Oleh :
Dinda Febyan Prameswari (I2D222001)
PAKAN
Pakan merupakan bahan baku yang dapat dikonsumsi oleh hewan ternak untuk
memenuhi kebutuhan energi dan atau zat nutrisi dalam ransum makanannya. Penilaian
terhadap unsur-unsur lingkungan dalam sumberdaya pakan dapat dilakukan dalam tiga tingkat,
yaitu total ketersediaan, potensi dan cadangan riel. Ketersediaan total menyangkut unsur
lingkungan yang mungkin sebagai sumberdaya pakan yang dapat diperoleh. Potensi adalah
bagian dari total ketersediaan yang dapat diperoleh karena tidak seluruh yang tersedia dapat
diperoleh untuk penyediaan pakan. Demikian juga dari bagian potensi tidak seluruhnya dapat
menjadi cadangan nyata karena hanya sebagian dari sumberdaya yang diketahui pasti dapat
diperoleh akibat kompetisi peruntukan dengan kepentingan lain (Umiyasih dkk, 2004).
Kelangkaan sumberdaya bisa terjadi karena terbatasnya ketersediaan sumberdaya pada
suatu tempat sehingga tidak memenuhi kebutuhan lokal atau wilayah tertentu. Kelangkaan juga
bisa terjadi karena sumberdaya tersebut hanya terkonsentrasi di suatu tempat tetapi dibutuhkan
di tempat lain, karena proses distribusi yang terhambat. Kelangkaan bisa juga terjadi karena
digunakan secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga stok menjadi berkurang yang
berkorelasi terhadap harga. Fluktuasi harga komoditi peternakan umumnya disebabkan oleh
perubahan harga pakan ternak di pasaran. Kenaikan harga pakan secara langsung umumnya
akan menyebabkan peningkatan harga komoditas peternakan, hal ini disebabkan oleh biaya
produksi terbesar dari usaha peternakan adalah biaya pakan.
Nusa Tenggara Barat memiliki potensi pertanian dan populasi ternak yang cukup besar
serta dukungan limbah pertanian dan perikanan yang potensial untuk diolah dan dimanfaatkan
untuk memproduksi pakan ternak yang berkualitas dalam bentuk jadi. Realita yang terjadi
selama ini menunjukkan bahwa pakan ternak komersil yang memenuhi pasar lokal adalah dari
luar daerah. Kenyataan tersebut sesungguhnya merupakan tantangan sekaligus peluang bagi
pengembangan usaha di bidang peternakan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada
sehingga biaya produksi usaha peternakan yang ada dapat ditekan.
PAKAN UNGGAS
Bahan pakan untuk unggas umumnya bersumber dari bahan pakan asal nabati atau yang
bersumber dari produk pertanian dan bahan pakan asal hewani atau bahan pakan asal produk
perikanan, serta bahan pakan pelengkap yang umumnya buatan pabrik, yang biasanya
digunakan untuk menutupi atau menyempurnakan keseimbangan nutrisi. Bahan pakan nabati
mempunyai porsi 90-94% dari total formulasi ransum (Rasyaf, 2002). Hal tersebut disebabkan
karena bahan pakan nabati umumnya sebagai sumber energi yang harus selalu terpenuhi di
dalam penyusunan ransum. Bahan pakan nabati umumnya tidak mempunyai kandungan asam
amino cukup seimbang, sehingga di dalam penyusunan ransum unggas hendaknya
menggunakan lebih dari satu bahan pakan asal nabati dengan tujuan untuk saling melengkapai
kelebihan dan kekurangan asam amino. Dengan demikian, bahan pakan asal hewani hanya
sebagai pelengkap saja, mengingat harganya lebih mahal dibandingkan dengan pakan nabati.
Semua bahan pakan nabati umumnya mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi, padahal
ternak unggas mempunyai keterbatasan dalam mencerna serat kasar. Untuk lebih rincinya,
diuraikan bahan per bahan di bawah ini.
