Anda di halaman 1dari 36

DEPARTEMEN NEUROLOGI KASUS VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KESADARAN MENURUN LATERALISASI SINISTRA ET CAUSA PONS


INFARCTION

Disusun oleh :

Nur Qalbi Ramadhani

C155221003

Pembimbing :

dr. Cahyono Kaelan, Ph. D, Sp. PA (K), Sp. S (K)

Departemen Neurologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar

2023

1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur/Tanggal lahir : 77 tahun / 01 Juli 1945
Agama : Islam
Alamat : Lamarua
No. Rekam Medik : 1012961
Tanggal Masuk : 11 Maret 2023, Pukul 03:52 WITA
Tanggal Keluar : 29 Maret 2023

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kesadaran menurun
Anamnesis Terpimpin :
Kesadaran menurun dialami secara tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu (tanggal
8/3/2023), pukul 3 sore. Pasien mengalami penurunan kesadaran diawali dengan
keluhan nyeri kepala, Riwayat demam dan trauma tidak ada. Mual muntah tidak ada.
Kejang tidak ada. Tekanan darah saat kejadian 180/100 mmHg
- Riwayat batuk tidak ada
- Riwayat hipertensi ada sejak kurang lebih 9 bulan namun tidak berobat teratur
- Riwayat kolesterol ada
- Riwayat Asam urat ada
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat penyakit jantung tidak diketahui.
- Riwayat stroke sebelumnya tidak ada
- Riwayat pengobatan RSUD Lamadukelleng
a. Citicolin 500 mg/ 12 jam/ Intravena
b. Mannitol 125 cc/6 jam/ Intravena
c. Mecobalamin 500mcg/ 24 jam/ Intravena
d. Ranitidine 50 mg/ 12 jam/ Intravena
e. Piracetam 12 gr/ 24 jam/ intravena

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat/ Gizi cukup
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 167/107 mmHg
Denyut Nadi : 83 kali/menit, irreguler
Frekuensi pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,3º Celcius
Pemeriksaan Neurologi:
Glasgow Coma Scale : E3M5V2
Fungsi Kortikal luhur : sulit dievaluasi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk : negatif
Kernig Sign : negatif/negatif
Nervus cranialis : Pupil bundar isokor diameter 2,5 mm ODS, Refleks
cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung positif bilateral
Nn. Cranialis Lain : Sulit dinilai
Motorik : Pergerakan dan kekuatan kesan lateralisasi sinistra

R BPR +2 +1 KPR +2 + R - -
F TPR +2 +1 APR +2 1
+ P - +
1
Pemeriksaan Sensorik : Sulit dievaluasi
Pemeriksaan Otonom : BAB : belum 3 hari
BAK Per kateter H-2
Skor Hasanuddin : 13
NIHSS : 15

3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium RS Wahidin Sudirohusodo (10/03/2023)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
WBC 12.3 [10^3/uL] 4,00 – 10,0
RBC 5.37 [10^/uL] 4,00 – 6,00
HGB 15.6 [g/dL] 12,0 – 16,0
HCT 49 [%] 37 – 48,0
MCV 91 [μm3] 82,0 – 92,0
MCH 32 [pg] 28,0 – 32,0
MCHC 32 g/dL] 31,0 – 35,0
PLT 209 [10^3/uL] 150 – 400
PT 10.1 10-14
APTT 24.3 22.0-30.0
INR 0.93
GDS 124

Pemeriksaan Laboratorium RS Wahidin Sudirohusodo (12/03/2023)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
WBC 9.4 [10^3/uL] 4,00 – 10,0
RBC 5.42 [10^6/uL] 3,76 – 5,70
HGB 15.3 [g/dL] 12,0 – 16,0
PLT 182 [10^3/uL] 150 – 400
HCT 49 [%] 37 – 48,0
Natrium 148 [mmol/l] 136-145
Kalium 3.9 [mmol/l] 3,5 – 5,1
Klorida 109 [mmol/l] 97 – 111
Ureum 45 [mg/dl] 10-50
Kreatinin 0.70 [mg/dl] L < 1,3, P <1,1
Albumin 3.6 [g/dl] 3,5 – 5,0
Prokalsitonin 0.12 <0,05

4
Pemeriksaan Laboratorium RS Wahidin Sudirohusodo (14/03/2023)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
SGPT 66 [U/L] < 41
SGOT 111 [U/L] < 38
Trigliserida 113 [mg/dl] 200
Kolesterol LDL 190 [mg/dl] <130
Kolesterol HDL 48 [mg/dl] L : > 55, P : > 65
Kolesterol Total 262 [mg/dl] 200

Pemeriksaan Laboratorium RS Wahidin Sudirohusodo (25/03/2023)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
WBC 10.2 [10^3/uL] 4.00 – 10.0
HGB 14.1 [g/dl] 12.0-16.0
RBC 4.95 [10^6/uL] 4.00 – 6.00
HCT 44 [%] 37.0 – 48.0
PLT 390.000 [10^3/uL] 150 – 400
Albumin 3.7 3.5 – 5.0
Ureum 46 [mg/dl] 10 – 50
Kreatinin 0.75 [mg/dl] L : < 1.3, P : < 1.1
Natrium 144 [mmol/l] 136-145
Kalium 4.6 [mmol/l] 3,5 – 5,1
Klorida 109 [mmol/l] 97 – 111

5
Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras di RSWS (11/03/2023)

Kesan :
- Infark Pons
- Mastoiditis Kiri

6
Hasil Foto Thorax Tanggal 09-03-2023 RS Lamadukkelleng :

Kesan :
- Brochitis
- Cardiomegaly

Hasil Foto Thorax Tanggal 13-03-2023 RSWS:

Kesan :
- Cardiomegaly disertai tanda-tanda bendungan paru
- Dilatatio aorta

7
Hasil EKG tanggal 13-03-2023

Sinus rhytem, Heart Rate 75 kali /menit regular, normoaxis

V. DIAGNOSIS KERJA
 Diagnosis Klinis : Kesadaran Menurun Lateralisasi Sinistra
 Diagnosis Topis : Pons
 Diagnosis Etiologis : Infark Pons

