Anda di halaman 1dari 4

Nama : Miftakhul Khoiroh

Nim : 2420002
MK : Bahasa Inggris Matematika

SEJARAH BILANGAN EKSPONEN (BERPANGKAT)


Pada dasarnya bilangan pangkat bukanlah suatu sistem bilangan atau jenis bilangan melainkan
suatu konsep atau metode penulisan suatu bilangan. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
menemui perkalian suatu bilangan dengan faktor-faktor yang sama.
2 x 2 x 2 ...
4 x 4 x 4 ...
15 x 15 x 15 ...
Perkalian bilangan-bilangan dengan faktor-faktor yang sama seperti di atas disebut sebagai
perkalian berulang. Setiap perkalian berulang dapat dituliskan secara ringkas dengan
menggunakan notasi bilangan berpangkat.

Pengertian Eksponen
Eksponen adalah perkalian berulang. Banyaknya perkalian yang dilakukan ditulis di atas
bilangan pokok dengan ukuran angka kecil. Misal : 2 x 2 x 2. Maka ditulis 23 . Dengan 2 sebagai
bilangan pokok, dan 3 sebagai bilangan pangkat (banyaknya perkalian).

Tokoh dan Sejarah Bilangan Eksponen


1. John Napier
Pada tahun 1616 John Napier menemukan : Bilangan
desimal. Contoh : 6,5 Dibaca enam koma lima dan Logaritma
Contoh : 23 = 8 Sama dengan 2log 8=3. Bilangan berpangkat sangat
membantu kita dalam mempersingkat bilangan yang relatif besar
atau kecil. Contoh 0,00000099 ditulis dalam bilangan berpangkat
menjadi 9,9 10-7
Adapun orang yang pertama kali menemukan bilangan
berpangkat atau eksponen adalah John Napier (1550-1617). John
Napier merupakan seorang bangsawan dari Merchiston,
Skotlandia. John Napier juga merupakan penemu bilangan
logaritma, yang memang ada hubungannya dengan bilangan eksponen. John Napier menyadari
bahwa setiap bilangan bisa di ubah dalam bentuk eksponen maupun logaritma, agar bilangan
tersebut bisa diubah dalam bentuk yang lebih sederhana.
John Napier juga adalah seorang matematikawan, fisikawan, ahli astronomi, dan
astrologi. Peninggalannya yang terkenal dalam bidang matematika di antaranya adalah
Napier’s bones atau rabdologia. Rabdologia adalah alat hitung semacam abakus yang
digunakan untuk melakukan hitungan perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep
dasar menjumlahkan untuk perkalian dan pengurangan untuk pembagian Napier’s bones terdiri
dari sebuah papan dengan pinggiran dan satu set batang dengan tulisan angka-angka di
dalamnya. Papan dan batang biasanya dibuat dari bahan kayu, metal atau kardus tebal.
Satu set Napier’s bones (Rabdologia) dan contoh daftar perkalian 7.
Walaupun demikian, tanpa menggunakan rabdologia semacam itu kita tetap bisa menggunakan
konsep hitungan Napier’s bones untuk melakukan hitungan perkalian atau pembagian. Berikut
ini adalah contoh menghitung perkalian dengan memanfaatkan konsep hitungan pada
rabdologia.

Contoh : 15 X 13 = . . .

Untuk menyelesaikan perkalian dua digit, terlebih dahulu gambarlah empat buah kotak untuk
mewakili digit-digit yang dikalikan itu sebagai berikut :
 Langkah 1
Gambarkan empat buah kotak dengan masing-masing kotak dibagi dua menjadi dua
bagian dengan sebuah garis diagonal. Karena kita akan mengalikan 15 dengan 13, maka:

 Langkah 2
Kalikan masing-masing digit angka itu, dan tulis hasilnya di dalam kotak yang sesuai.
Perhatikan cara meletakkan hasil kali angka-angka itu. Satu kotak dibagi dua bagian dengan
sebuah garis diagonal, bagian atas diagonal diisi dengan digit puluhan, dan bagian bawah
diagonal diisi dengan digit satuan. Jadi, jika hasil kalinya berupa angka satu digit maka ditulis
0 di bagian atas diagonal, dan satu digit (satuan) itu disimpan di bagian bawah diagonal
1 x 1 = 1 (ditulis 01 dalam kotak baris 1, kolom 1)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
1 x 3 = 3 (ditulis 03 dalam kotak baris 2, kolom 3)
5 x 3 = 15 (ditulis 15 dalam kotak baris 2, kolom 2)