1. Jagung
Jagung merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan dalam penyusunan ransum
unggas. Hal tersebut disebabkan karena jagung banyak mengandung karbohidrat sebagai
sumber energi, banyak mengandung provitamin A, palatabel, dan serat kasarnya rendah,
sehingga mudah dicerna. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk unggas. Jagung
sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum unggas tidak ada pembatasannya,
kecuali untuk unggas petelur, pemakaian yang berlebih untuk ternak ini dapat menyebabkan
kelebihan lemak. Jagung tidak mempunyai antinutrisi.
2. Dedak Padi
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak yang
dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 4% dedak kasar dan 2,5% dedak
halus dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi cukup disenangi ternak.
Pemakaian dedak padi dalam ransum unggas umumnya sampai 15% dari campuran
konsentrat. Pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat
menyebabkan susahnya pengosongan tombolok karena adanya sifat pencahar pada dedak.
Pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran ransum dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
3. Bungkil Kacang Kedelai
Bungkil kedelai adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses ekstraksi minyak
kedelai. Setelah minyak kedelai diekstraksi, sisa bahan padat yang tersisa disebut bungkil
kedelai. Bungkil kedelai merupakan biji kedelai yang telah dihilangkan sebagian minyaknya
dan umumnya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak. Bungkil kedelai kaya akan
protein nabati, serat, dan nutrisi penting lainnya. Kandungan protein bungkil kedelai
berkisar antara 40 hingga 48 persen, tergantung pada metode ekstraksi minyak yang
digunakan. Bungkil kedelai juga mengandung lemak, serat pangan, karbohidrat, mineral
seperti kalsium, fosfor, dan zat besi, serta beberapa vitamin. Dalam industri pakan ternak,
bungkil kedelai digunakan sebagai sumber protein yang penting untuk makanan hewan
ternak seperti unggas, babi, dan ikan. Bungkil kedelai dapat digunakan dalam bentuk utuh
atau setelah diolah menjadi tepung bungkil kedelai. Pada umumnya, bungkil kedelai diolah
melalui proses penggilingan dan pengeringan sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan
ternak.
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung di Nusa Tenggara
Barat Tahun 2016-2019.
Produktivitas
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
(Ton/Ha)
2016 206.885 1.278.271 61,79
2017 310.990 2.127.324 68,40
2018 326.377 2.084.928 63,88
2019 362.092 2.494.931 68,90
Sumber: Kementerian pertanian, dinas pertanian dan perkebunan NTB
Produksi jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti musim tanam, pembukaan
lahan baru, dan budaya masyarakat petani jagung. Faktor lain yang juga mempengaruhi
produksi adalah serangan hama dan penyakit. Pada saat ini dilaporkan adanya serangan hama
baru yang sudah tersebar diseluruh daerah pertanaman jagung (Nelly et al., 2021). Berdasarkan
tabel 2 dapat diketahui bahwa data perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas dari
tahun 2016-2019 berfluktuasi. Diketahui pada tahun 2016 luas lahan 206.885 Ha diproleh
produksi mencapai 1.278.271 Ton dengan produktivitas sebesar 61,79 Ton/Ha. Adapun pada
tahun 2017 luas panen mengalami peningkatan yaitu 310.990 Ha dengan produksi 2.127.324
Ton sehingga produktivitas mencapai 68,40 Ton/Ha. Sedangkan di tahun 2018 produksi sedikit
mengalami penurunan 2.084.928 Ton dengan luas panen 326.377 Ha, hal ini berdampak juga
pada produktivitas sehingga produktivitas yang diperoleh sebesar 63,88 Ton/Ha. Dan pada
tahun 2019 adanya penambahan luas panen yaitu mencapai 362.092 Ha, sehingga dengan
demikian produksi mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu mencapai pada
2.494.931 Ton. Meningkatnya luas panen dan produksi tentu akan berpengaruh pada
produktivitas, dengan jumlah luas panen dan hasil produksi di tahun 2019 produktivitas
mencapai pada angka 68,90 Ton/Ha. Kemudian dibutuhkan analisa lebih lanjut untuk
mengetahui apakah produksi jagung di Nusa Tenggara Barat dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembuatan pakan ternak unggas apabila akan didirikan pabrik pakan di wilayah tersebut
dengan mencari terlebih dahulu kebutuhan jagung untuk formulasi pakan unggas, rata-rata
kebutuhan ternak unggas per ekor per hari, mencari hubungan kebutuhan jagung dengan
populasi ternak unggas, serta hubungan produksi dan kebutuhan jagung di tiap kabupaten/kota
di Nusa Tenggara Barat.