VI. TATALAKSANA
- Head Up 30 derajat

- IVFD Ringer laktat 20 tpm

1. Piracetam 12 gr/ 24 jam/intravena

2. Mecobalamin 500 mcg/24 jam/intravena

3. Omeprazole 40 mg/12 jam/intravena

4. Aspilet 80 mg/24 jam/NGT

5. Atorvastatin 20 mg/24 jam/NGT

6. Decubal salep

8
VII. PLANNING
- Observasi KU, GCS dan TTV
- Konsul pulmo
- Pasang NGT

9
16/3/23 24/3/23
13/3/23 18/3/23
HCU SARAF SAWIT KAMAR 7 29-03-2023
HCU SARAF HCU SARAF
RSWS BED 1 SAWIT KAMAR 7 BED 1
RSWS RSWS
Perawatan H7 Perawatan H-15 _ Perawatan H20_
Perawatan H4 Perawatan H9
Onset H9 Onset H-18 _ Onset H23_
FOLLOW UP Onset H6 Onset H12
NGT H6
NGT H-3 NGT H-8
RF :
KPR/APR S: S: - Kesadaran S: S:
BPR/TPR - Kesadaran - Kesadaran membaik - Kesadaran membaik - Buka mata spontan
menurun membaik - Buka mata - Buka mata spontan - Dapat mengikuti perintah
+2 +1 - Buka mata dengan - Buka mata spontan - Dapat mengikuti - Lumpuh tubuh sisi kiri
+2 +1
rangsangan suara dengan rangsangan - Dapat mengikuti perintah - Luka pada punggung
- Dapat mengikuti suara, terkadang perintah sederhana - Batuk ada belakang (perbaikan)
perintah sederhana buka spontan - Batuk ada - Lumpuh tubuh sisi kiri
- Pasien cenderung - Dapat mengikuti - Nyeri kepala - Luka pada punggung
mengantuk perintah sederhana tidak ada belakang (perbaikan)
- Nyeri kepala ada - Pasien cenderung - Bengkak pada
- Demam tidak ada mengantuk kaki kiri
- Batuk ada - Luka pada
- Bengkak pada punggung
kaki kiri belakang
- Luka pada (perbaikan)
punggung belakang
TV: TV : TV TV: TV:
TD: 155/92 mmHg TD: 154/84 mmHg TD: 156/82 mmHg TD: 110/80 mmHg TD: 130/80 mmHg
N: 61 x/menit N: 80 x/menit N: 86 x/menit N: 62 x/menit N: 72 x/menit
P: 20 x/menit P: 20 x/menit P: 21 x/menit P: 18 x/menit P: 20 x/menit
T: 36,3 °C T: 36,3 °C T: 36,4 °C T: 36,3 °C T: 36,7 °C
Spo2 : 99% (Nasal Spo2 : 99% (Nasal Spo2 : 99% (Nasal Spo2 : 99% Spo2 : 99%
Kanul 3 lpm) Kanul 3 lpm) Kanul 3 lpm)
GCS : E3M5V2 GCS : E3M5V4 GCS : E4M6V5 GCS : E4M6V5 GCS : E4M6V5
RM: Kaku kuduk RM: Kaku kuduk RM: Kaku kuduk RM: Kaku kuduk RM: Kaku kuduk negatif
negatif negatif negatif negatif FKL : belum dapat
FKL : belum dapat FKL : belum dapat FKL : belum dapat FKL : belum dapat dievaluasi
dievaluasi dievaluasi dievaluasi dievaluasi Nervus Cranialis : pupil
Nn. Cranialis : Nervus Cranialis : Nn. Cranialis : Nervus Cranialis : pupil bulat Isokor 2.5 mm ODS ,
pupil bulat Isokor pupil bulat Isokor pupil bulat Isokor bulat Isokor 2.5 mm RCL/RCTL pos/pos
2.5 mm ODS , 2.5 mm ODS , 2.5 mm ODS , ODS , RCL/RCTL bilateral
RCL/RCTL pos/pos RCL/RCTL RCL/RCTL pos/pos bilateral Nervus cranialis lainnya :
bilateral pos/pos bilateral pos/pos bilateral Nervus cranialis lainnya Parese NVII dextra tipe
Nn cranialis lainnya Nervus cranialis Nn cranialis : Parese NVII dextra sentral
:Sulit dinilai lainnya : Parese lainnya : Parese tipe Sentral Motorik :
NVII dextra tipe NVII dextra tipe10 Motorik : P: K:
Sentral Sentral P:
N ↓ 5 0
Motorik : Motorik : Motorik : N ↓
N ↓ 5 0
Pergerakan dan Pergerakan dan Pergerakan dan
1. PONS 1. PONS 1. PONS INFARCTION 1. PONS INFARCTION
1. PONS
INFARCTION INFARCTION 2. POST LOSS OF 2. POST LOSS OF
INFARCTION
2. LOSS OF 2. POST LOSS OF CONSCIOUSNESS CONSCIOUSNESS
2. LOSS OF
CONSCIOUSNESS CONSCIOUSNESS 3. HIPERTENSI 3. HIPERTENSI
CONSCIOUSNESS
3. HIPERTENSI 3. HIPERTENSI ESSENTIAL ESSENTIAL
3. HIPERTENSI
ESSENTIAL ESSENTIAL 4. DISLIPIDEMIA 4. DISLIPIDEMIA
ESSENTIAL
4. DISLIPIDEMIA 4. DISLIPIDEMIA 5. ULKUS DEKUBITUS 5. ULKUS DEKUBITUS
4. DISLIPIDEMIA
5. ULKUS 5. ULKUS
DEKUBITUS DEKUBITUS

DIAGNOSA TS
DIAGNOSA TS
DIAGNOSA TS PULMO
PULMO 1. EDEMA PARU
PULMO
AKUT
1. EDEMA PARU
1. EDEMA PARU 2. BRONCHITIS AKUT
AKUT
AKUT
2. BRONCHITIS
2. BRONCHITIS
AKUT
AKUT

P/ P/ P/ P/ P/ P/
- Head Up 30 derajat - Head Up 30 derajat - Head Up 30 derajat - Head Up 30 derajat - Head Up 30 derajat
- O2 NK 3 LPM - O2 NK 3 LPM - O2 NK 3 LPM - IVFD Ringer laktat 20 - IVFD Ringer laktat 20
- IVFD Ringer laktat - IVFD Ringer laktat - IVFD Ringer laktat tpm tpm
20 tpm 20 tpm 20 tpm 1. Piracetam 12 gr/ 24 1. Piracetam 12 gr/ 24
1. Piracetam 12 gr/ 1. Piracetam 12 gr/ 24 1. Piracetam 12 gr/ 24 jam/intravena jam/intravena
24 jam/intravena jam/intravena jam/intravena 2. Mecobalamin 500 2. Mecobalamin 500
2. Mecobalamin 500 2. Mecobalamin 500 2. Mecobalamin 500 mcg/24 jam/intravena mcg/24 jam/intravena
mcg/24 mcg/24 jam/intravena mcg/24 jam/intravena 3. Omeprazole 40 mg/12 3. Omeprazole 40 mg/12
jam/intravena 3. Omeprazole 40 3. Omeprazole 40 jam/intravena jam/intravena
3. Omeprazole 40 mg/12 jam/intravena mg/12 jam/intravena 4. Aspilet 80 mg/24 4. Aspilet 80 mg/24
mg/12 jam/intravena 4. Aspilet 80 mg/24 4. Aspilet 80 mg/24 jam/NGT jam/NGT
4. Aspilet 80 mg/24 jam/NGT jam/NGT 5. Atorvastatin 20 mg/24 5. Atorvastatin 20 mg/24
jam/NGT 5. Atorvastatin 20 5. Atorvastatin 20 jam/NGT jam/NGT
5. Atorvastatin 20 mg/24 jam/NGT mg/24 jam/NGT 6. Decubal salep 6. Decubal salep
mg/24 jam/NGT 6. Decubal salep 6. Decubal salep
11
TS Gizi Klinik : TS Gizi Klinik : Terapi Pulmo: Ts Gizi Klinik Ts Gizi Klinik
Suplementasi via Suplementasi via - levofloxacin -Zink 20 mg/24 jam -Zink 20 mg/24 jam
enteral: enteral: 750mg/24 jam/iv - Vitamin Bcompleks 2 - Vitamin Bcompleks 2
-Zink 20 mg/24 jam -Zink 20 mg/24 jam - Furosemid 20mg/24 tab/8 jam tab/8 jam
- Vitamin Bcompleks - Vitamin Bcompleks jam / iv - Asam folat 1 mg/24 jam - Asam folat 1 mg/24 jam
2 tab/8 jam 2 tab/8 jam - Acetylsistein -Curcuma 400 mg/8 jam -Curcuma 400 mg/8 jam
- Asam folat 1 mg/24 - Asam folat 1 mg/24 200mg /12 jam/oral -Vitamin C 100mg/8 jam -Vitamin C 100mg/8 jam
jam jam - Terapi sesuai TS
-Curcuma 400 mg/8 -Curcuma 400 mg/8 Neuro TS. Rehab Medik
jam jam Physical Exercise
- Vitamin C 100mg/8 - Vitamin C 100mg/8
jam jam TS Gizi Klinik
Suplementasi via
enteral:
- Zink 20 mg/24 jam
- Vitamin Bcompleks
2 tab/8 jam
- Asam folat 1 mg/24
jam
- Curcuma 400 mg/8
jam
- Vitamin C 100mg/8
jam

