Anda di halaman 1dari 186

Profile Transportasi Angkutan Sungai,

Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

D r. B a m b a n g I s t i a n t o, M . S i D r s. S e t i o B o e d i A r i a n t o, M M
D r s. I K e t u t m u d a n a , M M S i t i R o f i a h A f r i ya h , S T

Pusat Penelitian dan Pengembangan


Perhubungan Darat dan Perkeretaapian
KATA PENGANTAR
N
egara Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki wilayah
sangat luas, tersebar kedalam ribuan pulau sehingga disebut
sebagai negeri kepalauan. Karakteristik wilayah Indonesia
sebagaimana disebutkan di atas jika dikaitkan dengan pembicaraan tentang
“transportasi” maka sistem transportasi yang didesain juga harus sesuai
dengan keadaan dan kondisi wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, dalam
konteks perkembangan dewasa ini, salah satu agenda kebijakan nasional
yang dicanangkan pemerintah yaitu meretas kembali “ kejayaan sebagai
negeri maritime”. Kembalinya paradigma “kemaritiman” tidak terlepas
dari fenomena terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah,
distribusi ekonomi yang belum merata dan disparitas harga sembilan
bahan pokok yang sangat mencolok terutama misalnya antara Jawa dengan
Papua. Bahkan “ Ide Tol Laut” yang diutarakan langsung dari Presiden Joko
Widodo sebagai solusi anti klimaks dari problem transportasi angkutan
umum di Indonesia.
Seperti diketahui bersama bahwa peran dan fungsi “transportasi”
secara umum sering dikatakan sebagai salah satu penggerak utama
kehidupan masyarakat yang meliputi berbagai sektor kehidupan. Menurut

iii
Siregar (2012) sedikitnya ada lima peran transportasi yaitu sebagai; perekat
NKRI, menjaga pertahanan negara, mendorong peningkatan mobilitas
para penyelenggara negara, meningkatkan taraf kehidupan ekonomi
masyarakat dan mengembangkan teknologi transportasi. Untuk itu seiiring
dengan arah kebijakan nasional tersebut di atas maka upaya peningkatan
kapasitas pembangunan sektor transportasi laut menjadi agenda strategis
dalam kurun waktu lima tahun kedepan. Demikian pula sebagai unsur
penunjang sektor transportasi laut yaitu transportasi angkutan sungai,
danau dan penyeberangan merupakan agenda kebijakan yang juga perlu
menjadi perhatian utama. Sebab Indonesia sebagai negara kepulauan yang
terdiri dari pulau besar dan pulau pulau kecil sudah barang tentu tidak
seluruhnya mampu dilintasi oleh kapal kapal yang berkapasitas DWT besar
saja. Untuk itu daratan dan pulau pulau kecil tersebut yang dibatasi oleh
sungai, danau dan penyeberangan yang menggunakan kapal berkapasitas
DWT kecil sesungguhnya menjadi bagian dari sistem transprotasi laut.
Oleh sebab itu, landasan hukum penyelenggaraan transportasi angkutan
sungai, danau dan penyeberangan termasuk diatur dalam undang undang
pelayaran.
Perhatian pemerintah terhadap pembangunan angkutan sungai,
danau dan penyeberangan telah berlangsung yaitu sejak pembangunan
Pelita I pada masa pemerintahan Orde Baru. Potensi transportasi angkutan
sungai, danau dan penyeberangan di Indonesia sangat besar sehingga dapat
dikembangkan menjadi alternatif transportasi jalan raya yang belum bisa
menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena tidak seluruh wilayah
Indonesia bisa di lewati transportasi jalan raya, laut, udara maupun kereta
api. Walaupun perkembangan saat ini peran transportasi angkutan sungai,
danau dan penyeberangan belum optimal. Akan tetapi pada kenyataannya
kehadirannya masih dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya transportasi
angkutan sungai di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, transportasi danau
misalnya di Danau Toba, Maninjau, Singkarak dan Kerinci serta transportasi
angkutan penyeberangan di Merak - Bakahueni, Ketapang - Gilimanuk dan
Bajo - Kolaka.
Terbitnya buku tentang “Pro ile Transportasi Angkutan Sungai, Danau
Dan Penyeberangan Di Indonesia” di samping sebagai bahan informasi bagi
masyarakat umum, pemerhati, praktisi dan para mahasiswa yang menekuni
bidang tersebut juga sebagai bahan masukan bagi pengembangan kebijakan
transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan. Agar di masa
yang akan datang transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan
menjadi agenda utama pemerintah dalam mengatasi problem tranportasi
umum di Indonesia. Di samping itu memperkaya khasanah tentang
transportasi air terutama buku-buku sejenis yang telah terbit lebih dulu.
Isi buku ini bersumber dari hasil survei pada tahun 2011 tentang Studi
Pengembangan Angkutan Penyeberangan Lintas Indonesia - Thailand
Dalam Upaya Mendukung Program Koneksivitas Di Asia Tenggara. Survei
ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat
dan Perkeretaapian Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan.
Survei tersebut di lokasi penyeberangan wilayah Sumatera Utara dan
Nanggroe Aceh Darusalam. Tujuan survei tersebut antara lain melihat
potensi transportasi angkutan penyeberangan kedua wilayah tersebut
dalam perspektif menghubungkan jalur perekonomian antar negara
terutama dengan Thailand. Hasil survei tersebut yang menjadi referensi
terutama mengenai potensi pelabuhan penyeberangan di Sumatera
Utara dan Aceh. Demikian pula beberapa pro ile transportasi angkutan
penyeberangan di Merak – Bakauhuni dan penyeberangan Ujung Kamal
Surabaya. Di samping itu itu juga referensi acuan normatif juga menjadi
substansi dalam mendiskripsikan mengenai pro ile transportasi angkutan
sungai danau dan penyeberangan. Karena pengetahuan yang mendalam
tentang transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan justru
dapat diketahui dari peraturan perundangan dan dilengkapi dengan
kajian fakta di lapangan. Dengan beberapa pro ile pelabuhan sungai dan

v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1


A. Latar Belakang .................................................................................. 2
B. Permasalahan.................................................................................... 7
C. Konsep Dan Teori ........................................................................... 9

BAB 2 RUANG LINGKUP DAN KEGIATAN PELABUHAN


PENYEBERANGAN .................................................................. 33
A. Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan ....................... 34
B. Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan .............................. 36
C. Lokasi Pelabuhan............................................................................. 38
D. Rencana Induk Pelabuhan, Daerah Lingkungan Kerja,
Dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ............. 39
E. Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan ................................................................ 41
F. Penyelenggaraan Kegiatan Di Pelabuhan.............................. 44

vii
BAB 3 GAMBARAN UMUM POTENSI PELABUHAN PENYEBERANGAN 65
A. Pelabuhan Tanjung Balai ............................................................. 66
B. Pelabuhan Lhokseumawe Nanggroe Aceh Darusalam .... 112

BAB 4 POTENSI EKONOMI PELABUHAN PENYEBRANGAN............. 149


A. Potensi Komoditas Tanaman Pertanian di Provinsi Aceh 150
B. Potensi Komoditas Tanaman Pertanian di Provinsi
Sumatera Utara................................................................................. 160

BAB 5 PENUTUP ................................................................................ 171

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 175


BAB 1
PENDAHULUAN

1
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

A. LATAR BELAKANG
Sejak adanya interaksi antar manusia yang mendiami suatu wilayah
tertentu dengan wilayah lainnya ide transportasi mulai muncul. Wilayah
pemukiman manusia yang dibatasi oleh jarak yang dekat maupun jauh
maka manusia secara evolutif mulai memikirkan sarana dan prasarana
transportasi guna mendukung untuk percepatan mobilitas antar manusia
tersebut. Lambat laun teknologi transportasi mulai berkembang baik di
darat, laut dan udara. Ketiga moda darat, laut dan udara dalam menjalankan
fungsinya yaitu memindahkan barang dan manusia dari tempat satu
ketempat yang lain secara ideal harus diselenggarakan secara terpadu.
Keadaan saat ini perkembangan teknologi transportasi masing masing
moda tersebut sudah sangat maju bahkan mencapai tingkat e isiensi yang
optimal. Jika keterpaduan antar moda tersebut dapat terselenggara dengan
tertib, teratur dan sistematis maka akan tercapai kinerja transportasi
yang e isien dan efektif. Oleh sebab itu, semakin e isien dan efektif kinerja
transportasi berpengaruh positip terhadap e isiensi ekonomi baik skala
local, regional dan nasional bahkan dalam skala internasional.
Dalam konteks Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan yang
banyak terpisahkan oleh laut, sungai dan danau maka peran transportasi
air perlu menjadi perhatian dalam kebijakan transportasi nasional.
Artinya untuk menghubungkan antara satu wilayah dengan wilayah lain di
Indonesia yang sangat luas tidak semuanya bisa dilalui dengan transportasi
darat. Sehingga membutuhkan sarana dan prasarana transportasi air.
Untuk itu sebagaimana dikatakan oleh Siregar (2012) bahwa “transportasi
sungai, danau dan penyeberangan tergolong transportasi air karena
mengoperasikan fasilitas operasi (kapal) dan fasilitas basis (dermaga dan
alur pelayaran) yang sama seperti pada pelayaran di laut”. Selanjutnya
dikatakan “transportasi sungai,danau dan penyeberangan sudah lama
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Pengoperasian moda transportasi
ini meningkat pada masa awal Repelita I sejalan dengan bertambahnya

2
BAB 1 – Pendahuluan

ekspor kayu yang pengirimannya banyak melalui sungai di pelabuhan


kayu (Long Pond). Kemudian diangkut oleh kapal kapal pengangkut kayu
(log carrier) keluar negeri. Walaupun ekspor kayu gelondongan sudah
dihentikan sejak awal tahun 1980-an, tetapi pengiriman kayu ke pabrik
pengolahan tetap dilakukan melalui sungai. Sebagaimana dikatakan di
atas bahwa potensi transportasi air di Indonesia seharusnya menjadi
entry point dalam kebijakan transportasi nasional karena sejak awal orde
baru pembangunan transportasi air telah dicanangkan sebagai kebijakan
pengembangan wilayah ekonomi nasional sesuai dengan negara kepulauan.
Di samping itu pada kenyataanya ketika pembangunan transportasi lebih
focus pada transportasi jalan namun tidak seluruh wilayah bisa terjangkau
dengan melalui transportasi jalan. Misalnya seperti yang juga dikatakan
oleh Junaedi Ali (2014) “transportasi sungai tidak hanya terbatas untuk
angkutan barang dan penumpang tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan seperti untuk tujuan wisata air dengan menelusuri sungai
yang sangat diminati oleh wisatawan untuk berpetualang menikmati
keindahan alam di daerah daerah pedalaman. Ditambahkan pula oleh
Susantono (2009) “sebagai suatu jenis moda angkutan dalam system
transportasi, transportasi sungai memiliki karakter yang khas yang
berbeda dengan moda angkutan lainnya terutama unggul dengan biaya
yang lebih murah”. Kedua pakar tersebut sepakat bahwa transportasi
sungai memiliki kelebihan yang multi guna yakni keunggulan dalam biaya
yang lebih murah dan juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata air.
Berbicara tentang sungai hampir di semua provinsi di Indonesia memiliki
sungai yang mempunyai potensi sebagai moda transportasi. Menurut
catatan Siregar (2012) di Indonesia terdapat lebih dari 50 sungai yang
dapat dilayari. Beberapa di antaranya perlu dikeruk, dibersihkan dan
dilengkapi dengan peralatan navigasi agar dapat berfungsi sebagai alur
lalu lintas yang aman bagi kapal kapal sungai. Selanjutnya dikatakan
bahwa “panjang sungai sungai di Indonesia lebih dari 25 ribu kilo meter, di
antaranya yang dapat dilayari lebih dari 10 ribu kilometer. Sungai sungai di

3
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Kalimantan mencapai lebih dari 15 ribu kilometer, di Sumatera lebih dari


3000 kilometer, di Papua lebih dari 5000 kilometer, di Sulawesi lebih dari
2000 kilometer dan di Jawa lebih dari 1500 kilometer. Apabila disebutkan
beberapa nama sungai yang sangat dikenal misalnya sungai Mahakam (714
km) di Kalimantan Timur, sungai Kapuas (915 km) di Kalimantan Barat,
di Kalimatan Tengah dan Kalimanatan Selatan mengalir sungai Barito
(714 km). Kemudian di Sumatera Selatan sungai Musi (750 km) dan di
Riau sungai Indra giri (550 km), di Papua sungai Membramo (870 km) dan
sungai Tallo (30 km) membelah di Kota Makasar Silawesi Selatan. Uraian
di atas menunjukan bahwa sesungguhnya Indonesia merupakan wilayah
kepulaauan yang sebagaian besar berupa lautan, sungai dan danau. Seperti
pulau Kalimantan banyak kota besar yang dilewati sungai hampir seribu
kilometer atau sama seperti panjang jalan yang membentang seribu
kilometer seperti mulai dari Anyer sampai Panarukan. Akan tetapi potensi
sungai sungai di Indonesia yang sangat besar kurang dimanfaatkan secara
optimal sebagai moda transportasi. Padahal banyak para pakar di atas telah
menjelaskan bahwa moda transportasi air memiliki keunggulan dan sesuai
dengan wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah kepulauan. Demikian
pula moda transportasi penyeberangan yang tidak bisa terpisahkan dengan
alur sungai dan laut seperti di Merak dan Teluk Betung dulunya adalah
pelayaran local dan pelabuhan laut tetapi saat ini Merak sudah ditetapkan
menjadi “pelabuhan penyeberangan”. Pelabuhan penyeberangan yang
sejenis menurut Siregar (2012) dapat ditemukan misalnya penyeberangan
yang terpendek sepanjang hanya 300 meter yang dipisahkan oleh sungai
yaitu di Muara Tembesi dan Muara Tebo. Sedangkan lintasan penyeberangan
yang terpanjang mengikuti aliran sungai di Jambi adalah Jambi – Kuala
Tunggal – Kuala Elok (311 Km) dan lintasan terpanjang melalui Laut yaitu
Bajoe (Sulawesi Selatan) dan Kolaka (Sulawesi Tenggara). Transportasi
melalui pelabuhan penyeberangan seperti di atas dalam catatan Siregar
(2012) terdapat 17 lintasan penyeberangan dan di antara itu 7 lintasan
penyeberangan yang paling ramai yaitu; Ujung kamal Suarabaya, tapi saat ini

4
BAB 1 – Pendahuluan

sejak adanya jembatan Suramadu sudah tidak seramai dulu (red, penulis).
Merak – Bakauheni, Ketapang – Gilimanuk, Merak – Panjang, Padang Bai
– Lembar, Galala – Pola dan Bajoe – Kolaka. Selanjutnya dikatakan data
tahun 1987, walaupun data yang sudah sangat lama dan dicantumkan
sebagai catatan historis realisasi angkutan penumpang melalui semua
lintasan penyeberangan itu mencapai 41,6 juta orang, 6,4 juta Ton untuk
angkutan barang dan 3646 ribu buah kendaraan bermotor. Namun dewasa
ini seiring dengan peningkatan kapasitas sarana dan prasarana pelabuhan
penyeberangan sudah dipastikan akan meningkat dua atau tiga kali lipat.
Terutama pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni dan Ketapang
- Gilimanuk yang sudah dibangun dermaga tambahan dan juga kapal
kapalnya. Kemudian pembahasan selanjutnya mengenai transportasi
danau di Indonesia walaupun dikenal banyak terdapat banyak danau
yang sudah menjadi moda transportasi belum optimal dikembangkan
oleh pemerintah. Misalnya di Sumatera Utara ada danau Laut Tawar (160
Km) dan danau Toba (3000 Km2), di Sumatera Barat dan Jambi yaitu
Danau Maninjau (100 Km2) dan Danau Singkarak (112 Km2) dan Danau
Kerinci (50 Km2). Di Sumatera Selatan dan Bengkulu yaitu Danau Ranau
(122 Km2). Di Kalimantan Timur Danau Jempang (1500 Km2), Danau
Malintang (100 Km2), Danau Semayang (100 Km2), Danau Repeh (100
Km2), Danau Jatur (100 Km2), dan Danau Kanohan (100 Km2). Selanjutnya
di Kalimantan Barat yaitu Danau Moyang (50 Km2), Danau Belian (50 Km2),
Danau Luar (50 Km2), Danau Sekawi (50 Km2), Danau Biawan (50 Km2),
Danau Penyuban (50 Km2), Danau Baniang (50 Km2), Danau Tuang (50
Km2) dan Danau Sentram (50 Km2). Selanjutnya di Sulawesi yaitu ; Danau
Tempe (150 Km2), Danau Poso (340 Km2), Danau Limboto (70 Km2), Danau
Towuti (572 Km2) dan Danau Tondanau (46 Km2). Adapun yang berada di
Papua yaitu; Danau Sentani (9,639 Km2), Danau Rumbebai (13.470 Km2)
dan Danau Paniai (14.150 Km2).
Berdasarkan inventarisasi lokasi dan potensi moda transportasi sungai,
danau dan penyeberangan yang telah dicatat dengan baik oleh Siregar (2012)

5
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

menunjukan bahwa potensi moda tersebut sangat besar. Dengan demikian


koneksitas dengan moda transportasi darat, laut dan udara merupakan
keniscayaan dalam rangka membangun sebuah sistim transportasi nasional
atau yang disebut “sistranas”. Membangun keterpaduan antar moda
merupakan pekerjaan raksasa yang harus dilakukan secara terus-menerus.
Konsistensi terhadap arah pembangunan transportasi di Indonesia sampai
saat ini masih menjadi kendala utama terutama menuju integrasi antar
moda transportasi yang e isien dan efektif. Sebagaimana kita ketahui
jika antar moda transportasi dapat diselenggarakan dengan efektif maka
berpengaruh terhadap e isiensi biaya logistik nasional. Artinya efektivitas
penyelenggaraan terpadu antar moda merupakan perwujudan keberhasilan
multi moda dalam mengurangi mahalnya biaya logistik nasional. Kebijakan
pemerintah tentang rencana pembangunan TOL Laut merupakan upaya
memperbaiki sistim logistik nasional. Sebab integrasi transportasi yang
belum optimal berakibat terjadinya kesenjangan harga antar daerah di
Indonesia Artinya ada korelasi yang positip antara tarnsportasi yang
e isein dan efektif dengan biaya logistik dan juga pengaruhnya terhadap
harga barang. Oleh karena itu jika harga kebutuhan dasar masyarakat
seperti “sandang. Pangan dan papan masih belum terjangkau oleh rakyat
yang berpenghasilan dengan standar “upah minimum” maka tingkat
kesejahteraan masyarakat akan semakin terpuruk. Dengan demikian peran
dan fungsi transportasi sangat strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan
e isiensi ekonomi nasional. Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil
penelitian Yu dan Lu (2002) yang mengatakan bahwa “ terdapat hubungan
yang signi ikan antara efsiensi transportasi dengan e isiensi ekonomi
nasional”. Artinya jika penyelenggaraan transportasi nasional dapat
dicapai secara e isien dan efektif maka ekonomi nasional akan tumbuh
dengan e isien dengan distribusi ekonimi secara merata. Indikator efsiensi
transportasi yaitu jika biaya untuk transportasi sebesar 10 samapi 12% dari
pendapatan masyarakat. Kondisi dewasa ini biaya transportasi di Indonesia
mencapai 30%, apalagi di kota kota besar bisa lebih besar. Fenomena yang

6
BAB 1 – Pendahuluan

telah diuraikan di atas merupakan entry point dalam rangkaian pembahasan


transportasi di Indonesia khususnya akan di fokuskan pada pembahasan
mengenai transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Sebagaimana
dikatakan oleh Sursina (2014) bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan
yang banyak terpisah oleh sungai, danau, selat dan laut membutuhkan
sarana dan prasarana transportasi air dalam menghubungkan antara satu
wilayah dengan wilayah yang lain. Karena itu pengembangan infrastruktur
transportasi air perlu diupayakan untuk memperkuat keterhubungan
domestik. Dalam pembahasan selanjutnya sedapat mungkin juga akan
meliputi sarana dan prasarana transportasi air. Oleh karena kegiatan
transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang berada di lingkungan
air baik sungai, danau dan laut sudah barang tentu dasar dasar normatif lebih
banyak mengikuti peraturan perundangan di bidang laut atau pelayaran.

B. PERMASALAHAN
Seperti diketahui bersama bahwa persoalan transportasi di Indonesia
masih menjadi persoalan yang kompleks. Permasalahan yang dihadapi
tidak hanya menyangkut persoalan sarana dan prasarana belaka akan
tetapi sudah menyangkut aspek non teknis seperti sosial dan budaya,
politik, ekonomi dan permasalahan kebijakan. Artinya permasalahan yang
kompleks tersebut memerlukan pendekatan yang tepat. Tidak lagi pada
pendekatan yang bersifat parsial akan tetapi pendekatan dalam memandang
masalah transportasi sudah seharus bersifat sistemik. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini mencoba sedapat mungkin melakukan inventarisasi dan
identi ikasi masalah secara lebih akurat dan valid. Membedakan antara
permasalahan pokok dengan symtom atau gejala merupakan persoalan
yang membutuhkan kecermatan dalam melihat transportasi terutama
transportasi sungai danau dan penyeberangan agar sedapat mungkin lebih
proporsional. Beberapa indenti ikasi permasalahan di bidang transportasi
sungai, danau dan penyeberangan yaitu sebagai berikut;

7
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

1. Transportasi sungai danau dan penyeberangan walaupun sudah


sejak repelita pertama telah dilakukan pembangunan namun dalam
perkembangannya pembangunan sarana dan prasarana masih
tertinggal dan bahkan belum terintegrasi dengan pembangunan moda
transportasi laut, udara dan perkeretaapian.
2. Sungai, selat dan danau sebagai prasarana utama kondisinya semakin
lama semakain mengalami degradasi berupa pendangkalan dan
pencemaran akibat kesadaran masyarakat yang berada di lingkungan
sekitar tidak mau merawat dan menjaga ekologi wilayah sekitarnya
berpengaruh terhadap alur pelayaran.
3. Konsistensi kebijakan pemerintah di bidang transportasi sungai,danau
dan penyeberangan belum menunjukan kearah terwujudnya “multi
moda transportasi” yang unggul dan handal menuju e isiensi
transportasi.
4. Skala prioritas pembangunan transportasi masih menitikberatkan
kepada pembangunan transportasi darat terutama transportasi jalan.
5. Potensi pengembangan transportasi air misalnya di wilayah Sumatera,
Kalimantan dan Papua yang masih belum dijangkau transportasi
jalan. Untuk pembangunan transportasi angkutan sungai danau dan
penyeberangan dalam RPJMN tahun 2015 - 2019 hanya teralokasikan
anggaran 91 trilun (3,58%) dibanding transportasi jalan sebesar
1.274 triliun (50%).
6. Angkutan penyeberangan melalui sungai atau selat akan tutup atau
berkurang volumenya jika dalam jarak yang berdekatan telah dibuat
“jembatan” jalan raya, seprti di Ujung Kamal Surabaya karena dibangun
jembatan Suramadu.
Identi ikasi permasalahan di atas dalam kesempatan ini tidak dibahas
satu per satu sebagimana layaknya dalam pembuatan tesis. Akan tetapi
permaslahan tersebut sebagai tambahan informasi berkaitan dengan
pembahasan tentang transportasi sungai, danau dan penyeberangan.

8
BAB 1 – Pendahuluan

Namun seiring dengan penyajian pro ile angkutan sungai danau dan
penyeberangan baik bersifat normatif, diskriptif maupun data empiristik
sedapat mungkin mampu memberikan jawaban permasalahan di
atas. Meskipun secara parsial dan kemungkinan kurang komprehensif.
Diharapkan dalam pembahasan pada bab selanjutnya dapat memberikan
jawaban permasalahan di atas.

C. KONSEP DAN TEORI


Dalam uraian mengenai konsep dan teori akan disajikan batasan atau
de inisi transpotasi sungai,danau dan penyeberangan, dan juga beberapa
konsep atau terminologi yang terkait dengan bahasan tentang transportasi
pada umumnya dan transportasi air pada khususnya. Khusus terminologi
terkait dengan angkutan sungai, danau dan penyeberangan serta tentang
pelayaran dikutip dari peraturan perundangan. Pengutipan tersebut
dimaksudkan agar beberapa terminologi jika diambil dari sumber lain
justru akan membingungkan. Karena terminologi tentang transportasi air
pada umumnya sudah dibakukan dalam peraturan perundangan. Adapun
beberapa konsep dan teori yang akan diuraikan antara lain meliputi konsep
aksesbilitas, koneksitas dan hinterland pelabuhan disampaing konsep dan
teori transportasi air dari para pakar. Konsep aksesbilitas dimaksudkan
bahwa transportasi merupakan proses perpindahan orang dan barang dari
tempat yang satu menuju tempat tertentu. Secara esensial transportasi
mengandung aspek jarak, waktu dan biaya. Rasionalitas aksesbilitas
terhadap ketiga aspek tersebut yaitu memberikan justi ikasi keseimbangan
ketiga aspek itu secara feasible maka aksesbilitas menentukan keputusan
terhadap penggunaan transportasi. Adapun konsep koneksitas menjadi
landasan teori dimaksudkan bahwa transportasi air baik melalui sungai,
danau maupun selat atau laut agar perjalanan mengangkut orang dan
barang secara e isien dan efektivitas harus bisa memiliki koneksitas
dengan simpul simpul lain sesuai kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu,

9
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

transportasi air jika terkoneksi dengan terminal penumang angkutan jalan,


statsiun kereta api atau Bandar udara akan sangat meningkat pelayanan
transportasi yang memuaskan bagi masyarakat. Demikian pula konsep
hinterland menjadi pilihan strategis dalam menentukan keberadaan titik
simpul transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Dalam pembahasan
konsep dan teori akan dibagi dalam dua aspek yaitu aspek de inisi dan
aspek pendekatan teori.

1. Definisi
a. Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem
pengaturan tata guna lahan secara geogra is dengan sistem
jaringan transportasi yang menghubungkannya, atau aksesibilitas
adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara
lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan “mudah”
atau “susah” nya lokasi tersebut dicapai melalului sistem jaringan
transportasi Black, 1981 dalam Ofyar, (2000).
b. Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi
sebagai jembatan yang berjalan menghubungkan jaringan
jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta
muatannya (Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan pada Pasal 1 point 13) Transportasi adalah suatu
kegiatan yang menciptakan atau menambah guna (utility), yang
diciptakan oleh kegiatan transportasi melalui guna tempat (place
utility). Menciptakan guna tempat, berkaitan dengan kegiatan
transportasi yang memindahkan barang dari suatu tempat ke
tempat lain. Dengan berpindahnya suatu barang (misalnya
komoditas bahan pangan) dari daerah produksi (pedesaan) ke
daerah pasar (perkotaan), maka gunanya (nilai) barang tersebut
lebih tinggi, Adisasmita, (2011).

10
BAB 1 – Pendahuluan

c. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi


satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang, barang dan/atau
hewan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya sesuai Peraturan
Pemerintah No.20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Parairan pada
Pasal 1 point 9.
d. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada
trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani
daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan
perairan karena belum memberikan manfaat komersial sesuai
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pada Pasal
1 point 8 .
e. Pelayanan transportasi adalah jasa yang dihasilkan oleh penyedia
jasa transportasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa
transportasi, Adisasmita,(2011).
f. Jaringan pelayanan transportasi adalah susunan rute-rute
pelayanan transportasi yang membentuk satu kesatuan hubungan,
Adisasmita,(2011).
g. Transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan
transportasi air yang mengoperasikan fasilitas operasi (kapal)
dan fasilitas basis (dermaga dan alur pelayaran) yang sama
seperti pelayaran di laut, Siregar, (2012).
h. Sarana moda transportasi air menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) sarana dapat diartikan segala sesuatu yang
dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan;
alat; media. Contoh dari sarana moda transportasi air adalah
rakit, perahu dayung, perahu mesin dan kapal mesin. Pada daerah
pelosok yang menggunakan prasarana sungai, sarana yang biasa
digunakan mulai dari yang tradisional yatu rakit, perahu dayung
dan yang modern yaitu perahu mesin.

11
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

i. Prasarana moda transportasi air yaitu prasarana dapat diartikan


segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya
suatu proses (usaha, pembangunan, proyek dan sebagainya) Dalam
menjalankan roda kegiatan transportasi air, selain sarana yang
ada juga dibutuhkan prasarana yang menunjang jalannya sistem
transportasi air dengan baik, Hervin Haloho, (2014).

2. Pendekatan Konsep dan Teori


Penjelasan mengenai teori dalam kaitan dengan transportasi sungai
danau dan penyeberangan terdapat beberapa konsep dan teori antara lain;
aksesibilitas, koneksi itas, hinterland, konsep pelabuhan penyeberangan,
angkutan penyeberangan, sarana kapal, pelayanan dalam transportasi
sungai dan lain-lain akan diuraikan di bawah ini;

2.1. Aksesibilitas dan koneksivitas


Aksesibilitas merupakan ukuran kenyamanan atau kemudahan suatu
tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya
lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Black,
1981). Perumusan de inisi mudah atau susah setiap pakar dalam
menjelaskan pasti berbeda-beda. Penyusunan de inisi merupakan
penilaian yang cenderung bersifat subjektif. Sebagian orang ada yang
menilai aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak dari dua lokasi. Artinya
makin pendek jarak 2 lokasi maka makin tinggi akssibilitas, karena
mudah untuk dijangkau. Tetapi bagaimana pada saat terjadi macet,
secara otomatis tempat yang kita tuju tidak mudah dijangkau lagi
walaupun pada kenyataannya jaraknya dekat bahkan mungkin dekat
sekali. Sehingga orang pun akan menganggap bahwa waktu lebih tepat
untuk menentukan aksesibiltas pada suatu tata guna lahan dari pada
jarak. Sebagai contoh 2 lokasi yang berjauhan akan tetapi mempunyai
sistem transportasi yang dapat dilewati dengan kecepatan tinggi yang
mengakibatkan waktu perjalanan menjadi pendek, yang mana kondisi
ini menunjukkan bahwa aksebilitas kedua lokasi tinggi.

