Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS FRAKTUR


RDUS TAMAN HUSADA BONTANG

DISUSUN OLEH
MUTIARA SEPTIANI
2011102411073

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh
darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan
Hawks, 2014).

2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

3. Tanda gejala
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

a. Deformitas
b. Pembengkakan
c. Memar
d. Spase otot
e. Nyeri
f. Ketegangan
g. Keilangan fungsi
h. Gerakan ubnormal dan krepitasi
i. Perubahan neurovaskuler
j. Syok

4. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi
yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf
b. Syndroma kompartemen
c. Kontraktur volkman
d. Syndroma emboli lemak
e. Kaku sendi
f. Nekrosis avaskular
g. Malunion
h. Penyatuan terhambat
i. Penyatuan fibrosa
j. Syndroma nyeriregional kompleks

5. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah
tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada
suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat
berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri.
Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan
dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang.
6. Pathway

Repositori.stikes-ppni.ac.id

7. Penatalaksanaan
a.) Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
1. Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan frgmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan
internal. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi perdaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah
sekitar 3 bulan(Amin & Hardi, 2015).

b.) Tindakan Kolaborasi Perawat


Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgetik, anti
inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan alkohol (resiko akan kerusakan ginjal yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan juga potensial penarikan diri post
operasi (Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).

8. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusajan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung Darah Lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kretinin: trauma

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1.) Identitas Klien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama,
suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Riwayat Kesehatan
1.) Keluhan Utama
Biasanya mengalami nyeri, pendarahan, luka
2.) Riwayat Kesehatan Sekarang
Fraktur dapat terjadi kapan saja sering kali berlangsung sangat
mendadak saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri ,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, atau gangguan fungsi
organ yang lain.
3.) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang (Padila, 2012).
4.) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan.
5.) Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari (Padila, 2012).
6.) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat menggangu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melaksanakan
olahraga atau tidak (Padila, 2012).

7.) Pola nutrisi dan metabolisme


Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau
ketoasidosis), malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa kering
karena pembatasan pemasukan atau periode post puasa (Doenges dalam
Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010). Pada klien fraktur harus
mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk membantu proses
penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan (Padila, 2012).
8.) Pola Eliminasi
Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan
oleh posisi berkemih yang tidak alamiah, pembesaran prostat dan
adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses.
9.) Pola tidur dan istirahat
Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Padila,
2012). Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, peka terhadap
rangsang, stimulasi simpatis.
10.) Pola aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas (Padila, 2012).
11.) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap (Padila, 2012).
12.) Persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan dirinya yang salah (Padila,
2012).
13.) Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
fraktur, sedangkan pada indera yang lainnya tidak timbul gangguan
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan (Padila, 2012).
14.) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain itu,
klien juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya (Padila, 2012).
15.) Pola penanggulangan stress
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress
multiple seperti masalah finansial, hubungan, gaya hidup (Doenges
dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).
16.) Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak dapat melakukan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi (Padila, 2012).

C. Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain :

1.) Keadaan umum :


a.) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b.) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari
luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
c.) Pantau keseimbangan cairan
d.) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
e.) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
f.) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis
g.) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan
tingkat kesadaran
h.) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan
frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat
penyakit paru, dan jantung sebelumnya
i.) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
j.) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan
tingkat kesadaran
k.) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi perubahan
frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat
penyakit paru, dan jantung sebelumnya
l.) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.

2.) Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:


a.) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b.) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c.) Leher
Tidak ada gangguan,simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada d.)
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e.) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f.) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g.) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h.) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
i.) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j.) Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama Perkusi :
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronkhi
k.) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak
teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l.) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan Auskultasi : Kaji
bising usus
m.) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air besar.
n.) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes
atau tidak.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
4. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. penurunan sirkulasi serebral

Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri (L.08066)tindakan Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Setelah dilakukan jam (I.06194)
pencedera fisik
keperawatan selama ….x24 nyeri Observasi:
diharapkan tingkat 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat dengan, Kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 1.2 Identifikasi
hasil : skala nyeri Terapeutik:
1) Keluhan nyeri 1.3 Berikan teknik nonfarakologis untuk
2) Meringis mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
1. pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
Ket:
terbimbing, kopres hangat/dingin, terapi
1: Meningkat bermain)
2: Cukup meningkat 1.4 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
3: Sedang nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaanmis.
4: Cukup menurun Suhu ruangan, pencahayaanmis. Suhu
5: menurun ruangan, pencahayaanmis. Suhu ruangan,
pencahayaanmis. Suhu ruangan,
pencahayaanmis. Suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan) Edukasi:


1.5 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi;
1.6 Kolaorasi pemberian analgetik, jika perlu

2 Defisit nutrisi b.d Status nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119) Observasi:
ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan Tindakan 2.1 Identifikasi status nutrisi
makanan keperawatan selama ….x24 jam 2.2 Identifikasikan alergi dan intoleransi
diharapkan status nutrisi membaik makanan Terapeutik:
dengan, Kritria hasil: 2.3 Berikan makanan ketika masih
1) Porsi makan yang dihabiskan hangat Edukasi:
meningkat 2.4 Ajarkan diit sesuai yang
2) Kekuatan otot menelan diprogramkan Kolaborasi:
2.5 Kolaborasi dengan ahli
Ket: gizi dalam pemberian diet
1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat

3 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173) Observasi:
b.d gangguan Setelah dilakukan Tindakan 3.1 Identifikasi kemampuan dalam melakukan
keperawatan …x24 jam pergerakkan
neuromuskuler diharapkan mobilitas fisik dapat 3.2 Monitor keadaan umum selama melakukan
meningkat dengan, mobilisasi Terapeutik:
3.3 Libatkan keluarga
Kriteria hasil: untuk membantu klien dalam meningkatkan
pergerakan
1) Kekuatan otot 3.4 Anjurkan untuk melakukan
2) Rentang gerak (ROM) pergerakan secara perlahan Edukasi:
3.5 Ajarkan mobilisasi sederhana yg bisa
Ket: dilakukan seperti duduk ditempat tidur,
miring kanan/kiri, dan latihan rentang gerak
1: Menurun (ROM).
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat

4 Gangguan integritas Integritas kulit/jaringan Perawatan integritas kulit (I.11353)


kulit/jaringan b.d (L.14125)
Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
penurunan mobilitas keperawtaan selama ….x24 4.1 Identifikasi penyebab gangguan integritas
jam diharapkan integritas
kulit/jaringan meningkat
dengan, kulit
Kriteria Hasil : Terapeutik:
1) Kerusakan jaringan
2) Kerusakan lapisan kulit 4.2 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirahbaring
e Edukasi:
Ket:
1: Meningkat 4.3 Anjurkan menggunakan pelembab
2: Cukup meningkat 4.4 Anjurkan minum air yang cukup
3: Sedang 4.5 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4: Cukup menurun
5: menurun

5 Gangguan Komunikasi verbal (L.13118) Promosi komunikasi: defisit bicara (I.13492)


komunikasi verbal Observasi:
b.d. penurunan sirkulasi setelah dilakukan 5.1 Monitor
serebral Tindakan keperawatan kecepatan,tekanan, kuantitas,volume dan diksi
selama ….x24 jam diharapkan bicara
komunikasi verbal 5.2 Identifikasi perilaku emosional dan fisik
meningkat dengan, sebagai bentuk komunikasi Terapeutik:
5.3 Berikan dukungan psikologis kepada klien
Kriteria hasil : 5.4 Gunakan metode
komunikasi alternatif (mis. Menulis dan bahasa
1) kemampuan bicara isyarat/ gerakan tubuh) Edukasi:
2) Kemampuan mendengar dan 5.5 Anjurka klien untuk bicara secara perlahan
memahami kesesuaian ekspresi
wajah / tubuh

Ket:

1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat

DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardi, 2015 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Ayu R D, 2019..Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Black dan Hawks, 20114 Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah III

Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014 Buku Saku Etiologi . Jakarta:

Ehang, 2017.Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C

Istianah, 2017 jurnal laporan pendahuluan fraktur

Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010 Jurnal Laporan Pendahuluan KMB

Suratun 2008 Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Padila. 2019. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, SA dan Wilson, 2017Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta:

PPNI, T. P. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPEERAWATAN INDONESIA. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). STANDAR LUARAN KEPERAWATN INDONESIA. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
William, Lippicont .2018 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta: Indeks

Anda mungkin juga menyukai