12
Plan : Plan : Plan : Plan : Plan :
- Observasi KU, GCS - Observasi KU, GCS - Observasi KU, GCS dan - rawat jalan hari ini
- Observasi KU, GCS
dan TTV dan TTV TTV - Bladder training
- Terapi Lanjut dan TTV - Terapi Lanjut - Terapi Lanjut - Rawat luka decubitus
- TS Pulmo : Foto - Rawat luka dekubitus - Rawat luka dekubitus
- Terapi Lanjut
thoraks hari ini - Boleh pindah - Konsul Rehab Medik
- Rawat luka dekubitus perawatan biasa

TS

13
VII. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Hemiplegia Sinistra + Parese N. VII Dextra + Ulkus
Dekubitus
Diagnosis Topis : Pons
Diagnosis Etiologis : Pons Infarction

VIII. DISKUSI DAN PEMBAHASAN


Pasien perempuan 77 tahun, masuk RS dengan keluhan Kesadaran menurun
dialami sejak kemarin pukul 3 sore (8/3/2023), secara tiba-tiba, saat berbaring, tanpa
didahului demam dan trauma. Sebelum kejadian pasien sempat mengeluh Nyeri kepala.
Mual muntah tidak ada. Kejang tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat batuk tidak ada.
Riwayat hipertensi ada sejak kurang lebih 9 bulan namun tidak berobat teratur. Riwayat
kolesterol ada. Riwayat Asam urat ada. Riwayat DM disangkal. Riwayat penyakit
jantung tidak diketahui. Riwayat stroke sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan
RSUD Lamadukelleng : Citicolin 500 mg/ 12 jam/ Intravena, Mannitol 125 cc/6 jam/
Intravena, Mecobalamin 500mcg/ 24 jam/ Intravena, Ranitidine 50 mg/ 12 jam/
Intravena, Piracetam 12 gr/ 24 jam/ intravena. Tanda vital TD 167/117 mmhg, N 83 kali
per menit, , pernapasan 24 kali/menit, S 36,3 C. GCS E3M5V2. Pupil isokor OD
2,5mm, OS 2,5mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung positif oculi dextra et
sinistra. Pergerakan dan kekuatan lateralisasi sinistra, tonus menurun pada ekstremitas
kiri dan refleks fisiologis menurun pada ekstremitas kiri, serta refleks patologis positif
pada ekstremitas kiri bawah. Skor Stroke Hasanuddin pada pasien 13. Skor NIHSS
didapatkan 15.
Hasil pemeriksaan elektrokardiografi di RS Wahidin Sudirohusodo pada tanggal
10 Maret 2023 menunjukkan kesan Sinus Rhythm, HR 75 kali/menit, regular, Normo
Axis Deviation. Hasil pemeriksaan CT Scan kepala tanggal 11 maret 2023 menunjukkan
Infark pons dan mastoiditis kiri. Hasil pemeriksaan Xray thorax tanggal 13 maret 2023
menunjukkan adanya cardiomegaly disertai tanda-tanda bendungan paru dan dilatatio
aortae
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien ini di diagnosis Kesadaran Menurun Lateralisasi Sinistra ecausa Pons Infarction

14
Stroke menurut World Health Organization didefinisikan sebagai tanda-tanda
klinis yang terjadi secara cepat atau mendadak berupa defisit fokal atau global pada
fungsi otak, dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa penyebab yang jelas selain penyebab vascular. Adapun
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokeran (PNPK) Tata Laksana Stroke tahun 2019
mendefinisikan Stroke sebagai manifestasi klinis akut akibat disfungsi neurologis pada
otak, medulla spinalis dan retina baik sebagian atau menyeluruh yang menetap selama
lebih atau sama dengan 24 jam atau menimbulkan kematian akibat gangguan pembuluh
darah. Berdasarkan American Heart Association/ American Stroke Association
(AHA/ASA), stroke didefinisikan sebagai sindrom deficit neurologis yang bersifat akut
akibat jejas pada otak, medulla spinalis, dan retina yang dapat dijelaskan dengan
etiologi vascular.1,2
Berdasarkan kelainan secara patologis, stroke terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik/iskemik. Stroke hemoragik
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinal atau keduanya. Gejala klinis pada
stroke perdarahan antara lain onset bersifat mendadak, disertai dengan gejala prodromal
peningkatan tekanan darah berupa nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
perdarahan retina, dan epistaksis. Sedangkan stroke iskemik timbul sebagai akibat dari
iskemia jaringan otak akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko kranial atau
hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau
ketidakstabilan hemodinamik. Gejala klinis pada stroke iskemik dapat berupa defisit
neurologis yang terjadi secara tiba-tiba saat aktivitas atau istirahat dengan kesadaran
baik atau terganggu, disertai defisit neurologis lainnya seperti lemah separuh badan,
vertigo, nyeri kepala, dan muntah.3
Untuk membedakan kedua jenis stroke ini, dikembangkan berbagai sistem
skoring. Salah satunya adalah Skor Hasanuddin, yang dikembangkan oleh bagian
neurologi FK UNHAS dengan menggunakan 5 variabel yaitu tingkat kesadaran, tekanan
darah, nyeri kepala, muntah, dan penurunan kesadaran.4

15
No Variabel Skor

1 Tekanan Darah
- >200/100 7,5
- < 200/100 1
2 Waktu Serangan
- Bergiat 6,5
- Waktu istirahat 1
3 Nyeri kepala saat serangan
- Sangat hebat 10
- Hebat 7,5
- Ringan 1
- Tidak ada 0
4 Muntah Proyektil
- Langsung saat serangan 10
- Mendadak (beberapa menit/< 24 jam) 7,5
- Perlahan-lahan (>24 1
- Tidak ada 0
5 Penurunan Kesadaran
- Langsung beberapa menit s/d 1 jam sesudah onset 10
- 1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
- Sesaat tapi pulih kembali 6
- >24 jam sesudah onset 1
- Tidak ada 0
TOTAL 13

Tabel 1. Skor Hasanuddin

Berdasarkan perhitungan dari penjumlahan pada masing-masing item/ variable,


skor ≥ 15 menunjukkan stroke hemoragik, sedangkan skor <15 menunjukkan stroke
non hemoragik atau infark. Pada pasien ini di dapatkan Skor Hasanuddin yakni 13
yang artinya berdasarkan klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisis, pasien di curigai