Dedak Padi
Dedak padi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada bungkil atau ampas
yang dihasilkan dari proses penggilingan padi. Dedak padi terdiri daripada kulit luar dan
lapisan aleuron pada butir padi yang dipisahkan semasa proses penggilingan untuk
menghasilkan beras putih. Dedak padi biasanya digunakan sebagai makanan ternak, terutama
untuk unggas. Dedak padi mengandung sejumlah nutrisi penting seperti protein, serat, asid
lemak esensial, serta beberapa vitamin dan mineral. Oleh itu, dedak padi merupakan suplemen
makanan yang penting bagi ternakan untuk membantu memenuhi keperluan nutrisinya.
Kebutuhan dedak padi untuk pakan ditentukan oleh jenis dan populasi ternak.
Dibutuhkan analisis kebutuhan pakan ternak unggas dengan memperhitungkan angka produksi
dedak padi untuk mengetahui ketersediaan bahan baku pakan apakah sudah mencukupi atau
tidak. Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini akan dicantumkan produksi padi di wilayah Nusa
Tenggara Barat.
Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa pada tahun 2018 luas panen padi di Nusa Tenggara
Barat sebesar 289242.59 Ha, kemudian di tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi
281666.04 Ha. Produksi pada tahun 2018 sebesar 1460338.81 ton, kemudian di tahun
berikutnya menurun menjadi 1402182.39 ton.
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Berdasarkan Provinsi
di Indonesia Tahun 2018-2019
Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Provinsi
PROVINSI Luas Panen (ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton)
2018 2019 2018 2019 2018 2019
ACEH 329515.78 310012.46 56.49 55.30 1861567.10 1714437.60
SUMATERA UTARA 408176.45 413141.24 51.65 50.32 2108284.72 2078901.59
SUMATERA BARAT 313050.82 311671.23 47.37 47.58 1483076.48 1482996.01
RIAU 71448.08 63142.04 37.28 36.56 266375.53 230873.97
JAMBI 86202.68 69536.06 44.44 44.57 383045.74 309932.68
SUMATERA SELATAN 581574.61 539316.52 51.48 48.27 2994191.84 2603396.24
BENGKULU 65891.16 64406.86 43.83 46.03 288810.52 296472.07
LAMPUNG 511940.93 464103.42 48.61 46.63 2488641.91 2164089.33
KEP. BANGKA BELITUNG 17233.59 17087.81 26.53 28.56 45724.69 48805.68
KEP. RIAU 375.87 356.27 29.19 32.30 1097.00 1150.80
DKI JAKARTA 673.37 622.59 72.76 53.96 4899.14 3359.31
JAWA BARAT 1707253.81 1578835.70 56.51 57.54 9647358.75 9084957.22
JAWA TENGAH 1821983.17 1678479.21 57.63 57.53 10499588.23 9655653.98
DI YOGYAKARTA 93956.45 111477.36 54.81 47.86 514935.49 533477.40
JAWA TIMUR 1751191.67 1702426.36 58.26 56.28 10203213.17 9580933.88
BANTEN 344836.06 303731.80 48.94 48.41 1687783.30 1470503.35
BALI 110978.37 95319.34 60.11 60.78 667069.06 579320.53
NUSA TENGGARA BARAT 289242.59 281666.04 50.49 49.78 1460338.81 1402182.39
NUSA TENGGARA TIMUR 218232.91 198867.41 41.24 40.82 899935.88 811724.18
KALIMANTAN BARAT 286476.03 290048.44 27.92 29.23 799715.21 847875.13
KALIMANTAN TENGAH 147571.69 146144.51 34.88 30.35 514769.05 443561.33
KALIMANTAN SELATAN 323091.21 356245.95 41.09 37.69 1327492.41 1342861.82
