Anda di halaman 1dari 36

Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

ILMU PERUNDANG-
UNDANGAN
setelah uts

lembaga negara dan perundang-undangan (sebelum


perubahan uud 1945)

Pokok-pokok sistem pemerintahan negara dalam Penjelasan Umum UUD 1945:


1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), bukan kekuasaan
(maachtsstaat).
2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR (Die gezamte Staatgewal liegt allein
bei der Majelis). MPR menetapkan UUD, GBHN, mengangkat Kepala Negara &
Wakilnya (Presiden & Wakil Presiden). Presiden tunduk dan bertanggungjawab
kepada MPR (untergeordnet), bukan di samping (neben).
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR. Presiden ada di samping DPR,
dengan Presiden yang harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk
undang-undang (gesetzgebung) dan APBN (staatsbegrooting).
6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Presiden sebelum perubahan UUD 1945 adalah pemegang kekuasaan eksekutif dan
legislatif dengan persetujuan DPR.

Montesquieu membagi kekuasaan negara ke dalam Trias Politica, terdiri dari kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

1
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Pemisahan kekuasaan ini bermaksud untuk mencegah supaya kekuasaan negara tidak
berada pada satu tangan atau organ saja; dikhawatirkan dapat menimbulkan
penyalahgunaan kekuasaan.

Berdasarkan UUD 1945 sebelum perubahan, Indonesia tidak menganut ajaran


pemisahan kekuasaan Trias Politica. Pemegang kekuasaan di Indonesia dipegang oleh:
(1) Eksekutif: Presiden
(2) Legislatif: Presiden dengan persetujuan DPR
(3) Yudikatif: MA & badan peradilan lainnya

presiden sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan


Pasal 4 ayat (1) UUD 1945:
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar.”

Jellinek: pemerintahan mengandung dua arti, formal dan material. Arti formal:
kekuasaan mengatur dan kekuasaan memutus. Arti material: unsur memerintah dan
melaksanakan.

Dapat disimpulkan dari Pasal 4 ayat (1) bahwa kekuasaan pemerintahan meliputi
kekuasaan membentuk peraturan. Hal ini sesuai dengan pendapat van Wijk & W.
Konijnenbelt yang menyatakan bahwa pelaksanaan dapat berarti pengeluaran
penetapan-penetapan atau berupa perbuatan-perbuatan nyata lainnya ataupun berupa
pengeluaran peraturan-peraturan lebih lanjut.

Teori van Vollenhoven: pengertian pemerintahan dapat berarti sebagai lembaga dan
sebagai suatu fungsi. Pemerintahan dalam arti luas terdiri atas empat fungsi:
ketataprajaan, pengaturan, keamanan/kepolisian, dan peradilan; fungsi terakhir dipisah
karena adanya wawasan negara berdasar atas hukum.

A. Hamid S. Attamimi: “…. Seluruh tugas dan fungsi staatsregeling dari NRI berada di
tangan Presiden, dan Presiden jugalah Penyelenggara Tertinggi organ staatsregeling
tersebut.”

Jadi, Presiden adalah Penyelenggara Tertinggi Pemerintah Negara, yang menjalankan


seluruh tugas dan fungsi pemerintahan dalam arti luas yang menyangkut ketataprajaan,
keamanan/kepolisian, dan pengaturan. NRI tidak menganut Trias Politica.

presiden penyelenggara pemerintahan dan perundang-undangan


Intinya, karena kekuasaan pemerintahan juga meliputi kekuasaan membuat pengaturan,
ya Presiden dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang diperlukan dengan
2
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

persetujuan DPR. Dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) untuk UU, Pasal 5 ayat (2) untuk
PP, Pasal 22 ayat (1) untuk PERPU, dan Pasal 4 ayat (1) untuk Keppres.

presiden pemegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan


persetujuan dpr
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan:
“Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.”

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945:


“Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
menjalankan legislative power dalam negara.”

A. Hamid S. Attamimi: Presiden dalam menjalankan legislative power, Presiden yang


melaksanakan kekuasaan pembentukannya, sedangkan DPR melaksanakan pemberian
persetujuannya dengan bersama-sama. Jadi, kewenangan pembentukan UU pada
Presiden. DPR kewenangannya untuk menyetujui.

dpr menyetujui setiap rancangan undang-undang


DPR tidak harus selalu setuju terhadap semua rancangan undang-undang Presiden.
Setiap rancangan UU tidak boleh dikesampingkan, tetapi DPR harus memberikan
consent atau kesepakatan dalam arti menolak atau menerima RUU tersebut.

hakikat undang-undang menurut rousseau


Menurut Rousseau, tujuan negara à menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dari
para warga negaranya, dalam arti kebebasan dalam batas perundang-undangan. Dalam
hal ini, pembentukan undang-undang menjadi hak rakyat untuk membentuknya
(kehendak umum, volonté générale), sehingga undang-undang itu merupakan
penjelmaan dari kehendak rakyat.

