DISUSUN OLEH
MUTIARA SEPTIANI
2011102411073
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna
sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
3. Tanda gejala
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
b. Pembengkakan
c. Memar
d. Spase otot
e. Nyeri
f. Ketegangan
g. Keilangan fungsi
h. Gerakan ubnormal dan krepitasi
i. Perubahan neurovaskuler
j. Syok
4. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi
yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf
b. Syndroma kompartemen
c. Kontraktur volkman
d. Syndroma emboli lemak
e. Kaku sendi
f. Nekrosis avaskular
g. Malunion
h. Penyatuan terhambat
i. Penyatuan fibrosa
j. Syndroma nyeriregional kompleks
5. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak
saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat
pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu
menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah
tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah
maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada
suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat
berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang
yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri.
Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan
dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang.
6. Pathway
Repositori.stikes-ppni.ac.id
7. Penatalaksanaan
a.) Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
1. Reduksi Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan frgmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan
internal. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi perdaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah
sekitar 3 bulan(Amin & Hardi, 2015).
8. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusajan
jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung Darah Lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kretinin: trauma
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
4. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d penurunan mobilitas
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. penurunan sirkulasi serebral
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri (L.08066)tindakan Manajemen peningkatan tekanan intracranial
Setelah dilakukan jam (I.06194)
pencedera fisik
keperawatan selama ….x24 nyeri Observasi:
diharapkan tingkat 1.1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meningkat dengan, Kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 1.2 Identifikasi
hasil : skala nyeri Terapeutik:
1) Keluhan nyeri 1.3 Berikan teknik nonfarakologis untuk
2) Meringis mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
1. pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
Ket:
terbimbing, kopres hangat/dingin, terapi
1: Meningkat bermain)
2: Cukup meningkat 1.4 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
3: Sedang nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaanmis.
4: Cukup menurun Suhu ruangan, pencahayaanmis. Suhu
5: menurun ruangan, pencahayaanmis. Suhu ruangan,
pencahayaanmis. Suhu ruangan,
pencahayaanmis. Suhu ruangan,
2 Defisit nutrisi b.d Status nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119) Observasi:
ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan Tindakan 2.1 Identifikasi status nutrisi
makanan keperawatan selama ….x24 jam 2.2 Identifikasikan alergi dan intoleransi
diharapkan status nutrisi membaik makanan Terapeutik:
dengan, Kritria hasil: 2.3 Berikan makanan ketika masih
1) Porsi makan yang dihabiskan hangat Edukasi:
meningkat 2.4 Ajarkan diit sesuai yang
2) Kekuatan otot menelan diprogramkan Kolaborasi:
2.5 Kolaborasi dengan ahli
Ket: gizi dalam pemberian diet
1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
3 Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan mobilisasi (I.05173) Observasi:
b.d gangguan Setelah dilakukan Tindakan 3.1 Identifikasi kemampuan dalam melakukan
keperawatan …x24 jam pergerakkan
neuromuskuler diharapkan mobilitas fisik dapat 3.2 Monitor keadaan umum selama melakukan
meningkat dengan, mobilisasi Terapeutik:
3.3 Libatkan keluarga
Kriteria hasil: untuk membantu klien dalam meningkatkan
pergerakan
1) Kekuatan otot 3.4 Anjurkan untuk melakukan
2) Rentang gerak (ROM) pergerakan secara perlahan Edukasi:
3.5 Ajarkan mobilisasi sederhana yg bisa
Ket: dilakukan seperti duduk ditempat tidur,
miring kanan/kiri, dan latihan rentang gerak
1: Menurun (ROM).
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
Ket:
1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Black dan Hawks, 20114 Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah III
Padila. 2019. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2017Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta:
PPNI, T. P. (2018). STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). STANDAR LUARAN KEPERAWATN INDONESIA. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
William, Lippicont .2018 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta: Indeks