12
BAB 1 – Pendahuluan

Untuk meningkatkan aksesibiltas dapat dilakukan dengan


memperbaiki sistem transportasi seperti pelebaran jalan, pembuatan
jalan baru, peningkatan layanan angkutan umum. Peningkatan
aksesibilitas tidak menjamin meningkatan mobilitas penduduk dalam
memanfaatkan jaringan jalan yang ada. Ketidakmampuan orang
membayar biaya transportasi mengakibatkan investasi yang telah
dilakukan terasa sis-sia, karena tidak semua kalangan merasakan
manfaatnya, yang secara tidak langsung mengakibatkan rendahnya
mobilitas. Sehingga dalam pengambilan kebijakan terkait mengatasi
permasalahan transportasi tidak hanya fokus pada peningkatan
aksesibilitasnya saja, akan tetapi harus dapat menjamin bahwa setiap
orang mampu memanfaatkan infrastruktur yang ada. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa untuk mengukkur aksesibilitas 2 lokasi dapat
dilhat dari jarak, waktu dan faktor biaya, yang mana ketiga komponen
merupakan suatu faktor hambatan perjalanan (http://padalumba.
blogspot.com/2013/aksesibilitas-dan-mobilitas.html,2012). Artinya,
dalam konteks optimalisasi dan pemanfaatan angkutan penyeberangan
perintis di pulau-pulau terluar tidak terlalu dominan adanya pemikiran
aspek biaya, karena keberadaan angkutan penyeberangan perintis di
wilayah pulau-pulau terluar adalah mempercepat kemajuan masyarakat
di wilayah tersebut melalui suplai berbagai kebutuhan masyarakat
dengan penyediaan biaya operasional angkutan penyeberangan
perintis. Di samping itu, juga mempertahan kedaulatan dan ketahanan
negera RI dilihat dari segi politik ketahanan nasional. Pendapat di atas
akan menjadi lebih bermakna jika antara akseptabilitas dan koneksitas
dapat terintegrasi dalam suatu jaringan tarnsportasi sehingga antara
jarak, waktu dan biaya dapat dihitung untuk menetapkan standar suatu
mobilitas dari tempat yang satu ketempat yang menjadi tujuan akhir
suatu perjalanan.
Ekonom The World Bank, Sjamsu Rahardja, mengatakan,
konektivitas menjadi kunci sukses terbangunnya sistem yang baik di

13
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Indonesia. “Ide konektivitas untuk membuka akses terhadap sentra-


sentra di Indonesia menjadi kunci utama pembangunan di Indonesia,”.
Menurut dia, Indonesia harus memprioritaskan konektivitas antar-
wilayahnya sebab Konektivitas memiliki tiga dimensi penting yakni
pengurangan kemiskinan, pembangunan wilayah, dan peningkatan
daya saing. Ia mengatakan, melalui sistem konektivitas yang baik maka
pusat pembangunan akan terjadi dengan sendirinya. Menurut beliau
Konektivitas juga menjadi kunci untuk membuka akses pulau-pulau
terluar Indonesia agar terhubung dengan daerah lain. Peningkatan
konektivitas dalam negeri dan dengan negara lain secara umum akan
memberikan keuntungan berupa meningkatnya akses barang dan jasa
pada harga yang lebih rendah dan stabil, jasa transportasi yang e isien
dan andal, diversi ikasi produksi dan ekspor yang lebih tinggi. Akibat
buruk konektivitas di Indonesia, contohnya, harga satu sak semen di
bagian tertentu di Papua 22 kali lebih mahal dibandingkan harga di
Jawa. Selain itu jeruk dari China lebih murah dibandingkan jeruk dari
Pontianak, Kalimantan (http://waroengkemanx.blogspot.com/201/
konektivitas-kunci-sukses-pembangunan.htm).
Konektivitas (keterhubungan) dalam sistem transportasi
adanya keterhubungan antar simpul transportasi dengan simpul
transportasi, dan atau antar pusat kegiatan dengan pusat kegiatan,
dan atau antar pusat kegiatan dengan simpul transportasi yang
memungkinkan terjadinya perpindahan manusia dan atau barang
dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin.
Terkait dengan angkutan penyeberangan, maka konektivitas utama
yang dibangun adalah antar simpul transportasi pelabuhan asal dengan
pelabuhan tujuan dengan menggunakan sarana angkutan penyeberangan.
Kemudian untuk mendukung efektivitas pelaksanaan konektivitas utama
maka perlu didukung dengan adanya konektivitas antar pelabuhan

14
BAB 1 – Pendahuluan

penyeberangan dengan hinterland-nya di kedua sisi. Konektivitas tersebut


dapat menggunakan moda berbasiskan jalan ataupun rel.
Dalam konteks Sistem Transportasi Nasional, konektivitas
jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan transportasi
tersebut dapat didekati melalui konsep transportasi antarmoda.
Transportasi antarmoda adalah transportasi penumpang dan atau
barang yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam
satu perjalanan yang berkesinambungan.

2.2. Hinterland
Secara har iah hinterland adalah daratan yang berada di belakang
kota atau pelabuhan. Hinterland pelabuhan kemudian diterjemahkan
sebagai kawasan tempat pengguna/pelanggan pelabuhan berada.
Lebih jauh UNESCAP (2005) menyebutkan sejumlah de inisi hinterland
yaitu: Kawasan di mana pelabuhan memiliki posisi monopoli Kawasan
asal dan tujuan pelabuhan yaitu kawasan yang berada dalam cakupan
pelayanan pelabuhan Daratan tempat pelabuhan memberikan jasa
pelayanan dan berinteraksi dengan pelanggan Kawasan pasar yang
dilayani pelabuhan dan asal dari muatan pelabuhan pasar yang
dapat dicapai pelabuhan berdasarkan de inisi di atas maka kawasan
hinterland pelabuhan dapat meliputi satu kepulauan saja atau kota/
kapubaten saja atau provinsi atau negara atau lintasi beberapa
negara. Gambar berikut memaparkan bahwa hinterland pelabuhan
terdiri atas dua bagian yaitu hinterland utama dan margin hinterland.
Hinterland utama merupakan kawasan eksklusif di mana pelabuhan
memiliki posisi monopoli dalam menarik muatan. Kawasan diluar
itu merupakan kawasan kompetitif di mana di kawasan tersebut
pengaruh antara 2 atau lebih pelabuhan saling berkompetisi untuk
mendapatkan muatan. Dalam konsep pelayanan pelabuhan (hub and
spoke), maka pelabuhan lokal atau regional biasanya berlokasi di
dalam kawasan hinterland utama pelabuhan utama (hub port).

15
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Gambar 2.1. Konsep hinterland pelabuhan (Rodrigue, 2005)

Gambar 2.2. Fungsi pelabuhan dan hinterland pelabuhan


(Rodrigue, 2005)

16
BAB 1 – Pendahuluan

2.3. Klasiϐikasi Pelabuhan Penyeberangan


Konsep klasi ikasi pelabuhan penyeberangan melengkapi pembahasan
mengenai pro ile transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
Dengan penjelasan klasi ikasi pelabuhan penyeberangan memberikan
informasi bahwa keberadaan wilayah transportasi angkutan sungai
danau dan penyeberangan memiliki karakteristik dan potensi yang
saling berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Dengan klasi ikasi tersebut maka masing masing lokasi pelabuhan
dapat ditetapkan jenis klasi ikasinya. Selanjutnya untuk kepentingan
penyelenggaraan pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan
ditetapkan klasi ikasi pelabuhan. Beberapa aspek dalam menentukan
Klasi ikasi pelabuhan dengan memperhatikan Fasilitas pelabuhan
yang terdiri:
a. fasilitas pokok dan fasilitas penunjang;
b. Volume operasional pelabuhan;
c. Peran dan fungsi pelabuhan.

Adapun fasilitas pokok meliputi:


1). Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
2). Kolam pelabuhan;
3). Fasilitas sandar kapal;
4). Penimbangan muatan;
5). Terminal penumpang;
6). Akses penumpang dan barang ke dermaga;
7). Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan
pelayanan jasa;
8). Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
9). Instalasi air, listrik dan komunikasi;
10). Akses jalan dan atau rel kereta api;
11). Fasilitas pemadam kebakaran;
12). Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.

17
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Adapun Fasilitas penunjang meliputi:


1). Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan
jasa kepelabuhanan;
2). Tempat penampungan limbah;
3). Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan;
4). Area pengembangan pelabuhan.

Klasi ikasi pelabuhan penyeberangan dibagi dalam 3 (tiga) kelas,


yaitu:
1. Pelabuhan penyeberangan kelas I
2. Pelabuhan penyeberangan kelas II
3. Pelabuhan penyeberangan kelas III.

Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas I:


1. Volume angkutan: penumpang > 2000 orang/hari dan kendaraan
> 500 unit/hari;
2. Frekuensi > 12 trip/hari;
3. Dermaga > 1000 GRT;
4. Waktu operasi > 12jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan
pelayanan jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);

18
BAB 1 – Pendahuluan

i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;


j. Akses jalan dan/atau rel kereta api;
k. Fasilitas pemadam kebakaran;
l. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.

Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas II:


1. Volume angkutan:penumpang: 1.000 – 2.000 orang/hari dan
kendaraan: 250 – 500 unit/hari;
2. Frekuensi 6 -12 trip/hari;
3. Dermaga 500 – 1000 GRT;
4. Waktu operasi 6 -12 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. kolam pelabuhan;
c. fasilitas sandar kapal;
d. fasilitas penimbangan muatan,
e. terminal penumpang;
f. akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan
pelayanan jasa;
h. fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker).

Penetapan pelabuhan penyeberangan kelas III:


1. Volume angkutan: penumpang < 1000 orang/hari; dan kendaraan
< 250 unit/hari;
2. Frekuensi < 6 trip/hari;
3. Dermaga < 500 GRT;
4. Waktu operasi < 6 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:

19
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

a. perairan tempat labuh termasuk alur pelayanan;


b. Kolam pelabuhan;
c. fasilitas sandar kapal;
d. fasilitas penimbangan muatan;
e. terminal
f. perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan
pelayanan jasa.

2.4. Konsep Pengembangan Angkutan Penyeberangan


Konsep pengembangan angkutan penyeberangan menjadi bagian
pendekatan konsep dan teori dalam pembahasan pro ile transportasi
angkutan sungai danau dan penyeberangan. Konsep tersebut
disajikan untuk memperkaya dalam penyajian buku ini. Sebab konsep
pengembangan suatu kawasan transportasi merupakan keniscayaan.
Seiiring dengan perkembangan mobilitas penduduk yang cepat
membutuhkan peningkatan kapasitas pelayanan transportasi angkutan
sungai danau dan penyeberangan. Sudah barang tentu pengembangan
suatu kawasan transportasi sangat tergantung potensi dari pada
kawasan transportasi tersebut. Oleh sebab itu, untuk menentukan
pengembangan kawasan pelabuhan tersebut memiliki kriteria kriteria
tertentu. Pengembangan angkutan penyeberangan didasarkan pada
beberapa kriteria, yaitu (1) kebijakan pengembangan, (2) kriteria
pelayanan; (3) kriteria klasi ikasi rute; (4) kriteria klasi ikasi kapal
penyeberangan; dan (5) kriteria analisis kelayakan tingkat investasi.
a. Kebijakan Pengembangan
Kebijakkan pengembangan transportasi penyeberangan dengan
pendekatan perencanaan yang sebaiknya digunakan adalah:
a. Transportasi sebagai sarana untuk melayani aktivitas
ekonomi dan sosial di suatu wilayah.

20
BAB 1 – Pendahuluan

Pendekatan ini menempatkan aspek permintaan (demand)


sebagai dasar utama perencanaan pengembangan angkutan
penyeberangan
b. Transportasi sebagai sarana untuk menumbuh kembangkan
aktivitas ekonomi dan sosial
Dengan demikian pengembangan angkutan penyeberangan
ditujukan untuk:
1) Membentuk struktur jaringan jalan yang utuh
2) Menghubungkan daerah produksi dengan pusat
pengumpul dan pemasaran
3) Memberikan kemudahan akses
4) Moda angkutan alternatif
5) Merangsang pertumbuhan daerah/kawasan

b. Kriteria Pelayanan
Angkutan penyeberangan pada dasarnya merupakan bagian
dari angkutan jalan raya, karenanya Penyediaan angkutan
penyeberangan diharapkan dapat mendekati sifat-sifat angkutan
jalan raya. Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan angkutan penyeberangan adalah:
a. Pelayanan ulang-alik dengan frekuensi tinggi
b. Pelayanan terjadwal
c. Pelayanan realibel (teratur dan tepat waktu)
d. Pelayanan yang aman dan nyaman
e. Tarif yang moderat
f. Aksesibilitas ke terminal angkutan penyeberangan

c. Kriteria Klasiϐikasi Rute


Berdasarkan karakteristik geogra i di mana pelabuhan
berada, maka klasi ikasi rute angkutan penyeberangan dapat
dikelompokkan kepada:

21
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

a. Inter regional route. Rute yang menghubungkan dua


pelabuhan di dua pulau utama. Angkutan penyeberangan ini
berfungsi sebagai jembatan bergerak yang memindahkan
penumpang dan kendaraan beserta muatannya yang hendak
melanjutkan perjalanan ke jaringan jalan atau jalan rel di
seberang perairan.
b. Inter island route. Rute antar pelabuhan dalam satu wilayah.
Angkutan penyeberangan ini biasanya ada pada wilayah
dengan karakter kepulauan di mana pelayanan angkutan
penyeberangan dapat bersifat.
c. Island route. Rute yang menghubungkan lokasi-lokasi di
dalam suatu daratan, misalnya penyeberangan danau dan
penyeberangan sungai.
d. Short cut route. Rute yang merupakan perpendekan dari
angkutan jalan raya (terdapat perbedaan jarak dan waktu
tempuh yang signi ikan).

d. Kriteria Klasiϐikasi Kapal Penyeberangan


Berdasarkan kondisi perairan Indonesia, JICA (1993)
mengklasi ikasikan kapal penyeberangan menjadi 5 tipe
(Nasution: 2003) sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kriteria Klasifikasi Kapal Penyeberangan


Tipe LOA B A
GRT
Kapal (m) (m) (m2)
A 1.000 70 14 686
B 500 47 11.5 378
C 300 39 10.5 278
D 300 39 10 273
E 150 30 168 168
Keterangan:
GRT = Gross Register Tonnage A = Effective Loading Deck Space,
LOA = Length Over All mengakomodasi kendaraan
B = Breath 2-T = Truck, 2 ton (25m2/truck)

22
BAB 1 – Pendahuluan

Lanjutan Tabel.
Tipe Kapasitas FD SPD
Kapal 2-T Penumpang (m) (knot)
A 27 600 3.5 16
B 15 500 2.6 14
C 11 300 2.2 11
D 11 300 2.4 14
E 7 100 1.5 11
Keterangan:
FD = Draught in Full Load
SPD = Speed

Pemilihan kapal yang paling optimal untuk melayani satu rute


angkutan penyeberangan didasarkan kepada 2 hal, yaitu jumlah
permintaan angkutan dan kondisi alam di alur pelayaran.
1) Permintaan Angkutan
Dengan menggunakan angka-angka asumsi hasil perhitungan
proyeksi penumpang dan barang maka dapat diperkirakan
jumlah penumpang dan barang dalam satuan waktu tertentu.
Dengan menyesuaikan terhadap rencana frekuensi angkutan
maka dapat ditentukan ukuran kapal yang dibutuhkan untuk
melayani permintaan angkutan tersebut.
2) Kondisi alam
Beberapa hal terkait kondisi alam yang mempengaruhi
pemilihan kapal angkutan penyeberangan adalah:
a) Jenis perairan, mempengaruhi tinggi gelombang ombak.
b) Jarak pelayaran, berkaitan dengan waktu tempuh dan
kecepatan kapal.
c) Waktu tempuh, berkaitan dengan jarak pelayaran dan
kecepatan kapal.
d) Kecepatan arus, mempengaruhi gelombang ombak dan
berkaitan dengan kecepatan kapal.

23
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

e. Kriteria Analisis Permintaan Angkutan Barang


Kriteria Analisis Permintaan Angkutan Barang memberikan
gambaran tingkat kebutuhan perencanaan pelayanan angkutan
barang oleh kapal barang. Menurut Nasution, pendekatan
kapasitas angkut muatan kapal barang roro dapat digunakan
untuk merencanakan kebutuhan kapal. Adapun persamaan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
ܲ
ܰ‫ ܥ‬ൌ 
ܶ‫͵ݔ‬͸ͷ‫ܯݔܱݔܰݔ‬

Keterangan:
NC = frekuensi kapal/hari
P = volume angkutan barang (ton/tahun)
T = rata-rata volume kargo perjenis kendaraan;
= “maksimum loading perjenis kendaraan x 0,7
N = faktor operasi = 0,4
O = faktor operasi = 0,6
M = kapasitas muat kendaraan maksimum dalam kapal (sesuai
jenis kapal roro)

f. Kriteria Analisis Kelayakan Tingkat Investasi


Kriteria Analisis Kelayakan Tingkat Investasi memberikan
gambaran sejauh mana aspek-aspek yang mempengaruhi
penyelenggaraan pelayanan angkutan penyeberangan dapat
memenuhi kriteria-kriteria kelayakan tingkat investasi.
Penyelenggaraan angkutan penyeberangan meliputi penyediaan
sistem pelabuhan penyeberangan dan pengadaan kapal
penyeberangan. Beberapa kriteria kelayakan tingkat investasi
yang dapat digunakan adalah IRR, NPV dan BCR

24
BAB 1 – Pendahuluan

2.5. Sarana Transportasi Angkutan Sunga Danau dan Penyeberangan


a. Kapal Feri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id) kapal feri
(ferry) dide inisikan sebagai kapal yang berfungsi sebagai alat
penyeberangan antarpulau secara tetap atau kapal penyeberangan;
Penggunaan kapal feri dan fasilitas transitnya merupakan
alternatif bagi sistem transportasi untuk menghubungkan dua
buah lokasi yang melalui perairan sehingga di mana pembangunan
infrastruktur (jembatan atau terowongan) sangat mahal dan
mungkin tidak layak untuk dibangun. Koridor angkutan kapal feri
dan fasilitas transitnya juga dapat menawarkan akses langsung
ke kawasan perumahan dan bisnis sehingga berpotensi untuk
mengurangi waktu tempuh perjalanan dalam sebuah lalu lintas
campuran (mix trafϔic).
Menurut TCRP (2013) kapal feri dapat diklasi ikasikan atas 3
jenis, yaitu (1) Taksi Air, (2) Feri Penumpang, dan (3) Auto Ferry.
1. Taksi Air
Taksi air adalah kapal kecil yang melayani rute (lintasan)
pendek atau lintasan sirkulasi.
2. Feri Penumpang
Feri penumpang adalah kapal yang memiliki ukuran lebih
besar, kapasitas penumpang yang lebih besar dan kecepatan
yang lebih tinggi dari taksi air, serta melayani rute pendek
sampai sedang.
3. Auto Ferry
Auto Ferry atau dikenal juga dengan feri roro adalah kapal
yang mengangkut penumpang dan juga kendaraan. Secara
teknis mampu melayani lintas selat atau sungai.

25
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Gambar 2.3. Jenis Kapal Feri (Sumber: TCRP (2013)

a. Taksi Air b. Feri Penumpang c. Auto Ferry (Ro-Ro)

Mengingat bahwa kapal feri hanya dapat menaikturunkan


penumpang di pelabuhan/dermaga, maka penyediaan fasilitas
layanan transportasi antarmoda/multimoda sangat diperlukan
di kedua sisi pelabuhan. Fasilitas tersebut dapat meliputi
kawasan layanan park and ride, layanan bus feeder dan stasiun
kereta api di kawasan pelabuhan, aspek yang perlu diperhatikan
dalam manajemen operasional kapal feri (ro-ro) adalah proses
naik turun kendaraan dari kapal. Perlu pengaturan waktu yang
lebih tepat terkait dengan waktu minimal kendaraan harus
berada di lapangan parkir kendaraan berangkat sebelum waktu
keberangkatan kapal. Hal ini berkaitan dengan waktu pemeriksaan
keamanan dan keselamatan pelayaran, muatan yang berbahaya
serta bea dan cukai.
b. Kapal Feri Ro-Ro (Auto Ferry)
Kapal Feri Ro-Ro adalah kapal mengangkut penumpang dan
kendaraan, di mana proses muat-turun kendaraan dapat
dilakukan sendiri oleh kendaraan tersebut dengan pengeraknya
sendiri. Proses muat-turun tersebut dikenal dengan roll on- roll
off dan disingkat Ro-Ro. Untuk memfasilitas pergerakan tersebut,
kapal feri ro-ro dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan
dengan moveble bridge atau dermaga apung ke dermaga.

26
BAB 1 – Pendahuluan

Gambaran yang lazim tentang kapal ro-ro adalah hampir selalu


memiliki landasan yang besar di buritan. Landasan tersebut
ditempatkan hanya pada salah satu sisinya, memiliki lambung
yang tinggi dan tampak menyerupai kotak terapung, kadang-
kadang memiliki fasilitas untuk kontainer di atas dek utamanya.
Jika kapal feri ro-ro memiliki peralatan untuk muatan, mereka
memiliki krane yang sangat kuat, dan superstruktur selalu
diposisikan di kanan haluan atau kanan buritan.

2.6. Angkutan Sedimen


Proses sedimentasi adalah proses pengendapan material karena
aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya.
Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang
berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu,
baru kemudian material yang lebih halus dan ringan. Bagian sungai
yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian hilir
atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya
pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar.
Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya
energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin
kecil, material yang diendapkanpun semakin halus.
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan
dan pelapukan oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang
kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan
yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Hasil
proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain.
Meander adalah bentuk sungai yang berkelok-kelok yang terjadi
akibat adanya pengikisan dan pengendapan. Pembentukan meander
diawali oleh aliran air sungai di hulu yang memiliki volume dan
tenaga yang cukup kecil, sehingga pada bagian ini sungai belum

27
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

mengalami pengikisan dan pengendapan. Aliran sungai akan berusaha


menghindari segala penghalang dan mencari jalan yang paling mudah
dilewati.

Gambar 2.4. Sistem sungai

Pada bagian tengah sungai dan hilir mulai terjadi pengendapan


dan erosi secara terus-menerus. Air mulai mengalir dengan kecepatan
yang berbeda, ketika mengalir pada lekukan pada suatu kelokan
sungai. Air yang melewati lekukan yang menjorok keluar (cut bank)
akan menyebabkan terjadinya erosi secara terus-menerus. Cut
bank merupakan zona tanah yang tererosi oleh aliran sungai dalam
pembentukan meander. Sehingga erosi ke arah samping (erosi lateral)
yang terjadi dalam waktu yang lama akan menyebabkan cut bank
semakin melebar. Sementara itu, di sisi lekukan yang lain akan terjadi
pengendapan yang menyebabkan terbentuknya point bar. Point bar
merupakan proses sedimentasi yang dominan di dalam alur sungai.
Bentuk dan ukuran point bar bervariasi tergantung pada besarnya
alur sungai serta berkembang pada bagian lengkung dalam (inner
band) alur sungai. Pada bagian tengah, yang wilayahnya datar maka
aliran airnya lambat, sehingga membentuk meander. Proses meander

28
BAB 1 – Pendahuluan

terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di bagian
sungai yang aliranya cepat, akan terjadi pengikisan, sedangkan bagian
tepi sungai yang lamban alirannya, akan terjadi pengendapan. Apabila
hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.

Gambar 2.5. Proses terbentuknya meander

Bagi Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai, masalah sedimen


merupakan satu tantangan tersendiri yang memerlukan penanganan
yang intensif dan terus-menerus. Berdasarkan Laporan Tahunan
KKOP Tanjungbalai Asahan Tahun 2013 sedimen Sungai Asahan
menyebabkan pendangkalan pada alur pelayaran dan kolam
pelabuhan. Diperkirakan pendangkalan yang terjadi mencapai 0,3
cm/bulan. Untuk mempertahankan kondisi kedalaman yang layak
untuk dilayari kapal, maka diperlukan pengerukan alur pelayaran
dari ambang luar Kuala Bagan Asahan sampai kolam Pelabuhan Teluk
Nibung setiap 2 tahun sekali.

2.7. Konsep Umum Transportasi Air


Setelah diuraikan secara detail mengenai konsep dan teori yang terkait
dengan transportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan

29
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

seperti koneksitas, akseptabilitas, hinterland dan konsep teknis


sarana transportasi air dan lain-lain. Penyajian konsep dan teori di
atas dimaksudkan untuk digunakan sebagai memperkuat landasan
konsep dalam pembahasan topik “pro ile transportasi angkutan
sungai dan penyeberangan”. Untuk melengkapi uraian penjelasan di
atas pada kesempatan ini disajikan beberapa konsep umum mengenai
transportasi air atau sungai. Terkait dengan konsep transportasi
air atau sungai Ali (2014) mengatakan “pemanfaatan sungai untuk
kepentingan transportasi harus memperhatikan pendekatan dalam
penataan ruang dan wilayah. Selanjutnya dikatakan ”Kendala dalam
pemanfaatan wilayah sungai antara lain kerusakan hutan makin
meningkat sehingga mengakibatkan kerusakan kondisi sumber daya
air. Pendapat tersebut memberikan informasi bahwa penggunaan
transportasi air atau melalui sungai memiliki risiko terhadap
kontinuitas pemanfaatan sungai sebagai moda transportasi. Misalnya
terjadinya sedimentasi, erosi lahan dipinggiran sungai, daerah yang
rawan banjir pada musim hujan. Dalam kaitan dengan pemanfaatan
sungai sebagai moda transportasi Ali (2014) juga memperkuat
pernyataannya yaitu “transportasi sungai tidak hanya terbatas untuk
angkutan barang dan penumpang tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan misalnya untuk tujuan wisata air. Menelusuri sungai
yang sangat diminati oleh wisatawan untuk berpetualang menikmati
keindahan alam di daerah daerah pedalaman. Penyataan Ali (2014)
cukup memberikan tantangan yang prospektif mengenai pemanfaatan
sungai sebagai moda transportasi yang lebih luas. Pertimbangannya
adalah bahwa wilayah Indonesia yang sangat luas dan banyak sungai
sungai di wilayah Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera dan lain-
lain sangat berpotensi menggunakan transportasi air dengan tujuan
tidak hanya untuk kepentingan barang dan penumpang tapi untuk
tujuan wisata. Namun demikian Ali (2014) juga menyarankan bahwa
“kerangka pengembangan transportasi sungai pada dasarnya adalah

30
BAB 1 – Pendahuluan

pengembangan jaringan transpotasi yang tidak dapat dilaksanakan


secara invidual. Angkutan sungai harus dikembangkan secara terpadu
dan berkesimbungan. Dengan demikian konsep pengembangan
angkutan sungai yang terintegrasi dengan pembangunan wilayah
menjadi satu persyaratan keberhasilannya.
Selanjutnya pendapat pakar lain tentang kosnsep transprtasi
air yaitu Haloho (2014) mengatakan ”transprtasi air adalah jenis
transportasi yang berporperasi di daerah perairan baik laut danau
maupun sungai, transportasi air ini termasuk transportasi tertua yang
mulai ada sampai sekarang masih ada. Demikian pula dikatakan oleh
Rif”an (2014) bahwa “sistem perangkutan air dalam hal ini angkutan
laut dan sungai merupakan angkutan tertua didunia. Sebelum ada
angkutan lain, angkutan laut telah menghubungkan antar negara,
antar pulau antar kota pesisir di Indonesia bahkan dunia. Selanjutnya
dikatakan oleh Rusli (2014) “transportasi air memiliki peran yang
sangat penting di beberapa wilayah Indonesia yang memiliki wilayah
perairan yang luas terutama pada daerah daerah yang tidak dapat
terjangkau dengan transportasi darat. Pendapat tersebut menegaskan
kembali bahwa transportasi air termasuk laut, danau dan sungai
untuk landasan dalam pembahasan yang manjadi topik buku ini.
Dalam pandangan Susantono (2014) tentang transportasi sungai atau
disebut “waterways” di Indonesia terutama di Jakarta cukup potensial
asalkan mendapat dukungan masyarakat luas dan tidak hanya dari
pemerintah saja. Dengan membandingkan “waterways” di Belanda
yang sangat hebat mampu menyelematkan negeri dan kotanya yang
berada di bawah permukaan laut dengan membuat bendungan dan
tanggul (Delta works). Dari bendungan dan tanggul di buat kanal kanal
indah sekaligus sebagai transportasi yang efektif. Perbandingan yang
lain yaitu di Skotlandia di kota Falkirk Wheel dengan teknologi canggih
yang disebut Lift Kapal yang berdiameter 35 meter menghubungkan
kanal Forth clyde dengan Kanal Union. Keterhubungan antara dua buah

31
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

kanal tersebut dapat menjadi objek wisata air yang sangat terkenal
sejak tahun2002 dan menjadi objek wisata. Di Indonesia cukup
banyak yang potensial dikembangkan menjadi transportasi sungai
seperti di Palembang dengan sungai Musinya. Menurut Susantono
(2014) sesungguhnya kota Pelembang yang dilewati sungai Musi
mengingatkan seperti di Venesia dengan waterways-nya menapaki
aliran sungai yang sangat indah menjadi daya pikat wisatawan
mencapai 22 juta setiap tahunnya. Sedang di Jakarta dengan sungai
Ciliwung dari pada terus-menerus menjadi sumber bencana banjir
sesungguhnya dapat menjadi alternatif mengatasi kemacetan yang
sangat parah di Kota Jakarta. Akan tetapi banyak aspek yang harus
dipenuhi antara lain yang paling utama adalah angkutan sungai harus
terintegrasi dengan moda transportasi lainnya, misalnya dengan halte
Bus atau dekat dengan statsiun kereta api.
Beberapa pendapat para pakar di atas mengenai transportasi air
memiliki pandangan yang sama bahwa di Indonesia sudah waktunya
secara serius dan focus mengembangkan transportasi air di berbagai
wilayah di Indonesia sebagai penyeimbang transportasi jalan raya
yang sudah semakin padat dan kompleks. Pengembangan transportasi
air sesungguhnya dapat menjadi momentum secara sekaligus
menyelematkan sungai sungai di Indonesia yang mengalami degradasi
dan proses sedimentasi yang sangat massif sangat mengganggu
ketersediaan sumber daya air.

32
BAB 2
RUANG LINGKUP DAN KEGIATAN
PELABUHAN PENYEBERANGAN

33
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

U
raian dan pembahasan pada bab ini muatan materi atau konten
bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku di bidang
pelayaran. Oleh karena karakteristik transportasi sungai, danau
dan penyeberangan memiliki kesamaan dengan pelayaran laut. Kesamaan
tersebut meliputi baik sarana yaitu “kapal” maupun prasarananya yaitu
“dermaga”. Di samping itu dengan referensi substansi yang sudah baku dan
menjadi ketetapan dalam operasional penyelenggaran pelayaran justru
dapat menjadi sumber informasi yang akurat dan valid. Terutama yang
terkait dengan terminologi, istilah dan konsep mengenai pelayaran yang
juga digunakan dalam penyelenggaran transportasi angkutan sungai danau
dan penyeberangan. Dengan demikian dapat mengurangi kebingungan
dalam mempelajari transportasi sungai danau dan penyeberangan.

A. PERAN, FUNGSI, JENIS DAN HIERARKI PELABUHAN


1. Pelabuhan memiliki peran sebagai:
a. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
b. pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c. tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang;
dan
f. mewujudkan wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
Uraian di atas dapat dijelaskan bahwa peran strategis pelabuhan
baik laut maupun penyeberangan di samping sebagai simpul juga
menjadi pintu gerbang dalam kegiatan ekonomi, kegiatan alih moda
transportasi, mendukung terhadap kegiatan industri dan perdagangan,
tempat pengaturan distribusi barang dan termasuk hasil produksi
yang akan dipasarkan dalam negeri maupun luar negeri. Peran yang
sangat strategis posisi transportasi air tidak saja dari aspek aspek

34
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

ekonomi saja akan tetapi juga dapat mendukung terhadap perwujudan


kedaulatan negara dan wawasan nusantara.

2. Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:


a. pemerintahan; dan
b. pengusahaan.
Pada awalnya fungsi pelabuhan sebagai fungsi sosial yang
sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Artinya pengelolaan
dan pengurusan pelabuhan belum bersifat komersial yang pada
waktu itu dilaksanakan oleh Badan Pengelola Pelabuhan di bawah
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan.
Sekitar tahun 1980-an secara kelembagaan mengalami perubahan
dari bentuk Badan Pengelola Pelabuhan menjadi Perusahaan umum
Pelabuhan. Perubahan bentuk tersebut mulai bergeser fungsinya
menjadi semi pro it atau pengusahaan. Perkembangan saat ini sudah
berubah dari perusahaan umum menjadi “perseroan terbatas” yang
sudah berorientasi pro it. Akan tetapi belum seluruh pelabuhan di
Indonesiaberfungsi pengusahaan namun masih murni berfungsi
pemerintahan. Demikian pula terhadap beberapa pelabuhan
penyeberangan di Indonesia.

3. Jenis pelabuhan terdiri atas:


a. pelabuhan laut; dan
b. pelabuhan sungai dan danau.
Pada kenyataannya bahwa perairan yang berada di wilayah Indonesia
tidak seluruhnya berupa laut akan tetapi juga berupa sungai dan
danau. Jenis pelabuhan laut, sungai dan danau semuanya dapat
digunakan untuk angkutan baik penumpang maupun barang. Oleh
sebab itu, dalam konteks transportasi disebut transportasi laut,
sungai dan danau. Karena pada hakikatnya transportasi merupakan

35
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

perpindahan atau pergerakan dengan sarana kendaraan otomotif,


kapal dan pesawat serta keretaapi mengangkut manusia dan barang
dari tempat yang satu menuju tempat tujuan yang dikehendaki.

4. Pelabuhan laut secara hierarki terdiri atas:


a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpul; dan
c. pelabuhan pengumpan.
Dalam hierarki pelabuhan terbagi menjadi pelabuhan utama yaitu
pelabuhan besar yang berada di kota kota besar seperti Pelabuhan
Tanjung Priok di Jakarta, pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya,
Pelabuhan Belawan di Medan dan Pelabuhan Ujung Pandang di
Makasar. Sedang pelabuhan pengumpul secara hirerarki berada
pada wilayah kabupaten atau kota yang kelasnya berada di bawah
pelabuhan utama. Sedangkan pelabuhan pengumpul yaitu pelabuhan
dengan tipe kelas yang lebih kecil dan berada di wilyah lebih rendah
di bawah kabupaten dan kota.

B. RENCANA LOKASI DAN HIERARKI PELABUHAN


(1) Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:
a. rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
c. potensi sumber daya alam; dan
d. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun
internasional.
Menetapkan lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan banyak
aspek antara lain; tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/
kota. Demikian pula penetapan lokasi mempertimbangkan aspek
potensi ekonomi dan perkembangan sosial ekonomi suatu wilayah.

36
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

Selanjutnya pertimbangan potensi sumber daya alam setempat serta


perkembangan lingkungan strategis baik nasional dan internasional.
Pertimbangan yang meliputi banyak aspek dimaksudkan agar dala
penetapan lokasi pelabuhan dapat membawa perubahan terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan stabilitas politik
serta peningkatan peradaban masyarakat.
(2) Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama
yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan juga harus
berpedoman pada:
a. jaringan jalan nasional; dan/atau
b. jaringan jalur kereta api nasional.
Penetapan lokasi pelabuhan di samping harus memperhatikan aspek
aspek sebagaimana dijelaskan di atas juga harus memperrtimbangkan
jaringan jalan nasiona dan jaringan jalur kereta api nasional
untuk pelabuhan utama. Selanjutnya dalam penetapan rencana
lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan antarprovinsi dan/atau
antarnegara selain harus sesuai dengan berpedoman pada: jaringan
jalan nasional; dan/atau jaringan jalur kereta api nasional. Adapun
dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan
pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi juga
harus berpedoman pada jaringan jalan provinsi; dan jaringan jalur
kereta api provinsi. Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan
untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan dalam 1 (satu) kabupaten/kota juga harus
berpedoman pada jaringan jalan kabupaten/kota; dan/atau jaringan
jalur kereta api kabupaten/kota.
Adapun rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau secara
hierarki pelayanan angkutan sungai dan danau terdiri atas: pelabuhan

37
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai


dan danau; dan/atau pelabuhan sungai dan danau yang melayani
angkutan penyeberangan; antarprovinsi dan/atau antarnegara;
antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau dalam 1 (satu)
kabupaten/kota. Dengan demikian lokasi pelabuhan untuk angkutan
sungai danau dan penyeberangan mengikuti aturan sebagimana dalam
peraturan kepelabuhanan. Secara hirearki dalam transportasi sungai
dan penyeberangan juga mengikuti aturan yang mengatur tentang
pelabuhan. Selanjutnya rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau
yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau dan/atau
penyeberangan disusun dengan berpedoman pada:
a. kedekatan secara geogra is dengan tujuan pasar nasional dan/
atau internasional;
b. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya;
c. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari
gelombang;
d. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;
e. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang
internasional;
f. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu;
g. jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau
h. jaringan jalur kereta api yang dihubungkan.

C. LOKASI PELABUHAN
(1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi
pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan Nasional. Kemudian lokasi pelabuhan harus disertai dengan
Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan. Selanjutnya dalam penetapan

38
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

oleh Menteri paling sedikit memuat: titik koordinat geogra is lokasi


pelabuhan; nama lokasi pelabuhan; dan letak wilayah administratif.
(2) Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari
Pemerintah atau pemerintah daerah. Adapun usulan lokasi pelabuhan
harus dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:
a. rencana induk pelabuhan nasional;
b. rencana tata ruang wilayah provinsi;
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan;
e. hasil studi kelayakan mengenai:
1. kelayakan teknis;
2. kelayakan ekonomi;
3. kelayakan lingkungan;
4. pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah
setempat;
5. keterpaduan intra-dan antarmoda;
6. adanya aksesibilitas terhadap hinterland;
7. keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
8. pertahanan dan keamanan.
f. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.

D. RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH


LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN
KEPENTINGAN PELABUHAN
(1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.
(2) Rencana Induk Pelabuhan disusun oleh penyelenggara pelabuhan
dengan berpedoman pada:

39
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

a. rencana induk pelabuhan nasional;


b. rencana tata ruang wilayah provinsi;
c. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di
lokasi pelabuhan;
e. kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
(3) Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan
meliputi:
a. jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan
20 (dua puluh) tahun;
b. jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan
15 (lima belas) tahun; dan
c. jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh)
tahun.
(4) Rencana Induk Pelabuhan laut dan Rencana Induk Pelabuhan sungai
dan danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan.
(5) Rencana peruntukan wilayah daratan disusun berdasarkan kriteria
kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan
b. fasilitas penunjang.
(6) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan
b. fasilitas penunjang.
(7) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan
laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan disusun berdasarkan
kriteria kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan
b. fasilitas penunjang.

40
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(8) Fasilitas pokok meliputi:


a. terminal penumpang;
b. penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
c. jalan penumpang ke luar/masuk kapal (gang way);
d. perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
e. fasilitas bunker;
f. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
g. akses jalan dan/atau jalur kereta api;
h. fasilitas pemadam kebakaran; dan
i. tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum
naik ke kapal.
(9) Fasilitas penunjang meliputi:
a. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan
jasa kepelabuhanan;
b. tempat penampungan limbah;
c. fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyebrangan;
d. areal pengembangan pelabuhan: dan
e. fasilitas umum lainnya

E. DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAN DAERAH


LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN
(1) Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan terdiri atas:
a. wilayah daratan;
b. wilayah perairan.
(2) Wilayah daratan digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang.
(3) Wilayah perairan digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat
labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan

41
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan


kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
(4) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan
pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan.
(5) Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan digunakan untuk:
a. alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;
b. keperluan keadaan darurat;
c. penempatan kapal mati;
d. percobaan berlayar;
e. kegiatan pemanduan kapal;
f. fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
g. pengembangan pelabuhan jangka panjang.
(6) Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta
pelabuhan sungai dan danau.

Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah


Lingkungan Kepentingan pelabuhan paling sedikit memuat:
a. luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja;
b. luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
c. titik koordinat geogra is sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.
(1) Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan
dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan.

42
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(2) Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan,


diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau penggunaan
atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan pada Daerah Lingkungan
Kerja pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai
kewajiban:
a. memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah
Lingkungan Kerja daratan yang telah ditetapkan;
b. memasang papan pengumuman yang memuat informasi
mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja daratan pelabuhan;
c. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki;
d. menyelesaikan serti ikat hak pengelolaan atas tanah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah
Lingkungan Kerja perairan yang telah ditetapkan;
f. menginformasikan mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja
perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan;
g. menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
h. menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur
pelayaran;
i. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan; dan
j. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki
berupa fasilitas pelabuhan di perairan.

43
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

F. PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN

1. Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan


(1) Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi fungsi:
a. pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan; dan
b. keselamatan dan keamanan pelayaran.
(2) Selain kegiatan pemerintahan pada pelabuhan dapat dilakukan
fungsi:
a. kepabeanan;
b. keimigrasian;
c. kekarantinaan; dan/atau
d. kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap.
(3) Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh penyelenggara
pelabuhan.
(4) Penyelenggara pelabuhan terdiri atas:
a. Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara
komersial; dan
b. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum
diusahakan secara komersial.
c. Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat
membawahi 1 (satu) atau beberapa pelabuhan.
(5) Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh
Syahbandar.
(6) Syahbandar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan
keamanan pelayaran meliputi pelaksanaan, pengawasan, dan
penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan,
dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.

44
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(7) Selain melaksanakan fungsi Syahbandar membantu pelaksanaan


pencarian dan penyelamatan di pelabuhan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8) Untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran
dibentuk kelembagaan Syahbandar.
(9) Kelembagaan Syahbandar terdiri atas:
a. Kepala Syahbandar;
b. unsur kelaiklautan kapal;
c. unsur kepelautan dan laik layar; dan
d. unsur ketertiban dan patroli.

2. Otoritas Pelabuhan
(1) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam dibentuk pada
pelabuhan yang diusahakan secara komersial.
(2) Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab:
a. menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan;
b. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam
pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
c. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran;
d. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
e. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
f. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
g. mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan
perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang
disediakan oleh Pemerintah serta jasa ke pelabuhanan yang
diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. menjamin kelancaran arus barang.

45
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

3. Unit Penyelenggara Pelabuhan


(1) Unit Penyelenggara Pelabuhan dibentuk oleh dan bertanggung
jawab kepada:
a. Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah;
dan
b. Gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara
Pelabuhan pemerintah daerah.
(2) Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam melaksanakan fungsi
pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab:
a. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam
pelabuhan, dan alur-pelayaran;
b. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran;
c. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
d. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di
pelabuhan;
e. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan;
f. menjamin kelancaran arus barang; dan
g. menyediakan fasilitas pelabuhan.

4. Aparat Penyelenggara Pelabuhan


(1). Aparat otoritas pelabuhan; dan
(2) Aparat unit penyelenggara pelabuhan.
(3) Aparat Otoritas Pelabuhan dan aparat Unit Penyelenggara
Pelabuhan merupakan Pegawai Negeri Sipil.
(4) Aparat wajib memiliki kemampuan dan kompetensi di bidang
kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

46
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(4) Kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan terdiri


atas:
a. manajemen kepelabuhanan di bidang:
1. perencanaan kepelabuhanan;
2. operasional pelabuhan; dan/atau
3. pemanduan.
b. manajemen angkutan laut di bidang:
1. bongkar muat;
2. trayek kapal; dan/atau
3. operasional kapal.
c. pengetahuan kontraktual/perjanjian.
(5) Kemampuan dan kompetensi wajib dibuktikan dengan serti ikat
keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan
kepelabuhanan.

5. Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggara Pelabuhan


Otoritas Pelabuhan dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi
paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:
(1) unsur perencanaan dan pembangunan;
(2) unsur usaha kepelabuhanan; dan
(3) unsur operasi dan pengawasan.

6. Tugas dan Tanggung Jawab Penyelenggara Pelabuhan


(1) Penyediaan lahan di daratan dan di pera dilakukan oleh Otoritas
Pelabuhan.
(2) Lahan sebagaimana dimaksud pada dikuasai oleh negara.
(3) Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk pelabuhan terdapat
hak atas tanah, penyediaannya dilakukan dengan cara pengadaan
tanah.
(4) Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

47
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

7. Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan Barang


(1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan
barang terdiri atas:
a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
bertambat;
b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan
pelayanan air bersih;
c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun
penumpang dan/atau kendaraan;
d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat
penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan
pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas,
curah cair, curah kering, dan ro-ro;
g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan
konsolidasi barang; dan/atau
i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.

7. Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhanan


(1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan
kepelabuhanan meliputi:
a. penyediaan fasilitas penampungan limbah;
b. penyediaan depo peti kemas;
c. penyediaan pergudangan;
d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk
pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat

48
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan


pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas,
curah air, curah kering, dan ro-ro;
g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan
konsolidasi barang; dan/atau
i. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan
konsolidasi barang; dan/atau

8. Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhan


(1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
a. penyediaan fasilitas penampungan limbah;
b. penyediaan depo peti kemas;
c. penyediaan pergudangan;
d. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
e. instalasi air bersih dan listrik;
f. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
g. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa
pelabuhan;
h. penyediaan fasilitas gudang pendingin:
i. perawatan dan perbaikan kapal;
j. pengemasan dan pelabuhan;
k. fumigasi dan pembersihan/perbaikan container,
l. angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
m. tempat tunggu kendaraan bermotor;
n. kegiatan industri tertentu;
o. kegiatan perdagangan;

49
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

p. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;


q. jasa periklanan; dan/atau
r. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi.

9. Badan Usaha Pelabuhan


(1) Badan Usaha Pelabuhan dapat melakukan kegiatan pengusahaan
pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan.
(2) Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya
wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:
a. Menteri untuk badan usaha pelabuhan di pelabuhan utama
dan pelabuhan pengumpul;
b. Gubernur untuk badan usaha pelabuhan di pelabuhan
pengumpan regional; dan
c. Bupati/walikota untuk badan usaha pelabuhan di pelabuhan
pengumpan lokal.
(3) Izin usaha diberikan setelah memenuhi persyaratan:
a. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. Berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di
bidang kepelabuhanan;
c. Memiliki akte pendirian perusahaan; dan
d. Memiliki keterangan domisili perusahaan.

Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana


dimaksud dalam Badan Usaha Pelabuhan wajib:
a. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;
b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai
dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal
dan fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;

50
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

d. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang


menyangkut angkutan di perairan;
e. memelihara kelestarian lingkungan;
f. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan
g. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik
secara nasional maupun internasional.

10. Konsesi atau Bentuk Lainnya


(1) Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan
penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan
barang sebagaimana dimaksud dalam yang dituangkan dalam
bentuk perjanjian.
(2) Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan dilakukan
melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Jangka waktu konsesi sebagaimana dimaksud disesuaikan dengan
pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar.
(4) Perjanjian sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
a. lingkup pengusahaan;
b. masa konsesi pengusahaan;
c. tarif awal dan formula penyesuaian tarif;
d. hak dan kewajiban para pihak, termasuk risiko yang dipikul
para pihak di mana alokasi risiko harus didasarkan pada
prinsip pengalokasian risiko secara e isien dan seimbang;
e. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan
keluhan masyarakat;
f. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian
pengusahaan;
g. penyelesaian sengketa;

51
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

h. pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;


i. sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan
adalah hukum Indonesia;
j. keadaan kahar; dan
k. Perubahan-perubahan

11. Pembangunan dan Pengoperasian Pelabuhan


a. Pembangunan Pelabuhan
(1) Pembangunan pelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
c. Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.
(3) Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara
pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin.
(4) Izin diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada bupati/
walikota.
(5) Pengajuan izin harus memenuhi persyaratan teknis
kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan.
(6) Persyaratan teknis kepelabuhanan meliputi:
a. studi kelayakan; dan
b. desain teknis.
(7) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada a paling sedikit
memuat:
a. kelayakan teknis; dan
b. kelayakan ekonomis dan inansial.

52
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(8) Desain teknis sebagaimana dimaksud huruf b paling sedikit


memuat mengenai:
a. kondisi tanah;
b. konstruksi;
c. kondisi hidrooceanogra

12. Bagian Kedua Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan


(1) Pembangunan pelabuhan dilakukan oleh:
a. Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara
komersial; dan
b. Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum
diusahakan secara komersial.
(2) Pembangunan pelabuhan dapat dilakukan oleh Badan Usaha
Pelabuhan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas
Pelabuhan.
(3) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan serta
Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud, dalam
membangun pelabuhan wajib:
a. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan
paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin
pembangunan;
b. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai
dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;
c. melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan
secara berkala kepada menteri, gubernur, atau bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya; dan
d. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama
pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan.

53
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

13. Pengembangan Pelabuhan


(1) Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya izin.
(2) Izin diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
c. Bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta
pelabuhan sungai dan danau.

14. Pengoperasian Pelabuhan


(1) Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;
b. Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan
pelabuhan sungai dan danau.
(3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud harus memenuhi
persyaratan:
a. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai
dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan pelabuhan ;
b. keselamatan dan keamanan pelayaran;
c. tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus
penumpang dan barang;
d. memiliki sistem pengelolaan lingkungan;
e. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;
f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

54
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis


pengoperasian pelabuhan yang memiliki kompetensi dan
kuali ikasi yang dibuktikan dengan serti ikat.

15. Penetapan Lokasi, Pembangunan dan Pengoperasian Wilayah


Tertentu di Daratan Yang Berfungsi Sebagai Pelabuhan
(1) Suatu wilayah tertentu di daratan dapat ditetapkan sebagai lokasi
yang berfungsi sebagai pelabuhan berdasarkan permohonan.
Permohonan penetapan wilayah tertentu di daratan diajukan oleh
penyelenggara pelabuhan utama yang akan menjadi pelabuhan
induknya kepada Menteri.
(2) Berdasarkan permohonan, Menteri dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan
melakukan penelitian terhadap:
a. ketersediaan jalur yang menghubungkan ke pelabuhan laut
yang terbuka untuk perdagangan luar negeri;
b. potensi wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang
telah dikembangkan; dan
c. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Dalam hal berdasarkan penelitian tidak terpenuhi, Menteri
menyampaikan penolakan secara tertulis kepada pemohon
disertai dengan alasan penolakan.
(4) Dalam hal berdasarkan penelitian terpenuhi, Menteri menetapkan
wilayah tertentu di daratan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai
pelabuhan.

16. Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri


a. Terminal Khusus
(1) Untuk menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan laut

55
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

serta pelabuhan sungai dan danau dapat dibangun terminal


khusus untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan
usaha pokoknya.
(2) Terminal khusus sebagaimana dimaksud terdiri dari:
a. ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;
b. wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan tertentu; dan
c. ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan
fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta
instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai
dengan kebutuhan.
(3) Terminal khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan
apabila:
a. pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan
pokok instansi pemerintah atau badan usaha; dan
b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis
operasional akan lebih efektif dan e isien serta lebih
menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
(4) Terminal khusus wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu.
(5) Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan tertentu digunakan untuk:
a. Lapangan penumpukan;
b. Tempat kegiatan bongkar muat;
c. Alur pelayaran dan perlintasan kapal;
d. Olah gerak kapal;
e. Keperluan darurat; dan
f. Tempat labuh kapal.
(6) Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh pengelola
berdasarkan izin dari Menteri.

56
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(7) Izin diberikan berdasarkan permohonan yang harus


dilengkapi dengan persyaratan:
a. administrasi;
b. teknis kepelabuhanan;
c. keselamatan dan keamanan pelayaran; dan
d. kelestarian lingkungan.
(8) Persyaratan administrasi, meliputi:
a. akte pendirian perusahaan;
b. izin usaha pokok dari instansi terkait;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. bukti penguasaan tanah;
e. bukti kemampuan inansial;
f. proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang;
dan
g. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat.
(9) Persyaratan teknis kepelabuhanan meliputi:
a. gambar hidrogra i, topogra i, dan ringkasan laporan
hasil survei mengenai pasang surut dan arus;
b. tata letak dermaga;
c. perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;
d. hasil survei kondisi tanah;
e. hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur-
pelayaran dan kolam pelabuhan;
f. batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan
dilengkapi titik koordinat geogra is serta rencana induk
terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
tertentu; dan
g. kajian lingkungan.
57
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

(10)Persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran, meliputi:


a. alur-pelayaran;
b. kolam pelabuhan;
c. rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
d. rencana arus kunjungan kapal.

b. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri


(1) Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan
sendiri.
(2) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan
sebagai satu kesatuan dalam penyelenggaraan pelabuhan.

(3) Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat


dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan
dari:
a. Menteri bagi terminal untuk kepentingan sendiri
yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan utama dan
pengumpul;
b. gubernur bagi terminal untuk kepentingan sendiri
yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan
regional; dan
c. bupati/walikota bagi terminal untuk kepentingan sendiri
yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan
lokal.

58
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

(4) Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setelah
memenuhi persyaratan:
a. data perusahaan yang meliputi akte perusahaan, Nomor
Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok;
b. bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan;
c. gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan
sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi
dermaga, dan koordinat geogra is letak dermaga untuk
kepentingan sendiri;
d. bukti penguasaan tanah;
e. proposal terminal untuk kepentingan sendiri;
f. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;
g. berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis
terpadu; dan
h. studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

17. Pelabuhan Dan Terminal Khusus Yang Terbuka Bagi Perdagangan


Luar Negeri
(1) Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan
utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai
pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.
(2) Penetapan dilakukan atas pertimbangan:
a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;
b. kepentingan perdagangan internasional;
c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut
nasional;

59
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

d. posisi geogra is yang terletak pada lintasan pelayaran


internasional;
e. tatanan kepelabuhanan nasional yang diwujudkan dalam
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
f. fasilitas pelabuhan;
g. keamanan dan kedaulatan negara; dan
h. kepentingan nasional lainnya.
(3) Pelabuhan ditetapkan oleh Menteri atas usulan penyelenggara
pelabuhan utama setelah memenuhi persyaratan.
(4) Persyaratan wajib memenuhi:
a. aspek ekonomi;
b. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
c. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
d. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi
pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran,
instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
e. jenis komoditas khusus.
(5) Terminal khusus tertentu ditetapkan oleh Menteri atas usulan
penyelenggara pengelola terminal khusus setelah memenuhi
persyaratan.
(6) Persyaratan wajib memenuhi:
a. aspek administrasi;
b. aspek ekonomi;
c. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;
d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;
e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi
pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran,
instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan
f. jenis komoditas khusus.

60
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

18. Sistem Informasi Pelabuhan


(1) Sistem informasi pelabuhan mencakup pengumpulan,
pengelolaan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta
penyebaran data dan informasi pelabuhan untuk:
a. mendukung operasional pelabuhan;
b. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik;
dan
c. mendukung perumusan kebijakan di bidang kepelabuhanan.
(2) Sistem informasi pelabuhan diselenggarakan oleh:
a. Menteri untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat
nasional;
b. gubernur untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat
provinsi; dan
c. bupati/walikota untuk sistem informasi pelabuhan pada
tingkat kabupaten/kota.
(3) Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi
pelabuhan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman
dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Sistem informasi pelabuhan paling sedikit memuat:
a. kedalaman alur dan kolam pelabuhan;
b. kapasitas dan kondisi fasilitas pelabuhan;
c. arus peti kemas, barang, dan penumpang di pelabuhan;
d. arus lalu lintas kapal di pelabuhan;
e. kinerja pelabuhan;
f. operator terminal di pelabuhan;
g. tarif jasa kepelabuhanan; dan
h. Rencana Induk Pelabuhan dan/atau rencana pembangunan
pelabuhan.

61
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Badan Usaha Pelabuhan menyampaikan laporan bulanan kegiatan


terminal kepada Otoritas Pelabuhan setiap bulan paling lambat pada
tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.
Laporan meliputi:
a. arus kunjungan kapal;
b. arus bongkar muat peti kemas dan barang;
c. arus penumpang;
d. kinerja operasional; dan
e. kinerja peralatan dan fasilitas.

Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyampaikan informasi kepada


Menteri yang memuat paling sedikit mengenai:
a. kedalaman kolam pelabuhan;
b. arus kunjungan kapal;
c. arus bongkar muat peti kemas dan barang;
d. arus penumpang;
e. kinerja operasional;
f. kinerja peralatan dan fasilitas;
g. kedalaman alur; dan
h. perkembangan jumlah Badan Usaha Pelabuhan yang
mengoperasikan terminal.

Uraian penjelasan yang sangat mendalam mengenai ruang lingkup


penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan pada prinsipnya sama
dengan penyelenggaraan pelabuhan laut. Oleh sebab itu, aturan yang
digunakan dalam penyelenggaraan pelabuhanan penyeberangan
mengikuti peraturan yang digunakan oleh perhubungan laut. Kecuali
ada beberapa aturan yang mensyaratkan bahwa aparat penyelenggara

62
BAB 2 – Ruang Lingkup dan Kegiatan Pelabuhan Penyeberangan

pelabuhan adalah pegawai negeri sipil. Akan tetapi saat ini hampir
seluruh aparat penyelenggara pelabuhan penyeberangan statusnya
adalah aparat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun demikian
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan dalam pemberangkatan
kapal tetap mengikuti peraturan kesyahbandaran perhubungan
laut. Demikian pula wilayah yuridiksi nya juga mengikuti peraturan
kesyahbandaran pelabuhan laut yang terdekat. Prosedur operasional
pelabuhan penyeberangan mengikuti peraturan perhubungan laut di
samping faktor safety atau keselamatan kapal juga kerena keaamanan
selam berada di perairan laut.

63
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

64
BAB 3
GAMBARAN UMUM POTENSI
PELABUHAN PENYEBERANGAN

65
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

S
eperti telah diuraikan secara mendalam mulai dari bab I dan II
mengenai transprtasi sungai danau dan penyeberangan mulai dari
pengenalan latar belakang, permasalahan sampai dengan konsep
dan teori merupakan tahapan pengenalan pro ile transportasi sungai
danau dan penyeberangan. Untuk selanjutnya pada bab III dengan
penjelasan gambaran umum dan dilengkapi tampilan beberapa gambar
foto, denah dan maket pelabuhan penyeberangan sedapat mungkin dapat
memberikan pemahaman tentang pro ile transportasi sungai danau dan
penyeberangan. Adapun beberapa contoh gambaran umum mengenatai
transpartasi sungai danau penyeberangan antara; pelabuhan Tanjung
Balai, Lhokseumawe, pelabuhan pelabuhan Merak - Bakeauhuni dan
pelabuhan penyeberangan Surabaya- Kamal Madura.

A. PELABUHAN TANJUNG BALAI


Tanjung Balai sebuah nama kota pada wilayah administratif yang disebut
Kota Tanjung Balai. Adapun pelabuhannya disebut Pelabuhan Teluk Nibung
Tanjunga Balai. Lokasi Pelabuhan Teluk Nibung berada di ambang luar
sungai Asahan yang mengalir ke pantai timur pulau Sumatera. Pelabuhan
Teluk Nibung telah dioerasikan sejak zaman Belanda yang terletak sekita
20 Km (10,9 mil) dari pantai selat Malaka. Pelabuhan Teluk Nibung
merupakan pelabuhan nomor dua (2) terbesar di pantai timur Sumatera
setelah Pelabuhan Belawan.
Berdasarkan hasil studi Pengembangan Angkutan Penyeberangan
Lintas Indonesia Thailand Dalam Upaya Mendukung Program Koneksitas
di Asia Tenggara, pro ile pelabuhan Teluk Nibung dapat digambarkan
sebagai berikut;
Ditinjau dari sisi wilayah administratif maka yang dimaksud dengan
Pelabuhan Tanjunglai adalah Pelabuhan Teluk Nibung yang berada di
wilayah administratif Kota Tanjungbalai. Pelabuhan Teluk Nibung sendiri
adalah satu dari dua pelabuhan di bawah wewenang Kantor Kesyahbandaran

66
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

dan Otoritas Pelabuhan (KKOP) Tanjungbalai Asahan dengan status Kelas


V. Satu pelabuhan lagi adalah Pelabuhan Bagan Asahan yang berada
di wilayah administratif Kabupaten Asahan. Pelabuhan Teluk Nibung
Tanjungbalai merupakan pelabuhan umum yang diusahakan, terbuka
untuk perdagangan luar negeri dan tidak wajib pandu. Penyelenggaraan
pelabuhan secara komersil dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
dalam hal ini PT. PELINDO I Cabang Tanjungbalai Asahan dengan status
Cabang Kelas IV.

Gambar 3.1. Pelabuhan Tanjungbalai (Teluk Nibung) dan Bagan


Asahan

Pelabuhan
Teluk Nibung Pelabuhan
Bagan Asahan

Sungai Asahan

Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai berada di ambang luar


Sungai Asahan yang mengalir ke Pantai Timur Pulau Sumatera dan telah
dioperasikan sejak zaman Belanda. Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai,
yang terletak sekitar 20 Km (±10,9 Mil) dari Pantai Selat Malaka, dapat
digolongkan sebagai pelabuhan nomor 2 terbesar di Pantai Timur Sumatera
Utara setelah Pelabuhan Belawan.

1. Letak Geografis
Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai secara geogra is terletak
ambang luar di tepi Sungai Asahan dengan koordinat 020 58′ 40” LU dan
990 48′ 20,12” BT.

67
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

a. Hidro Oceanograϐi
1) Hidrogra i Pelabuhan
Pantai sekitar Pelabuhan Tanjung Balai Asahan landai, dasar
lautnya berupa pasir lumpur. Sepanjang 1,1 km dari muara Sungai
Asahan terdapat kedalaman alur yang minimum.
2) Pasang Surut Waktu tolok: GMT + 07.00
Sifat Pasut: Harian Ganda Tunggang air rata-rata pasang purnama
240 cm, dan pada pasang mati 70 cm. Muka surutan (Zo) berada
150 cm di bawah DT.
3) Arus
Pada pasang purnama kecepatan arus pasut 1,5 mil dan surut
lebih dari 3 mil.
4) Cuaca
Hujan terjadi sepanjang tahun di setiap bulannya. Curah hujan
terkecil pada Bulan Februari, Maret dan Juli. Sedangkan curah
hujan terbesar terjadi pada periode Bulan September November.
Suhu udara rata-rata 280C, dengan kedalaman 80%.
5) Penglihatan
Jarak penglihatan mendatar umumnya baik, dapat mencapai lebih
dari 10 Km. Pada saat hujan dan berkabut penglihatan hanya
dapat mencapai kurang dari 5 Km.
6) Tekanan Udara
Tekanan udara rata-rata di kawasan pelabuhan ini berkisar antara
1009 mb - 1013 mb.