Rousseau: UU harus dibentuk oleh kehendak


umum. Yang dimaksud dengan rakyat bukan
penjumlahan dari individu, tetapi kesatuan
yang dibentuk oleh individu-individu itu.

Dapat diambil kesimpulan bahwa “rakyat itu


harus tunduk dan mematuhi setiap undang-
undang” karena undang-undang merupakan
kehendak umum dari masyarakat yang
dilimpahkan kepada wakil rakyat.
3
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

cita negara dan sistem pemerintahan indonesia


Paham cita negara integralistik diperkenalkan oleh Soepomo pada rapat BPUPKI tanggal
31 Mei 1945. Paham cita negara ditengahkan ke dalam kehidupan negara yang akan
dibentuk dan menunjukkan bahwa cita negara merupakan dasar pembentukan negara.
Cita negara beda dengan dasar negara. Dasar negara kita Pancasila, cita negara berperan
untuk menentukan susunan negara dan proses kehidupan negara.

Struktur sosial Indonesia yang asli ialah ciptaan kebudayaan Indonesia. semangat
kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia yang bersifat dan bercita-cita
persatuan hidup, persatuan kawula dan gusti, etc… (hlm. 122-123 di buku ajar)

A. Hamid S. Attamimi: “cita negara integralistik” atau “cita negara totaliter” sebaiknya
tidak digunakan lagi, gunakan “cita negara kekeluargaan” atau “cita negara persatuan”.

lembaga negara lainnya


Prajudi Atmosudirdjo:
1. Penguasa Konstitutif = Majelis Permusyawaratan Rakyat
2. Penguasa Legislatif = Presiden + Dewan Perwakilan Rakyat
3. Penguasa Eksekutif = Pemerintah = Presiden (dibantu pejabat pemerintah)
4. Penguasa Administratif = Administrator Negara = Presiden
5. Penguasa Militer = Presiden (membawahi angkatan perang)
6. Penguasa Yudikatif = Mahkamah Agung (membawahi Aparatur Peradilan)
7. Penguasa Konsultatif = Dewan Pertimbangan Agung
8. Penguasa Inspektif = Badan Pemeriksa Keuangan

lembaga negara dan perundang-undangan (setelah


perubahan uud 1945)

4
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Pokok-pokok sistem pemerintahan negara:


1. Negara Indonesia adalah negara hukum
2. Kekuasaan Negara yang tertinggi ada di tangan rakyat
3. MPR berwewenang untuk:
a. mengubah dan menetapkan UUD;
b. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD;
d. memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan; dan,
e. memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan.
4. Presiden adalah penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi di NRI
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, tidak bertanggung jawab kepada DPR
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Presiden NRI adalah pemegang kekuasaan pemerintahan dalam arti eksekutif dan
kekuasaan membentuk UU bersama DPR.

Banyak pakar yang menyatakan bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia setelah


perubahan UUD 1945 menganut Trias Politica, tetapi ini tidak tepat. Kenapa? Karena
ketiga kekuasaan negara tersebut saat ini dilaksanakan oleh:
1. Kekuasaan eksekutif: Presiden
2. Kekuasaan legislatif: DPR bersama Presiden
3. Kekuasaan yudikatif: MA dan MK serta badan peradilan lainnya.

presiden sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan


Yang masih sama:
All concepts of Jellinek, van Wijk & W. Koninjenbelt, and von Vollenhoven still apply.
Pemerintahan meliputi kekuasaan
membentuk pengaturan (formal) dan
melaksanakan. Kalau lupa, lihat atas.

Presiden RI tetap Penyelenggara


Tertinggi Pemerintahan Negara.