16
mengalami Stroke Non Hemmoragik (Stroke Iskemik).
Stroke Iskemik, proses terjadinya diawali oleh adanya sumbatan pembuluh
darah oleh thrombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami gangguan
metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah, oksigen dan energi. Kebutuhan
alirah darah minimal untuk memelihara strukturnya 5-8 ml per 100 gr per menit (pada
1 jam pertama iskemia). Sebaliknya, kebutuhan aliran darah minimal untuk kelanjutan
fungsi adalah 20 ml per 100 gr per menit. Kematian sel dengan kolaps sawar darah
otak mengakibatkan influx cairan ke dalam jaringan otak yang infark dengan demikian
infark dapat mulai membengkak dalam beberapa jam setelah kejadian iskemik,
membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian perlahan-lahan mengecil
kembali.
Penyebab stroke iskemik dibagi menjadi dua yaitu trombus dan emboli pada
pembuluh darah otak. Trombus atau infark hemodinamik disebabkan oleh penurunan
tekanan perfusi secara kritis pada segmen arteri distal sebagai akibat stenosis yang
lebih proksimal. Trombus terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus
aorta, arteri karotis, maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali oleh cedera
endotel dan inflamasi yang mengakibatkan terbentuknya plak pada dinding pembuluh
darah. Plak akan berkembang semakin lama semakin tebal dan sklerotik. Trombosit
kemudian akan melekat pada plak serta melepaskan faktor-faktor yang menginisiasi
kaskade koagulasi dan pembentukan trombus. Trombus dapat lepas dan menjadi
embolus atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah
tersebut. Emboli merupakan bagian dari trombus yang terlepas dan menyumbat
pembuluh darah di bagian distal. Emboli dapat berasal dari trombus di pembuluh
darah, sebagian besar dari atheroma bifurkasio karotis, tetapi sebagian besar dari
trombus di jantung yang terbentuk pada keadaan tertentu, seperti atrial fibrilasi dan
riwayat infark. Bila proses ini berlanjut akan terjadi iskemia jaringan otak yang
menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara atau menjadi permanen yang disebut
infark.1
Pada pasien ini ditemukan adanya defisit neurologis berupa kesadaran
menurun, kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah sinistra dan paresa pada nervus VII
sinistra yang berlangsung lebih dari 24 jam sehingga diagnosa stroke dapat ditegakkan,
secara klasifikasi penegakan stroke iskemik didasarkan saat anamnesis dimana onset

17
klinis yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat, hal ini juga sejalan
dengan klasifikasi berdasarkan skor Hasanuddin dimana didapatkan skor < 15 yang
menunjukkan stoke non hemorhagik, selain itu pemeriksaan imaging MSCT-Scan
kepala ditemukan adanya infark pons

Faktor Risiko
Faktor risiko stroke iskemik akut meliputi faktor risiko dapat dimodifikasi
(modifiable) dan tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable). Identifikasi dan analisis
faktor risiko pada tiap pasien dapat memberikan informasi terkait penyebab stroke dan
tatalaksana yang paling sesuai dan rencana prevensi sekunder.
Faktor risiko stroke iskemik yang tidak dapat dimodifikasi meliputi:5
a. Lanjut usia
b. Jenis kelamin laki-laki
c. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
d. Etnis Afrika-Amerika
e. Riwayat nyeri kepala migrain (khususnya migraine dengan aura)
f. Displasia fibromuscular
g. Riwayat keluarga stroke atau transient ischemic attack (TIA)

Faktor risiko stroke iskemik yang dapat dimodifikasi meliputi:5


a. Vaskular: hipertensi (faktor risiko paling penting, sistolik >140 mmHg diastolic
>90mmHg), merokok, stenosis carotis asimptomatik (>60% diameter), penyakit
arteri perifer.
b. Jantung: Atrial fibrilasi (dengan atau tanpa penyakit katup jantung), pirai kanan-
kiri, enlargement atrium atau ventrikel, gagal jantung kongestif, penyakit arteri
coroner.
c. Endokrin: diabetes mellitus, terapi hormon post-menopause
(estrogen±progesteron), kontrasepsi oral.
d. Metabolik: Dislipidemia (total kolesterol >200mg/dL, HDL <40mg/dL), obesitas
(khususnya obesitas visceral).
e. Hematologi: Penyakit sickle-cell

18
f. Gaya hidup: Merokok, konsumsi alkohol, inaktivitas fisik, asupan makan (tinggi
garam, tinggi indeks glikemik, lemak jenuh).

Berdasarkan AHA/ASA GUIDELINE 2021 Guideline for the Prevention of Stroke


in Patients With Stroke and Transient Ischemic Attack, 5 faktor resiko utama yang dapat
menyebabkan terjadinya Stroke baik iskemik maupun perdarahan, antara lain tekanan
darah, pola makan, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan obesitas
abdominal. Kelima factor tersebut ditemukan pada 80-92% populasi terkena Stroke.
Pada kasus ini, faktor risiko pada pasien ini jenis kelamin perempuan, usia lanjut
mempunyai Riwayat hipertensi dan riwayat hiperkolesterol
Stroke iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Trial of ORG
10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), klasifikasi ini berdasarkan patofisiologi
yang bersumber dari penemuan klinis dan pemeriksaan penunjang (Ct-Scan atau MRI).
Klasifikasi TOAST mirip dengan klasifikasi yang dibuat oleh national Institute of
Neurological Disorder and Stroke (NINDS) stroke data bank yaitu : 1
- Large Artery Atherosclerosis (embolus / thrombosis) : Bukti klinis adanya
disfungsi kortikal, subkortikal batang otak ataupun serebelum dengan
ditemukannya lebih dari dari 50% distribusi lesi atau oklusi pembuluh darah
intracranial atau ekstrakranial dengan CT-Scan atau MRI pada infark lebih dari 1,5
cm. Diagnosis ini tidak tepat jika pada pemeriksaan arterial tidak ditemukan
kelainan ataupun adanya pendukung baik dari perjalanan penyakit dan pemeriksaan
penunjang adanya diagnosis lain.
- Cardioembolism (high risk / medium risk) : Bukti klinis adanya disfungsi
kortikal, subkortikal, batang otak ataupun serebelum dengan ditemukan pada CT
atau MRI lesi lebih dari 1.5 cm dan ditemukannya salah satu resiko tinggi atau
resiko sedang kelainan jantung
- Small-Vessel Occlusion (lakuner) : Bukti klinis sindrom lacunar (gangguan
motorik murni, gangguan sensorik murni, ataksia hemiparesa dan disartria- clumsy
hand dengan hasil Ct atau MRI yang normal atau lesi kurang dari 1.5 cm pada area
yang divaskularisasi arteri-arteri perforantes kecil. Keterlibatan arteri besar dan
jantung harus disingkirkan.

19
- Stroke of Other Determided Etiology : Stroke yang disebabkan oleh vaskulopati
nonateresklerosis, gangguan hiperkoagulasi, gangguan hematologi, dan penyebab
stroke yang jarang setelah pemeriksaan diagnostic.
- Stroke of Undetermined Etiology (Cryptogenik) : Diagnosis ini jika ada dua atau
lebih etiologi stroke. Setelah pemeriksaan lengkap menghasilkan tidak ada sumber
penyebab yang paling mungkin, atau pasien menjalani pemeriksaan yang belum
lengkap.
Berdasarkan gejala klinis yang ditemukan pada pasien, adanya gejala motoric
murni pada kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah kiri dan parese nervus VII sinistra
didukung dengan gambaran CT-Scan kepala berupa gambaran infark pons dextra
maka secara klasifikasi TOAST maka pasien ini masuk dalam kategori Small
Vessel Occlusion

Infark Pons
a. Anatomi Pons
Pons merupakan bagian kecil otak dengan ukuran panjang 2,5 cm. Sebagian
besar bagian anteriornya menonjol yang terletak di atas medula oblongata. Meskipun
ukurannya kecil, pons memiliki fungsi yang amat vital.
Subdivisi Komponen Fungsi
Substansia grisea Nuklei Pontin Stasiun relay tractus
kortikopontin dan asal
tractus pontoserbelar
Nuklei N.V, VI, VII, dan Mengatur fungsi nervus
VIII kranialis V, VI, VII, dan
VIII
Pusat Respirasi pontine : Mengatur aktivitas pusat
1. Pusat pneumotaksik ritmis respirasi di medulla
2. Pusat apneustik oblongata
Substansia alba Traktus asendens Membawa impuls sensorik
dari nucleus kuneatus dan
nucleus gracilis ke
thalamus

20
Traktus desendens Membawa impuls motoric
dari pusat yang lebih tinggi
ke nuklei

Gambar 1. Anatomi Pons

Pons memiliki fungsi utama sebagai pusat relay dalam sistem motorik. Semua
impuls yang berasal dari kortikal dan berkaitan dengan gerakan volunteer dihantarkan
oleh nuklei pontis ke korteks serebeli yang kemudian diproyeksikan kembali ke korteks
serebri melalui nukleus dentatus, pedunkulus serebelaris superior, dan thalamus
(mekanisme umpan balik). Sirkuit regulasi ini memungkinkan koordinasi gerakan
volunteer halus dan tepat.

