eksplan tanaman sirih hijau yang
telah dikultur mengalami kontaminasi. Kontaminasi ini diduga dapat berasal dari
eksplan (baik internal maupun eksternal), organisme kecil yang masuk kedalam
media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur
yang kurang steril (spora di udara).
DAFTAR PUSTAKA
Sultan Syarif Kasim.
Amaliah, S. (2019). OPTIMASI KONSENTRASI 2,4-D DAN BAP TERHADAP
INDUKSI KALUS TANAMAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz and
Pav.) MELALUI KULTUR IN VITRO. Skripsi. Fakultas Pertanian dan
Peternakan Sultan Syarif Kasim.
Chakraborty D., Shah B. 2011. Antimicrobial, Antioxidative and Antihemolyctic
Activity of Piper betel Leaf Extract, Int. J. Pharm, Pharm. Sci. 3(3), pp. 192-199).
Gamborg, O.L., Miller R.A., and Ojima K. (1968). Nutrient Requirement of
Suspension Cultures of Soybean Root Cell. Exp. Cell. Res. 50 :
Guha P. 2006. Betel Leaf: The Neglected Green Gold of Indua. J. Hum, Ecol., 19(2):
87-93.
Hutapea, J. & Ria. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia III. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Indah, P.N. dan D. Ermavitalini. (2013). Induksi Kalus Daun Nyamplung
(Calophyllum inophyllum Linn.) pada Beberapa Kombinasi Konsentrasi 6-
Benzylaminopurine (BAP) dan 2,4 -Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D). Jurnal
Sains dan Seni Pomits, 2(1): 2337-3520.
Junairiah, et al. (2019). Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh IAA,BAP, Kinetin
terhadap Metabolit Sekunder Kalus Sirih Hitam (Piper betle L. Var Nigra).
Jurnal Kimia Riset, 4(2) : 121-132.
Khaliyah, S., N.A., Habibah dan Sumadi. 2012. Pertumbuhan Daun Mahkota Dewa
(Gynura procumbens Lour Merr) Dengan Kombinasi 2,4-D dan Kinetin Secara In
Vitro. Biosanintifika, 4 (2).
Koensoemardiyah. 2010. A to Z Minyak Atsiri - untuk Industri Makanan, Kosmetik,
dan Aromaterapi. (R. Fiva, Penyunt.) Yogyakarta, DIY, Indonesia: Penerbit ANDI.
Munawaroh, E dan Yusammi. (2017). Keanekaragaman Piper (Piperaceae) Dan
Konservasinya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung.
Media Konservasi. 22 (2),118-128.
UTPD Agribisnis. (2020). Penanganan Kontaminasi Pada Kultur Jaringan. Diakses
pada 9 Mei 2023 dari https://dppp.pontianak.go.id/artikel/60/-penanganan-
kontaminasi-pada-kultur-jaringan.html.
Purnama, N. (2017). Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Tumbuhan Daun Sirih
(Piper batle L.). Prosiding Seminar Nasional MIPA III, Langsa-Aceh, 30
Oktober 2017 (pp. 437-441). Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala.
Rahayu, D. et al. (2020). Makalah Kultur Jaringan. Surabaya : Universitas Sebelas
Maret.
Silalahi, M. (2015). Bahan Ajar Kultur Jaringan. Jakarta : Universitas Kristen
Indonesia.
Wareing , P.F. and I.D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentiations
in
Plants. Pergamon. Press. Oxford
Wati.T.,Astarini.I.A.Pharmawati. M. and Hendriyani.E. (2020). Propagation Of
Begonia Bimaensis Undaharta & Ardaja Using Tidsue Culture Technique.
Journal of Biological Sciences 7 (1): 112-122.
Westcott, R.J; G.G. Henshew and W.N. Roca . (1977). Tissue Culture Storage at
Potato Germplasm Culture Initiation and Plant Regeneration. Plant Sci. letters.
9:309- 315.