Yang berbeda:
Kedudukan Presiden setelah
perubahan UUD 1945 lebih kuat
daripada sebelum perubahan UUD
1945, karena Presiden RI langsung
mendapatkan mandat dari rakyat.
5
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

presiden penyelenggara pemerintahan dan perundang-undangan


Fungsi pengaturan ini terlihat dalam pembentukan UU bersama DPR sesuai Pasal 20
ayat (2), (3), dan (4) UUD 1945 perubahan, pembentukan PP sesuai Pasal 5 ayat (2) UUD
1945, pembentukan PERPU sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD 1945, dan Keppres sesuai Pasal
4 ayat (1) UUD 1945.

dpr memegang kekuasaan membuat undang-undang bersama


presiden
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 perubahan:
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.”

Presiden hanya berhak untuk mengajukan RUU usul inisiatif kepada DPR.

Pasal 20 ayat (2) UUD 1945:


“Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.*)”

Prof. Maria Indrati Soeprapto berpendapat bahwa ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945
bermakna agar dalam membentuk UU, DPR harus melaksanakannya dengan
persetujuan atau dengan bersama-sama Presiden. Agar UU dapat terbentuk, kedua
kewenangan itu dilaksanakan bersama-sama oleh DPR dan Presiden.

Tl;dr, kewenangan Presiden tidak jauh berbeda.

lembaga negara lainnya


Yang dianggap sebagai lembaga negara menurut perubahan UUD 1945:
• Majelis Permusyawaratan Rakyat
• Dewan Perwakilan Rakyat
• Dewan Perwakilan Daerah
• Presiden
• Mahkamah Agung
• Mahkamah Konstitusi
• Komisi Yudisial
• Badan Pemeriksa Keuangan

6
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

lembaga pemerintah dan perundang-undangan (sebelum


perubahan uud 1945)

presiden
Presiden RI adalah Kepala Negara, Mandataris MPR, dan Penyelenggara Tertinggi
Pemerintah Negara Republik Indonesia.

Dalam UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Sebagai mandataris rakyat dan MPR, Presiden bertugas menjalankan Haluan
negara menurut garis-garis besar Haluan negara.

Presiden diangkat oleh MPR, jadi ia tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
Presiden adalah Penyelenggara Pemerintah Negara tertinggi di bawah MPR dan dalam
menjalankan Pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung jawab ada di tangan
Presiden.

Sesuai UUD 1945, Presiden bertugas:


a. Menjalankan UUD 1945
b. Menjalankan GBHN
c. Menjalankan pemerintahan negara umumnya

Presiden dibantu oleh Wakil Presiden, Menteri, Pejabat setingkat Menteri, dan Kepala
Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

Wakil Presiden dipilih dan diangkat MPR, tapi dia bertanggung jawab ke Presiden.

menteri-menteri negara
Pasal 17 UUD 1945:
“(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.”

Menteri yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah secara praktik. Menteri


bertanggung jawab kepada Presiden.

Lihat ayat (3): memimpin departemen pemerintahan. Pengertian “departemen” itu


maksudnya “bagian”, jadi “departemen pemerintahan” = “bagian pemerintahan”.
Intinya, setiap Menteri memimpin bagian pemerintahan sesuai bidang tugasnya.

7
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Menteri Negara ini dibagi penyebutannya: Menteri Koordinator, Menteri Negara, dan
Menteri Departemen (disebutnya “Menteri” aja).

Selain pembagian di atas, ada juga Pejabat setingkat Menteri, yaitu: Panglima ABRI,
Jaksa Agung, dan Gubernur BI. Mereka membantu Presiden dalam bidangnya, tapi tidak
terkait langsung dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Menteri Tugas
Menteri Koordinator Keputusan Presiden No. 12 Tahun 1978
(“Menko”) Menteri Koordinator adalah Menteri Negara Pembantu Presiden
dengan tugas pokok mengkoordinasikan penyiapan dan penyusunan
kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang tertentu dalam kegiatan
pemerintahan negara.
Menteri Negara Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1993
(“Meneg”) Menteri Negara adalah Pembantu Presiden yang menangani bidang
tugas tertentu yang melampaui bidang tugas suatu Departemen.
Menteri Departemen Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1984
(“Menteri”) Semua Departemen dipimpin oleh seorang Menteri.