Peranan pons dalam fungsi sensorik tidak terlepas dari nuklei nervus kranialis
yang terletak di pons. Nukleus nervus kranialis tersebut yaitu nervus trigeminalis untuk
sensorik umum di area wajah, nervus fasialis untuk sensorik khusus pengecapan, nervus
vestibulokokhlearis untuk keseimbangan dan pendengaran.
1. Nervus Trigeminus
Nukleus sensorius prinsipalis nervi trigemini terletak di bagian posterior pons, yaitu
di lateral nukleus motorik. Nukleus ini tersambung ke bawah denagn nukleus spinalis
nervi trigemini. Nukleus spinalis ini berlanjut ke superior sebagai nukleus sensorik
utama nervus trigeminus di dalam pons dan membentang ke bawah sepanjang medula

21
oblongata kemudian masuk ke mdula spinalis sampai segmen C2. Nukleus mesenfalikus
terdiri dari sekelompok sel saraf unipolar yang terletak di bagian lateral substansia
grisea yang mengelilingi akuaduktus serebri. Nukleus ini membentang ke inferior
memasuki pons hingga mencapai nukleus sensorius prinsipalis nervi trigemini. Nukleus
motorik terletak di dalam pons, yaitu di medial nukleus sensorius prinsipalis nervi
trigemini.
Impuls-impuls propioseptif dari otot-otot pengunyah, otot-otot wajah, dan
ekstraokular diteruskan oleh serabut-serabut di dalam radiks sensorik nervus trigeminus
yang tidak melalui ganglion semilunaris atau ganglion trigeminus. Serabut-serabut ini
berasal dari sel-sel unipolar nukleus mesenfalikus. Akson neuronneuron nukleus
sensorius prinsipalis dan nukleus spinalis serta prosesus sentralis selsel di dalam
nukleus mesenfalikus menyilang bidang median kemudian naik sebagai lemniskus
trigeminalis dan berakhir di nukleus ventroposteromedialis thalamus. Akson sel-sel
tersebut kemudian berjalan melalui kapsula interna ke girus postsentralis (area 3,1, dan
2) korteks serebri.

2. Nervus Fasialis
Nukleus sensorik nervus facialis adalah bagian atas dari nukleus traktus solitarii dan
terletak di dekat dengan nukleus motorik. Sensasi pengecap berjalan melalui akson-
akson perifer sel saraf yang terletak di ganglion genikulatum. Prosesus sentralis sel-sel
saraf ini bersinaps dengan sel-sel saraf di dalam nukleus. Serabut eferen menyilang
bidang median dan berjalan ke atas menuju nukleus ventralis posteromedialis talami sisi
kontralateral dan menuju nukleus hipotalamikus. Dari thalamus, sel-sel tersebut
melintasi kapsula interna dan korona radiata untuk berakhir di area korteks pengecap di
girus postsentralis bagian bawah.
Apneustik dan pneumotaxic center merupakan sepasang nuceli yang
mempengaruhi output respirasi. Pusat pneumotaksik atau disebut juga pontine
respiratory group (PRG) adalah kumpulan neuron pada rostral dorsal lateral pons. PRG
ini mengandung nuklues Kolliker-Fuse dan nukleus parabrakial medial. Keduanya
merupakan pusat respirasi di pons yang memproduksi inspirasi-ekspirasi normal dan
halus. Pusat pneumotaksik berfungsi membatasi lama inspirasi dan meningkatkan laju
respirasi, dengan menginhibisi apneustik neuron dan membantu proses ekshalasi normal

22
atau kuat. Pusat pneumotaksik mengirim impuls ke DRG yang menghambat neuron I,
membatasi durasi inspirasi. Sebaliknya, pusat 25 apneustik mencegah penghambatan
neuron I dan memberikan kekuatan ekstra untuk inspirasi, dihambat oleh impuls aferen
melalui N. Vagus
Pada sistem ini, pusat pneumotaksik mendominasi, membantu menghentikan
inspirasi dan memberikan kesempatan ekspirasi. Bila pengaruh pusat pneumotaksik dan
n. vagus dihilangkan, pengaruh tonik pusat apneustik terhadap pusat respirasi menjadi
dominan, sehingga terjadi apneusis (henti napas pada fase inspirasi). Sedangkan apabila
pengaruh hambatan n. vagus masih ada, terjadi irama pernapasan yang lebih lambat dan
dalam. Selama pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik membantu
peningkatan intensitas inhalasi sampai 2 detik. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat
apneustik dapat merespon input sensoris dari nervus vagus sehingga meningkatkan laju
respirasi.8
Pons adalah komponen terbesar batang otak yang terletak di distal otak tengah
dan proksimal medula oblongata. Setiap obstruksi, suplai darah ke pons, baik akut
maupun kronis, menyebabkan infark pontine, yang merupakan jenis dari stroke iskemik.
Gambaran klinis infark pons dapat bervariasi, mulai dari sindrom silang klasik
(kelumpuhan saraf kranial ipsilateral dan gangguan motorik dan/atau sensorik
kontralateral) hingga hemiparesis motorik murni atau hemiplegia atau stroke sensorik
murni. Gambaran klinis terutama ditentukan oleh batas-batas anatomi dari daerah infark
di dalam pons dan pembuluh darah yang terlibat
Penyebab paling umum dari infark pons meliputi penyakit arteri kecil,
aterosklerosis arteri besar, dan emboli kardiogenik, dengan dua penyebab yang terakhir
lebih jarang terjadi. Sebagian besar suplai darah ke pons berasal dari arteri perforantes
paramedian dan arteri sirkumferensial pendek yang muncul dari arteri basilar dari
sirkulasi posterior. Sumber pasokan lain termasuk arteri cerebellar inferior anterior dan
arteri cerebellar superior. Lesi primer dapat unilateral atau bilateral, anterior atau
posterior, medial, atau lateral atau, lebih sering, kombinasi dari daerah ini. Faktor risiko
stroke iskemik, hipertensi, dan diabetes juga merupakan faktor risiko utama infark pons.
Hipertensi atau diabetes yang berlangsung lama dapat menyebabkan lipohyalinosis pada
arteri perforantes kecil di pons, menyebabkan iskemia kronis dan akhirnya infark. Infark
juga dapat terjadi akibat plak atheromatous di arteri yang lebih besar (arteri vertebral