2. Fasilitas Pelabuha
a. Luas Kawasan Pelabuhan
Kawasan pelabuhan berbentuk persegi panjang dengan sisi panjang
sejajar dengan tepi Sungai Asahan. Luas lahan pelabuhan lebih kurang
3.6 ha (0,0367 km2).

68
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

b. Alur Pelayaran dan Kolam Pelabuhan


Secara umum alur pelayaran mencakupi wilayah perairan yang cukup
panjang yaitu sepanjang Sungai Asahan mulai dari hilir sungai yaitu
muara Sungai Asahan (pertemuan dengan Selat Malaka) sampai
dengan kawasan pelabuhan. Ditinjau dari wilayah administratif, maka
alur pelayaran ini melewati Kabupaten Asahan hingga mencapai Kota
Tanjungbalai.
1. Teluk Nibung
a. Alur panjang 8 mile (11,8748 km), lebar 25-50 m dan
kedalaman mlws, luas areal 220.000.
b. Luas Kolam 30.000 m2, lebar 50-100 kedalaman 3 mlws
2. Bagan Asahan
Alur panjang 1 mile (1,60934 km), lebar 25-50 m, dan kedalaman
6 mlws.
c. Dermaga
Di lokasi Pelabuhan Teluk Nibung, terdapat du jenis konstruksi
dermaga yaitu konstruksi beton dan konstruksi besi berlantai kayu.
Semen
tara di lokasi Pelabuhan Bagan Asahan konstruksi dermaga adalah
konstruksi beton.

Tabel 3.2. Fasilitas Dermaga


Panjang Kapasitas Kedalaman
No Lokasi Peruntukan Keterangan
(m) (dwt) (mlws)
1. Teluk Nibung 200
Dermaga A Aktif
Antar Pulau
Konstruksi 100 1,5 1,5
Luar Negeri
beton
Dermaga Besi Aktif
B Antar Pulau
58 0,5 1,5
Konstruksi Luar Negeri
besi dan kayu

69
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Panjang Kapasitas Kedalaman


No Lokasi Peruntukan Keterangan
(m) (dwt) (mlws)
Dermaga Besi Aktif
C Antar Pulau
42 0,5 1,5
Konstruksi Luar Negeri
besi dan kayu
Dermaga 10 0,2 4 Penumpang Aktif
Ponton

2. Bagan Asahan 140


Dermaga 140 1,5 Antar Pulau Tidak
Serbaguna Luar Negeri Aktif
Konstruksi Penumpang
beton
Sumber: KSOP Tanjungbalai Asahan, 2013

1) Gudang Penumpukan
Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai memiliki 3 unit gedung
penumpukan, sementara di Pelabuhan Bagan Asahan memiliki 1
gedung penumpukan.

Tabel 3.3.Gedung Penumpukan Pelabuhan Tanjungbalai Asahan

No Lokasi Luas (m2) Kapasitas (ton/m3)


1. Teluk Nibung 3000
Tertutup 01 2000 2
Tertutup 02 s/d 07 501 1
Tertutup 03 s/d 08 600 2
2. Bagan Asahan 140
Tertutup 720 1,5
Sumber: KSOP Tanjungbalai Asahan, 2013

2) Lapangan Penumpukkan
Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai memiliki 1 lapangan
penumpukan demikian pula halnya Pelabuhan Bagan Asahan.

70
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Tabel 3.4. Lapangan Penumpukan


Luas Kapasitas
No Lokasi
(m2) (ton/m3)
1. Teluk Nibung 3000
Lantai Aspal 1.200 3
Lantai Conblok 1.200 3
2. Bagan Asahan 140
Lantai Conblok 1.200 1,5
Sumber: KSOP Tanjungbalai Asahan, 2013

3) Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM)


Jumlah 120 orang, 3 gang dengan kemampuan 10-15 ton/gang/
jam.
4) Terminal Penumpang
Terminal penumpang hanya ada di Pelabuhan Teluk Nibung
Tanjungbalai. Terdapat 2 dermaga penumpang dengan status 1
aktif dan 1 tidak aktif.

Tabel 3.5.Fasilitas terminal penumpang


Luas
No Lokasi Fasilitas Keterangan
(m2)
1. Teluk Nibung
Toilet
Lokasi 1 220 Tidak Aktif
Musholla
Toilet
Lokasi 2 (20 x 30) Aktif
Musholla
Sumber: KSOP Tanjungbalai Asahan, 2013

5) Kawasan Perkantoran
Di dalam kawasan Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai,
tersedia fasilitas perkantoran instansi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pelabuhan. Adapun perkantoran yang ada di
kawasan pelabuhan adalah:

71
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

(1) Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kota


Tanjungbalai
(2) Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai.
(3) Kantor Karantina Pertanian PelabuhanTanjungbalai Asahan
(4) Kantor Kesehatan Pelabuhan Wilayah Kerja Pelabuhan Laut
Tanjungbalai Asahan
(5) PT. Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjungbalai Asahan.

6) Jalan Kawasan Pelabuhan


Di dalam kawasan Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai, tersedia
jalan yang menghubungkan antar fasilitas yang ada sepanjang
kira-kira 600 m. Jalan kawasan pelabuhan merupakan jalan
beraspal dengan kondisi baik. Lebar jalan 6m, lebar bahu kiri-
kanan jalan yang bervariasi dengan rata-rata 1 m.

7) Jalan Kereta Api


Di Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai terdapat jalur kereta
api existing dari Stasiun Kereta Api Kota Tanjungbalai sampai
ke kawasan pelabuhan. Sayangnya saat ini jalur tersebut tidak
digunakan untuk melayani angkutan penumpang kereta dan
sebagian jalur tersebut dimanfaatkan oleh penduduk khususnya
yang berada di sekitar kawasan pelabuhan.

72
Gambar 3.2. Layout Fasilitas Pelabuhan Tanjungbalai (Teluk Nibung)

73
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

3. Foto Situasi Existing


1) Jalan Kawasan Pelabuhan

Gambar 3.3. Jalan Kawasan Pelabuhan

2) Dermaga Barang

Gambar 3.4. Dermaga Barang

74
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

3) Dermaga Penumpang

Gambar 3.5. Dermaga Penumpang

75
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

4. Kondisi Lalu Lintas Arus Barang, Penumpang dan Kunjungan


Kapal
Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai melayani kapal barang dan
penumpang baik untuk angkutan domestik (nasional, antar pulau) maupun
internasional.
1) Arus Lalu Lintas Kapal
Berdasarkan data BPS Tanjungbalai dalam Tanjungbalai Dalam Angka
(berbagai tahun) maka pelayanan kapal relatif tinggi yaitu untuk kapal
masuk rata-rata mencapai 6369 kapal per tahun pada periode 2000 –
2009 dan kapal keluar rata-rata mencapai 5873 kapal per tahun pada
periode 2000-2012. Jika kemudian diproyeksikan ke pelayanan per
hari, maka rata-rata per hari adalah 18 buah kapal masuk dan 17 buah
kapal keluar.

Gambar 3.6. Grafik Arus Lalu Lintas Kapal Barang dan Penumpang Per
tahun 2000-2012

Lalu Lintas Kapal Barang dan Penumpang Pertahun


9000
2000 - 2012
8000 Kapal_Masuk
7832
7832
Kapal_Keluar
7000

6000
5092
5000

4000

3000
2044
2000

1000

0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Graϐik 4.6 memperlihatkan lebih detail bagaimana luktuasi pelayanan


kapal di Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai. Dapat dilihat bahwa

76
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

pelayanan kapal tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu mencapai


7832 buah kapal keluar dan 7832 buah kapal masuk. Sementara untuk
pelayanan kapal terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu hanya 2044
buah kapal. Untuk tahun 2010 – 2012 data yang tersedia hanya untuk
kapal keluar pelabuhan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail Gambar 3.8
memperlihatkan gra ik lalu lintas kapal barang dan penumpang
setiap bulannya untuk periode tahun 2008 – 2012. Gra ik tersebut
memperlihatkan bahwa karakteristik luktuatif tidak dipengaruhi
oleh bulan tertentu.

Gambar 3.7. Grafik lalu lintas kapal barang dan penumpang per bulan
periode 2008- 2012

550
Lalu Lintas Kapal Barang dan Penumpang Perbulan
2008 - 2012
500

450

400

350 2012
2011
300 2010
2009
250
2008

200

150

100
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

2) Arus Bongkar Muat Barang


Arus bongkar muat barang untuk angkutan dalam negeri merupakan
muatan antar pulau. Tabel 3.6 memaparkan data arus bongkar barang
antar pulau, sementara pada Gambar 3.9 memperlihatkan gra iknya.
Dari data dan gra ik tersebut dapat dilihat bahwa arus bongkar muat

77
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

barang antar pulau memiliki trend yang luktuatif dan mengalami


puncaknya pada tahun 2010 untuk bongkar dan muat. Sepanjang
periode 2000 – 2012 maka rata-rata bongkar adalah 44.333 ton
sementara untuk rata-rata muat adalah 76550 ton.

Tabel 3.6. Realisasi bongkar muat barang antar pulau melalui Pelabuhan
Teluk Nibung untuk periode tahun 2000-2012
Antar Pulau
Tahun
Bongkar Muat
2000 44,147 86,870
2001 30,937 78,409
2002 30,362 70,856
2003 28,898 69,249
2004 23,964 68,353
2005 22,567 45,119
2006 34,240 71,158
2007 30,181 60,933
2008 62,734 85,894
2009 45,340 95,289
2010 103,613 117,077
2011 63,740 75,623
2012 55,602 70,315

Gambar 3.8. Grafik bongkar muat barang antar pulau

78
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Karakteristik bongkar muat yang luktuatif juga dialami untuk barang


ekspor-impor. Hal tersebut diperlihatkan oleh data BPS Tanjungbalai
untuk periode 2000 – 2012 sebagaimana pada Tabel 3.7 untuk data
ekspor impor dan Gambar 3.10 untuk gra iknya. Seluruh asal barang
yang masuk ke Pelabuhan Tanjungbalai dan tujuan barang ekspor
adalah Pelabuhan Port Klang di Malaysia. Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa 2 tahun terakhir bobot ekspor memperlihatkan
trend menaik dan sebaliknya bobot ekspor, walaupun jika ditinjau dari
nilainya maka nilai ekspor masih lebih rendah dibanding nilai impor.

Tabel 3.7. Bobot dan nilai ekspor impor Kota Tanjungbalai melalui Pelabuhan
Teluk Nibung untuk periode tahun 2008-2012
Bobot Volume Nilai/Value
Tahun (Ton) (US$ 000000)
Ekspor Impor Ekspor Impor
2000 56,804 12,892 33.3 2.5
2001 67,230 7,406 16.2 1.5
2002 58,142 67,692 26.4 9.4
2003 46,546 17,775 22.5 6.7
2004 49,489 19,967 22.2 7.5
2005 40,310 57,192 18.0 14.1
2006 34,024 39,869 19.5 22.0
2007 29,542 30,188 18.3 21.8
2008 30,386 65,100 20.7 38.4
2009 24,602 46,981 13.3 17.9
2010 18,202 64,254 12.9 28.5
2011 24,337 54,153 24.8 33.7
2012 38,543 40,498 12.1 21.5

79
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Gambar 3.9. Grafik Bobot Ekspor Impor Kota Tanjungbalai Melalui


Pelabuhan Teluk Nibung Untuk Periode Tahun 2008-2012
80,000
Impor
70,000 Expor

60,000

50,000

40,000

30,000

20,000

10,000

-
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Informasi yang ditampilkan pada Tabel 3.11 tidak memperlihatkan jenis


komoditas dan darah asal penghasil ataupun daerah tujuan konsumen.
Penelusuran lebih lanjut terhadap data yang diperoleh melalui PT.
Pelindo I Cabang Tanjungbalai Asahan dan Kantor Pengawasan dan
Pelayanan (KPP) Bea dan Cukai Teluk Nibung memerinci jenis komoditas
ekspor serta daerah asal penghasil dan daerah tujuan konsumen. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.11 dan Tabel 3.12.

Tabel 3.8. 11 Komoditas Ekspor Utama Pelabuhan Tanjungbalai Periode


Tahun 2011-2013
Jumlah Barang (t/M3)
No. Jenis Komoditas Ekspor
2011 2012 2013
1 Ikan Segar 25,946 22,623 13,080
2 Udang 486 449 335
3 Hasil laut lain 11,873 14,123 3,676
4 Paha kodok 188 - 50
5 Sayur mayor 46,345 12,567 9,840
6 Jahe 1,145 1,418 4,229
7 Arang Tempurung 1,244 - -
8 Kepiting 2,726 1,824 1,286
9 Cabai 4,673 401 2,517
10 Barang lain 36,197 56,314 65,768
11 Hewan (kambing) 1,047 52
Sumber: PT. PELINDO I, Cabang Tanjungbalai Asahan
80
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Lanjutan Tabel.
No. Jenis Komoditas Wilayah Asal Pel. Tujuan Catatan
Ekspor
1 Ikan Segar Tanjungbalai P. Klang
2 Udang Tanjungbalai P. Klang
belacan (sampai ke
Hasil Thailand),
3 P. Klang
laut lain teripang, belacan, ikan
asin
4 Paha kodok P. Klang
Asahan;
5 Sayur mayor P. Klang
Karo (Berastagi)
6 Jahe Karo (Berastagi) P. Klang
Arang Asahan
7 P. Klang
Tempurung (Air Joman)
8 Kepiting Tanjungbalai P. Klang
9 Cabai Bandar Pulau P. Klang
(kulit manis, jeruk nipis,
10 Barang lain P. Klang
ubi jalar, kemiri)
Hewan
11 P. Klang
(kambing)
Sumber: PT. PELINDO I, Cabang Tanjungbalai Asahan

Gambar 3.10. Grafik ekspor utama melalui Pelabuhan Teluk Nibung


untuk periode tahun 2012-2013
180,000
2013
160,000
2012
2011
140,000

120,000

100,000

80,000

60,000

40,000

20,000

-
Ikan Segar Udang Hsl laut lain Paha kodok Sayur mayur Jahe Arang Tempurung Kepiting Cabai Barang lain Hewan (kambing)

81
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tabel 3.9. Empat Komoditas Ekspor Utama Pelabuhan Tanjungbalai


Periode Tahun 2010-2013
Komoditas Ekspor Rantai Pasok
Tahun Pengemasan
Mayoritas Daerah Asal Penghasil
2013 Jahe Segar carton Berastagi
Ikan Segar fiber Tanjungbalai, sibolga, medan
Ubi Jalar Segar carton Berastagi
Tunas Kol Segar kotak Berastagi
2012 Jahe Segar carton Berastagi
Ikan Segar fiber Tanjungbalai, sibolga, medan
Ubi Jalar Segar carton Berastagi
Tunas Kol Segar kotak Berastagi
2011 Jahe Segar carton Berastagi
Ikan Segar fiber Tanjungbalai, sibolga, medan
Ubi Jalar Segar carton Berastagi
Tunas Kol Segar kotak Berastagi
2010 Jahe Segar carton Berastagi
Ikan Segar fiber Tanjungbalai, sibolga, medan
Ubi Jalar Segar carton Berastagi
Tunas Kol Segar kotak Berastagi
Sumber: KPP Bea Cukai Teluk Nibung

Lanjutan Tabel.
Rantai Pasok
Komoditas Total nWaktu
Tahun Ekspor Pelabuhan Daerah Pengiriman
Mayoritas Tujuan (Hari)
Asal Tujuan Konsumen
2013 Jahe Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ikan Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ubi Jalar Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Tunas Kol Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
2012 Jahe Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ikan Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ubi Jalar Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Tunas Kol Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
2011 Jahe Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ikan Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ubi Jalar Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Tunas Kol Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam

82
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Rantai Pasok
Komoditas Total nWaktu
Tahun Ekspor Pelabuhan Daerah Pengiriman
Mayoritas Tujuan (Hari)
Asal Tujuan Konsumen
2010 Jahe Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ikan Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Ubi Jalar Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Tunas Kol Segar P. Klang Tanjung balai Port Klang 14 Jam
Sumber: KPP Bea Cukai Teluk Nibung

Dari kedua informasi tersebut (data PT. Pelindo I Cab. Tanjungbalai


Asahan Tabel 3.24 dan KPP BC Teluk Nibung, Tabel 3.10) diketahui
bahwa produk ekspor utama dari Pelabuhan Tanjungbalai adalah
ikan segar dan sayuran dengan daerah asal penghasil adalah Kota
Tanjungbalai, Kabupaten Karo dan Kabupaten Asahan. Adapun
pelabuhan tujuan adalah Pelabuhan Port Klang Malaysia dengan daerah
tujuan konsumen mayoritas Malaysia dan Singapura. Sementara untuk
daerah tujuan konsumen Thailand hanya produk belacan.
Lebih lanjut data yang diperoleh dari KKOP Tanjungbalai Asahan
memperlihatkan data realisasi bongkar muat barang pada bulan
April 2014 di Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjungbalai. Data tersebut
memperlihatkan aktivitas muat dengan tujuan ekspor berdasarkan
kapal pengangkut untuk setiap jenis komoditas dan tonasenya.

83
Tabel 3.10. Realisasi B/M Barang Bulan April 2014

84
Berangkat
Nama Perusahaan & Nama Tipe Ukuran Jenis
No. Kegiatan Ton
Kapal Kapal (GT) Tujuan Tanggal Muatan
1 PT Dewata Samudra Cargo 151 Port Klang 01/04/14 M Ikan segar 7.8
Agung Perkasa M Sayuran 29
KM Camar I M Rempah-rempah 8
M Hasil laut lain 2.7
M Lain-lain 0.5
2 PT Dewata Samudra Agung Cargo 344 Port Klang 03/04/14 M Ikan segar 9.5
Perkasa M Ikan asin 0.6
KM Camar PermaiI M Hasil laut lain 3.5
M Pert/Perk 21.0
M Rempah-rempah 0.4
M Lain-lain 17.5
3 PT Dewata Samudra Cargo 151 04/04/14 M Ikan segar 6.6
Agung Perkasa M Sayuran 35
KM Camar I M Rempah-rempah 24
M Hasil laut lain 5
M Lain-lain 2.7
4 PT Dewata Samudra Cargo 344 06/04/14 M Ikan segar 8.5
Agung Perkasa M Sayuran 35.0
KM Camar Permai M Rempah-rempah 48.0
M Buah-buahan 1.4
M Hasil laut lain 1.8
5 PT Dewata Samudra Cargo 151 08/04/14 M Ikan segar 3.2
Agung Perkasa M Sayuran 20
 KM Camar I M Rempah-rempah 14
M Hasil laut lain 9
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia
Berangkat
Nama Perusahaan & Nama Tipe Ukuran Jenis
No. Kegiatan Ton
Kapal Kapal (GT) Tujuan Tanggal Muatan
6 PT Dewata Samudra Cargo 344 10/04/14 M Ikan segar 8.6
Agung Perkasa M Ikan asin 0.8
 KM Camar Permai M Rempah-rempah 24.5
M Buah-buahan 21.3
M Lain-lain 13.0
7 PT Dewata Samudra Cargo 151 12/04/14 M Ikan segar 8.7
Agung Perkasa M Hasil laut lain 1
KM Camar I M Rempah-rempah 3
M Buah-buahan 13
M Lain-lain 34
8 PT Dewata Samudra Cargo 344 13/04/14 M Ikan segar 9.2
Agung Perkasa M Sayuran 27.0
KM Camar Permai M Rempah-rempah 12.0
M Buah-buahan 6.6
M Hasil laut lain 2.0
M Lain-lain 7.0
9 PT Dewata Samudra Cargo 344 15/04/14 M Ikan segar 6.5
Agung Perkasa M Sayuran 30.0
KM Camar Permai M Rempah-rempah 6.0
M Hasil laut lain 11.0
10 PT Dewata Samudra Cargo 344 17/04/14 M Ikan segar 8.2
Agung Perkasa M Hasil laut lain 13.3
KM Camar Permai M Rempah-rempah 26.0
M Buah-buahan 38.0
M Pert/Perk 7.5
M Lain-lain 8.3

85
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan
Berangkat

86
Nama Perusahaan & Nama Tipe Ukuran Jenis
No. Kegiatan Ton
Kapal Kapal (GT) Tujuan Tanggal Muatan
11 PT Dewata Samudra Cargo 151 18/04/14 M Ikan segar 6.2
Agung Perkasa M Ikan asin 1.7
KM Camar I M Hasil laut lain 1.7
M Buah-buahan 17.6
M Rempah-rempah 36
M Lain-lain 6.5
12 PT Dewata Samudra Cargo 344 20/04/14 M Ikan segar 7.8
Agung Perkasa M Hasil laut lain 3.0
KM Camar Permai M Sayuran 28.0
M Rempah-rempah 4.0
M Buah-buahan 1.0
M Lain-lain 4.0
13 PT Dewata Samudra Cargo 344 21/04/14 M Ikan segar 6.2
Agung Perkasa M Hasil laut lain 2.5
KM Camar Permai M Sayuran 22.0
M Rempah-rempah 2.0
M Lain-lain 2.7
14 PT Dewata Samudra Cargo 344 22/04/14 M Ikan segar 7.1
Agung Perkasa M Hasil laut lain 14.0
KM Camar Mulia M Sayuran 41.0
M Rempah-rempah 2.5
M Lain-lain 26.0
15 PT Dewata Samudra Cargo 344 24/04/14 M Ikan segar 8.6
Agung Perkasa M Hasil laut lain 1.3
KM Camar Mulia M Sayuran 52.0
M Rempah-rempah 39.0
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

M Lain-lain 6.0
Berangkat
Nama Perusahaan & Nama Tipe Ukuran Jenis
No. Kegiatan Ton
Kapal Kapal (GT) Tujuan Tanggal Muatan
16 PT Dewata Samudra Cargo 344 25/04/14 M Ikan segar 6.4
Agung Perkasa M Hasil laut lain 6.8
KM Camar Mulia M Sayuran 25.0
M Rempah-rempah 2.5
17 PT Dewata Samudra Cargo 344 27/04/14 M Ikan segar 10.6
Agung Perkasa M Hasil laut lain 2.0
KM Camar Mulia M Sayuran 49.0
M Rempah-rempah 3.6
M Buah-buahan 0.6
M Lain-lain 4.0
18 PT Dewata Samudra Cargo 344 28/04/14 M Ikan segar 8.5
Agung Perkasa M Hasil laut lain 14.7
KM Camar Mulia M Rempah-rempah 11.2
M Buah-buahan 26.4
M Lain-lain 19.0

Sumber: KKOP Tanjungbalai Asahan

87
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan
88
Gambar 3.11. Grafik muat ekspor Pelabuhan Teluk Nibung bulan April 2014

120.0
lain2 Perk
bah2an rmph2

100.0 syrn hsl.laut.ln


ikn.asin ikn.segar

80.0

60.0

40.0

20.0

0.0
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Sementara untuk komoditas impor, diketahui dari data KPP BC Teluk


Nibung untuk periode 2010-2013. Tabel 3.11 memperlihatkan 4
komoditas impor utama melalui pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai.
Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa komoditas utama
adalah produk industri dengan daerah asal penghasil adalah China
dan daerah tujuan konsumen adalah Kota Medan.

Tabel 3.11. Empat Komoditas Impor Utama Pelabuhan Tanjungbalai


Periode Tahun 2010-2013
Rantai Pasok
Komoditas
Tahun Pengemasan Daerah Asal
Impor
Penghasil
2013 Motorcycle part carton China
Hoseware carton China
Stationary carton China
Screw carton China
2012 Motorcycle part carton China
Hoseware carton China
Stationary carton China
Screw carton China
2011 Motorcycle part carton China
Hoseware carton China
Stationary carton China
Screw carton China
2010 Motorcycle part carton China
Hoseware carton China
Stationary carton China
Screw carton China
Sumber: KPPBC Teluk Nibung

Lanjutan Tabel.
Rantai Pasok
Total Waktu
Tahun Pelabuhan Pengiriman
Daerah Tujuan
Asal Tujuan Konsumen (Hari)
2013 P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam

89
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Rantai Pasok
Total Waktu
Tahun Pelabuhan Pengiriman
Daerah Tujuan
Asal Tujuan Konsumen (Hari)
2012 P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
2011 P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
2010 P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
P. Klang Tanjung balai Medan 14 Jam
Sumber: KPPBC Teluk Nibung

3) Arus Naik Turun Penumpang


Selain arus bongkar muat barang, Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai
juga melayani angkutan penumpang baik untuk angkutan domestic
(antar pulau) maupun internasional. Penelusuran informasi data arus
penumpang naik dan turun untuk angkutan luar negeri diperoleh
melalui data BPS Kota Tanjungbalai, PT. Pelindo I Cabang Tanjungbalai
Asahan dan KKP Bea Cukai Teluk Nibung. Berikut ini tabel arus
penumpang melalui Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai.

Tabel 3.12. Arus penumpang melalui Pelabuhan Teluk Nibung


Tanjungbalai
KKOP Imigrasi
Tahun Berangkat LN Datang (Orang() Berangkat (Orang)
Naik (Orang) WNI WNA Jumlah WNI WNA Jumlah
2003   24296 3762 28058 38137 3383 41520
2004   40342 3886 44228 35788 3317 39105
2005 72861 41544 4175 45719 6955 5773 12728
2006 46840 19922 3306 23228 59706 2976 62682
2007 76209 25317 4940 30257 86133 4510 90643

90
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

KKOP Imigrasi
Tahun Berangkat LN Datang (Orang() Berangkat (Orang)
Naik (Orang) WNI WNA Jumlah WNI WNA Jumlah
2008 88922 83457 5865 89322 10997 5512 115109
2009 98030 125707 4569 130276 155847 4980 160827
2010 121551 165082 5774 170856 202273 5693 207966
2011 103945 117021 5530 122551 144506 5299 149805
2012 100333 110397 - 110397 152481 - 152481
Sumber: BPS Kota Tanjungbalai: Tanjungbalai Dalam Angka 2003-2013

Gambar 3.12. Grafik naik turun penumpang luar negeri melalui


pelabuhan Teluk Nibung (data Imigrasi)

225,000

210,000
D_WNI
195,000
D_WNA
180,000
B_WNI
165,000
B_WNA
150,000

135,000

120,000

105,000

90,000

75,000

60,000

45,000

30,000

15,000

-
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

91
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Data tersebut memperlihatkan gra ik yang luktuatif dengan trend


pertumbuhan yang meningkat tinggi, khususnya untuk penumpang
WNI baik untuk keberangkatan maupun kedatangan. Sementara untuk
penumpang WNA relatif stabil. Berdasarkan data tersebut maka rata-
rata kedatangan penumpang WNI adalah sebanyak 75.309 orang/
tahun dan penumpang WNA sebanyak 4.181 orang/tahun. Adapun
rata-rata keberangkatan penumpang WNI adalah 99.142 orang/tahun
dan WNA sebanyak 4.144 orang/tahun.
Lebih lanjut data KPP BC Teluk Nibung pada Tabel 3.13
memperlihatkan data turis dari Kota Tanjungbalai keluar negeri
serta kota tujuannya dan dari luar negeri ke Kota Tanjungbalai serta
kota tujuannya. Dari Tabel 3.13 tersebut diketahui bahwa pengguna
Pelabuhan Teluk Nibung tidak hanya penduduk Kota Tanjungbalai,
namun juga Kabupaten Asahan, Kota Medan, Batubara dan Provinsi
Aceh

Tabel 3.13. Turis dari kota/luar kota Tanjungbalai


Tourist Year Manca Negara
    Jumlah Kota Asal/Tujuan
Dari Kota Ke 2013 90,705 Port Klang, Perak
Luar Kota 2012 147,216 Port Klang, Perak
(Outbound) 2011 127,348 Port Klang
Dari Luar 2013 96,675 Tanjungbalai, Asahan, Medan, Aceh, Batubara
Kota ke Kota 2012 122,631 Tanjungbalai, Asahan, Medan, Aceh
(Inbound) 2011 100,252 Tanjungbalai, Asahan, Medan, Aceh
Sumber: KPPBC Teluk Nibung

Lebih lanjut data yang diperoleh dari KKOP Tanjungbalai Asahan


memperlihatkan data realisasi turun naik penumpang pada bulan
April 2014 di Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjungbalai pada hari
keberangkatan kapal penumpang menuju Port Klang.

92
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

5. Hinterland Pelabuhan
Luas wilayah hinterland dari suatu pelabuhan, selain ditentukan oleh
ketersediaan jenis pelayanan pelabuhan dan jaraknya dari pelabuhan
tersebut, juga dipengaruhi oleh adanya interaksi dari pelabuhan lain yang
juga berada di sekitarnya.
Berdasarkan posisinya, hinterland utama Pelabuhan Teluk Nibung
Tanjungbalai meliputi Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Asahan. Lebih
jauh hinterland pelabuhan juga mencakupi kawasan Kabupaten Labuhan
batu dan kawasan bagian Selatan Provinsi Sumatera Utara terutama untuk
angkutan penyeberangan penumpang dan barang ke Malaysia melalui
Pelabuhan Klang. Melalui terminal tersebut angkutan penumpang dilayani
oleh trayek tetap kapal ferry.
Pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai menjadi pintu gerbang expor-
impor bagi kawasan hinterland-nya. Secara umum komoditas yang
dihasilkan dari hinterland-nya adalah hasil perkebunan, pertanian, dengan
komoditas andalan sayur mayur dan ikan segar

6. Pelabuhan di sekitar Pelabuhan Tanjung Balai


Pelabuhan umum yang di sekitarnya terdapat pelabuhan umum
lainnya akan saling mempengaruhi, hal ini berkaitan dengan cakupan
hinterland nya yang saling beririsan. Terkait dengan Pelabuhan Teluk
Nibung Tanjungbalai, pelabuhan lain yang akan berinteraksi dan saling
mempengaruhi terhadap kawasan hinterland nya adalah:
1) Pelabuhan Bagan Asahan (Jika Beroperasi)
Ditinjau dari sisi penyelenggaraan pelabuhan, maka Pelabuhan Bagan
Asahan berada dalam satu penyelenggaraan dengan Pelabuhan Teluk
Nibung Tanjungbalai yaitu oleh KKOP Tanjungbalai Asahan. Demikian
pula halnya dengan pengusahaannya secara komersil yaitu oleh PT.
Pelindo I Cabang.

93
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

2) Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara.