Menteri Negara yang termasuk dalam lembaga pemerintah dalam perundang-undangan


hanya Menteri Departemen. Menteri Koordinator dan Menteri Negara tidak termasuk
karena yang satu-satunya memiliki wewenang membentuk peraturan perundang-
undangan ialah Menteri Departemen, not the other two. Menko sama Meneg cuma bikin
peraturan intern.

kepala lembaga pemerintah non-departemen


Ada yang disebut “badan”, e.g. Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Ada yang disebut “lembaga”, e.g. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Ada yang disebut “dewan”, e.g. Dewan Pertahanan Keamanan Nasional.
Ada yang tidak disebut bentuk kelembagaan tapi langsung aktivitasnya, e.g. Arsip
Nasional.

direktorat jenderal departemen


Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1974
Direktur Jenderal Departemen dapat mengeluarkan peraturan perundang-undangan
yang bersifat teknis. Kewenangan ini timbul untuk melaksanakan lebih lanjut
kebijaksanaan dari Menteri yang didelegasikan. Peraturan Dirjen Departemen
dikeluarkan atas nama Menteri atau tanpa dasar hukum. Dasar bagi peraturan Dirjen
terbatas dalam ruang lingku kebijaksanaan Menterinya dan sifatnya hanya teknis.

8
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

badan negara
Badan Negara merupakan lembaga-lembaga pemerintah yang dibentuk dengan suatu
UU dan berfungsi menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan
kesejahteraan masyarakat. Contoh: Pertamina, Bank Indonesia, Perusahaan Jawatan
Kereta Api.

pemerintah daerah
Pasal 18 UUD 1945 à pemerintah wajib
melaksanakan desentralisasi dan dekonsentrasi di
bidang ketatanegaraan.

Dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok


Pemerintahan di Daerah dikenal adanya Daerah
Otonom yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi (Pasal 3) dan Wilayah Administratif
yang dibentuk berdasarkan asas dekonsentrasi (Wil.
Administratif).

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
penyelenggaraannya, ada pembagian tugas yang
jelas, dan kedudukannya sama tinggi. Kepala
Daerah di bidang eksekutif, DPRD di bidang legislatif.

Pembentukan Peraturan Daerah dilakukan bersama-sama oleh Kepala Daerah dan


DPRD. Perda ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Ketua DPRD. (Pasal 38 jo. 44)

Yang dimaksud Pemerintah Daerah:


• Pemerintah Daerah Tingkat I: Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I bersama-sama
dengan DPRD Tingkat I.
• Pemerintah Daerah Tingkat II: Bupati/Walikota / Kepala Daerah Tingkat II
bersama-sama dengan DPRD Tingkat II.

kepala daerah
Dalam rangka desentralisasi, Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dipimpin oleh
Kepala Daerah. Dalam rangka dekonsentrasi, setiap wilayah dipimpin oleh Kepala
Wilayah; Gubernur untuk Provinsi dan Ibukota Negara (Tingkat I), Bupati untuk
Kabupaten dan Walikota untuk Kota (Tingkat II), dan Walikota untuk Kota
Administratif dan Camat untuk Kecamatan.

9
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Dikenal ada dua fungsi dari Kepala Daerah:


1. Kepala Daerah Otonom yang memimpin penyelenggaraan dan bertanggung
jawab sepenuhnya tentang jalannya Pemerintahan Daerah.
2. Kepala Wilayah yang memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan umum
yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di Daerah.

lembaga pemerintah dan perundang-undangan (setelah


perubahan uud 1945)

presiden
Presiden sesudah Perubahan UUD 1945 adalah Kepala Negara dan Penyelenggara
Tertinggi Pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Baik sebelum atau sesudah perubahan, ketentuan dalam UUD 1945 telah meletakkan
UUD sebagai dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat. Yang
berbeda, dulu sebelum perubahan kedaulatan rakyat itu dilakukan oleh MPR. Malah
yang sebelum perubahan itu lebih spesifik karena langsung naruh kedaulatan di MPR;
di sesudah perubahan, nomenklaturnya sebatas menulis “dilaksanakan menurut UUD”.

Menggunakan teori Rousseau mengenai rakyat: rakyat berada dalam dua posisi, yaitu
rakyat sebagai citoyen atau rakyat yang memerintah/berdaulat dan rakyat sebagai sujet
atau rakyat yang diperintah. Posisi Presiden setelah perubahan UUD 1945 lebih kuat
daripada sebelum perubahan. Dulu, mandat rakyat kepada Presiden diberikan melalui
MPR; sekarang, mandat rakyat kepada Presiden diberikan langsung.
Dengan perubahan UUD 1945, rakyat sebagai pemegang kedaulatan (sebagai citoyen)
telah memberikan mandatnya atau kedaulatannya kepada Presiden secara langsung.