23
atau basilar), yang pada gilirannya dapat menyumbat aliran darah ke arteri perforantes
yang lebih kecil di pons (mikroatheroma). Faktor risiko lain yang dipostulatkan
termasuk merokok, hiperkolesterolemia, riwayat penyakit jantung iskemik, keadaan
hiperkoagulasi, dan vaskulitis. Namun, faktor risiko yang meningkatkan risiko infark,
khususnya di pons, masih belum jelas
Risiko stroke iskemik meningkat seiring bertambahnya usia, dan karenanya
presentasi tipikal infark pons adalah individu lanjut usia dengan riwayat kondisi kronis
seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, atau riwayat penyakit jantung. Namun, infark
pontine juga dapat terjadi pada individu yang lebih muda dengan gangguan vaskular
seperti CADASIL (arteriopati autosomal dominan serebral dengan infark subkortikal
dan leukoensefalopati), kondisi hiperkoagulasi, diseksi arteri vertebralis, dan lain-lain.
Menetapkan waktu timbulnya gejala stroke sangat menentukan strategi pengobatan
(trombolitik vs. trombektomi). Gambaran klinis infark pons tergantung pada
anatomi/arteri yang terlibat dan secara klinis diklasifikasikan sebagai berikut:8
1. Infark pontin ventro-caudal disebabkan karena penurunan aliran darah pada
arteri perforantes paramedian yang timbul dari arteri basilar. Individu yang
terkena memiliki hemiparesis motorik kontralateral atau hemiplegia karena
infark besar dari saluran kortikospinal unilateral. Kelumpuhan nervus abdusens
ipsilateral dan/atau kelumpuhan nervus fasialis dapat terjadi akibat keterlibatan
serabut saraf dan nukleus. Infark traktus spinotalamikus lateral menyebabkan
penurunan sensasi nyeri dan suhu pada sisi tubuh yang berlawanan. Secara
klinis, gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi sindrom Millard-
Gubler (hemiparesis kontralateral, abducens ipsilateral, dan kelumpuhan saraf
wajah), sindrom Foville (kelumpuhan pandangan konjugasi selain fitur sindrom
Millard-Gubler), dan sindrom Raymond (Hemiparesis kontralateral, kelumpuhan
nervus abducens ipsilateral tanpa kelumpuhan saraf wajah).
2. Mid-pontine base infarction juga disebabkan oleh penurunan aliran darah di
arteri paramedian atau arteri sirkumferensial pendek yang timbul dari arteri
basilar. Gejala yang muncul tergantung pada luasnya keterlibatan berbagai
struktur di dalam pons. Misalnya, ataksia ipsilateral disebabkan oleh infark
nuklei pontin; kelemahan sensorimotor pada wajah ipsilateral disebabkan oleh
keterlibatan serabut saraf trigeminal dan hemiparesis kontralateral karena traktus

24
kortikospinal. Berbagai kombinasi dari gejala-gejala ini menghasilkan sindrom
yang berbeda seperti hemiparesis motorik murni (infark lacunar pada saluran
kortikospinal), hemiparesis ataksik (infark lacunar pada inti pontine), sindrom
disartria-clumsy hand (disartria, disfagia, gangguan ketangkasan dan kelemahan
tangan) , dan presentasi langka seperti disartria-dismetria dan paresis wajah -
disartria.
3. Sindrom pontine tegmental dapat mempengaruhi berbagai struktur, termasuk
nuklei saraf kranial (trigeminal, abducens, facial, dan vestibulocochlear),
lemniscus medial, fasikulus longitudinal medial, pusat pernapasan, dan formasi
reticular pontine. Obstruksi aliran darah di arteri cerebellar inferior atau superior
anterior menyebabkan sindrom rostral pontine. Gejala sindrom ini meliputi
gangguan sensorik wajah ipsilateral dan kelumpuhan mastikator (nuklei
trigeminal), gangguan kedipan (traktus tektospinalis); kehilangan hemisensori
kontralateral (saluran spinothalamic lateral dan lemniscus medial); dan
hemiataxia ipsilateral (peduncle cerebellar superior). Sindrom caudal pontine
disebabkan karena penurunan aliran darah di arteri serebelar sirkumferensial
pendek atau inferior anterior. Secara klinis, mereka dapat hadir dengan
kelumpuhan pandangan konjugat ipsilateral dan nistagmus (fasikulus
longitudinal medial), gangguan penculikan mata ipsilateral (nukleus abducens),
hemiataxia ipsilateral (peduncle cerebellar tengah), dan kehilangan hemisensori
kontralateral (saluran spinothalamic lateral dan lemniscus medial).
4. Beberapa infark pontine terutama mempengaruhi wilayah arteri perforasi
mengakibatkan pseudobulbar palsy karena keterlibatan serat kortikobulbar.
Gambaran kelumpuhan pseudobulbar meliputi disfagia berat dan disartria.
Beberapa individu mungkin muncul dengan tangisan atau tawa patologis.
5. Infark pons bilateral terjadi akibat hambatan aliran darah di arteri basilar yang
lebih besar. Menjadi bilateral, baik kiri dan kanan, tungkai atas, dan bawah dapat
terlibat (tetraplegia) dan juga merusak kesadaran. Infark besar yang mengenai
traktus kortikospinal, kortikobulbar, dan kortikopontin menyebabkan sindrom
terkunci. Sindrom terkunci muncul dengan tetraplegia, kelumpuhan wajah
bilateral, kelumpuhan faring, dan pandangan horizontal dengan kesadaran yang
dipertahankan dan kemampuan kognitif. Episode stereotip berulang dari

25
disartria, ophthalmoplegia, motor, atau gangguan sensorik baru-baru ini disebut
sebagai " Pontine Warning Syndrome." Dihipotesiskan bahwa sindrom ini dapat
berkembang menjadi infark pontin bilateral.

Pengobatan infark pons mirip dengan jenis stroke iskemik lainnya dengan
beberapa variabilitas mengingat kurangnya bukti klinis yang kuat dalam pengobatan
stroke sirkulasi posterior dibandingkan dengan sirkulasi anterior. Hal ini terutama
terjadi pada pasien dengan oklusi pembuluh darah besar, yang menyebabkan stroke
pons.
Alteplase intravena adalah trombolitik pilihan bagi mereka yang datang dalam
waktu 4,5 jam setelah onset gejala dan tanpa kontraindikasi mutlak terhadap terapi
trombolitik. Trombektomi mekanis adalah prosedur pilihan bagi mereka yang
mengalami oklusi arteri besar dalam waktu 24 jam setelah onset gejala.

26
Tekanan darah umumnya meningkat pada pasien stroke akut, dan hal ini
menguntungkan karena autoregulasi tekanan darah serebral terganggu, terutama pada
pasien dengan oklusi pembuluh darah besar. Pada pasien yang menerima trombolitik,
direkomendasikan agar tekanan dipertahankan di bawah 180/105 mmHg setidaknya
selama 24 jam setelah pemberian trombolitik untuk membatasi cedera reperfusi. Pada
pasien yang tidak menerima terapi trombolitik, hipertensi tidak diobati kecuali berat
(>220/120 mmHg) untuk memfasilitasi perfusi serebral dalam kondisi iskemia. Selain
langkah-langkah di atas, aspirin, clopidogrel, atau agen antiplatelet serupa atau
antikoagulan seperti warfarin, apixaban, dabigatran digunakan dalam pencegahan
sekunder berdasarkan etiologi stroke iskemik.
Terapi penurun lipid juga dimulai untuk mencegah kekambuhan dengan statin
dosis tinggi. Antihipertensi ditambahkan ke rejimen pengobatan saat keluar untuk
mereka yang memiliki tekanan darah tinggi. Terakhir, namun yang terpenting,
modifikasi gaya hidup seperti olahraga, berhenti merokok, perubahan pola makan, dan
penurunan berat badan sangat dianjurkan.
Prognosis keseluruhan dari mereka yang mengalami infark pontin unilateral
adalah baik. Infark, terutama lacunar, yang melibatkan pons lateral atau rostral ke mid,
dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Sebaliknya, infark pontin bilateral dan kaudal
memiliki prognosis yang lebih buruk. Defisit neurologis progresif setelah infark pontin
terisolasi juga telah dilaporkan. Prognosis jangka panjang dianggap baik berdasarkan
studi tunggal dengan waktu tindak lanjut 4 sampai 9 tahun. Namun, Kumral et al.
mengamati risiko jangka panjang stroke berulang menjadi tinggi pada mereka dengan
infark pontine.