KALIMANTAN TIMUR 64961.16 69707.75 40.45 36.41 262773.88 253818.37
KALIMANTAN UTARA 13707.00 10294.70 32.88 32.40 45063.53 33357.19
SULAWESI UTARA 70352.62 62020.39 46.47 44.79 326929.74 277776.31
SULAWESI TENGAH 201279.24 186100.44 46.05 45.40 926978.66 844904.30
SULAWESI SELATAN 1185484.10 1010188.75 50.21 50.03 5952616.45 5054166.96
SULAWESI TENGGARA 136673.75 132343.86 39.43 39.27 538876.14 519706.93
GORONTALO 56631.64 49009.95 47.60 47.18 269540.40 231211.11
SULAWESI BARAT 65303.78 62581.47 48.46 47.96 316478.37 300142.22
MALUKU 29052.14 25976.85 40.01 37.82 116228.86 98254.75
MALUKU UTARA 13412.75 11700.50 36.57 32.43 49047.11 37945.64
PAPUA BARAT 7767.01 7192.15 32.15 41.63 24967.13 29943.56
PAPUA 52411.95 54131.72 42.57 43.48 223119.42 235339.51
INDONESIA 11377934.44 10677887.1552.03 51.14 59200533.72 54604033.34
Dibutuhkan analisa lebih lanjut untuk mengetahui apakah produksi padi di Nusa
Tenggara Barat dimana hasil sampingannya yang berupa dedak padi dapat memenuhi
kebutuhan untuk pembuatan pakan ternak unggas apabila akan didirikan pabrik pakan di
wilayah tersebut dengan mencari terlebih dahulu kebutuhan dedak padi untuk formulasi pakan
unggas, rata-rata kebutuhan ternak unggas per ekor per hari, mencari hubungan kebutuhan
dedak padi dengan populasi ternak unggas, serta hubungan produksi dan kebutuhan padi di tiap
kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Daud, M., Fuadi, Z., Mulyadi. 2020. Performan dan Produksi Karkas Itik Lokal Dengan
Pemberian Ransum yang Mengandung Limbah Ikan Leubim (Canthidermis maculata).
Jurnal Agripet, 20(1): 9-16.
Mariyono, E. dan Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah untuk
Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Grati.
Mayulu, H., Sunarso, Sutrisno, C. I., Sumarsono. 2010. Kebijakan Pengembangan Peternakan
Sapi Potong di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 29(1): 34-41.
Nelly, N., Hamid, H., Lina, E. C., & Yunisman. (2021). Distribution and genetic diversity of
spodoptera frugiperda j. E. smith (noctuidae: Lepidoptera) on maize in west sumatra,
indonesia. Biodiversitas, 22(5), 2504–2511.
Retnani, Yuli. 2015. Proses Industri Pakan. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Sukirno, S. 1995. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Edisi kedua, halaman 54. PT. Karya
Grafindo Persada. Jakarta.
Swastika, D. K. S., Agustian, A., & Sudaryanto, T. (2011). Analisis Senjang Penawaran dan
Permintaan Jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra Produksi, Pabrik
Pakan, dan Populasi Ternak di Indonesia. Informatika Pertanian, 2(2), 65–75.
Tangendjaja, B. 2007. Inovasi teknologi pakan menuju kemandirian usaha ternak unggas.
Wartazoa, 17(December), 12–20.
Umiyasih, U., Gunawan, D. E., Wahyono, Y.N., Anggraeni, dan I.W Mathius. 2004.
Penggunaan Bahan Pakan Lokal Sebagai Upaya Efisiensi pada Usaha Pembibitan Sapi
Potong Komersial. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Bogor, 4-5 Agustus 2004. Puslitbangnak Bogor.