Ada yang berpendapat bahwa sejak perubahan UUD 1945, tidak ada Lembaga Tertinggi
dan Lembaga Tinggi Negara. Alasannya karena dulu MPR merupakan lembaga yang
lebih utama dari lembaga negara lainnya. Tapi, sebutan “Lembaga Tertinggi” atau
“Lembaga Tinggi Negara” tidak harus dipermasalahkan karena dari dulu juga tidak ada
istilah seperti itu di UUD 1945. Pahami saja berdasarkan “wewenang, tugas, dan fungsi
yang diberikan oleh UUD 1945”.

Presiden dibantu oleh Wakil Presiden, Pejabat setingkat Menteri, Menteri-menteri


Negara, dan Kepala LPNK.

Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat, tapi bertanggung jawab ke Presiden. Other
than that, kerjaannya nggak beda jauh. Bantuin Presiden, nggak membentuk peraturan
perundang-undangan, kecuali kebutuhan mendesak, dia bakal bikin atas nama Presiden.

10
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Pejabat setingkat Menteri yang


ditetapkan oleh Presiden hanya Jaksa
Agung RI.

Dengan dihapuskannya Dewan


Pertimbangan Agung, sejak 28 Desember
2006 telah disahkan dan dundangakan
UU No. 19 Tahun 2006 tentang Dewan
Pertimbangan Presiden. Dewan
Pertimbangan Presiden terdiri atas Ketua
merangkap anggota dan 8 orang anggota,
yang masa jabatannya mengikuti masa
jabatan Presiden. Dewan Pertimbangan
Presiden tidak membentuk peraturan
perundang-undangan.

menteri-menteri negara
Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945 Perubahan, Menteri bukan pegawai tinggi biasa
walaupun kedudukannya tergantung pada Presiden. Lalu menurut ayat (3), Menteri lah
yang terutama menjalankan kekuasaan pemerintah di bidangnya.

Nggak jauh berbeda – Menteri tetep membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Hal-hal yang bersangkutan dengan kementerian negara diatur dalam UU No. 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara.
Pasal 1:
“Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
2. Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin
Kementerian.
…”

Sejak pelantikan Presiden Joko Widodo – Wakil Presiden Ma’ruf Amin, diatur juga
dalam beberapa Peraturan Presiden.
1. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2019 tentang Penataan Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024
2. Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara,
mencabut Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara.

11
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Berdasarkan Peraturan Presiden 68/2019, Kementerian Negara Republik Indonesia


terdiri atas:
1) Kementerian Koordinator
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden 68/2019: Kementerian Koordinator adalah
Kementerian yang melaksanakan fungsi sinkronisasi dan koordinasi urusan
Kementerian.

Unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator.


Menurut Pasal 48, Menko bertugas:
“(1) Kementerian Koordinator mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan
pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidangnya.
(2) Tugas Kementerian Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
memberikan dukungan, pelaksanaan inisiatif, dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda
pembangunan nasional dan penugasan Presiden.”

Fungsi Menko, Pasal 49:


“a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya;
b. pengelolaan dan penanganan isu di bidangnya;
c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator;
d. pengawalan program prioritas nasional dan kebijakan lain yang telah diputuskan oleh Presiden
dalam Sidang Kabinet;
e. penyelesaian permasalahan yang tidak dapat diselesaikan atau disepakati antar Kementerian/
Lembaga dan memastikan terlaksananya keputusan dimaksud;
f. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan
g. pengawasan atas pelaksanaan fungsi di bidangnya.”

Saat ini ada 4 Kementerian Koordinator:


a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan –
Menkopolhukam Mahfud MD;
Diatur dengan Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian – Menko Perekonomian
Airlangga Hartanto;
Diatur dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian.
c. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan –
Menko PMK Muhadjir Effendy;
Diatur dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
d. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi – Menko Luhut
Binsar Panjaitan.
Diatur dengan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman.
12
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

2) Kementerian Kelompok I
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden 68/2019: Kementerian Kelompok I adalah
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur
kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 1 angka 6, 7, 8, yang termasuk Kementerian
Kelompok I:
1) Kementerian Dalam Negeri;
2) Kementerian Luar Negeri; dan
3) Kementerian Pertahanan.

Kementerian Kelompok I bertugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam


pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Tugas Kementerian disesuaikan dengan upaya pencapaian
tujuan Kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. (Pasal 3-4)

Fungsi Kementerian Kelompok I:


Khusus Kelompok I
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
Kelompok I & II
e. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian;
f. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian.