Kesadaran Menurun
Patofisiologi menerangkan terjadinya kesadaran menurun sebagai akibat dari
berbagai macam gangguan atau penyakit yang masing-masing pada akhirnya
mengacaukan fungsi reticular activating system secara langsung maupun tidak
langsung. Dari studi kasus-kasus koma yang kemudian meninggal dapat dibuat
kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme yang masing-masing merusak fungsi
reticular activating system, baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek langsung
pada batang otak : 1) Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang

27
merusak/menghambat reticular activating system. 2) Lesi anatomik atau lesi destruktif
terletak di talamus atau midbrain di mana neuron-neuron ARAS terlibat langsung. 3)
Lebih jarang terjadi. 4) Pola patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak
akibat oklusi arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan traumatic
injury.
Gangguan kesadaran merupakan salah satu gejala klinis yang dapat terjadi
setelah infark pons. Infark pontis telah dilaporkan menyebabkan 8% kasus stroke
iskemik, yang menyebabkan gangguan kesadaran. Cedera ARAS diketahui
menyebabkan penurunan kesadaran.
ARAS terutama berasal dari formasi retikuler batang otak dan menyebar ke
korteks serebral melalui proyeksi melalui talamus dan hipotalamus, yang
menyampaikan impuls terkait dengan kesadaran dan gairah. Oleh karena itu, kerusakan
ARAS yang luas setelah infark pontin bilateral pada pasien kami tampaknya disebabkan
oleh gangguan kesadaran.

Hemiplegia
Gejala yang dialami pasien ini berupa hemiplegia sinistra. Hemiplegia terjadi
dikarenakan ada lesi pada jaras tractus kortikospinalis. Traktus kortikospinalis
mengontrol aktivitas motorik primer untuk sistem motorik somatik dari leher hingga
kaki. Tractus ini adalah jalur utama yang terlibat dalam gerakan volunter. Traktus
dimulai di korteks motorik primer, di mana soma neuron piramidal terletak di dalam
lapisan kortikal V. Akson untuk neuron ini berjalan dalam berkas melalui kapsul
internal, batang otak, dan pons ventral. Tractus ini terletak di posisi ventral dalam
medulla oblongata sebagai piramida. Mayoritas akson (80-90%) melintasi garis tengah
pada dekusasi piramidal antara batang otak dan medula spinalis untuk membentuk
traktus kortikospinalis lateral (Gambar 1). Crossover ini menyebabkan otak kiri
mengontrol medulla spinalis sebelah kanan dan otak kanan mengontrol medulla spinalis
sebelah kiri. Sejumlah kecil akson tetap berada di sisi ipsilateral untuk membentuk
traktus kortikospinalis anterior. Akson dari traktus kortikospinalis anterior dan lateral
bergerak ke substansia grisea kornu ventral untuk bersinaps ke neuron motorik bawah.
Neuron motorik bawah ini keluar dari medulla spinalis untuk berkontraksi otot.
Sementara traktus kortikospinalis anterior membantu kontrol motorik otot aksial, traktus

28
kortikospinalis lateral adalah jalur utama untuk informasi motorik ke tubuh. Cedera
pada traktus kortikospinalis lateral menyebabkan paralisis ipsilateral (ketidakmampuan
untuk bergerak), paresis (penurunan kekuatan motorik), dan hipertonia (peningkatan
tonus) untuk otot yang dipersarafi caudal sampai tingkat cedera. Traktus kortikospinalis
lateral dapat mengalami kerusakan dalam berbagai cara. Jenis cedera yang paling umum
adalah sindrom medula spinalis, sindrom Brown-Sequard, dan sindrom medula spinalis
anterior.
Neuron motorik yang memproyeksikan dari korteks ke medulla spinalis atau batang
otak disebut sebagai upper motor neuron (UMNs). UMN membentuk sinapsis ke lower
motor neuron (LMNs), yang terletak di cornu anterior subtansia grisea medulla spinalis
(Gambar 2 B) atau di inti motorik batang otak. Akson dari LMNs menonjol keluar dari
SSP melalui radiks spinalis anterior atau melalui saraf kranial untuk akhirnya mencapai
sel-sel otot di perifer.
Hemiplegia alternans akibat lesi pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang
melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada di bawah tingkat lesi, yang
berkombinasi dengan kelumpuhan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh
nervus abdusens (N. VI) atau nervus fasialis (N. VII)

29
Gambar 2. Traktus Kortikospinalis

Parese N.VII
Pada pemeriksaan nervus kranialis ditemukan parese nervus VII dextra tipe sentral.
Secara klinis penting untuk membedakan antara kelemahan wajah yang disebabkan oleh
lesi upper motor neuron dan kelemahan wajah yang disebabkan oleh lesi lower motor
neuron. Upper motor neuron di area wajah korteks motorik primer mengontrol neuron
motorik bawah di nukleus fasialis kontralateral pons (Gambar 2). Selain itu, untuk
bagian atas wajah, proyeksi turun dari korteks motorik ipsilateral serta dari korteks
motorik kontralateral. Dengan demikian, lower motor neuron yang mempersarafi dahi
dan sebagian orbicularis oculi menerima input upper motor neuron dari korteks motorik
bilateral. Akibatnya, lesi upper motor neuron unilateral cenderung tidak mengenai dahi
dan hanya menyebabkan kelemahan orbicularis oculi kontralateral ringan yang
mengakibatkan fisura palpebra sedikit melebar, atau ketidakmampuan untuk menutup
bulu mata sepenuhnya pada penutupan mata paksa. Pada lesi upper motor neuron,
kelemahan terutama mempengaruhi bagian inferior wajah kontralateral (Gambar 2, Lesi
A). Lesi lower motor neuron sebaliknya, mempengaruhi seluruh setengah wajah dan

30
tidak menyisakan dahi (Gambar 2, Lesi B). Petunjuk tambahan yang kadang-kadang ada
pada kelemahan tipe upper motor neuron termasuk efek lingkungan seperti kelemahan
tangan atau lengan, kehilangan sensorik, afasia, atau disartria, tidak ada yang muncul
pada lesi lower motor neuron. Pada kenyataannya, serabut kortikobulbar neuron
motorik atas yang mengendalikan nukleus wajah terutama menonjol ke interneuron
pontin yang pada gilirannya memproyeksikan ke neuron motorik bawah di nukleus
fasialis.

Gambar 3. Nervus Fasialis

PENATALAKSANAAN
Pada pasien ini diberikan beberapa terapi, antara lain:
1. Piracetam 12 gr memiliki efek neuroprotektif dan antitrombotik yang dapat
membantu mengurangi kematian dan kecacatan pada penderita stroke akut.9
2. Omeprazol 40 mg merupakan penghambat pompa proton yang mampu
mencegah kerusakan mukosa dari asam lambung dan mampu menghambat
produksi asam lambung berlebih dari sel parietal lambung 6
3. Aspilet 80 mg merupakan obat yang dapat memberikan efek antiplatelet melalui
asetilasi siklooksigenase di platelet sehingga menimbulkan hambatan
pembentukan platelet yang permanen.