Selain karena keduanya berada di sisi Timur pantai Pulau Sumatera,
kedua pelabuhan tersebut relatif berdekatan, masih dalam satu
provinsi (Sumatera Utara), keduanya juga sama-sama dapat terhubung
dengan jaringan transportasi darat dengan kondisi akses yang relatif
sama.
3) Pelabuhan Belawan
Kota Medan. Akses jalan darat yang memadai. Potensi angkutan adalah
minyak sawit dan turunannya, bungkil, pupuk dan penumpang. Jalur
pelayanan adalah internasional dan antar pulau
4) Pelabuhan Bagansiapiapi
5) Pelabuhan Dumai

Gambar 3.13. Pelabuhan lain di sekitar Pelabuhan Teluk Nibung


Tanjungbalai

94
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

7. Kota Tanjungbalai
1) Letak Geograϐis
Secara geogra is Kota Tanjungbalai berada di Kawasan Pantai Timur
Sumatera Utara, berada pada koordinat 2058’00” lintang utara,
99048’00” bujur timur dengan ketinggian 0-3 meter dari permukaan
laut dan luas wilayah 6.052 Ha.
Keadaan permukaan Kota Tanjungbalai relatif datar. Tabel 3.14
memaparkan rata-rata ketinggian Kota Tanjungbalai per kecamatan,

Tabel 3.14. Ketinggian Wilayah dari Permukaan Laut menurut


Kecamatan
Kecamatan
Tinggi
(m)
1 Datuk Bandar 3
2 Datuk Bandar Timur 2
3 Tanjungbalai Selatan 2
4 Tanjungbalai Utara 2
5 Sei Tualang Raso 1,5
 6 Teluk Nibung 0-1
Sumber: TbDA, 2013

2) Wilayah Administratif
Secara administratif wilayah Kota Tanjungbalai dikelilingi oleh
Kabupaten Asahan, yaitu sebelah Utara dengan Kecamatan
Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, sebelah Selatan dengan Kecamatan
Simpang Empat, Kabupaten Asahan, sebelah Barat dengan Kecamatan
Simpang Empat, Kabupaten Asahan dan sebelah Timur dengan
Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan.
Kota Tanjungbalai sendiri terdiri dari 6 kecamatan (31 kelurahan
dan 177 lingkungan) yaitu Kecamatan Datuk Bandar, Datuk Bandar
Timur, Tanjungbalai Selatan, Tanjungbalai Utara, Sei Tualang Raso dan
Kecamatan Teluk Nibung.

95
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kota Tanjungbalai,


luas daerah terbesar adalah kecamatan Datuk Bandar dengan luas
2.249 ha atau 37,16% diikuti Kecamatan Datuk Bandar Timur dengan
luas 1.457 ha atau 24,07%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah
Kecamatan Tanjungbalai Utara dengan luas 84, ha atau 1,39% persen
dari total luas wilayah Kota Tanjungbalai. Untuk lebih jelasnya luas
setiap kecamatan, dapat dilihat pada Tabel 3.15.

Tabel 3.15. Luas wilayah kecamatan Kota Tanjungbalai


No Kecamatan Luas (ha) Rasio (%)
1 Datuk Bandar 2,249 37.16%
2 Datuk Bandar Timur 1,457 24.07%
3 Tanjungbalai Selatan 198 3.27%
4 Tanjungbalai Utara 84 1.39%
5 Sei Tualang Raso 809 13.37%
6 Teluk Nibung 1,255 20.74%
  Total 6,052 100.00%

3) Iklim dan Curah Hujan


Seperti daerah-daerah lain yang berada di kawasan Provinsi Sumatera
Utara, Kota Tanjungbalai termasuk daerah beriklim tropis yang
memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim
kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan banyaknya hari
hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim.

Tabel 3.16. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan per Bulan Selama
Setahun Tahun 2012
Hari Hujan
Bulan Curah Hujan
(MM)
1 Januari 7 50
2 Februari 7 60
3 Maret 12 171
4 April 13 124
5 Mei 9 86
6 Juni 6 68
7 Juli 11 192

96
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

8 Agustus 7 207
9 September 9 126
10 Oktober 14 195
11 November 13 193
 12 Desember 14 265
Tahun 2012 122 1 745
Sumber: TbDA, 2013

4) Penduduk
Jumlah penduduk Kota Tanjungbalai berdasarkan proyeksi pada tahun
2012 adalah sebanyak 157,175 jiwa. Dengan luas wilayah mencapai
60,52 km2 maka kepadatan penduduk Kota Tanjungbalai adalah 2,597
jiwa per km2.

Tabel 3.17. Data penduduk Kota Tanjungbalai


Tahun Penduduk Keterangan
2006 132,438 Data tahun 2000
2007 132,438 Proyeksi
2008 132,438 Proyeksi
2009 132,438 Proyeksi
2010 154,445 Data tahun 2010
2011 155,889 Proyeksi
2012 157,175 Proyeksi
Sumber:TbDA, berbagai tahun

Tabel 3.18. Data Penduduk Per Kecamatan Dan Kepadatan nya


Luas Penduduk Kepadatan
No Kecamatan
(km2) Jiwa (jiwa/km2)
1 Datuk Bandar 22.49 34,394 1,529
2 Datuk Bandar Timur 14.57 27,417 1,882
3 Tanjungbalai Selatan 1.98 19,673 9,936
4 Tanjungbalai Utara 0.84 16,143 19,218
5 Sei Tualang Raso 8.09 23,113 2,857
6 Teluk Nibung 12.55 36,435 2,903
Total 60.52 157,175 2,597
Sumber:TbDA,2013

97
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Pada tahun 2012, rata-rata persebaran penduduk paling tinggi di


Kota Tanjungbalai terdapat di Kecamatan Teluk Nibung yaitu 23,18%.
Sedangkan kecamatan yang paling rendah tingkat persebaran
penduduknya adalah Kecamatan Tanjungbalai Utara yaitu 10,27%.

Tabel 3.19. Data Sebaran Penduduk Per Kecamatan 2012


Sebaran Penduduk
No Kecamatan
2012 2011
1 Datuk Bandar 21.88% 21.87%
2 Datuk Bandar Timur 17.44% 17.44%
3 Tanjungbalai Selatan 12.52% 12.57%
4 Tanjungbalai Utara 10.27% 10.28%
5 Sei Tualang Raso 14.71% 14.69%
6 Teluk Nibung 23.18% 23.14%
Total 100% 100%
Sumber: Hasil perhitungan

Laju pertumbuhan penduduk Kota Tanjungbalai tahun 2012


dibandingkan dengan Tahun 2011 adalah sebesar 0,82 persen.
Berdasarkan pada Tabel 3.20 pertumbuhan penduduk tertinggi ada
Kecamatan Teluk Nibung sebesar 0,99% dan terendah di Kecamatan
Tanjungbalai Selatan sebesar 0,41%

Tabel 3.20. Data Penduduk Per Kecamatan Dan Kepadatan nya


Penduduk Pertumbuhan
No Kecamatan
2012 2011 (%)
1 Datuk Bandar 34,394 34,098 0.87%
2 Datuk Bandar Timur 27,417 27,189 0.84%
3 Tanjungbalai Selatan 19,673 19,592 0.41%
4 Tanjungbalai Utara 16,143 16,031 0.70%
5 Sei Tualang Raso 23,113 22,900 0.93%
6 Teluk Nibung 36,435 36,079 0.99%
Total 157,175 155,889 0.82%
Sumber: Hasil perhitungan

98
Gambar 3.14. Peta Geografi Dan Wilayah Administratif Kota Tanjungbalai

99
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

5) Perekonomian
Untuk memantau kondisi perekonomian dan perbaikan perekonomian
suatu daerah maka penggunaan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dan laju pertumbuhan PDRB sebagai indikator kinerja
perekonomian daerah dapat digunakan. Produk Domestik Regional
Bruto adalah suatu indikator makro yang menggambarkan kondisi
ekonomi di suatu wilayah pada satuan tertentu. PDRB atas dasar
harga tetap atau konstan pada tahun tertentu bertujuan untuk melihat
perkembangan PDRB dari tahun ke tahun, dan laju perekonomian
secara riil yang menunjukkan kenaikan/penurunanya yang tidak
dipengaruhi oleh adanya perubahan harga (tanpa in lasi).

6) PDRB dan Laju Pertumbuhan


PDRB Kota Tanjungbalai Tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai
3,692 triliun rupiah. Sementara menurut harga konstan tahun 2000 PDRB
Kota Tanjungbalai mencapai 1,537 triliun rupiah. Laju pertumbuhan
PDRB atas dasar harga konstan atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi
di Kota Tanjungbalai Tahun 2012 adalah 4,99 persen.

Gambar 3.15. Grafik PDRB harga berlaku dan harga konstan tahun
2000

Sumber: BPS Tanjungbalai: TbDA berbagai tahun, diolah


100
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Berdasarkan pada Gambar 3.16 dapat dilihat bahwa PDRB atas


harga konstan tahun 2000 memperlihatkan trend yang terus menaik.
Gambar 3.19 memperlihatkan gra ik laju pertumbuhan PDRB atas
harga konstan tahun 2000 untuk periode 2006 – 2012. Untuk periode
tahun 2011-2012 peningkatan laju pertumbuhan mencapai 4.98%.

Gambar 3.16. Laju pertumbuhan perekonomian

6%

4.98%
5%

4.75% 4.86%
4.01% 4.00%
4% 4.31%

3%
2006 - 2007 2007 - 2008 2008 - 2009 2009 - 2010 2010 - 2011 2011 - 2012

Sumber: BPS Tanjungbalai: TbDA berbagai tahun, diolah

7) Distribusi Presentase Lapangan Usaha Terhadap PDRB Kota


Tanjungbalai
Salah satu indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan
struktur ekonomi suatu wilayah, yaitu untuk mengetahui kontribusi
masing-masing sektor ekonomi/lapangan usaha adalah distribusi
persentase sektoral/lapangan usahanya. Distribusi persentase ini
dengan cara membagi nilai PDRB masing-masing sektor/lapangan
usaha tersebut dengan nilai total Produk Domestik Regional
Brutonya. Semakin besar persentase dari suatu sektor/lapangan
usaha menunjukkan semakin besar peranan sektor/lapangan usaha
tersebut demikian juga sebaliknya.Dengan demikian indikator ini
menggambarkan kontribusi nilai tambah masing-masing sektor/

101
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

lapangan usaha dalam pembentukan PDRBnya, sehingga akan terlihat


sektor ekonomi/lapangan usaha mana yang memiliki potensi dan
berperan dalam mendorong perkembangan ekonomi suatu daerah.
Dengan demikian struktur perekonomian daerah sangat dipengaruhi
oleh kemampuan setiap sektor/lapangan usaha dalam menciptakan
nilai tambah dalam memproduksi barang maupun jasa bagi Produk
Domestik Regional Bruto.
Pada tahun 2012 distribusi persentase masing-masing sektor
ekonomi/lapangan usaha usaha dalam pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000 Kota
Tanjungbalai, masih didominasi oleh beberapa sektor/lapangan
usaha tertentu saja, yaitu: Perdagangan, Hotel dan Restoran (22.60%);
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan (21.21%); Industri
Pengolahan (17.29%); dan Jasa-Jasa (13.33%). Sektor-sektor tersebut
memiliki peranan yang penting dalam mendorong perekonomian
Kota Tanjungbalai. Selanjutnya secara berturut-turut memberikan
kontribusibagi perekonomian Kota Tanjungbalai adalah Bangunan
(8.32%); Pengangkutan dan Komunikasi (8.20%); Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan (5.46%); Pertambangan dan
Penggalian (2.99%); serta Listrik, Gas dan Air Bersih 0.60%. Tabel
3.21dan Tabel 3.22 memperlihatkan secara lengkap kontribusi setiap
lapangan usaha untuk periode tahun 2006 – 2012.

102
Tabel 3.21. Distribusi Persentase PDRB, Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%), 2006-2012

LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012


1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 23.46% 23.23% 23.12% 22.45% 21.89% 21.56% 21.21%
2. Pertambangan dan Penggalian 2.00% 2.21% 2.39% 2.60% 2.82% 2.89% 2.99%
3. Industri Pengolahan 21.15% 20.21% 19.14% 18.46% 18.10% 17.69% 17.29%
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.55% 0.54% 0.54% 0.55% 0.57% 0.59% 0.60%
5. Bangunan 7.63% 7.90% 8.07% 8.23% 8.44% 8.45% 8.32%
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 20.81% 20.88% 21.21% 21.66% 21.74% 22.04% 22.60%
7. Pengangkutan dan Komunikasi 7.59% 7.74% 7.88% 8.09% 8.28% 8.36% 8.20%
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.47% 4.84% 5.05% 5.24% 5.23% 5.33% 5.46%
9. Jasa-Jasa 12.35% 12.44% 12.58% 12.73% 12.92% 13.08% 13.33%
PDRB 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Tabel 3.22. Distribusi Persentase PDRB, Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (%), 2006-2012
LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 20.38% 19.65% 20.73% 20.78% 19.90% 19.61% 19.24%
2. Pertambangan dan Penggalian 2.10% 2.33% 2.46% 2.57% 2.78% 2.80% 2.89%
3. Industri Pengolahan 23.02% 22.27% 22.14% 21.58% 20.86% 20.18% 19.54%
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.76% 0.76% 0.76% 0.77% 0.80% 0.83% 0.83%
5. Bangunan 11.59% 13.45% 10.29% 10.32% 10.44% 10.33% 11.10%
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 20.07% 19.76% 21.49% 21.53% 22.18% 22.52% 22.57%
7. Pengangkutan dan Komunikasi 7.29% 7.25% 7.38% 7.25% 7.15% 7.14% 6.91%
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4.27% 4.46% 4.78% 5.21% 5.25% 5.37% 5.48%
9. Jasa-Jasa 10.51% 10.06% 9.98% 9.97% 10.63% 11.23% 11.44%
PDRB 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

103
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

8) Jaringan Transportasi Kota Tanjungbalai


a) Jaringan Jalan
Berdasarkan data BPS (2013), sampai dengan 2012 total panjang jalan yang
ada di Kota Tanjungbalai adalah 326,27 km. Di mana 96,38 km di antaranya
sudah berjenis permukaan hot mix dan 209,15 km sudah terkondisi baik.
Hanya 5,89 km jalan di Kota Tanjungbalai yang rusak berat.

Tabel 3.23. Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan di Kota Tanjungbalai


(km), 2008 – 2012
Kondisi Permukaan 2008 2009 2010 2011 2012
Baik 142.20 161.97 151.79 190.25 209.15
Sedang 115.75 111.67 84.68 73.28 90.73
Rusak 15.35 11.74 52.09 39.39 20.50
Rusak Berat 7.59 4.72 7.29 5.89 5.89
Total 280.89 290.10 295.85 308.82 326.27

Tabel 3.24. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan di Kota


Tanjungbalai (km), 2008 – 2012
Jenis Permukaan 2008 2009 2010 2011 2012
Diaspal 58.20 58.65 62.64 65.45 72.34
Hot mix 83.32 88.53 89.95 92.89 96.38
Batu 31.32 30.56 35.31 29.56 22.67
Beton 44.56 50.97 51.12 56.98 69.99
Kerikil 19.75 21.71 23.81 39.48 46.62
Tanah 43.74 39.68 33.02 24.46 18.27
Total 280.89 290.10 295.85 308.82 326.27

Tabel 3.25. Panjang Jalan Menurut Kelas Jalan di Kota Tanjungbalai (km),
2008 – 2012
Kelas Jalan 2008 2009 2010 2011 2012
Kelas I 0 0 0 0 0
Kelas II 0 0 0 0 0
Kelas III 17 17 17 20.48 15.24
Kelas IIIA 60.9 63.02 63.34 68.26 63.05
Kelas IIIB 40.99 42.41 43.27 46.08 52.97
Kelas IIIC 70.84 72.04 72.28 69.16 86.74
Kelas tidak dirinci 91.16 95.63 99.96 104.84 108.27
Total 280.89 290.1 295.85 308.82 326.27

104
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Berikut dipaparkan gambar situasi pelayanan jaringan jalan Kota


Tanjungbalai.
(1) Jaringan jalan ke Pelabuhan Teluk Nibung

Gambar 3.17. Situasi Jalan Menuju Pelabuhan Tl. Nibung

(2) Jaringan jalan dalam kota

Gambar 3.18. Situasi Jalan Dalam Kota Tj. Balai

b) Kereta Api
Kota Tanjungbalai merupakan salah satu kota di wilayah Sumatera
Utara yang memiliki jaringan pelayanan kereta api dan merupakan
salah satu moda alternatif selain moda jalan, laut dan sungai yang
beroperasi di Kota Tanjungbalai. Jaringan kereta api yang menuju kota

105
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tanjungbalai merupakan lintasan cabang jaringan pelayanan Kisaran


– Tanjungbalai dari lintasan pelayanan utama Medan-Kisaran. Tabel
berikut menjelaskan pergerakan jumlah penumpang kereta api Kota
Tanjungbalai pada tahun 2012 per bulannya.

Tabel 3.26. Banyaknya Penumpang Kereta Api dan Nilai Karcis tiap Bulan
di Kota Tanjungbalai, 2012

Bulan Penumpang (orang) Nilai Karcis (Rp.)

Januari 38.763 542.682.000


Februari 23.285 325.990.000
Maret 25.564 357.896.000
April 24.317 340.438.000
Mei 22.096 309.344.000
Juni 18.685 261.590.000
Juli 21.447 300.258.000
Agustus 20.850 291.900.000
September 16.820 235.480.000
Oktober 16.188 226.632.000
November 11.318 158.452.000
Desember 17.737 248.318.000
Jumlah 257.070 3.598.980.000

8. Wawancara
Wawancara dilakukan dalam upaya menggali informasi yang lebih
dalam dan luas serta mendapat sudut pandang dari stakeholder terkait.
Dalam kesempatan ini wawancara di Kota Tanjungbalai dilakukan kepada
Wakil Walikota Tanjungbalai; Pejabat BAPPEDA Kota Tanjungbalai;
Pimpinan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai, dan Pimpinan PT. Pelabuhan
Indonesia I (Persero) Cabang Tanjungbalai Asahan

106
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

1) Wakil Walikota Tanjungbalai


a) Keberadaan dan eksistensi pelabuhan Teluk Nibung Tanjungbalai
sangat penting artinya bagi Kota Tanjungbalai (Pemerintah Kota
dan masyarakat).
b) PEMKO Tanjungbalai berupaya mendorong peningkatan kapasitas
dan membangun unsur pendukung keberadaan Pelabuhan Teluk
Nibung Tanjungbalai
(1) Memasukkan perencanaan pengembangan pelabuhan dalam
RT/RW Kota Tanjungbalai
(2) Melakukan studi Kajian Keamanan dan Keandalan Pelabuhan
dan Bangunan Pantai (BPPT, 2013)
(3) Pengembangan Kawasan Industri: Kawasan Industri
Tanjungbalai (KITAB)
(4) Pengusulan peningkatan status Jalan Lingkar Utara menjadi
Jalan Nasional

• RT/RW:
• Rencana Angkutan Sungai dan Penyeberangan: Kawasan Pelabuhan

107
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

• Rencana Pengembangan Alur Pelayaran Dua Arah

108
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

• Rencana Pengembangan Pelabuhan Teluk Nibung

• BPPT, 2013. Kajian Keamanan dan Keandalan Pelabuhan dan


Bangunan Pantai

109
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

• Kawasan Industri: Kawasan Industri Tanjungbalai (KITAB)


K A W A S A N IN D U S T R I

Kp. KOGEM
K EC . TA N JU N G B A LA I
KAB. ASAHAN
T A N JU N G B A L A I
PENG O LAHAN PENG O LAHAN PEN G O LAHAN PENG O LAHAN PERGUD ANGAN B PER GUDANGAN B PERGUD ANGAN B PERGUD ANGAN B
IN D U S T R I IN D U S T R I IN D U S T R I IN D U S T R I
BERAT BERAT BER AT BERAT IP A L

PENG O LAHAN PEN G O LAHAN PENG O LAHAN PERGUD ANGAN B PERGUD ANGAN B PERGUD ANGAN B PERGUD ANGAN B
IN D U S T R I IN D U S T R I IN D U S T R I
BERAT BER AT BERAT

PEN G O LAHAN
PEN G O LAHAN
IN D U S T R I
IN D U S T R I
R IN G A N
R IN G A N

PEN G O LAHAN
IN D U S T R I
R IN G A N

PER GUDAN GAN A

PEN G O LAHAN
IN D U S T R I
R IN G A N

PEN G O LAHAN
IN D U S T R I
R IN G A N RUKO

PD AM
PEN G O LAHAN PLN
IN D U S T R I
R IN G A N

SUPERM ARKET

TAM AN KOTA
RU KO

R U S U N /F L A T
RUKO

B R IM O B /K O D A M
S.Unc u Unus

K p .S u ng a i R a ja
L in g ku n ga n V

K E L. S . R A J A
K E C. S . TU ALA NG RAS O
S .A
na
k
R
a ja
S.Anak Raja

110
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

• Peningkatan Status Jalan Lingkar Utara Menjadi Jalan


Nasional

2) General Manajer PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjungbalai


Asahan
a) PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjungbalai Asahan
merupakan operator pelabuhan umum di Pelabuhan Teluk
Nibung Tanjungbalai dan Pelabuhan Bagan Asahan
b) PT Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjungbalai Asahan berkantor
di Kota Tanjungbalai

111
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

c) Secara umum fasilitas yang ada adalah memadai dan dapat


mendukung pelayanan
d) Permasalahan adalah pada sedimentasi di alur sungai (alur
sungai menjadi dangkal) yang perlu pengerukan agar kapal
penyeberangan dengan GT yang layak dapat dilayani.

B. PELABUHAN LHOKSEUMAWE NANGGRO ACEH


DARUSALAM

1. Pendahuluan
Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe terletak di pantai
Timur Provinsi Aceh Nanggroee Darussalam, tepatnya lokasi Pelabuhan
berada pada jarak ± 20 km dari Kota Lhokseumawe. Secara administrasi
kawasannya berada di Kelurahan Krueng Geukueh dan Tambon Baroh
Kecamatan Dewantara. Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe
yang masih di bawah pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) yang
letaknya berada di pusat kota. Berdasarkan koordinat geogra is, pelabuhan
ini berada pada posisi 05° 10’ 00” LU dan 97° 02’ 00” BT dengan Daerah
Lingkungan Kerja (DLKR) daratan seluas ± 38 Ha, DLKR perairan 10.941
Ha. Dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) perairan seluas 9.035 Ha.
Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe, mempunyai luas
kolam lebih kurang 900.000 m2 (90 Ha) dengan kedalaman -10 LWS. Hal
ini sangat memadai untuk melayani kegiatan kapal-kapal berbobot besar
yang selama ini masuk ke dermaga antara lain dari PT. Arun LNG, PT. Asean
Fertilizer, PT. Pupuk Iskandar Muda dan PT. KKA (Pabrik kertas).

112
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Gambar 3.24. Situasi Pelabuhan Krueng Geukeuh, Lhokseumawe

Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe terletak di


Kelurahan Krueng Geukueh dan Tambon Baroh Kecamatan Dewantara.
Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 2 Tahun 1998 bahwa
area pelabuhan mempunyai:luas daratan 38 Ha dengan status sebagai
Hak Pengelolaan (HPL). Luas Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) perairan
pelabuhan ini adalah 10.941 Ha, sedang Daerah Lingkungan Kepentingan
(DLKP) perairan pelabuhan adalah 9.305 Ha.

2. Kondisi Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe saat


ini
a. Kondisi Hidro-Oseanograϐi
1) Hidrogra i
Dari keadaan geologis nya pada umumnya tanah di kawasan
pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe terdiri dari
endapan aluvial yang mengandung pasir atau lanau ke-lempung-
an.
2) Pasang Surut
Waktu totok : GMT + 07.00
Sifat pasut : Campuran, condong ke harian ganda

113
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tunggang air rata-rata pada pasang purnama/perbani adalah


145 cm, pada pasang mati = 45 cm. Muka surutan (Zo) adalah
100 cm di bawah DT.
b. Arus dan Gelombang Laut
Laut di lepas pantai pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe
relatif tenang dibandingkan dengan laut lainnya di daerah yang
beriklim sedang. Arus laut didominasi oleh arus pasang yang mengalir
sejajar pantai dari arah Timur dengan kecepatan arus maksimum
dapat mencapai 0,30 m/det.

3. Potensi Hinterland Pelabuhan


Hinterland pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe meliputi
wilayah Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Berbagai komoditas utama
yang dominan diangkut melalui pelabuhan ini sejak tahun 1994 saat ini
berasal dari sektor-sektor berikut yaitu LNG, condensate, pupuk, amonia,
kertas dan betel nuts. Dengan sektor migas sebagai sektor terbesar yang diekspor
oleh PT Arun.
Lokasi pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe yang berada di
transportasi lintas Timur dan menghadap ke Selat Malaka yang mana
berpotensi untuk melayani produksi komoditas utama di hinterland-
nya migas. Lebih jelasnya potensi Hinterland Pelabuhan Krueng Geukeuh
Lhokseumawe dapat dilihat pada tabel berikut.

114
Tabel 3.29. Potensi Hinterland Pelabuhan Umum Krueng Geukeuh Lhokseumawe

Trafik Barang Sektor Pertambangan Sektor Pertanian Perdagangan


Total Panjang
Penduduk PDRB HB Tanaman
(Ton/ Bongkar Muat Jalan
Tahun (Orang) (Rp. ‘000) Migas (Rp. Penggalian Perikanan Bahan
m3) (Ton/ (Ton/ Ekspor (US$) Impor (US$) (km)
‘000) (Rp. ‘000) (Rp. ‘000) Makanan
m3) m3)
(Rp. ‘000)
Y Y1 Y2 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

2003 354,376 148,877 2,984 477,745 13,700,770 11,584,895 23,401 126,950 290,323 1,700,557,279 7,910,077,644 1,381

2004 347,427 136,747 2,740 493,251 14,815,562 12,005,691 37,548 424,466 451,412 3,379,469,493 6,938,664,600 1,105

2005 240,615 125,606 2,516 493,670 10,371,246 7,298,547 39,227 454,380 520,714 3,230,597,900 4,659,892,887 1,656

2006 457,58 137,839 233 502,288 11,411,487 8,057,243 41,581 485,119 562,646 3,173,115,900 1,276,894,012 1,850

2007 212,968 91,435 579 515,974 11,069,116 7,388,154 44,215 527,928 605,621 2,756,319,772 1,899,859,064 2,558

2008 241,595 87,423 2,257 526,293 10,626,351 6,797,101 52,616 865,802 738,857 3,307,853,726 1,633,878,795 3,198

2009 272,709 81,47 5,109 536,819 10,201,297 6,253,333 62,613 1,419,916 901,406 3,969,100,471 1,405,135,764 3,998

2010 260,983 23 5,588 547,352 9,711,635 5,640,506 73,774 2,123,412 1,088,747 4,571,326,387 1,053,851,823 4,773

Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012


BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

115
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

4. Terminal Khusus (TERSUS) Pelabuhan Umum Krueng Geukeuh


Lhokseumawe
Di samping pelabuhan yang diusahakan, ada terminal khusus yang
beroperasi di sekitar pelabuhan umum Krueng Geukeuh Lhokseumawe
yang mempunyai kegiatan cukup penting.

Tabel 3.30. Terminal Khusus di Sekitar Pelabuhan Umum Krueng Geukeuh


Lhokseumawe
Nama Operator
No Jenis/Bidang Usaha Status
Tersusu/Pelsus
1 Single Point Mooring (SPM) Minyak condensate Pelsus/Tersus
2 Multi Bouy Mooring (MBM) Minyak condensate Pelsus/Tersus
Naftah
3 LPG Gas Pelsus/Tersus
4 East Cargo Dock Alat proyek Pelsus/Tersus
5 West cargo Alat proyek Pelsus/Tersus
6 Dermaga LNG I Gas Pelsus/Tersus
7 Dermaga LNG II Gas Pelsus/Tersus
II Pertamina Depot Hagu BBM Tersus
III PT. Pupuk Iskandar Muda a. Pupuk in bulk Tersus
b. Pupuk in bags Tersus
Sumber: Rencana Induk Pelabuhan Lhokseumawe, 2009

5. Fasilitas Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe


Pelabuhan laut Krueng Geukueh merupakan pelabuhan yang memiliki
status sebagai pelabuhan umum, pada saat ini pelabuhan laut Krueng
Geukeuh telah memiliki kelengkapan fasilitas pelabuhan. Tetapi masih
sangat terbatas untuk mengimbangi kegiatan ekspor - impor yang akan
dilakukan melalui terminal ini, adapun ketersediaan fasilitas-fasilitas
tersebut adalah:

116
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Tabel 3.31. Fasilitas Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe


No. Uraian Ukuran Dimensi Satuan Jumlah Unit
A. Alur dan Kolam
1 Alur 4030 x 250 m 100.75 Ha
2 Kolam 1,100,000 m2

B. Dermaga Di Krueng Geukuen


1 Serba Guna 267.5 x 25 m 6,687.3 m2 1 Unit
2 Dolphin/Curah Kering 1 Unit
3 Dolphin Curah Air/Kering 1 Unit
4 Ro-Ro 165 m2 1 Unit

C. Lapangan Penumpukan
1 Lapangan Penumpukan Terbuka 25,158 m2

D. Terminal Penumpang
1 Dalam negeri 290 m2 1 Unit

E. Gudang
1 Gudang 01 40 x 50 m 2,000 m2 1 Unit
2 Gudang 02 30 x20 m 600 m2 1 Unit
3 Raphole (Gudang Terpal) 32 x 10 m 1,280 m2 4 Unit
4 Raphole (Gudang Terpal) 24 x 10 m 240 m2 1 Unit
E. Peralatan
1 Peralatan Apung
a. Kapal Tunda 2 x 1,200 HP 1 Unit
b. Kapal Pandu 2 x 135 HP 1 Unit
c. Kapal Pandu 2 x 125 HP 1 Unit
d. Kapal Kepil 105 HP 1 Unit

2 Peralatan Darat
a. Reacstacker 45 Ton 1 Unit
b. Mobil Crane 45 Ton 1 Unit
c. Mobil Crane 25 Ton 1 Unit
d. Forklift 7 Ton 1 Unit
e. Forklift 5 Ton 2 Unit
f. Forklift 3 Ton 1 Unit

G. Listrik Dan Air Minum


1 Listrik PLN 155.5 KVA
2 Air Bersih 15 Ton/h
Sumber: PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pelabuhan Umum Krueng Geukeuh
Lhokseumawe, 2012
117
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

6. Realisasi Arus Barang, Kunjungan Kapal dan Penumpang


a. Traϐik Barang
Tra ik barang adalah merupakan salah satu indikator kemajuan
pelabuhan. Dengan pengertian semakin banyak fasilitas yang tersedia
termasuk alat bongkar muat barang di pelabuhan dan kedalaman
pelabuhan yang memenuhi standar kapal, maka hal ini adalah
merupakan daya tarik pelabuhan itu sendiri. Traf ic barang di dermaga
umum setiap tahun relatif banyak. Untuk lebih jelasnya traf ic barang
dapat dilihat masing-masing pada tabel berikut.