3) Kementerian Kelompok II
Pasal 2 ayat (3) Peraturan Presiden 68/2019: Kementerian Kelompok II adalah
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) jo. Pasal 1 angka 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 yang termasuk Kementerian Kelompok II:
a. Kementerian Agama; d. Kementerian Pendidikan dan
b. Kementerian Hukum dan Hak Kebudayaan;
Asasi Manusia; e. Kementerian Kesehatan;
c. Kementerian Keuangan; f. Kementerian Sosial;

13
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

g. Kementerian Ketenagakerjaan; n. Kementerian Pertanian;


h. Kementerian Perindustrian; o. Kementerian Lingkungan Hidup
i. Kementerian Perdagangan; dan Kehutanan;
j. Kementerian Energi dan p. Kementerian Kelautan dan
Sumber Daya Mineral; Perikanan;
k. Kementerian Pekerjaan Umum q. Kementerian Desa, Pembangunan
dan Perumahan Rakyat; Daerah Tertinggal, dan
l. Kementerian Perhubungan; Transmigrasi; dan
m. Kementerian Komunikasi dan r. Kementerian Agraria dan Tata
Informatika; Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Kementerian Kelompok II bertugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam


pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Tugas Kementerian disesuaikan dengan uapa pencapaian
tujuan Kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. (Pasal 3-4)

Fungsi Kementerian Kelompok II:


Khusus Kelompok II
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Kelompok I & II
e. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian;
f. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian.

4) Kementerian Kelompok III


Pasal 2 ayat (4) Peraturan Presiden 68/2019: Kementerian Kelompok III adalah
kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) jo. Pasal 1 angka 5, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, yang
termasuk Kementerian Kelompok III:
a. Kementerian Sekretariat c. Kementerian Pendayagunaan
Negara; Aparatur Negara dan Reformasi
b. Kementerian Perencanaan Birokrasi;
Pembangunan Nasional/Badan d. Kementerian Badan Usaha
Perencanaan Pembangunan Milik Negara;
Nasional; e. Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah;

14
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

f. Kementerian Pariwisata dan h. Kementerian Riset dan


Ekonomi Kreatif/Badan Teknologi/Badan Riset dan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Inovasi Nasional; dan
g. Kementerian Pemberdayaan i. Kementerian Pemuda dan
Perempuan dan Perlindungan Olahraga.
Anak;

Tugas Kementerian Kelompok III: menyelenggarakan urusan tertentu dalam


pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Tugas ini disesuaikan dengan upaya pencapaian tujuan
Kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. (Pasal 30-31)

Fungsi Kementerian Kelompok III (Pasal 32):


a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya; dan
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.
Juga melaksanakan fungsi koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian.

Sejak adanya Peraturan Presiden 68/2019, pembagian kementerian hanya Menteri


Koordinator, Menteri Kelompok I, II, dan III. Tidak ada lagi Menteri Departemen atau
Menteri Negara.

Telah terjadi pergeseran tugas dan fungsi beberapa kementerian/lembaga sehingga ada
peraturan tersendiri dengan beberapa Peraturan Presiden:
No. 69 Tahun 2019 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. 72 Tahun 2019 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
No. 73 Tahun 2019 Kementerian Riset dan Teknologi
No. 71 Tahun 2019 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

kepala lembaga pemerintah non-kementerian


Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan perubahan istilah dari Lembaga
Pemerintah Non-Departemen.

Pasal 25 ayat (2) UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara: Lembaga
pemerintah non-kementerian berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab
kepada Presiden melalui Menteri yang mengoordinasikan.