 Langkah 3
Setelah semua kotak terisi penuh, saatnya menjumlahkan masing-masing angka itu
sesuai posisi garis diagonalnya. Kita akan menjumlahkan mulai dari pojok bawah sebelah
kanan.
5 (untuk digit satuan)
3 + 1 + 5 = 9 (untuk digit puluhan)
0 + 1 + 0 = 1 (untuk digit ratusan)
Hasil perkalian itu ditulis di bagian bawah dan samping kiri kotak. Berturut-turut, dari
pojok bawah kanan ke arah kiri adalah digit satuan dan digit puluhan, dan di samping kiri
bawah adalah digit ratusan. Tidak ada digit ribuan Tidak ada digit ribuan, karena angka di
pojok kiri atasnya 0.
Jadi, hasil dari 15 x 13 = 195

2. Rene Deskrates

Cara penulisan perkalian berulang dengan menggunakan


notasi bilangan berpangkat atau notasi eksponen pertama kali
dikenalkan oleh salah satu ahli matematika berkebangsaan prancis
Rene Deskrates (1596–1650). Pada abad 16, matematikawan Italia
menggunakan istilah lato (artinya “sisi”) yang terkadang diartikan
dengan akar karena sisi tersebut tidak diketahui
panjangnya. Istilah ini kemudian diambil untuk menghitung
panjang sisi dari suatu bujur sangkar dan bilangan kuadrat disebut
dengan lato cubico.
Bombelli menggunakan terminologi dengan
menggunakan simbol R., artinya radix, namun mirip dengan simbol universal yang biasa
digunakan dokter dalam menulis resep. Oleh karena itu, Bombelli kemudian menggantinya
dengan simbol R.q. (radice quarata), sehingga akar kuadrat untuk 2 ditulis dengan notasi R.q.2
dan akar kubik untuk 2 ditulis dengan notasi R.c. 2 (radice cubica). Simbol-simbol di atas mulai
digunakan Bombelli dalam buku karyanya yang terkenal L’Algebra.
Menulis notasi akar dengan R.q. atau R.c. ternyata merepotkan dan tidak praktis
sehingga dibuat dengan menuliskan dalam bentuk r (huruf r kecil). Apa yang terjadi kemudian?
Penulisan notasi dengan r ini jika ditulis oleh tangan (bukan mesin ketik) terlebih tulisan orang
tersebut jelak, maka yang muncul adalah bentuk yang tidak lazim. Lama kelamaan huruf r kecil
yang beragam ini diberi bentuk baku yaitu bentuk seperti yang kita kenal sekarang ini
yaitu √. Sebelum orang menggunakan x² sebagai simbol xx, x³ sebagai simbol untuk xxx dan
seterusnya, dahulu orang merasa kesulitan untuk menuliskan suatu persamaan dengan derajat
yang lebih dari satu. Pada saat itu, simbol-simbol x, y, z dan seterusnya sudah digunakan untuk
menyatakan bilangan yang belum diketahui nilainya. Namun, ketika mereka dihadapkan pada
bilangan-bilangan yang berpangkat tinggi misalnya n, sangat tidak praktis apabila dituliskan
dalam bentuk perkalian x sebanyak n kali. Dengan demikian, diperlukan simbol yang
sederhana untuk bilangan-bilangan tersebut. Pada abad ke-17 matematikawan Perancis, Rene
Descartes menjadi orang pertama kali menggunakan a, b dan c untuk menyatakan bilangan
yang telah diketahui nilainya. Pada saat itu, Descartes mulai menggunakan symbol x² untuk xx
dan sebagainya. Sejak saat itu persamaan aljabar dapat dituliskan dalam bentuk yang sudah
modern.

3. Mishael Stifel

Eksponen berasal dari dua suku kata dari bahasa lain


“Expo” dan “Ponere“. Expo berarti berasal atau dari dan Ponere
tempat dia sendiri. Penggunaan kata eksponen dalam matematika
modern tercatat pertama kali dalam buku “Arithemetica Integral”
yang ditulis oleh seorang ahli matematika asal inggris bernama
Michael Stifel. Namun demikian saat itu istilah eksponen hanya
digunakan untuk bilangan dasar 2. Jadi istilah eksponen 3 berarti
23 yang bernilai 8.
Kemunculan awal eksponen memang belum jelas
pastinya. Meskipun tidak 100% benar banyak yang menyebutkan
sistem pangkat atau eksponen ini sudah ada sejak jaman Babilonia. Pada abad 23 sebelum
Masehi Masyarakat Babel di sekitar wilayah Mesopotamia telah mengenal kuadrat dalam
sistem penanggalan mereka.
Konsep eksponen di zaman modern agak berbeda dari konsep Stifel atau dari
masyarakat Babel. Eksponen sekarang digunakan untuk menentukan berapa kali bilangan
tersebut dikalikan dengan ia sendiri. Dengan adanya eksponen anda tidak perlu lagi menuliskan
3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 , anda cukup menulis 310.

Anda mungkin juga menyukai