Tabel 3.32. Trafik Barang di Dermaga Umum + TERSUS + PELSUS Tahun


2007-2011

Uraian 2007 2008 2009 2010 2011


Ekspor 5,401,469 4,439,703 3,211,0381 42,603,236 56,524,888
Impor 121,533 151,915 139,840 125,951 113,442
Ap Muat 53,492 105,586 160,670 165,342 170,151
Ap Bongkar 252,554 193,120 173,734 154,011 136,526
Total 5,829,048 4,890,324 3,685,282 43,048,540 56,945,007
Sumber: ADPEL Lhokseumawe, 2012

Tabel 3.33. Barang di Dermaga Umum + Ex. AAF Tahun 2005-2011


Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
Ekspor - - - -
Impor 121,533 151,915 139,840 125,951 113,442
Ap Muat - 2,257 3,832 4,257 4,729
Ap Bongkar 91,435 87,423 60,860 50,776 42,364
Total 212.968 241,595 204,532 180,985 160,535
Sumber: ADPEL Lhokseumawe, 2012

Tabel 3.34. Trafik Barang di TERSUS Tahun 2005-2011


Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
Ekspor 5,401,469 4,439,703 3,211,038 2,395,756 1,787,474
Impor
Ap Muat 53,492 103,329 156,838 161,140 165,560
Ap Bongkar 16.1,119 105,697 112,874 104,148 96,096
Total 5,616,080 4,648,729 3,480,750 2,661,044 2,049,130
Sumber: ADPEL Lhokseumawe, 2012

118
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Tabel 3.35. Perkembangan Bongkar Muat Barang Di Pelabuhan


Lhokseumawe (2007-2011)
Tahun
No Uraian
2007 2008 2009 2010 2011
1 Dalam
Negeri (Ton)
a. Bongkar 313,179 259,954 324,338 398,826 598,616
b. Muat 48,409 105,586 227,044 515,477 318,747
Total 361588 365540 551382 914303 917363
2 Luar Negeri
(Ton)
a. Impor 154,410 151,915 217,194 234,163 137,529
b. Ekspor 6,560,243 4,439,703 5,318,385 4,793,446 2,856,237
Total 6714653 4591618 5535579 5027609 2993766
Total Keseluruhan 7,076,241 4,957,158 6,086,961 5,941,912 3,911,129
Sumber: PT. Pelindo I (Persero) Cabang Pelabuhan Lhokseumawe, 2012

b. Traϐik Kapal
Data kunjungan kapal di pelabuhan Lhokseumawe tahun 2007-2011
dapat dilihat pada Tabel 3.36 berikut:

Tabel 3.36. Perkembangan Kunjungan Kapal Barang di Pelabuhan


Lhokseumawe
Tahun
No Uraian
2007 2008 2009 2010 2011
1 Kunjungan Kapal
Barang (Call)
a. Berbendera Indonesia 101 93 96 106 89
b. Berbendera Asing 217 227 225 215 211
Total 318 320 321 321 300
2 Isi Kotor
a. Berbendera Indonesia 2694485 3317296 3292605 3309322 3008219
b. Berbendera Asing 2570586 3152011 3088109 3075802 2804038
Total 5265071 6469307 6380714 6385124 5812257
Sumber: PT. Pelindo I (Persero) Cabang Pelabuhan Lhokseumawe, 2012

119
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

7. Proyeksi Arus Transportasi Laut


Pergerakan kapal dengan arus barang dapat ditunjukkan dengan
perkembangan potensi daerah (sosio-ekonomi) sesuai dengan
peruntukannya. Maka dengan perkembangan tersebut diperoleh hasil faktor
yang dominan dalam pergerakan tra ik pelabuhan dengan menggunakan
analisa regresi multi linier antara tra ik dan sosio ekonomi daerah.
Hasil analisa dihitung dengan beberapa trial dan mendapatkan hasil
sesuai dengan syarat-syarat yang dipenuhi dalam statistikal, bagian dari
trial tersebut diperlihatkan di bawah ini.
Tra ik dan proyeksi masa yang akan datang (2012 - 2030) didapatkan
sesuai dengan kondisi pelabuhan saat ini:
a) Arus barang (terminal umum dan khusus)
b) Arus penumpang (terminal umum dan khusus)
c) Arus kunjungan kapal (Call/GRT)
d) Arus peti kemas

Melihat perkembangan arus barang, penumpang dan kunjungan


kapal sesuai dengan time series data existing pelabuhan umum Krueng
Geukueh Lhokseumawe didapat laju pertumbuhan:
a) Arus barang terminal umum + Tersus + Pelsus -17,95% dan terminal
khusus 17,95% serta umum + Ex.AAF 1,80% (terjadi pada ekspor dan
impor, AP Muat dan AP Bongkar) .
b) Arus Kunjungan Kapal Umum + Tersus + Pelsus -18,8% dan Terminal
Khusus -19,8% serta Umum + Ex.AAF 6,36% (luar negeri dan dalam
negeri).

120
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Tabel 3.37. Proyeksi Trafik Arus Bongkar Muat Barang Dermaga Umum +
Tersus Tahun 2012-2030 (Ton)

Tahun Ekspor Impor AP Muat AP Bongkar


2012 2,261,018 241,585 136,390 210,266
2013 1,827,584 263,372 141,965 203,613
2014 1,477,239 287,124 147,810 197,152
2015 1,194,054 313,018 153,873 190,896
2016 965,156 341,248 160,185 184,839
2017 780,137 372,023 166,757 178,973
2018 630,585 405,573 173,597 173,294
2019 509,703 442,150 180,719 167,795
2020 411,994 482,025 188,132 162,471
2021 333,015 525,496 195,850 157,315
2022 269,177 572,887 203,884 152,323
2023 217,576 624,553 212,248 147,490
2024 175,867 680,878 220,955 142,810
2025 142,153 742,282 230,019 138,278
2026 114,903 809,224 239,455 133,890
2027 92,876 882,204 249,278 129,642
2028 75,072 961,765 259,504 125,528
2029 60,681 1,048,501 270,149 121,545
2030 49,048 1,143,059 281,231 117,688
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

Tabel 3.38. Proyeksi Trafik Arus Bongkar Muat Barang Terminal Khusus Tahun
2012-2030 (Ton)
Tahun Ekspor Impor AP Muat AP Bongkar Total
2012 2,261,014 139,293 163,866 2,563,948
2013 1,827,580 146,026 168,581 2,103,819
2014 1,477,234 153,087 173,431 1,726,265
2015 1,194,050 160,499 178,421 1,416,468
2016 965,151 168,248 183,554 1,162,267
2017 780,133 176,383 188,835 953,685
2018 630,582 184,912 194,268 782,536
2019 509,700 193,853 199,857 642,101
2020 411,991 203,226 205,608 526,869
2021 333,013 213,052 211,523 432,317
2022 269,174 223,353 217,609 354,733
2023 217,574 234,153 223,870 291,072

121
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tahun Ekspor Impor AP Muat AP Bongkar Total


2024 175,865 245,475 230,311 238,836
2025 142,152 257,344 236,937 195,974
2026 114,902 269,787 243,754 160,804
2027 92,875 282,831 250,767 131,946
2028 75,071 296,506 257,982 108,267
2029 60,680 310,843 265,404 88,837
2030 49,048 325,873 273,040 72,894
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

Tabel 3.39. Proyeksi Trafik Arus Bongkar Muat Barang Terminal Umum + Ex.
AAF Tahun 2012-2030 (Ton)
Tahun Ekspor Impor AP Muat AP Bongkar Total
2012 241,858 6,600 61,406 287,707
2013 263,372 7,188 55,957 292,887
2014 287,124 7,829 50,992 298,161
2015 313,018 8,526 46,467 303,530
2016 341,248 9,286 42,344 308,995
2017 372,023 10,113 38,586 314,558
2018 405,573 11,014 35,163 320,222
2019 442,150 11,996 32,042 325,988
2020 482,025 13,064 29,199 331,858
2021 525,496 14,228 26,608 337,883
2022 572,887 15,496 24,247 343,916
2023 624,553 16,877 22,096 350,108
2024 680,878 18,380 20,135 356,412
2025 742,282 20,018 18,348 362,830
2026 809,224 21,801 16,720 369,363
2027 882,204 23,744 15,237 376,013
2028 961,765 25,859 13,885 382,784
2029 1,408,501 28,163 12,653 389,676
2030 1,143,059 30,672 11,530 996,692
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

122
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

8. Rencana Pengembangan Kabupaten Aceh Utara


a. Tinjauan Kebijakan Pembangunan Dan Penataan Ruang
Kabupaten Aceh Utara dalam konteks Tata Ruang Nasional dan Pulau
Sumatera Dalam RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional)
menurut PP No.26/2008, diidenti ikasikan:
1) Struktur ruang yang berkenaan dengan wilayah Kabupaten Aceh
Utara:
a) Lhokseumawe ditetapkan dengan fungsi PKN (Pusat Kegiatan
Nasional), yang berbatasan langsung dengan Kabupaten
Aceh Utara;
b) Jaringan Jalan Nasional (JN) yang melintasi wilayah
Kabupaten Aceh Utara, yaitu ruas Pantos Labu - Lhokseumawe
dan Lhokseumawe - Krueng Mane, ditetapkan sebagai Jalan
Arteri Primer (JAP) yang sekaligus merupakan jalan lintas
Timur Sumatera;
c) Jaringan jalan rel kereta api, yang akan dihidupkan kembali,
dengan posisi relatif paralel dengan jalan arteri primer di atas;
d) Pelabuhan laut Lhokseumawe ditetapkan sebagai Pelabuhan
Utama Tersier; dalam hal ini pelabuhan laut Lhokseumawe
terdiri atas pelabuhan Krueng Geukueh Lhokseumawe
(yang merupakan pelabuhan khusus untuk LNG Arun dan
terletak dalam Kota Lhokseumawe) dan pelabuhan Krueng
Geukueh (yang merupakan pelabuhan umum dan terletak di
Kabupaten Aceh Utara Kecamatan Dewantara).
2) Pola pemanfaatan ruang yang berkenaan dengan wilayah
Kabupaten Aceh Utara:
a) Kabupaten Aceh Utara termasuk ke dalam kawasan
andalan Lhokseumawe dan sekitarnya, dengan sektor
unggulan industri, pertanian tanaman pangan, perkebunan,
pertambangan, dan perikanan;

123
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

b) Wilayah laut kewenangan Kabupaten Aceh Utara (4 mil laut),


termasuk ke dalam kawasan andalan laut Lhokseumawe -
Medan dan sekitarnya, dengan sektor unggulan: perikanan
dan pertambangan;
c) Di bagian Selatan wilayah Kabupaten Aceh Utara ditetapkan
kawasan lindung.

Ada penetapan kawasan tertentu, yang berkenaan dengan wilayah


Kabupaten Aceh Utara, yaitu kawasan industri Lhokseumawe. Dalam
naskah PP tentang RTRWN dan juga draft RTRW Pulau Sumatera, ada
dikemukakan point-point penting, yaitu:
1) Struktur ruang yang berkenaan dengan wilayah Kabupaten Aceh
Utara:
a) Lhokseumawe ditetapkan dengan fungsi PKN (Pusat Kegiatan
Nasional), yang merupakan penetapan yang sama dengan
sebelumnya sebagai PKN dalam RTRWN 1997; dan sebagai MN yang
baru sekaligus mendapat prioritas pengembangan pada lima tahun
pertama,
b) Penetapan fungsi dan sistem jaringan jalan tetap sebagaimana
pada RTRWN 2008;
c) Pengembangan kembali jaringan jalan rel kerela api tetap
sebagaimana pada RTRWN 2008,
d) Pelabuhan laut Lhokseumawe ditetapkan sebagai pelabuhan
nasional.
2) Pola pemanfaatan ruang yang berkenaan dengan wilayah
Kabupaten Aceh Utara:
a) Kawasan andalan tetap sama dengan RTRWN 2008, namun
ada penegasan bahwa kawasan andalan Lhokseumawe dan
sekitarnya ini mendapat prioritas pengembangan pada lima
tahun pertama.

124
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

b) Kawasan andalan laut tetap sama seperti dalam RTRWN


2008,
c) Penetapan kawasan lindung di bagian Selatan Kabupaten
Aceh Utara tetap sama sebagaimana ditetapkan dalam
RTRWN 2008.
3) Kawasan tertentu, yang berkenaan dengan wilayah Kabupaten
Aceh Utara, selain kawasan industri Lhokseumawe sebagaimana
ditetapkan dalam RTRWN 2008, juga ada penetapan kawasan
ekosistem Leuser yang berkenaan atau terdapat di bagian Selatan
wilayah Kabupaten Aceh Utara (yaitu di Kecamatan Langkahan,
Cot Girek, dan Paya Bakong).

b. Kabupaten Aceh Utara Dalam Konteks Tata Ruang Provinsi NAD


Berdasarkan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NAD,
dapat dikemukakan substansi materi yang berkenaan dengan wilayah
Kabupaten Aceh Utara dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi NAD.
1) Struktur Ruang yang berkenaan dengan wilayah Kabupaten Aceh
Utara:
a) Lhokseumawe ditetapkan sebagai PKN, seperti dalam
RTRWN;
b) Jaringan jalan yang ditetapkan terdiri atas jalan arteri primer,
yaitu jalan nasional yang melintasi wilayah Kabupaten Aceh
Utara; rencana jalan kolektor primer, yaitu jalan provinsi yang
menghubungkan Kabupaten Aceh Utara dengan Kabupaten
Bener Meriah (yaitu yang dikenal sebelumnya dengan jalan
KKA, yaitu jalan yang dibangun oleh PT KKA sebagai jalan
angkutan kayu PT KKA);
c) Pengembangan kembali jalan rel kereta api, sebagaimana
ditetapkan dalam RTRWN;

125
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

d) Penetapan pelabuhan laut Lhokseumawe sebagai pelabuhan


laut nasional; dalam hal ini tecakup pelabuhan laut di
Kota Lhokseumawe dan pelabuhan laut Krueng Geukueh di
Kabupaten Aceh Utara;
e) Penetapan bandar udara Malikussaleh sebagai bandar udara
tersier, yang terletak di Kecamatan Muara Batu Kabupaten
Aceh Utara.
2) Pola pemanfaatan ruang yang berkenaan dengan wilayah
Kabupaten Aceh Utara:
a) Kawasan hutan lindung, terdapat di bagian Selatan wilayah
Kabupaten Aceh Utara, dengan indikasi terdapat di
Kecamatan-kecamatan Langkahan, Cot Girek, Paya Bakong
dan Meurah Mulia; Berhampiran dengan hutan lindung
ditetapkan kawasan hutan produksi tetap;
b) Penetapan kawasan budidaya untuk pengembangan hutan
rakyat. (Catatan: ketiga jenis kawasan yang ditetapkan di
atas yaitu: hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan
rakyat, terletak di bagian selatan wilayah yang merupakan
ekosistem hulu dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara);
c) Bagian wilayah lainnya ditetapkan sebagai kawasan budidaya,
dengan catatan masih dimungkinkan adanya kawasan
berfungsi lindung dalam rencana yang lebih detail.

9. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pelabuhan Umum


Krueng Geukueh Lhokseumawe.
Secara garis besar, pokok-pokok kebijakan pemerintah dalam
penyelenggaraan pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe adalah
sebagai berikut:
1) UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang merupakan hasil revisi
UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Pada bab yang mengatur

126
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

tentang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan


monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi
regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah
daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan
pelabuhan.
2) Pengaruh bagi PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) dengan adanya UU
Pelayaran yang baru adalah cenderung berpotensi perpanjangan
birokrasi pelayanan pelabuhan sehingga mengakibatkan
ketergantungan dan hambatan operasional pada otoritas pelabuhan,
dengan demikian mempunyai dampak pada mutu pelayanan bagi
pengguna jasa. Sedangkan sisi lainnya adalah potensi meningkatkan
pangsa pasar, kegiatan dan pendapatan usaha bongkar muat pada
terminal yang diusahakan PT Pelabuhan Indonesia I (Persero).
3) Kota Lhokseumawe ditetapkan sebagai sistem perkotaan PKN/
I/C, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Utara (PP
No.26/2008; RTRWN).
4) Penetapan pelabuhan laut Lhokseumawe sebagai pelabuhan
laut nasional (I/3 -Tahapan Pengembangan dengan Pemantapan
Pelabuhan Nasional); Dalam hal ini tercakup pelabuhan laut di Kota
Lhokseumawe dan pelabuhan laut Krueng Geukueh di Kabupaten
Aceh Utara; (PP No.26/2008; RTRWN).
5) Berdasarkan tatanan kepelabuhanan (UU No. 26 Tahun 2008
pasal 25); Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe adalah
pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum.
Dalam kawasan pelabuhan umum tersebut selain terdapat dermaga
umum juga terdapat terminal khusus (TERSUS).
6) Penyelenggara kegiatan di pelabuhan meliputi kegiatan pemerintahan
di pelabuhan yang meliputi fungsi: pengaturan dan pembinaan,
pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan
keselamatan dan keamanan pelayaran. Kegiatan pengusahaan di

127
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

pelabuhan yang terdiri atas: penyediaan dan/atau pelayanan jasa


kapal, penumpang, dan barang; dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.
Antara lain dilaksanakan oleh badan usaha kepelabuhanan, dalam hal
ini adalah PT Pelabuhan Indonesia I (Persero); (PP No. 61 tahun 2009
Bab IV pasal 37 dan pasal 68).
7) Pengembangan 25 tahun ke depan adalah dermaga kontainer dan
konvensional (curah dan cair), menunjang pengembangan ini perlu
peningkatan jalan akses (infrastruktur).
8) Pengembangan Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe
masuk dalam perencanaan BAPPENAS, bukan pelabuhan Matahayati.
PP No.26/2008; RTRWN)
9) Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe berdasarkan
program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN
Tahun 2007-2012) telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional 1
(PKN 1) yang berperan sebagai pelabuhan impor dan ekspor di dalam
jaringan transportasi nasional dengan status sebagai pelabuhan
utama tertier (tertiery trunk port).
10) Pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe akan dijadikan
sebagai pintu gerbang Provinsi Aceh dalam pendistribusian barang-
barang ke kabupaten lainnya dan juga sebagai pelabuhan ekspor
untuk komoditas yang berasal dari Aceh. PP No.26/2008; RTRWN)
11) Berdasarkan tindak lanjut rencana aksi tahun 2010 - 2012 telah
tertampung dana Rp 50 miliar yang akan digunakan untuk
pengembangan pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe.
Dana yang tersedia untuk pembangunan pelabuhan pada tahun
2010 sejumlah Rp 10 miliar, yang akan digunakan untuk penyusunan
studi kelayakan dan desain teknik sesuai dengan zoning yang telah
ditetapkan pada master plan pelabuhan umum Krueng Geukueh
Lhokseumawe. Bappeda Pemkab Aceh Utara mengharapkan master
plan Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe dapat
dipercepat penyelesaiannya dan pengesahannya.

128
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

12) Untuk perluasan tanah pelabuhan umum Krueng Geukueh


Lhokseumawe jangka menengah dan jangka panjang Bappeda Pemkab
Aceh Utara dapat menerima usulan dari konsultan tentang rencana
pemanfaatan lahan milik Pemkab Aceh Utara yang berdampingan
dengan kawasan pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe
dijadikan sebagai area cadangan untuk dikembangkan (hasil sosialisasi
master plan Pelabuhan Indonesia I (Persero), 4 Februari 2010).
13) Dengan ditetapkannya pelabuhan umum Krueng Geukueh
Lhokseumawe sebagai Pusat Kegiatan Nasional I, Bappeda Pemkab
Aceh Utara bermaksud mengembangkan pelabuhan Lhokseumawe
sebagai pelabuhan ekspor/impor yang mampu disinggahi oleh kapal
peti kemas. Untuk hal tersebut Ketua Bappeda Pemkab Aceh Utara
telah mengusulkan rencana anggaran pembangunan ke pemerintah
pusat dengan dasar masukan dari pelabuhan umum Krueng Geukueh
Lhokseumawe berupa kebutuhan fasilitas pokok dan penunjang yang
akan dioperasikan di dermaga peti kemas sesuai dengan master plan
pelabuhan umum Krueng Geukueh Lhokseumawe. (Hasil sosialisasi
master plan Pelabuhan Indonesia I (Persero), 4 Februari 2010).
14) Sesuai dengan rencana Pemkab Aceh Utara yang akan turut
membangun dermaga peti kemas di pelabuhan umum Krueng Geukueh
Lhokseumawe, maka perlu dilakukan penguatan jembatan Sungai
Krueng Geukeuh yang saat ini merupakan satu-satunya jembatan
penghubung dari dan ke kawasan pelabuhan serta peningkatan daya
dukung jalan. (hasil sosialisasi master plan Pelabuhan Indonesia I
(Persero), 4 Februari 2010).

10. Rencana Induk Pelabuhan Umum Krueng Geukueh Lhokseumawe


Rencana pengembangan pelabuhan umum Krueng Geukueh
Lhokseumawe dibangun secara bertahap sampai dengan tahun 2035
didasarkan pada perkembangan arus muatan barang hanya dalam analisa
ini yang dipakai adalah berdasarkan kebutuhan maksimal yang diperlukan

129
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

dan pemanfaatan lahan yang ada semaksimal mungkin. Pengembangan


pelabuhan dilakukan dalam 3 tahap. Ketiga tahap pengembangan
didasarkan pada proyeksi arus muatan yang telah dibahas dalam dokumen
analisa dan prediksi. Tahapan pengembangan pelabuhan umum Krueng
Geukueh Lhokseumawe bisa dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.40. Kebutuhan Prasarana Darat Pelabuhan Umum Krueng Geukueh


Lhokseumawe
Tahun
Jangka Jangka Jangka
No Uraian Satuan Existing Pendek Menengah Panjang
2010 - (2016 - (2021
2015 2020) 2035)
1 Panjang dermaga meter 267.5 0 0 0
3 Gedung Terminal Penumpang m2 290.0 0 0 0
4 Area Parkir Kend. Penumpang m2 0 0 0 0
Gudang Cargo/CFS (Jangka pendek
5 m2 4,120.0 0 0 0
dan menengah)
6 Lapangan Penumpukan/CY m2 25,158.0 0 0 0
Dermaga kontainer (30 x 250) dan
7 m2 0 7,500 0
fasilitas tambat
Dermaga multipurpose (25 x 250)
8 m2 0 0 6,250
dan fasilitas tambat
Luas lahan parkir truk (share dengan
9 lap. Penumpukan pada jangka 0.0 40,000
pendek dan menengah)
10 Container yard CY m2 0 0 98,000 163,000
11 Marsheling Yard m 0 0 28,000 0
Container Freight Station CFS/
12 m2 0 0 2400 0
Gudang Tertutup
13 Empty Dep m2 0 51,000
14 Terminal Curah cair unit 1 0 0 0
15 Terminal Curah Kering unit 1 0 0 1
16 Reacstacker, 45 ton unit 1 0 1 0
17 Transteiner, 45 ton unit 0 1 1
18 Mobil Crane, 45 ton unit 1 0 1 1
19 Mobil Crane, 25 ton unit 1 0 0 1
20 Forklift, 7 ton unit 1 0 0 1
21 Forklift, 5 ton unit 2 0 0 1
22 Forklift, 3 ton unit 1 1 0 1
23 Trailer unit 0 2 0 1
24 Ro-Ro unit 1 0 0 0
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

130
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Selain prasarana darat juga dibutuhkan prasarana perairan.


Perhitungan kebutuhan prasarana perairan untuk jangka panjang dapat
dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.41. Kebutuhan Prasarana Perairan Pelabuhan Umum Krueng


Geukueh
Kapal
No Uraian Satuan General Peti Total
Pnp Pupuk Curah
Cargo Kemas
Kebutuhan Perairan
1
Untuk
Operasional Langsung
• Areal Tempat Sandar Ha 5,07 0,33 5,07 5,07 2,29 17,83
• Areal Kolam Putar
• Diameter (dengan
M 274 70 274 274 184 274
tunda)
• Diameter (tanpa
M 411 105 411 411 276 411
tunda)
• Areat Tempat Labuh Ha 14,93 2,16 14,93 14,93 7,66 54,61
• Areal Alih Muat Kapal Ha 14,93 2,16 14,93 14,93 7,66 54,61
Kebutuhan Perairan
2
Untuk
Keselamatan Pelayaran
• Areal Penempatan
Ha 14,93 14,93
Kapal Mati
• Areat Keperluan
Ha 7,47 7,47
Keadaan Darurat
• Areal Percobaan
Ha 37,11 37,11
Berlayar
3 Alur Pelayaran
Dua jalur M 169,3 72 169,3 169,3 129,4 169,3
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

Dalam pengembangan prasarana pelabuhan umum Krueng Geukueh


Lhokseumawe akan dilakukan secara bertahap. Lebih jelasnya tahapan
pengembangan pelabuhan dapat dilihat pada tabel berikut.

131
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tabel 3.42. Tahapan Pengembangan Prasarana Pelabuhan Umum Krueng


Geukueh Lhokseumawe
Existing Kebutuhan Pada Jangka Luas Area
No Area dan Fasilitas Satuan
Pendek Menengah Panjang (m2)
Zona Cargo
Dermaga m 267,5 187 187 187
Gudang Cargo m2 4.120,0 1.109 1.131 1.267
Lapangan Penumpukan m2 25.158,0 101 103 115
1 Luas lahan parkir truk m2 0,0 1.894 2.401 3.247 74.483
Mobil Crane, 10 ton unit 1,00 1 1 1
Forklift 3 ton unit 1,00 1 1 1
Forklift 5 ton unit 2,00 2 2 2
Forklift 20 ton unit 1,00 2,00 2 2
Zona Peti Kemas
Container yard CY m2 0,00 0 98.000 163.000
Marshelling yard m2 0,00 0 28.00 0
Empty depo m2 0,00 0 51.000 0
2 73.374
Container Freight Station CFS m2 0,00 3900 4.000 4.500
Reacstacker 45 ton unit 0,00 2 2 2
Transteiner 45 ton unit 0,00 1 1 1
Trailer unit 0,00 2 2 2
Zona terminal Curah
Terminal Curah cair unit 1 0,2 0,3 0,8
Terminal Curah Kering unit 1 1 1 3
Zona Penumpang
Dermaga Ro - Ro m2 165 Tetap Tetap Tetap
290
Gedung Terminal Penumpang m2 290 Tetap Tetap Tetap
Area Parkir Kend. Penumpang m2 0,0 Tetap Tetap Tetap
Zona Pengembangan/Diversifikasi
Dermaga Multy Purpose (25 x
m2 0,00 0,00 0,00
300 m)
Container Yard m2 0,00 0,00 0,00 7.500
Transteiner, 45 ton unit 0,00 0,00 0,00 163.000
4 Mobil crane, 45 ton unit 0,00 0,00 0,09 1 278.156
Mobil crane, 25 ton unit 0,00 0,00 0,00 1
Forklift, 7 ton unit 0,00 0,00 0,00 1
Forklift, 5 ton unit 0,00 0,00 0,00 1
Forklift, 3 ton unit 0,00 0,00 0,00 1
Trailer unit 0,00 0,00 0,00 1
Zona Perkantoran
5 40.139
Kantor Cabang m2 603
6 Total AreaPelabuhan 556.405
Sumber: Hasil Analisis Konsultan, 2012

132
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

11. Analisis Prospektif Potensi Ekonomi Provinsi NAD


a. Gambaran Umum Perekonomian NAD
Aceh merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Sumatera mendapatkan
6 proyek/kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu proyek jaringan
kereta api, perluasan pelabuhan Krueng Geukueh, highway Banda Aceh
– Aceh Tamiang, jaringan listrik di 16 titik, revitalisasi perkebunan
rakyat dan pembangkit listrik tenaga air di Peusangan. Target yang
akan diinvestasikan pada 6 proyek di Koridor Sumatera wilayah
Aceh sebesar Rp. 20,05 triliun. Pemerintah Aceh telah menerbitkan
buku rencana aksi Aceh dalam kerangka MP3EI beserta SK Gubernur.
Dukungan seperti ini sangat diharapkan dalam percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia terutama pada KE
Sumatera. Selanjutnya RPJP dan RPJM Aceh perlu diselaraskan dengan
MP3EI sebagai suatu pilar yang kokoh dalam menjalankan program-
program percepatan pembangunan Aceh ke depan sehingga target
MP3EI 2025 akan mudah diraih.
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,47%
(y-o-y), sedikit mengalami perlambatan dibanding triwulan lalu yang
sebesar 5,6% (y-o-y). Sementara bila migas tidak diperhitungkan,
ekonomi Aceh tumbuh lebih tinggi lagi yaitu mencapai 6,25% (y-o-y).
Sementara itu, bila dilihat per triwulan, ekonomi Aceh dengan migas
tercatat tumbuh sebesar 1,31% (q-t-q), meningkat dibanding triwulan
lalu yang sebesar 0,42% (q-t-q). Sementara dari sisi penggunaan,
pertumbuhan positif juga terjadi di seluruh komponen, kecuali
komponen ekspor yang tumbuh minus 2,19% (y-o-y). Pertumbuhan
negatif pada komponen ini masih disebabkan karena porsi ekspor
migas Aceh (LNG) yang mendominasi keseluruhan ekspor Aceh terus
mengalami penurunan.
Untuk dapat mengetahui, bagaimana keberhasilan Provinsi
NAD perlu dilihat perkembangan PDRB berdasarkan harga konstan.

133
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Semenjak tahun 2007 - 2011 perkembangan PDRB terus mengalami


peningkatan. Jika dalam tahun 2007 total PDRB tanpa migas sebanyak
Rp. 26.022,20 miliar, maka pada tahun 2011 meningkat menjadi
31.254,37 miliar. Hal ini berarti rata-rata pertumbuhan PDRB setiap
tahun mencapai 4,6%. PDRB provinsi NAD adalah merupakan
kontribusi dari 7 (tujuh) lapangan usaha yang pada hakikatnya selama
kurun waktu tahun 2007 – 2011 terus mengalami peningkatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.43. Perkembangan PDRB Provinsi Nangroe Aceh Darussalam


Berdasarkan Harga Konstan
Tahun (Dalam Miliar Rupiah) Rata-Rata
Lapangan Usaha
2007 2008 2009 2010 2011 LP (%)
Pertanian 8157,6 8223,5 8434,0 8857,4 9324,5 3,3
Pertambangan dan
7294,2 5307,6 2798,0 2609,9 2967,3 (-20)
Penggalian
Industri Pengolahan 4491,8 4118,1 3794,9 3491,3 3875,6 (-3,6)
Listrik, Gas dan Air
82,1 91,5 104,1 121,8 123,7 10,6
Minum
Bangunan & Konstruksi 2147,3 2162,1 2229,8 2343,7 263454,0 5,2
Perdagangan, Hotel &
5666,0 5921,0 6213,7 6609,1 6957,3 5,2
Restoran
Pengangkutan &
2136,5 2174,6 2280,6 2430,5 2845,2 7,4
Komunikasi
Keuangan, Persewaan &
523,4 545,4 588,1 620,7 732,5 8,7
Jasa Perusahaan
Jasa-Jasa 5484,3 5554,3 5777,8 5986,8 10236,2 16,8
PDRB 35983,1 34098,0 32220,9 33071,1 37062,2 0,7
PDRB Tanpa Migas 26022,2 26523,1 27576,6 29042,3 31254,4 4,6
Sumber: Aceh Dalam Angka, 2012

Jika diukur dari kenaikan PDRB, perekonomian Aceh secara keseluruhan


termasuk migas selama dua tahun terakhir (2008-2009) berturut-turut
mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -5,27 persen dan -5,58
persen. Akan tetapi tanpa migas perekonomian Aceh selama periode
tersebut justru mengalami perkembangan yang menggembirakan yaitu
berturut-turut sebesar 1,88 persen dan 3,92 persen.