15
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
Berdasarkan Peraturan Presiden 3/2013, ada 14 LPNK:
1. Lembaga Administrasi Negara, dibentuk berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014, diatur
dalam Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2018. Menyelenggarakan tugas pemerintahan di
bidang administrasi negara yang berada di bawah bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri.
2. Arsip Nasional Republik Indonesia, diatur dalam UU No. 49 Tahun 2009 yang
dilaksanakan dengan PP No. 28 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013.
Bertugas di bidang kearsipan dan berkedudukan di ibukota negara.
3. Badan Kepegawaian Negara, diatur dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013,
Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2013, UU No. 5 Tahun 2014. Berwewenang melakukan
pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN.
4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, diatur dengan Keppres No. 67 Tahun 2000
dan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013.
5. Badan Standardisasi Nasional, diatur dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013 dan
dibentuk berdasarkan UU No. 20 Tahun 2014 dan terakhir diatur Peraturan Presiden No.
4 Tahun 2018.
6. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dibentuk berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997, Keppres
76 Tahun 1998, Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013, dan Peraturan Presiden No. 145
Tahun 2015.
7. Badan Tenaga Nuklir Nasional, dibentuk berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997, diatur
Keppres No. 197 Tahun 1998 dan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2013.
8. Badan Siber dan Sandi Negara, diatur Keppres No. 77 Tahun 1999, Peraturan Presiden
No. 3 Tahun 2013, Peraturan Presiden No. 53 Tahun 2017 diubah dengan Peraturan
Presiden No. 133 Tahun 2017.
9. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dibentuk UU No. 52 Tahun
2009, diatur Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010, Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013,
Peraturan Presiden No. 145 Tahun 2015.
10. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional, dibentuk Keppres No. 33 Tahun 1988,
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013; UU No. 21 Tahun 2015, Peraturan Presiden No. 49
Tahun 2015.
11. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, diatur Peraturan Presiden No. 192
Tahun 2014 dan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013.
12. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, diatur Keppres No. 1 Tahun 1986 dan Peraturan
Presiden No. 3 Tahun 2013.
13. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, diatur Keppres No. 117 Tahun 1998 dan
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013.
14. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, diatur Keppres No. 110 Tahun 2001, Peraturan
Presiden Tahun 3 Tahun 2013, dan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2017.

Selain 14 yang ada di Peraturan Presiden 3/2013 itu, ada juga LPNK lain:
15. Badan Pusat Statistik 17. Badan Koordinasi Penanaman
16. Badan Informasi Geospasial Modal
16
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

18. Lembaga Ketahanan Nasional 22. Badan Meteorologi, Klimatologi,


19. Badan Nasional Penanggulangan dan Geofisika
Bencana 23. Badan Narkotika Nasional
20. Badan Nasional Penempatan dan 24. Badan Keamanan Laut Republik
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Indonesia 25. Badan Nasional Penanggulangan
21. Lembaga Kebijakan Pengadaan Terorisme
Barang/Jasa 26. Badan Nasional Perencanaan dan
Pertolongan

Ada beberapa LPND yang menjadi LPNK:


27. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga merupakan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, diatur Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2015 dan
Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2016.
28. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, diatur Peraturan
Presiden No. 17 Tahun 2015, Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2015, Peraturan Presiden No.
67 Tahun 2019, Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2019.
29. Badan Intelijen Negara, dibentuk UU No. 17 Tahun 2011 dan diatur Peraturan Presiden No.
24 Tahun 2010.
30. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, diatur Keppres No. 31 Tahun 1983,
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2013, Peraturan Presiden No. 192 Tahun 2014.
31. Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, diatur Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2019.

Hubungan antara Kementerian dan LPNK, diatur dalam Pasal 25 UU No. 39 Tahun 2008.
Intinya hubungannya fungsional, dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem
pemerintahan. LPNK berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri yang mengkoordinasikan.

direktorat jenderal kementerian


Mulai dikenal melalui Keppres No. 44 Tahun 1974. Dirjen Departemen dapat mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis.

Kewenangan Dirjen diatur lagi dalam Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005, khususnya
Pasal 74-77.

Dengan berlakunya Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian
Negara, terdapat ketentuan yang mengatur tentang susunan organisasi Kementerian
Kelompok I dan II yang antara lain mengatur tentang “unsur pelaksana”. Pasal 13
ditetapkan bahwa “unsur pelaksana” itu maksudnya Direktorat Jenderal.

Jadi, Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana Sebagian tugas dan fungsi Kementerian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, dipimpin oleh Direktur
Jenderal.
17
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Direktorat Jenderal bertugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di


bidang tugas yang merupakan sebagian tugas pokok Kementerian, yang disesuaikan
dengan tujuan dan sasaran strategis Kementerian.

Direktorat Jenderal dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi:


1. perumusan kebijakan di bidangnya;
2. pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
3. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidangnya;
4. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal; dan,
5. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Direktorat Jenderal yang melaksanakan urusan pemerintahan yang bersifat konkruen


melaksanakan fungsi:
a. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidangnya; dan
b. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidangnya.

Untuk Kementerian Kelompok III, unsur pelaksananya adalah Deputi yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

Tugas Deputi: menyelenggarakan perumusan kebijakan serta koordinasi dan sinkronisasi


pelaksanaan kebijakan di bidangnya yang merupakan sebagian tugas pokok Kementerian
disesuaikan dengan tujuan dan sasaran strategis Kementerian.