31
4. Mecobalamin merupakan bentuk aktif vitamin B12. Methylcobalamin juga dapat
meningkatkan axonal transport dan regenerasi akson serta memulihkan transmisi
sinaps dengan meningkatkan eksitabilitas saraf.
5. Atorvastatin 20 mg menurut studi SPARCL menunjukkan bahwa atorvastatin
dosis tinggi 80 mg/hari mengurangi risiko stroke berulang dan kejadian
kardiovaskular lainnya pada pasien dengan stroke tanpa penyakit koroner yang
diketahui, diklasifikasikan sebagai memiliki penyakit pembuluh darah besar,
penyakit pembuluh darah kecil, atau stroke penyebab yang tidak diketahui.11

Tata laksana untuk stroke iskemik akut baik secara umum maupun khusus mengacu
dari pedoman yang sudah dibuat di berbagai Negara, sebagian besar dari AHA/ASA
(American Stroke Association).12
Tata laksana umum:
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan berupa pemantauan status neurologis,
tanda vital dan saturasi oksigen secara kontinu, pemberian oksigen, perbaikan
jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring.
2. Stabilisasi Hemodinamik berupa pemberian cairan kristaloid atau koloid
intravena, pemantauan jantung, optimalisasi tekanan darah.
3. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial berupa pemantauan ketat pada
kasus edema serebri dengan memperhatikan perburukan gejala, penatalaksanaan
peningkatan TIK berupa: meninggikan posisi kepala 300, menghindari
pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik, menghindari hipertermi,
menjaga normovolemia.
4. Pengendalian kejang, dapat dilakukan dengan pemberian diazepam IV bolus
lambat 5-20mg dan diikuti oleh fenitoin dosis bolus 15-20mg/kg dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
5. Pengendalian suhu tubuh, melalui pemberian antipiretik dan diatasi
penyebabnya. Pada pasien dengan demam beresiko terjadi infeksi dapat
dilakukan pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotic.
6. Tata laksana cairan dengan pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer
laktat dan ringer asetat untuk menjaga volume.

32
7. Nutrisi enteral dapat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral dilakukan apabila tes
fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,
makanan diberikan melalui pipa nasogastric.
8. Pencegahan dan mengatasi komplikasi seperti mobilisasi dan penilaian dini
untuk mencegah komplikasi subakut, pencegahan decubitus dan mobilisasi
terbatas.
9. Penatalaksanaan medik umum lain berupa koreksi kadar gula darah, manajemen
hipertensi, pemberian analgesic dan antimuntah.
Tata laksana spesifik:
1. Trombolisis intravena dengan menggunakan recombinant tissue plasminogen
activator (rTPA) seperti alteplase dapat diberikan pada stroke iskemik akut
dengan onset waktu kurang dari 6 jam secara intravena. Dosis yang dianjurkan
0,6-0,9 mg/kgBB.
2. Terapi neurointervensi adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk
melenyapkan thrombus di pembuluh darah dengan cara melisiskan thrombus
secara langsung atau dengan menarik thrombus yang menyumbat dengan alat
khusus (trombektomi mekanik).
3. Pemberian antiagregasi trombosit seperti pemberian aspirin. Aspirin tidak
diberikan apabila direncanakan trombolisis. Untuk pencegahan kejadian stroke
iskemik, infark jantung dan kematian akibat vaskuler dapat diberikan
klopidrogel 75 mg dan diberikan pada fase akut. Pemberian klopidrogel
dikombinasikan dengan aspirin selama 21 hari sampai 3 bulan efektif untuk
mencegah stroke berulang.

American Stroke Association merekomendasikan hanya pasien dengan tekanan


darah di atas 220/120 mm Hg dapat diberikan obat penurun tekanan darah, kecuali
terdapat beberapa keadaan yang membutuhkan obat penurun tekanan darah, seperti pada
pasien dengan riwayat komorbid (gagal jantung kongestif, infark myokard,
preeklampsia/eklampsia). Pasien stroke iskemik akut dengan komorbid membutuhkan
penurunan tekanan darah untuk mencegah adanya komplikasi serius. Perlu
dipertimbangkan bahwa adanya penurunan tekanan darah dapat mempengaruhi perfusi

33
darah ke otak, tetapi pada umumnya, penurunan tekanan darah sebesar 15% dapat
dimungkinkan.
Neurohabilitasi merupakan bagian dari Neurorestorasi. Neurorestorasi berasal
dari kata ‘neurologi\y’ dan ‘re-store’ yang berarti upaya renovasi untuk mengembalikan
system saraf ke kondisi atau fungsi semula. Neurorehabilitasi membutuhkan kerja sama
multidisiplin. Tim yang terlibat terutama para terapis fisik, okupasi dan wicara,
psikolog, dokter spesialis rehabilitasi. Neurologi, bedah saraf dan ortopedi.
Program fisioterapi meliputi upaya membantu pasien dalam Latihan
keseimbangan, Latihan mobilisasi atau berjalan, transfer, latihan neuromuscular, serta
konsultasi ortotik dan Latihan hidroterapi. Program terapi okupasi membantu aktivitas
pasien dalam melakukan aktivitas harian, termask modifikasi peralatan, dan lingkungan
di rumah, pelatihan pencegahan jatuh serta rehabilitasi kognitif seperti Latihan memori.
Atensi, pemahaman, dan fungsi eksekutif. Terapi wicara juga perlu dilakukan untuk
melatih kemampuan komunikasi sehingga pasien dapat meningkatkan independensinya.
Rekomendasi utama untu neurorehabilitasi yang efektif adalah dengan memulai
rehabilitasi sesegera mungkin dengan focus Latihan yang repetitive, spesifik, serta
memiliki intensitas dan durasi yang sesuai.
Pada pasien ini juga diberikan tatalaksanan fisioterapi yang dilakukan oleh
dokter rehabilitasi medik dan terapi. Diberikan program rehabilitasi positioning
extremitas yang lemah untuk mencegah subluksasi bahu sinistra, cegah decubitus dan
cegah kontraktur berupa ROM exercise, reedukasi motorik, pasif ankle pumping,
reduksi sensorik, oromotor exercise, latihan artikulasi, serta pemakaian shoulder sling
dan foot splint

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha, T., Haris, S., Wiratman, W., 2022. Buku Ajar Neurologi Edisi Kedus Volume 1.
Jakarta. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Moeloek, Nila F. 2019. “Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stroke”
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/394/2019. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia
3. Caplan, Louis (Ed). David S Liebeskind. 2016. Caplan’s Stroke A Clinical Approach, Fisth
Edition. Pathology, anatomy and pathophysiology of stroke. Part 1, Chapter 2. Boston:
Cambridge University Press
4. Gunawan D, Aliah A, Akbar M. 2014. “Skor stroke Dave Unhas” dalam Membedakan
stroke iskemik dan hemoragik. Neurona. 32(1). Makassar: Neurologi FK Unhas
5. Kleindorfer, Dawn O., et all. 2021. 2021 Guideline for the Prevention of Stroke in Patients
With Stroke and Transient Ischemic Attack. http://doi.org/10.1161/STR.0000000000000375
6. Misbach H J, Lamsudin R, et all (Ed). 2011. Guideline Stroke Tahun 2011. POKDI Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ( PERDOSSI ). Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI )
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia ( PERDOSSI ). 2009. Buku Acuan Modul
Neurovaskular. Kolegium Neurologi Indonesia ( KNI ). Jakarta : Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI )
8. Baehr M, Frotccher M. Brain Stem. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology 4 th ed. Jakarta
2007, EGC. Hal 103-197
9. Malla G, 2021. Pontine Infarction. National Library of Medicine, National Institutes of
Health.
10. Ricci S, 2012. Piracetam For Acute Ischemic Stroke (Review). Chochrane Limbrary
11. Magdy H dan Carlos A. 2012. High Dose Statin For Every Stroke. American Heart
Association. https://doi.org/10.1161/STROKEAHA.111.648832
12. Powers, William G., ett all. 2019. Guidelines for the Early Management of Patients With
Acute Ischemic Stroke: 2019 Update to the 2018 Guidelines for the Early Management of
Acute Ischemic Stroke A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. http://doi.org/10.1161/STR.0000000000000211

35
36

Anda mungkin juga menyukai