134
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Penyebab utama pertumbuhan negatif (kontraksi) perekonomian


Aceh secara keseluruhan (termasuk migas) selama beberapa tahun
terakhir adalah disebabkan oleh semakin menurunnya kontribusi
minyak dan gas bumi terhadap PDRB. Akibat masih dominannya
kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB Aceh ternyata
berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Jika tanpa memperhitungkan nilai kontribusi minyak dan gas bumi,
selama periode 2008-2009 terlihat semua sektor usaha mengalami
pertumbuhan positif.
Penduduk juga dapat dilihat sebagai aset dalam pembangunan,
bilamana memiliki skill atau pendidikan yang relatif tinggi. Laju
pertumbuhan penduduk setiap tahun selama kurun waktu tahun
2007 - 2011 mencapai 2%. Lebih jelasnya perkembangan penduduk
setiap tahun dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.44. Perkembangan Jumlah Penduduk di Provinsi Aceh (2007-


2011)
Jumlah
Tahun
(Dalam Ribuan)
2007 4 223,8
2008 4 293,9
2009 4 363,5
2010 4 494,4
2011 4,587,5
Sumber: Provinsi Aceh Dalam Angka, 2012

1) Potensi Kelapa Sawit


Pada tahun 2011 total lahan yang digunakan untuk perkebunan
kelapa sawit sebesar 356,632 ha dengan besar produksi sebesar
827,054 ton. Produktivitas kelapa sawit sebesar 2.32 ton/ha.
Berdasarkan data Badan Promosi dan Investasi Provinsi Aceh
tahun 2010 bahwa lahan cadangan untuk kelapa sawit sebesar
90,133 ha dan ditambah lahan rehabilitasi sebesar 28,300.Jadi
luas cadangan lahan untuk kelapa sawit di Provinsi NAD sebesar

135
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

118,333 ha. Perkembangan produksi tanaman kelapa sawit dan


luas lahan sawit di Provinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.45. Perkembangan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Dan


Luas Lahan Sawit Di Provinsi NAD
Produktivitas
No Tahun Lahan (Ha) Produksi (Ton)
(Ton/Ha)
1. 2007 298,145 487,531 1.64
2. 2008 323,800 564,700 1.74
3. 2009 311,900 671,100 2.15
4. 2010 342,345 721,681 2.11
5. 2011 356,632 827,054 2.32
Rata-rata 326,564.40 654,413.20 1.99
Laju Pertumbuhan (%) 4.58 14.13 9.13
Sumber: Aceh Dalam Angka, 2012 (Diolah)

Dari tabel di atas akan dibuat tiga skenario proyeksi. Skenario


pertama dengan asumsi pertumbuhan penggunaan lahan per
tahun untuk tahun 2012-2015 sebesar 4,58%, selanjutnya untuk
tahun 2016-2020 sebesar 10,00%, sedangkan tahun 2021-2025
di asumsikan 15,00% dan Tahun 2026-2030 sebesar 20,00%.
Asumsi produktivitas lahan untuk tahun 2012-2015 di asumsikan
sebesar 2,32 ton/ha, sedangkan untuk lima tahun berikutnya
yaitu tahun 2016-2020 di asumsikan 2,5 ton/ha sedangkan untuk
sepuluh tahun berikutnya yaitu 2021-2030 sebesar 2,75 ton/
ha. Umur produksi kelapa sawit di asumsikan selama 5 tahun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pimpinan industri
CPO di Dumai bahwa produksi kelapa sawit akan menghasilkan
produk turunan antara lain serabut (selanjutnya jadi papan),
cangkang (selanjutnya jadi pupuk, batako, dan bahan bakar),
serta inti sawit yang selanjutnya jadi CPO yang dalam proses
menghasilkan CPO akan menghasilkan produk samping ampas
(selanjutnya jadi makanan ternak dan pupuk). Hasil wawancara
tersebut juga memberikan gambaran bahwa besarnya persentase

136
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

produk turunan dari kelapa sawit (cangkang dan serabut) adalah


sebesar 35% sedangkan sisanya (65%) jadi CPO.

2) Potensi Turunan Kelapa Sawit


Salah satu komoditas unggulan di Provinsi NAD adalah kelapa
sawit. Pada umumnya investor dalam negeri maupun luar negeri
sudah banyak melakukan investasi dalam bidang kelapa sawit,
karena komoditas kelapa sawit memiliki banyak turunan yang
pada hakikatnya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pimpinan
Industri CPO turunan kelapa sawit sudah banyak dimanfaatkan
masyarakat. Beberapa manfaat kelapa sawit adalah untuk pupuk,
pakan ternak, bahan bakar, bata, dan papan.

3) Potensi Pertambangan dan Energi


Indikasi peluang investasi sektor energi yang terdapat di Provinsi
Aceh antara lain panas bumi, batu bara, PLTA/PLTMH dan lain-
lain. Sumber bahan baku energi sebenarnya cukup berlimpah di
Provinsi Aceh, antara lain bio-massa, bio-gas, gas alam, minyak
bumi, batu bara dan panas bumi. Dari sisi isu lingkungan dan
ekonomi, sumber bahan energi yang tidak dapat diperbarui yang
masih bertoleransi adalah batu bara dan panas bumi. Toleransi
yang dapat diterima pada penggunaan batu bara adalah apabila
dengan pemrosesan lingkungan bersih (clean coal).
Teknologi yang dapat diterapkan adalah melalui gasi ikasi.
Pembakaran langsung batu bara di pembangkitan PLTU hanya
dapat memperoleh e isiensi sampai 23% serta limbah padat dan
pencemaran udara. Dengan proses gasi ikasi secara pirolisis,
e isiensi dapat ditingkatkan sampai 86% serta limbah padat yang
terkendali, pencemaran udara yang sangat rendah dan sejumlah
produk sampingan seperti asam sulfat, benzol, tar dan sebagainya.

137
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Selain untuk PLTU, gas dari proses ini dapat menggantikan


minyak diesel-cepat untuk PLTD. Alternatif bahan baku
gasi ikasi adalah bio-massa. Selain bio-massa, maka bahan bakar
pembangkit juga dapat menggunakan sumber bahan bakar yang
sudah ada dan belum ter manfaatkan, misalnya sludge kelapa
sawit. Seandainya seluruh sludge terekstraksi dan digunakan
untuk sejumlah tempat di Provinsi Aceh, diperkirakan akan
tersedia energi listrik berbasis bio-diesel sludge sebanyak 7 juta
kWh per bulan, atau penghematan bahan bakar diesel setara
dengan 2,500 ton per bulan atau sekitar Rp 15 miliar per bulan.
Limbah pertanian dan perkebunan kelapa sawit juga merupakan
sumber bahan baku biogas. Biogas dihasilkan dari composting
atau cara konversi lainnya limbah tersebut. Sementara potensi
batu bara yang tersedia adalah seperti tabel berikut.

Tabel 3.46. Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Di Provinsi


NAD
Nama Potensi (Juta Ton)
Meulaboh (MET) 137.65
Meulaboh (MLB) 1,612
Natal (NTL) 7
Aceh Barat (BPM) 42.69
Aceh Barat (ARM) 28.15
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011

4). Penggunaan Lahan


Di provinsi NAD terdapat kawasan hutan seluas 3.523.817
Ha atau 62% dari luas daratan terdiri dari hutan lindung dan
konservasi 2.697.113 Ha dan kawasan budidaya hutan 638.580
Ha. Penggunaan lahan terluas kedua adalah perkebunan besar
dan kecil mencapai 691.102 Ha atau 12,06 persen dari luas total
wilayah Aceh. Luas lahan pertanian sawah seluas 311.872 Ha
atau 5,43 persen dan pertanian tanah kering semusim mencapai
137.672 Ha atau 2.4 persen dan selebihnya lahan pertambangan,
industri, perkampungan, perairan darat, tanah terbuka dan lahan

138
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

suaka alam lainnya di bawah 5,99 persen. Puncak tertinggi pada


4.446 m di atas permukaan laut, wilayah laut yang merupakan
Zona Ekonomi Exclusif (ZEE) seluas 534.520 Km2. Provinsi Aceh
memiliki 119 buah pulau, 73 sungai yang besar dan 2 buah danau

b. Gambaran Umum Lokasi Pelabuhan Krueng Geukueh


Lokasi pelabuhan penyeberangan Krueng Geukueh berjarak sekitar
13 Km dari pusat Kota Lhokseumawe ini cukup strategis karena
terletak di tepi jalan akses utama yang menghubungkan Pintu Masuk
Utama Pelabuhan Krueng Geukueh dengan Jalan Nasional Banda Aceh
– Medan. Lokasi letak pelabuhan laut ini terletak ditengah-tengah,
berjarak sekitar 1,2 Km dari Jalan Nasional Banda Aceh – Medan .
Secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Dewantara
yang merupakan wilayah Kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan
pengamatan, jalan akses dari lokasi jalan utama Medan – Banda Aceh,
masuk kedalam pelabuhan dan gedung terminal merupakan jalan 2
jalur dengan perkiraan lapis permukaan AC – BC dan lebar perkerasan
sekitar 6,5 m serta bahu jalan sekitar 1 – 1,5 m. Situasi jalan akses ini
seperti ditunjukkan dalam berikut:

Gambar 3.25. Kondisi jalan akses di lokasi jalan masuk ke


pelabuhan

139
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

1. Uraian Umum Kondisi Kota Pelabuhan Lhokseumawe


Kota Lhokseumawe, yang dulunya masuk dalam bagian
Kabupaten Aceh Utara dapat ditempuh dari ibu kota Banda
Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) melalui jalan
darat, yang merupakan jalan lintas nasional Banda Aceh-Medan
Provinsi Sumatera Utara. Waktu tempuh dari kota Banda Aceh
– Lhokseumawe sekitar 6 – 7 jam perjalanan. Angkutan moda
transportasi yang ada berupa Bis antara kota antar provinsi
(AKAP) dan bis antar kota antar daerah/kabupaten (AKAD)
berupa bis sedang/Mitsubishi L300.
Berdasarkan informasi Ketua Bappeda Kota Lhokseumawe,
lokasi pelabuhan Krueng Geukueh adalah paling strategis sebagai
pintu gerbang angkutan perdagangan perekonomian di sekitar
wilayah. Saat ini sudah dilakukan Master Plan pengembangan
lahan untuk pembuatan gudang dan bangunan peti kemas serta
pengembangan jaringan jalan dari Wilayah Aceh Tengah/poros
tengah, yang melintas jalur kehutanan yang sebelumnya sudah ada
jalan setempat masih berupa sirtu, yang akan mendekatkan jalur
jalan sebelumnya melalui jalur memutar melalui Takengon dan
Bener Meriah Dengan demikian jika sudah terealisasi nantinya
perjalanan darat akan menghemat waktu kurang lebih 2,5 jam.
Sesuai dengan Kebijakan dari Gubernur NAD, tahun 2014, tahun
2015 yad pelaksanaan jalan lintas sudah terealisasi. Produk
unggulan hasil pertanian dan perkebunan di Kabupaten Aceh
Tengah adalah produk kopi dan sayur-sayuran yang dapat diangkut
langsung ke pelabuhan Krueng Geukueh dan diekspor keluar.
Dengan demikian pengembangan pelabuhan Krueng Geukueh,
akan diprioritaskan sebagai pelabuhan angkutan barang dan
hasil- hasil produk pertanian, kopi dan sayuran, serta industri
sementara untuk pembangunan wilayah peti kemas yang juga
akan dilengkapi dengan pembuatan gudang penyimpanan/
cold storage, (masih dalam taraf studi kelayakan).

140
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Informasi yang didapat dari Bapppeda Kota Lhokseumawe,


pelabuhan laut Krueng Geukeueh, saat ini berjalan dengan normal
dan baik. Otoritas pelabuhan yang ada di sekitar Pelabuhan Krueng
Geukueh sebagai pelabuhan angkutan barang dan penumpang, juga
sudah ada Kantor Cabang dari Persero Pelabuhan I/(Pelindo I) yang
banyak membantu dalam hal pemanduan kapal untuk bersandar
fasilitas untuk bongkar muat serta manajemen pelabuhan.
Berdekatan dengan Pelabuhan Krueng Geukueh terdapat juga
fasilitas pelabuhan untuk Pabrik Pupak Iskandar Muda (PIM) dan
di seberangnya ada Pelabuhan Gas Alam/LPG dari PT Arun serta
fasilitas pabrik Semen Andalas. Dengan demikian pengembangan
sarana pelabuhan laut Krueng Geukueh sebagai pintu gerbang kota
Lhokseumawe sangat penting baik untuk penyeberangan lintas
laut angkutan barang dan industri di kemudian hari.

Gambar 3.26. Layout Pelabuhan Krueng Geukeuh

141
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Wilayah yang berdekatan dengan Kota Lhokseumawe adalah


kota Bireun dan Lhok Sukon yang merupakan ibukota kabupaten
Aceh Utara.
Akses jalan dari jalur lintas nasional Banda Aceh-Medan
menuju pelabuhan Krueng Geukueh di mana akan terpotong jalan
existing menuju langsung ke jalan pelabuhan. Kondisi existing
jalan yang menuju dan di dalam area pelabuhan, masih dalam
keadaan baik. Saat ini jalan masuk ke pelabuhan berupa jalan
aspal sepanjang 1,20 km dari ruas jalan utama, Lintas Nasional
Medan – Banda Aceh yang kondisinya masih dalam keadaan baik
dengan lebar 5,0 meter. Sementara akses jalan di dalam lingkungan
pelabuhan ke fasilitas perkantoran, terminal dan gudang barang
juga masih terawat dengan baik dengan dua jalur masing-masing
lebar 3,5 meter dan area parkir yang luas di dalam area gedung
terminal.
Di dalam area pelabuhan, fasilitas perkantoran yang ada
yaitu: 1) Kantor Persero Pelindo I, 2) Kantor Pos Polisi, 3)
Kantor Bea Cukai dan gedung fasilitas pelabuhan seperti gudang
penyimpanan barang dan fasilitas alat angkut bongkar muat.
Saat ini kantor otoritas pelabuhan Krueng Geukueh
yaitu Kantor Syahbandar (Syahbandar Otoritas Pelabuhan)
Lhokseumawe, berada di pusat kota Lhokseumawe dekat dengan
pelabuhan lama/Kape 3. Beberapa kantor yang berdekatan
kantor OPS, yaitu Kantor Karantina Pelabuhan, Kantor Kesehatan
dan Kantor Imigrasi Pelabuhan. Dengan demikian, fasilitas dan
operasi sehari-hari ke Pelabuhanan Kreung Geukueh di kendalikan
di OPS Lhokseumawe/pelabuhan lama (Kape 3). Kegiatan
kepelabuhanan antara lain kegiatan arus bongkar muat barang
utamanya berada di Pelabuhan Krueng Geukueh terus menurun.
Saat ini kegiatan untuk penumpang lintas penyeberangan sangat

142
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

sepi, sementara kegiatan bongkar muat barang relatif sedikit,


informasi dari Perum Pelindo I, hanya sekali sebulan saja ada
kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Kondisi di sekitar areal
pelabuhan cukup baik, jalan masuk ke terminal utama, dermaga
dan gudang penyimpanan barang konstruksi jalan rigid beton
juga masih baik.

Gambar 3.27. Peta Jaringan Jalan Existing - Kota


Lhokseumawe

Dari peta jaringan jalan existing Kota Lhokseumawe, terlihat jalan


lintas nasional Medan – Banda Aceh melintas di 3 kecamatan
yaitu, Kecamatan Blang Mangat, Kecamatan Muara Dua dan
Kecamatan Muara Satu. Ruas jalan utama menghubungkan ruas
jalan sekunder menuju lokasi Pelabuhan Krueng Geukueh. Moda
transportasi darat berupa Angkutan bis kota lintas jalan nasional/
utama dari Medan provinsi Sumatera Utara maupun Banda Aceh

143
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

sebagai ibukota provinsi NAD yang menuju Kota Lhokseumawe di


mana lama perjalanan ditempuh dalam waktu 6 – 7 jam. Bis kota
lintas Banda Aceh – Medan akan singgah di Kota Lhokseumawe
melalui Terminal Bus AKAP dan AKAD, Jl Merdeka Timur. Terminal
bis AKAP ini disebut juga Terminal Tunda Lhokseumawe dekat
dengan jalan lintas nasional dengan lebar jalan lintas – 5 meter.
Arus kendaraan yang masuk ke dalam Terminal terlihat dengan
banyaknya Bus AKAP yang berkisar sekitar 20 – 30 Bus AKAP dan
sekitar 10 buah bus sedang antar kabupaten (AKDP), Bus sedang,
Minibus L 300 dan Minibus Daihatsu/Suzuki serta becak motor,
dengan total penumpang sekitar 200 sampai 300 orang per hari.
Sementara luas terminal Tunda diperkirakan 80 m x 50 m dengan
kondisi jalan dan areal parkir kurang baik, aspalnya banyak
terkelupas.
Tarif angkutan bus kota antar provinsi Banda Aceh – Medan
sekitar Rp. 90.000,- sampai dengan Terminal Tunda. Sementara
tarif angkutan umum/minibus dalam kota Lhokseumawe, jarak
dekat Rp. 3.000,- Rp. 4.000,- tergantung jaraknya. Khusus tariff
angkutan kota/minibus menuju Terminal Pelabuhan Krueng
Geukueh sekitar Rp. 6.000,- dari pusat kota. Kondisi jalan di
dalam kota relatif baik dengan lebar rata-2, 4-5 meter beraspal
hot mix. Secara umum akses lalu lintas darat dari pusat kota
Lhokseumawe menuju pelabuhan relatif tidak sulit dan mudah
terjangkau masyarakat, karena banyak tersedia kendaraan
angkutan transportasi menuju ke pelabuhan al. bus kecil, becak
motor dan taxi.

144
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

Gambar 3.28. Kondisi jalan utama di dalam wilayah kota


Lhokseumawe.

Jalan antar kecamatan di wilayah Kec. Bandar Sakti, Kecamatan


Muara Satu, Kecamatan Blang Mangat dan Kec. Muara Dua
terintegrasi dengan jalan utama kota serta jalan-jalan antar
kelurahan dan bermuara ke jalan lintas nasional bila akan menuju
jalan ke pelabuhan Krueng Geukueh. Kondisi jalan di 4 kecamatan
tersebut kondisinya cukup baik, beraspal hot mix dengan lebar
jalan 4-5 m dan beberapa ruas jalan dengan 3 jalur x lebar 3-3,5 m.

2. Kondisi Data dan Informasi Mengenai Kegiatan Pelabuhan


Krueng Geukueh.
Seperti diketahui, bahwa Pelabuhan Krueng Geukueh
Lhokseumawe utamanya berfungsi sebagai pelabuhan ekspor dan
impor hasil pertanian serta perkebunan dan bahan baku industri
terutama untuk kawasan industri Lhokseumawe.

3. Kondisi dan Hinterland di sekitar Lhokseumawe.


Perkembangan yang ada saat ini di sekitar kawasan kota
Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara serta Kabupaten Aceh

145
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tengah, Takengon dan Bener Meriah juga mempunyai kontribusi


pertanian dan perkebunan yang besar di samping komoditas gas
alam dan minyak yang ada bagi pengembangan kota pelabuhan.
Saat ini sudah ada kebijakan Gubernur NAD tahun 2014, bahwa
tahun yang akan datang 2015, sudah ada akan dilaksanakan
akses jalan dari Kabupaten Aceh Tengah, Takengon dan Bener
Meriah langsung ke kota Pelabuhan Krueng Geukueh. Komoditas
non migas yang diharapkan menjadi primadona pengembangan
pelabuhan ekspor, yaitu komoditas pertanian dan perkebunan
kelapa sawit, kopi, pinang, kacang-kacangan, cokelat, biji-bijian
dan perkebunan saat ini sudah sangat cepat. Sementara itu untuk
kawasan industri, saat ini sudah ada Studi Master Plan untuk
pengembangan kawasan Peti Kemas di area Kawasan Industri
Pase, yang berjarak sekitar 15 km dari pelabuhan.

Gambar 3.29. Sistem Transportasi Kota Lhokseumawe dan


Hinterland

Banda Aceh
¾ Kab. Bener Meriah Jalan Lintas Nasional Pelabuhan Krueng
Geukueh

¾ Terminal Bayangan 1.200 m

™ KOTA LHOKSEUMAWE
rencana jalan
Medan
¾ Terminal Angkutan Dalam Kota
Kantor Syahbandar
Terminal Operasi Pelabuhan
Kab. Aceh Tengah Bus

146
BAB 3 – Gambaran Umum Potensi Pelabuhan Penyeberangan

4. Data dan informasi pelabuhan Krueng Geukueh.

Tabel 3.47. Alur dan Kolam (Chanel and Basin)


Panjang Lebar Luas Kedalaman
No Uraian
(km) (M) (m2) (mlws)
1 Alur/Chanel 2,5 250 625 10
2 Kolam/Basin - - 1.100.000 6 – 10
Informasi dan data di atas didapat dari Syahbandar Otoritas Pelabuhan Krueng
Geuhkueh Lhokseumawe – tahun 2012.

Penjelasan mengenai Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai


Sumetera Utara dan Pelabuhan Lhokseumawe Nanggroe
Aceh Darusalam telah ditelaah secara mendalammeliputi
berbagai aspek yang terkait eksistensinya sebagai pelabuhan
penyeberangan. Dalam studi yang dilakukan oleh Badan
Litbang Perhubungan bertujuan melakukan konektivitas
sebagai pelabuhan penyeberangan lintas negara yaitu antar
Indonesia denganThailand. Kedua Pelabuhan yaitu Teluk Nibung
yang terletak di ambang luar sungai Asahan dan Pelabuhan
Lhokseumawe memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi untuk
dikembangkan menjadi pelabuhan penyeberangan lintas negara.

147
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

148
BAB 4
POTENSI EKONOMI PELABUHAN
PENYEBRANGAN

149
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

S
eperti diketahui bersama bahwa peran transportasi dapat
memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi di sepanjang
wilayah yang dilintasi sarana dan prasarana transportasi. Demikian
pula dalam tarnsportasi sungai dannau dan penyeberangan di wilayah
di mana lokasi kegiatan transportasi berada pada umumnya memiliki
potensi yang bisa dikembangkan terutama potensi ekonomi. Sebagaimana
telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pelabuhan Teluk Nibung dan
pelabuhan Lhokseumawe dari hasil studi memiliki potensi ekonomi yang
dapat dikembangkan sebagai pelabuhan penyeberangan lintas negara
antara Indonesia dengan Thailand. Wilayah Tanjung Balai di mana letak
pelabuhan penyeberangan itu berada dan Lhokseumawe hinterland kedua
pelabuhan tersebut merupakan daerah pertanian. Untuk itu potensi
ekonomi yang dapat dikembangkan yaitu hasil produksi pertanian yang
dapat dikembangkan kerjasama perdagangan kedua negara tersebut di
sektor pertanian dan multiplayer effect sektor lainnya. Oleh karena itu
pada bab ini akan membahas potensi ekonomi yang dimiliki di hinterland
kedua pelabuhan penyeberangan yaitu Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung
Balai dan Pelabuhan Lhokseumawe.

A. POTENSI KOMODITAS TANAMAN PERTANIAN


DI PROVINSI ACEH

1. Komoditas Buah-Buahan
Salah satu keunggulan komparatif sektor pertanian di Provinsi Aceh
adalah potensi komoditas buah-buahan yang jumlahnya terdapat 25
menurut jenis. Komoditas tersebut, pada umumnya adalah merupakan
salah satu komponen kebutuhan pokok hidup sehari-hari bagi masyarakat
termasuk di Indonesia dan Thailand. Perkembangan produksi komoditas
buah-buahan di Provinsi Aceh pada umumnya setiap tahun mengalami
perkembangan dan hampir setiap jenis buah-buahan relatif mengalami

150
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

perkembangan, kendatipun ada di antara jenis buah-buahan tersebut


dalam beberapa tahun telah mengalami luktuasi dalam produksi. Namun
secara umum produksi buah-buahan selama kurun waktu tahun 2008
– 2012 secara absolut mengalami perkembangan. Jika diperhitungkan,
dalam tahun 2008 total produksi semua jenis buah-buahan dalam tahun
2008 mencapai 2.408.534 kwintal maka pada tahun 2012 meningkat
menjadi 4.173.754 kwintal, artinya selama kurun waktu tahun 2008-
1012 ternyata telah mengalami laju pertumbuhan sebesar 14,73% per
tahun. Lebih jelasnya perkembangan produksi komoditas buah-buahan di
Provinsi Aceh selama kurun waktu tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.7. Perkembangan Komoditas Buah-Buahan di Provinsi Aceh Menurut


Jenisnya (Dalam Ton)
Tahun
No. Jenis Buahan
2008 2009 2010 2011 2012
1 Alpokat 54244 40239 50912 74624 72312
2 Mangga 254750 224212 212526 270544 394649
3 Rambutan 245715 208630 135186 280994 301587
4 Duku/Langsat 68819 50737 44129 66509 62665
5 Jeruk Siam 115870 98920 100102 85522 68748
6 Jeruk Besar 92564 93502 112149 123326 126256
7 Belimbing 15478 17170 20497 14505 18010
8 Manggis 10173 12841 11767 13622 23057
9 Nangka 76692 71711 75214 81154 94003
10 Durian 207096 148938 151760 270449 372032
11 Jambu Biji 15220 22196 24268 23872 33711
12 Jambu Air 20530 24469 29451 26652 30561
13 Sirsak 5132 7269 6777 6892 7856
14 Sukon 10540 11422 14755 14905 16250
15 Sawo 34146 43873 49787 53739 54837
16 Pepaya 87580 86530 102865 148298 149352
17 Pisang 385340 611328 704074 689892 726619
18 Nenas 14181 9734 10097 8448 95675
19 Salak 3860 6060 4304 4810 5875
20 Melinjo 222003 111810 145353 99073 109580
21 Semangka 197654 139739 215869 165397 239702

151
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Tahun
No. Jenis Buahan
2008 2009 2010 2011 2012
22 Melon 203250 140876 287876 178965 240876
23 Markisa 21876 144976 321967 179675 242876
24 Petai 21965 159876 396459 186479 298689
25 Jengkol 23856 176653 401587 196368 387976
Total 2408.534 2.663.711 3.629.731 3.264.714 4.173.754
Sumber: BPS Provinsi Aceh Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

Lebih jelasnya perkembangan produksi komoditas buah-buahan di


Provinsi Aceh dalam bentuk gra ik dapat dilihat berikut.

Grafik 4.1. Perkembangan Komoditas Buah-Buahan di Provinsi Aceh


Menurut Jenisnya(Dalam Ton)

Perkembaangan Pro
oduksi Buuah-Buahan di
Propiinsi Aceh

45000
000
40000
000
35000
000
30000
000
Dlm Kwintal

25000
000
20000
000
15000
000
10000
000
5000
000
0
2008 2009 2010 2011 2012
Prod
duksi 240853
34 2663711
1 3629731 3264714 4173754

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

Pada waktu musim panen banyak buah-buahan berlimpah di pasaran,


dan harganya pun menjadi anjlok. dalam kondisi yang demikian, para
petani akan dirugikan, dan untuk itu perlu adanya suatu terobosan
pemasaran ke beberapa negara tetangga termasuk Negara Thailand

152
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

melalui Phuket. berkenaan dengan itu, melihat potensi komoditas di


Provinsi Aceh yang relatif besar, maka untuk meningkatkan nilai tambah
buah-buahan tersebut sekaligus meningkatkan pendapatan para petani
di Provinsi Aceh, sebagian buah-buahan tersebut dipasarkan ke Thailand
melalui jalur angkutan penyeberangan Lhokseumawe – Thailand.

2. Komoditas Sayur-Sayuran
Komoditas sayur – sayuran di Provinsi Aceh memiliki potensi yang
cukup besar. selama ini, wilayah Provinsi Aceh boleh dikatakan sebagai
penghasil sayur-sayuran. jenis sayur-sayuran yang ada di Provinsi Aceh
telah beraneka ragam dan diperkirakan terdapat 21 jenis tanaman sayur-
sayuran, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Perkembangan Komoditas Sayur-Sayuran Menurut Jenis di


Provinsi Aceh (2008 - 2012) Dalam Ton

Jenis Sayur- Tahun


No.
Sayuran 2008 2009 2010 2011 2012
1 Bawang Merah 62190 26684 35752 26004 43846
2 Bawang Putih 605 1119 1608 772 1124
3 Bawang Daun 22237 16282 27360 12552 17729
4 Kentang 176460 135986 85874 86154 89421
5 Kubis 64019 82248 44661 47691 51023
6 Kembang Kol 13467 18985 9899 6057 8554
7 Petsai/Sawi 25391 31394 35200 24216 40804
8 Wortel 28641 45179 23001 30743 31190
9 Lobak 515 833 690 21 42
10 Kac. Merah 11179 16940 34248 14120 45876
11 Kac. Panjang 170076 128669 183427 170188 187257
12 Cabe 263856 207266 351841 300179 514112
13 Cabe Rawit 112070 140933 287780 195052 386153
14 Jamur 145 27057 31704 21933 24813
15 Tomat 106420 126444 244894 173573 217114
16 Terung 106931 106527 183948 147778 169573
17 Buncis 19310 18037 28690 22423 35357

153
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Jenis Sayur- Tahun


No.
Sayuran 2008 2009 2010 2011 2012
18 Ketimun 169144 166163 220224 198629 236785
19 Labu Siam 16860 22233 25362 27202 32283
20 Kangkung 106060 98069 111251 93817 126126
21 Bayam 40224 41171 55925 44299 52807
Total 1.515.800 1.458.219 2.023.339 1.645.414 2.311.989
Sumber: BPS Provinsi Aceh Dalam Angka, 2010, 2012, 2013

Komoditas sayur-sayuran di Provinsi Aceh menunjukkan potensi


yang relatif besar, dan komoditas tersebut diperkirakan dapat diekspor
ke negara tetangga dalam rangka meningkatkan nilai tambah bagi para
petani. bilamana diperhatikan secara seksama, dalam tahun 2008 total
produksi komoditas sayur-sayuran masih mencapai 1.515.800 kwintal,
maka pada tahun 2012 meningkat menjadi 2.311.989 ton. Perkembangan
produksi komoditas sayur-sayuran tersebut menunjukkan bahwa selama
kurun waktu tahun 2008 – 2012 laju pertumbuhan produksi komoditas
sayur-sayuran per tahun sebesar 11,13%, suatu pertumbuhan yang cukup
signi ikan dalam artian diperkirakan telah mampu menyuplai kebutuhan
masyarakat Provinsi Aceh dan sebagian akan mampu diekspor ke negara
tetangga seperti halnya Thailand melalui Phuket. Secara singkat gra ik
perkembangan produksi komoditas tanaman sayur-sayuran dapat dilihat
pada gra ik berikut.

154
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Grafik 4.2. Perkembangan Komoditas Sayur-Sayuran Menurut Jenis di


Provinsi Aceh (2008 - 2012) Dalam Ton

Perkemban
ngan Prooduksi Sayur-Sa
S ayuran
di Prop
pinsi Ace
eh

2500
0000

2000
0000
(Dlm Kwintal)

1500
0000

1000
0000

500
0000

0
20088 2009 2010 2011 2012
Pro
oduksi 15158
800 1458219
9 2023339 1645414 2311989

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

Komoditas sayur-sayuran diperkirakan akan layak menjadi salah


satu komoditas ekspor, karena pada umumnya sayur-sayuran sangat
membutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, waktu
pelayanan melalui angkutan penyeberangan dari Lhokseumawe menuju
Pelabuhan Phuket tidak terlalu lama, melainkan hanya ditempuh kurang
lebih 15 jam. Dengan demikian, bilamana dapat terwujud konektivitas
yang dihubungkan dengan angkutan penyeberangan antara Lhokseumawe
– Phuket Thailand, diperkirakan akan dapat menambah pendapatan
masyarakat petani yang ada di Provinsi Aceh.

3. Komoditas Perkebunan
Komoditas perkebunan adalah salah satu komoditas yang memiliki
potensi bisnis baik untuk domestik maupun mancanegara. Provinsi Aceh
selama ini telah memiliki perkebunan yang relatif besar, dan komoditas
tersebut telah banyak di ekspor ke mancanegara. Berdasarkan informasi

155
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

dari pihak pengelola Pelabuhan Lhokseumawe, selama ini komoditas kelapa


sawit sudah diekspor ke Negara India melalui Pelabuhan Lhokseumawe. Hal
ini membuktikan, bahwa komoditas perkebunan antara lain kelapa sawit
memiliki potensi yang cukup besar di Provinsi Aceh. Sebagai gambaran
perkembangan produksi komoditas perkebunan di Provinsi Aceh dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.9. Perkembangan Produksi komoditas Perkebunan di Provinsi Aceh


(2008 – 2012) Dalam ton
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Luas (Ha) 90.790 140.442 148.246 183.369 194.639
Kelapa Sawit
Produksi (Ton) 581.575 181.634 160.352 202.642 310.766
Luas (Ha) 106.253 109.104 114.216 122.660 126.319
Karet
Produksi (Ton) 64.919 63.603 58.507 69.972 72.483
Luas (Ha) 49.778 75.131 78.875 87.481 99.428
Kakao
Produksi (Ton) 18.987 26.466 43.417 37.250 36.661
Luas (Ha) 108.573 101.751 96.146 106.542 107.394
Kelapa
Produksi (Ton) 66.333 56.875 45.869 62.926 59.766
Kelapa Luas (Ha) 3.865 2.209 1.656 n/a 930
Hibryda Produksi (Ton) 1.215 1.134 3.440 n/a 829
Luas (Ha) 122.057 118.612 121.976 n/a 121.845
Kopi
Produksi (Ton) 50.407 50.190 49.861 n/a 54.314
Luas (Ha) 22.257 22.117 22.420 22.071 22.786
Cengkeh
Produksi (Ton) 2.159 714 2.065 1.435 2.885
Luas (Ha) 17.577 20.258 21.524 21.522 21.031
Pala
Produksi (Ton) 5.709 5.459 6.066 5.261 5.790
Luas (Ha) 64 12 25 106 106
Jambu Mete
Produksi (Ton) 9 - 5 0 1
Luas (Ha) 3.782 4.246 2.970 3.859 3.848
Nilam
Produksi (Ton) 139 612 452 253 2.283
Luas (Ha) 24.387 21.656 21.566 20.557 20.271
Kemiri
Produksi (Ton) 18.019 14.758 15.525 12.472 12.393
Luas (Ha) 836 943 954 941 1.501
Tembakau
Produksi (Ton) 219 316 1.809 951 349

156
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Tahun 2008 2009 2010 2011 2012


Luas (Ha) 1.025 1.022 1.033 897 848
Lada
Produksi (Ton) 253 274 1.059 261 286
Luas (Ha) 6.342 6.706 8.375 9.727 9.777
Tebu
Produksi (Ton) 16.726 33.393 19.911 54.667 37.860
Luas (Ha) 35.235 37.896 37.809 42.184 41.065
Pinang
Produksi (Ton) 20.137 22.396 23.027 28.076 47.439
Luas (Ha) 2.619 1.795 1.904 1.774 1.726
Kapok Randu
Produksi (Ton) 1.227 869 2.142 499 501
Total Produksi (ton) 448.033 458.693 433.507 476.665 644.606
Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2010, 2012, 2013

Secara singkat total perkembangan komoditas tanaman perkebunan


dapat dilihat pada tabel berikut.

Grafik 4.3. Perkembangan Produksi komoditas Perkebunan di Provinsi


Aceh (2008 – 2012) Dalam ton

Perkemb
P bangan P
Produksii Komodditas
Perke
ebunan d
di Propinsi Aceh
h

800
0000
(Dalam ton)

600
0000
400
0000
200
0000
0
2008
8 2009 2010 2011 2012
Pro
oduksi 44803
33 458693 433507 476665 644606

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

Perkembangan komoditas perkebunan secara keseluruhan dalam


kurun waktu tahun 2008 – 2012 mengalami laju pertumbuhan per tahun
sebesar 9,5%. Hal ini merupakan indikasi, bahwa komoditas perkebunan

157
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

menunjukkan adanya potensi yang cukup besar. Angka ini diperoleh,


di mana dalam tahun 2008 produksi komoditas perkebunan masih
mencapai 448.033 ton, namun untuk tahun 2012 meningkat menjadi
644.606. Berdasarkan indikasi potensi komoditas perkebunan tersebut,
peluang ekspor ke negara tetangga seperti halnya ke Phuket – Thailand
cukup besar melalui kapal angkutan penyeberangan perintis dengan rute
Lhokseumawe – Phuket Thailand.

4. Total Komoditas Unggulan di Provinsi Aceh


Berdasarkan identi ikasi dan klasi ikasi komoditas unggulan selama
tahun 2008-2012, selanjutnya ditotalkan semua komoditas unggulan yang
ada di Provinsi Aceh. Komoditas unggulan tersebut adalah meliputi; jenis
buah-buahan, jenis sayur-sayuran, dan jenis komoditas perkebunan. Total
komoditas unggulan dalam tahun 2008 terdapat 4.372.367 ton, sementara
pada tahun 2012 meningkat menjadi 7.130.349 ton. Artinya, selama kurun
waktu tahun kurun waktu tahun 2008 – 2012 laju pertumbuhan per tahun
total komoditas unggulan mencapai 13%. Lebih jelasnya perkembangan
total komoditas unggulan dari berbagai jenis dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 4.10. Perkembangan Total Komoditas Unggulan di Provinsi Aceh (2008


– 2012)
  Komoditas (ton)  
Tahun Total (ton)
Buah-Buahan Sayur-Sayuran Perkebunan
2008 2.408.534 1.515.800 448.033 4.372.367
2009 2.663.711 1.458.219 458.693 4.580.623
2010 3.629.731 2.023.339 433.507 6.086.577
2011 3.264.714 1.645.414 476.665 5.386.793
2012 4.173.754 2.311.989 644.606 7.130.349
Sumber: BPS Provinsi Aceh Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

158
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, komoditas unggulan terdiri dari


jenis buah-buahan, jenis sayur-sayuran, dan jenis perkebunan. Sementara
jenis tanaman pangan tidak dimasukkan dalam hal ini dengan asumsi,
produksi komoditas tanaman pangan yang ada adalah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Provinsi Aceh. Berkenaan dengan
itu, tidak perlu dilakukan ekspor ke negara-negara tetangga. Karena
berdasarkan pengalaman selama ini, indonesia juga masih mengimpor
dari negara tetangga, seperti halnya beras, kacang kedelai, jagung dan jenis
komoditas tanaman pangan lainnya. Berkenaan dengan itu, perkembangan
total komoditas yang memiliki prospek ekspor dapat dilihat pada gra ik
berikut.

Grafik 4.4. Perkembangan Total Komoditas Unggulan di Provinsi Aceh


(2008 – 2012)

Perkem
mbangan n Total Komodita
K as
Ungggulan dii Propinsi Aceh

80000
000
70000
000
60000
000
(Dalam Ton)

50000
000
40000
000
30000
000
20000
000
10000
000
0
2008
8 2009 2010 2011 2012
Prod
duksi 437236
67 45806233 6086577 5386793 7130349

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

159
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

B. POTENSI KOMODITAS TANAMAN PERTANIAN DI


PROVINSI SUMATERA UTARA

1. Komoditas Perkebunan di Provinsi Sumatera Utara


Salah satu potensi tanaman pertanian di Provinsi Sumatera Utara
adalah komoditas perkebunan. Komoditas perkebunan dalam hal ini
adalah meliputi; kelapa sawit, karet, kopi Robusta dan lain sebagainya.
Jika dalam tahun 2008 total komoditas perkebunan dari berbagai jenis
mencapai 4.548.466 ton, maka pada tahun meningkat menjadi 5.773.629
ton. Artinya, selama kurun waktu tahun 2008 – 2012 laju pertumbuhan
komoditas perkebunan mencapai 6,14%. Lebih jelasnya perkembangan
komoditas perkebunan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.11. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan di Provinsi


Sumatera Utara (2008 – 2012) Dalam Ton
Tahun
No Jenis Komoditas
2008 2009 2010 2011 2012
1 Kelapa Sawit 4087694 5088579 5084167 5428535 5197209
2 Karet 250865 254650 264927 280446 349063
3 Kopi Robusta 8143 8239 7845 8393 8083
4 Kopi Arabika 43654 45483 47755 48354 47230
5 Kelapa 90114 93088 103606 91630 92351
6 Coklat 30654 38249 36289 41818 40249
7 Cengkeh 281 289 480 373 376
8 Kemenyaan 4165 4661 4730 4978 4620
9 Kulit Manis 3265 3686 3712 3722 4627
10 Nilam 854 835 348 524 685
11 Kemiri 13076 13305 12687 12564 14954
12 Aren 2265 2115 2990 3166 4140
13 Pinang 3902 3938 2969 3167 3252
14 vanili 54 56 28 59 65
15 Tembakau 276 295 439 375 497
16 Tebu 7027 7326 845 12259 4037

160
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Tahun
No Jenis Komoditas
2008 2009 2010 2011 2012
17 Pala 18 22 23 27 32
18 Lada 84 83 88 95 98
19 Kapuk 321 208 108 113 116
20 Gambir 1754 1861 1877 1889 1945
Total 4.548.466 5.566.968 5.575.913 5.942.487 5.773.629
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

Lebih jelasnya luktuasi perkembangan produksi komoditas


perkebunan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada gra ik berikut.

Grafik 4.5. Perkembangan Produksi Komoditas Perkebunan di Provinsi


Sumatera Utara (2008 – 2012) Dalam Ton

Perkemb
P bangan Produksi
P i Komod
ditas
Perrkebunaan di Pro
opinsi Su
umatera Utara

70000
00
60000
00
50000
00
(Dalam Ton)

40000
00
30000
00
20000
00
10000
00
0
2008 2009 2010 2011 2012
Produ
uksi 4480333 458693 433507 476665 644606

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

Di antara komoditas perkebunan yang paling unggul dalam kuantitas


adalah komoditas kelapa sawit, di mana dalam tahun 2008 jumlah produksi
mencapai 4.087.694 ton dan pada tahun 2012 mencapai 5.197.209 ton

161
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

atau mengalami laju pertumbuhan sebesar 6,1%. Peringkat kedua berada


pada komoditas karet, dalam tahun 2008 masih mencapai 250.865 ton,
sementara untuk tahun 2012 mencapai 349.063 ton atau mengalami
laju pertumbuhan per tahun sebesar 8,6%. Padahal, dua komoditas
perkebunan tersebut adalah komoditas yang diperdagangkan dalam pasar
internasional, karena komoditas tersebut sangat dibutuhkan sebagai
bahan baku untuk berbagai jenis komoditas yang juga memiliki potensi
pasar yang cukup besar.

2. Komoditas Jenis Buah-Buahan


Salah satu komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan
memiliki potensi pasar dalam negeri maupun mancanegara adalah buah-
buahan. Jenis buah-buahan yang memiliki potensi yang relatif besar
adalah alpukat, jeruk, mangga, rambutan dan jenis buah-buahan lainnya.
Untuk lebih jelasnya terdapat 16 (enam belas) komoditas buah-buahan
yang dapat diekspor ke negara-negara tetangga seperti halnya ke Phuket-
Thailand. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.12. Perkembangan Komoditas Buah-Buahan di Provinsi Sumatera


Utara (2008 – 2012) Dalam Ton
Jenis Buah- Tahun
No
Buahan 2008 2009 2010 2011 2012
1 Alpukat 9093 7481 7.644 8083 81795
2 Jeruk 679073 728796 788.747 579471 582250
3 Mangga 27402 21971 28.131 31742 35470
4 Rambutan 67639 60153 43.777 30527 36908
5 Duku/Langsat 15986 15526 13.258 20807 32713
6 Durian 128803 102580 66.206 79659 802767
7 Jambu 22728 24682 35.261 20716 21986
8 Sawo 10287 13833 67.710 7543 9397
9 Pepaya 23287 27659 29.040 36057 371658
10 Pisang 233124 335790 403.390 42962 433061
11 Nenas 144266 134077 102.437 183213 262089

162
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Jenis Buah- Tahun


No
Buahan 2008 2009 2010 2011 2012
12 Salak 229911 259103 328.877 9332 13182
13 Manggis 9387 9957 7.750 9332 93182
14 Nangka 24008 19401 15.054 14241 16443
15 Sirsak 1323 1080 1.163 916 1066
16 Belimbing 6816 4799 4.732 5091 7245
Total 1.633.133 1.766.888 1.943.177 1.466.358 1.787.371
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

Dalam tahun 2008 total komoditas buah-buahan mencapai 1.633.133


ton, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 1.787.371 ton atau laju
pertumbuhan per tahun mencapai 31,47%, suatu pertumbuhan yang
cukup besar dan memiliki potensi untuk pasaran internasional seperti
halnya ke Phuket – Thailand. Lebih jelasnya perkembangan dari berbagai
jenis komoditas buah-buahan dalam bentuk gra ik per tahun dapat dilihat
pada gra ik berikut.

Grafik 4.6. Perkembangan Komoditas Buah-Buahan di Provinsi


Sumatera Utara (2008 – 2012) Dalam Ton

Pe
erkembaangan Prroduksi Buah-Bu
B uahan
di Prropinsi SSumatera Utara

2000000

1500000
(Dalam Ton)

1000000

500000

0
2008
8 2009 2010 2011 2012
Pro
oduksi 1633133 1766888
8 1943177 1466538 1787371

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

163
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

3. Komoditas Sayur-Sayuran
Salah satu komoditas unggulan di Pulau Sumatera Utara adalah
komoditas sayur-sayuran. Jenis syur-sayuran terdapat 19 (sembilan
belas) jenis yang meliputi; bawang merah, kentang, sawi, wortel dan lain
sebagainya. Jenis sayur-sayuran pada umumnya merupakan kebutuhan
sehari-hari bagi masyarakat. Berkenaan dengan itu, jenis sayur-sayuran
tersebut memiliki prospek untuk ekspor. Lebih jelasnya jenis sayur-
sayuran yang berkembang dan sangat diminati masyarakat umum dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.13. Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran di Provinsi Sumatera


Utara (2008 – 2012) Dalam Ton
Jenis Sayur- Tahun
No
Sayuran 2008 2009 2010 2011 2012
1 Bawang Merah 12071 12655 9.413 12449 14156
2 Bawang Putih 248 283 218 256 200
3 Bawang daun 18678 13865 16.957 9199 12366
4 Kentang 130296 129587 126.203 123078 138965
5 Kubis 207640 210239 196.718 173565 180162
6 Sawi 77147 63911 87.157 60471 78215
7 Wortel 38733 32248 44.285 28178 29995
8 Lobak 17997 7882 10.922 6114 8633
9 Kacang Merah 1478 1421 2.585 2847 2863
10 Kacang Panjang 41991 34627 41.097 47610 50593
11 Cabe 136415 154799 196.347 233256 245770
12 Tomat 69134 90147 84.353 93387 112390
13 Terung 34391 35009 49.675 67831 76010
14 Buncis 40977 38631 55.965 51046 47111
15 Ketimun 45267 39767 36.426 45975 43430
16 Labu 3356 4620 10.069 15207 26982
17 Kangkung 11.232 14.447 15.425 22.936 21.191
18 Bayam 11578 14704 14466 13700 13864
19 Kol Bunga 22871 18695 22855 19584 22823
  Total 921.500 917.537 1.021.136 1.026.689 1.102.719
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

164
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Perkembangan produksi sayur-sayuran di Provinsi Sumatera Utara


ternyata cukup besar, sebagai indikasi dapat dilihat di mana pada tahun
2008 total produksi sayur-sayuran dari berbagai jenis terdapat masih
sebesar 921.500 ton, namun pada tahun 2012 meningkat menjadi
1.102.719 ton. Artinya, selama kurun waktu tahun 2008 – 2012 laju
pertumbuhan produksi sayur-sayuran per tahun mencapai 4,5%, suatu
pertumbuhan yang sangat signi ikan.
Di antara jenis sayur-sayuran seperti telah dipaparkan dalam tabel,
di atas, unggulan pertama dari segi kuantitas adalah Cabe, di mana
dalam tahun 2008 mencapai produksi 136.415 ton dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 245770 ton atau mengalami laju pertumbuhan sebesar
15,86%. Peringkat kedua berada pada jenis sayuran kentang, dalam tahun
2008 produksi mencapai 130.296 ton, namun pada tahun 2012 meningkat
menjadi 138.965 ton atau mengalami laju pertumbuhan per tahun mencapai
1,62%. Peringkat ketiga adalah jenis sayuran sawi, dalam tahun 2008 total
produksi mencapai 77.147 ton, tetapi untuk tahun 2012 meningkat menjadi
78.215 ton, atau laju pertumbuhan per tahun selama kurun waktu tersebut
mencapai 0,34%. Peringkat keempat adalah jenis sayuran, di mana dalam
tahun 2008 total produksi tercapai sebanyak 69.134 ton, dan pada tahun
2012 berkembang menjadi 112.390 ton, dan bilamana diperhitungkan
secara seksama, maka laju pertumbuhan produksi sayuran jenis tomat
menapai 12,91%. Lebih jelasnya perkembangan komoditas sayuran dalam
berbagai jenis dapat dilihat pada gra ik berikut

165
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Grafik 4.7. Perkembangan Produksi Sayur-Sayuran di Provinsi


Sumatera Utara (2008-2012)

12000
000

10000
000

8000
000
(Dalam Ton)

6000
000

4000
000

2000
000

0
2008 2009 2010 2011 2012
Prod
duksi 9215000 917537 1021136 1026689 1102719

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

4. Komoditas Tanaman Pangan


Komoditas tanaman pangan adalah merupakan salah satu kebutuhan
pokok hidup sehari-hari. Hampir semua masyarakat membutuhkan
komoditas tanaman pangan dalam kehidupan sehari-hari. Jenis komoditas
tanaman pangan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara adalah meliputi;
padi, jagung, kacang kadele, kacang hijau dan kacang tanah. Total produksi
tanaman pangan dalam tahun 2008 mencapai 1.286.461 ton, tetapi pada
tahun 2012 meningkat menjadi 1.531.537 ton. Artinya setiap tahun laju
pertumbuhan jenis tanaman pangan per tahun mencapai 4,45%, suatu
pertumbuhan yang cukup baik. Lebih jelasnya gambaran perkembangan
komoditas sayur-sayuran selama kurun waktu tahun 2008 – 2012 dapat
dilihat pada tabel berikut.

166
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Tabel 4.14. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan di Provinsi


Sumatera Utara (2008 – 2012) Dalam Ton
Tahun
No Jenis Komoditas
2008 2009 2010 2011 2012
1 Padi 151036 145833 160038 167141 163140
2 Jagung 1098969 1166548 1377718 1294645 1347124
3 Kacang Kedelai 11647 14206 9438 11426 5419

4 Kacang Tanah 19316 16771 16449 11093 12073

5 Kacang Hijau 5493 4426 3344 3250 3817


Total 1.286.461 1.347.784 1.566.987 1.487.555 1.531.573
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka, 2010, 2010, 2013

Secara singkat perkembangan komoditas tanaman pangan dapat


dilihat pada gra ik berikut.

Grafik 4.8. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan di


Provinsi Sumatera Utara (2008-2012)

160000
00

140000
00

120000
00

100000
00
(Dalam ton)

80000
00

60000
00

40000
00

20000
00

0
2008 2009 2010 2011 2012
Produ
uksi 1286461
1 1347784 1566987 1487555 1531573

Sumber: Hasil Olahan Konsultan, 2014

167
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Melihat kebutuhan pangan setiap tahun terus mengalami peningkatan,


maka jenis tanaman pangan yang ada di Provinsi Sumatera Utara tidak perlu
diekspor, melainkan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Provinsi Sumatera Utara.

5. Total Komoditas Unggulan di Provinsi Sumatera Utara


Setelah dilakukan identi ikasi dan klasi ikasi komoditas yang memiliki
prospek ekspor, selanjutnya ditotalkan dengan maksud untuk mengetahui
apakah masih ada peluang untuk ekspor atau tidak. Berkenaan dengan
itu, perlu ditotalkan dari berbagai jenis komoditas seperti halnya buah-
buahan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 4.15. Perkembangan Total Komoditas Unggulan Yang Memiliki Prospek


Ekspor di Provinsi Sumatera Utara (2008-2030) Dalam Ton
Komoditas
Tahun Total
Buah-Buahan Sayur-Sayuran Perkebunan
2008 1.633.133 921.500 4.548.466 7.103.099
2009 1.766.888 917.537 5.566.968 8.251.393
2010 1.943.177 1.021.136 5.575.913 8.540.226
2011 1.466.358 1.026.689 5.942.487 8.435.534
2012 1.787.371 1.102.719 5.773.629 8.663.719
Sumber: BPS Sumatera Utara Dalam Angka, 2009, 2011, 2013, Setelah Diolah Konsultan.

Sesuai penjelasan mengenai potensi ekonomi kedua pelabuhan


penyeberangan di atas menunjukan bahwa kedua wilayah tersebut
memiliki potensi sektor pertanian dengan komoditi buah-buahan, sayuru
sayuran dan komoditi perkebunan. Ketiga komoditi diharapkan memiliki
prospek yang dapat diekspor ke negara tetangga melalui kemungknan
pembukaan pelabuhan penyeberangan lintas negara. Pengembangan
sektor ekonomi melalui perdagangan antar negara merupakan prospek
bagi kedua wilayah tersebut dalam rangka meningkatkan produkti itas
masyarakat di bidang pertanian. Kajian yang telah dilakukan oleh

168
BAB 4 – Potensi Ekonomi Pelabuhan Penyebrangan

Badan Litbang Perhubungan cq Pusat Litbang Perhubungan Darat dan


Perkeretaapian dapat direalisasikan dalam kebijakan hubungan bilateral
antara kedua negara tetangga tersebut.

169
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

170
BAB 5
PENUTUP

171
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

I
ndonesia memiliki wilayah yang sangat luas dan bahkan wilayah
daratan dengan wilayah lautan lebih luas wilayah lautannya. Di samping
itu tidak seluruh wilayah Indonesia dapat dilalui dengan transportasi
jalan raya. Sedang dalam perkembangan kota kota di Indonesia saat ini
transportasi jalan banyak mengalami masalah yang kompleks. Untuk
itu transportasi air menjadi alternative yang tepat untuk dikembangkan.
Wilayah Indonesia yang potensil dikembangkan transportasi air atau
waterways yaitu Kalimantan, Papua, Sulawesi sebagian Simatera,
juga sebagian di Jawa dan lain-lain. Ulasan para pakar sebagian besar
mengatakan bahwa transportasi air sesungguhnya jauh lebih e isien dan
efektif dibanding dengan moda yang lain. Prasarana sudah tersedia yaitu
aliran sungai atau danau, membangun dermaga dan penentuan lokasi juga
tidak sesulit membangun Bandar udara atau terminal penumpang angkutan
jalan. Dalam penyelenggaraan transportasi air seperti sungai danau dan
penyeberangan regulasinya mengikuti penyelenggaraan pelabuhan laut.
Oleh sebab itu, peraturan pelaksana kegiatan penyelenggaraan pelabuhan
menjadi salah satu bahasan pada bab II yang disajikan sebagai ruang lingkup
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan. Dengan demikian substansi
pada bab II dapat melengkapi pembahasan pada bab I yang substansinya
masih bersifat umum dan konseptual serta teoritis. Sedangkan pada bab
III dan IV menyajikan fakta empiristik di pelabuhan Teluk Bunng Tanjung
Balai Sumatera Utara dan Pelabuhan Lhokseumawe Nanggroe Aceh
Darusalam. Kedua pelabuhan tersebut menjadi objek studi oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat dan Perkeretaapian
.Hasil studi menemukan bahwa kedua jenis pelabuhan tersebut memiliki
potensi dengan hinterland produksi hasil pertanian sebagai “pelabuhan
penyeberangan lintas antar negara yaitu Indonesia dengan Thailand.
Di samping itu untuk memperkuat penyajian yang lebih lengkap tentang
pro ile tarnsportasi angkutan sungai danau dan penyeberangan yaitu
potret pelabuhan penyeberangan Merak- Bakauhuni dan penyeberangan
Surabaya –Kamal Madura. Gambaran tentang pelabuhan penyeberangan

172
BAB 5 – Penutup

Merak – Bakauhuni mencerminkan pelabuhan penyeberangan yang


semakin ramai dan cenderung pada waktu musim lebaran atau liburan
sekolah kapasitas kapal tidak mampu menampung meluapnya penumpang.
Namun sebaliknya di pelabuhan penyeberangan Surabaya- Kamal sebelum
dibangun jembatan Suramadu, kondisi pelabuhan penyeberangan tersebut
sangat padat dan ramai . Armada kapal pada waktu itu berjumlah 12
(duabelas) kapal tetapi setelah adanya jembatan Suramadu kondisisnya
menurun drastis sampai 80% baik jumlah penumpang maupun jumlah
kendaraan dan barang bawaan.
Dengan gambaran pro ile beberapa pelabuhan penyeberangan
tersebut di atas dapat memberikan informasi yang cukup untuk
pembelajaran bagi yang memiliki perhatian terhadap transportasi sungai
danau dan penyeberangan di Indonesia. Sebenarnya sangat banyak sekali
contoh transportasi air di Indonesia yang dapat dikembangkan sebagai
alternatif transportasi jalan untuk menjadi tumpuhan pertumbuhan
mobilitas masyarakat dan peningkatan akses ekonomi masyarakat di
sekitar hinterland pelabuhan penyeberangan.

173
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

174
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Junaidi, 2014, Pembangunan Berkelanjutan Jaringan Transportasi
Dalam Kawasan Hutan (Perencanaan Angkutan Sungai Muara Situlen-
Singkil, Provinci Aceh), Penerbit Balitbang Perhubungan,Jakarta
Adisasmita, Adji, 2011, Perencanaan Pembangunan Transportasi, Penerbit
Graha Ilmu, Yogyakarta.
Haloho, Hervin, 2014 Mahal Amat Sih Transportasi Air Menjadi Penghalang
Wisata Bahari Murah Ke Pulau Berhala, Pernerbit Badan Litbang
Perhubungan, Jakarta.
Hong, Yuan & Lu, Huapu, 2001, Evaluation And AnalysisOf Urban
Transportation Ef iciency In China, InstituteOf Transportation
Engineering Thinghua University, Beijing.
Rusli,Rahmat, 2014, Semi Modernisasi Dermaga Tradisional (Klotok) Balik
Papan- Penajam, Penerbit Badan Litbang Perhubungan, Jakarta
Rodrigue, (2005), Konsep Hinterland Pelabuhan,
Siregar, Muchtarudin, 2012, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen
Transportasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Susantono, Bambang, 2014, Revolusi Transportasi, Penerbit PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

175
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

Sursina, 2014, Strategi Pengembangan Infrastruktur Transportasi Air


Untuk Mendukung Konektivitas Pulau Di Indonesia Peluang dan
Tantangan, Penerbit Badan Litbang Perhubungan,
Laporan Pekerjaan Studi Kelaikan Kapal ASDP dengan Daerah Operasi,
Balitbang Perhubungan Dephub RI, 2007.
Laporan Pekerjaan Studi Kebutuhan Standar, Norma, Pedoman, Kriteria
Dan Sispro di Bidang ASDP, Balitbang Perhubungan Dephub RI, 2008
Laporan Studi Pengembangan Angkutan Penyeberangan Lintas Indonesia
–Thailand Dalam Upaya Mendukung Program Koneksivtas di Asia
Tenggara, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan
Darat Dan Perkeretaapian Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan Kementrian Perhubungan tahun 2014.
Lasse. D.A. Keselamatan Pelayaran di Lingkungan Teritorial Pelabuhan –
Pemanduan Kapal. Nika Jakarta, 2006
Morlok K. Edward. Pengantar Teknik Dan Perencanaan Transportasi.
Penerbit Hak Cipta Dalam Bahasa Inggris @ 1978 Pada McGraw.Hill.
Inc,.Hak Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia ; Pada Penerbit Erlangga
Dengan Perjanjian Resmi Tanggal 15 April 1984. Cetakan Kedua, 1998
Salim Abbas. SE., MA.,Drs. Manajemen Transportasi. Penerbit PT. Daja
Gra indo Persada, 1993
Nasution, H.M.N.M.S.Tr.Drs. Manajemen Transportasi,1996.
…………Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Peraturan Pemerintah
No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan Pelayaran
…………Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
………….Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian
………….Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan
Peraturan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar
Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel (Standard) Berbendera
Indonesia

176
Daftar Pustaka

Peraturan Menteri Perhubungan No.52 Tahun 2004 tentang


Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
Peraturan Menteri Perhubungan No.26 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan
Keputusan Menteri Perhubungan No. 58 Tahun 2003 tentang Mekanisme
Penetapan dan Formula Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan
Keputusan Menteri Perhubungan No. 39 Tahun 2004 tentang Tarif dan
Formula Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan Pada
Pelabuhan Yang Diselenggarakan Oleh Badan Usaha Pelabuhan
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 242/HK.104/
DRJD/2010 tentang Pedoman Teknis Manajemen Lalu Lintas
Penyeberangan
Keputusan Menteri Perhubungan No. 33 tahun 2002 tentang Tarif
Angkutan Penyeberangan Lintas Antar Provinsi Untuk Penumpang
Kelas Ekonomi, Kendaraan/Alat – Alat Berat/Besar dan Barang Hewan
Kepmenhub No. KM. 33. TAHUN 2003 tentang Pemberlakuan Amandemen
Solas 1974 tentang Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan
(Internasional Ships and Port Facility Security/ISPS Code) di Wilayah
Indonesia.
Keputusan Menteri Perhubungan No.17 tahun 2000 tentang Pedoman
Penanganan Bahan/Barang Berbahaya Dalam Kegiatan Pelayaran di
Indonesia.
keputusan Menteri Perhubungan No. 71 Tahun 1999 tentang Aksesibilitas
Bagi Penyandang Cacat dan Orang Sakit Pada Sarana dan Prasarana
Perhubungan
http.//polakumba.blogspot.com/2013/aksisbilitas- dan
mobilitas,html.2012
http.//waroengkemanxblogspot.com/201/konektivitas-kunci-sukses-
pembangunan.htm

177
Profile Transportasi Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan di Indonesia

178

Anda mungkin juga menyukai