Fungsi Deputi:
a. perumusan kebijakan di bidangnya;
b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
c. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidangnya; dan,
d. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Deputi yang melaksanakan urusan pemerintahan yang bersifat konkruen, fungsinya:


a. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidangnya; dan
b. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidangnya.

badan negara
Badan Negara adalah lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk dengan
suatu UU dan berfungsi menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan
bidang tugas dan kewenangannya, seperti Bank Indonesia.

Badan Negara diberi kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang


merupakan pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan kewenangan atribusi yang
ditetapkan dalam UU pembentukannya.
18
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

pemerintah daerah
Sejak terjadi peralihan kekuasaan dari Presiden Soeharto, terdapat perubahan yang sangat
mendasar dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perubahan
itu dimulai dari UU No. 22 Tahun 1999 yang mencabut UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No.
5 Tahun 1979.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945 Perubahan, ditetapkan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan UU 22/1999, yang saat ini digantikan lagi
oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kewenangan Pemerintah Daerah untuk membentuk Perda dikonkretkan dalam Pasal 236
UU 23/2014. Kewenangan ini diberikan secara atribusi, melalui Pasal 18 ayat (6) UUD 1945
Perubahan dan Pasal 136 UU 23/2014.

kepala daerah
Pasal 59 UU 23/2014: setiap daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintahan Daerah yang
disebut Kepala Daerah.
Pasal 65 ayat (2), Kepala Daerah berwenang:
1. mengajukan rancangan Perda;
2. menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD;
3. menetapkan Perkada dan Keputusan Kepala Daerah;
4. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan
oleh daerah dan/atau masyarakat;
5. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pembentukan ketentuan yang bersifat mengatur (regeling) dilakukan dengan Peraturan


Kepala Daerah, yang bersifat menetapkan (beschikking) dilakukan dengan Keputusan
Kepala Daerah.

jenis peraturan perundang-


undangan

19
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

peraturan perundang-undangan di tingkat pusat


1. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
a. Undang-Undang
- Peraturan perundang-undangan tertinggi di Indonesia
- Dibentuk oleh DPR dengan persetujuan Presiden
- Dapat dicantumkan hak dan kewajiban seseorang, sanksi pidana dan sanksi
pemaksa
- Peraturan berlaku dan mengikat umum
- Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (perubahan)
“Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
- Pasal 20 UUD 1945
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-
undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang.
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan”
- Pergeseran kekuasaan legislatif berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1)
dan Pasal 20 UUD 1945 sebelum dan pasca amandemen
- Semula Presiden membentuk UU dan disetujui oleh DPR à Amandemen DPR
membentuk UU dan Presiden mengesahkan UU
- Pada dasarnya kekuasaan membentuk UU tetap dipegang DPR dan Presiden

b. Undang-Undang Formal (Wet in formele zin) dan Material (wet in materiele zin)
- Wet in formele zin à Keputusan yang dibuat Regering dan Staten Generaal (dilihat
dari pembentukannya)
- Wet in materiele zin à keputusan yang mengikat umum terlepas Lembaga yang
membentuknya
- Di Indonesia tidak tepat mengenakan istilah UU Formal dan UU Materil
- Undang-Undang disetarakan dengan Wet yang merupakan suatu keputusan yang
dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (sebelum
Perubahan UUD 1945) atau dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden (sesudah Perubahan UUD 1945)

c. Undang-undang Pokok
- Berdasarkan UUD 1945 tidak ada istilah Undang-Undang Pokok (Undang-
Undang “induk”) dari Undang-Undang lain.
- UU di Indonesia memiliki hierarki sama dan dibentuk oleh DPR Bersama Presiden
- Kesalahan pemahaman pada “Undang-Undang Pokok” dan “Undang-Undang
tentang Pokok- pokok ...” Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
dalam UUD 1945 karena UU Pokok dan UU biasa setingkat
20
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

d. Undang-Undang Lokal dan Undang-Undang Daerah


- UU di Indonesia merupakan produk legislatif DPR
- Tidak dikenal istilah UU provinsi, kota, daerah
- Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 (Perubahan)
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”

e. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


- Pasal 22 UUD 1945
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang
(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu dicabut.
- Berdasarkan ketentuan tersebut Peraturan Pemerintah yang diberi kewenangan
sama dengan Undang-Undang.
- Pembentukan PERPU dalam “hal ihwal kegentingan yang memaksa” yang harus
segera diatasi karena pada saat itu Presiden tidak dapat mengaturnya dengan
Undang-Undang
- “hal ihwal kegentingan yang memaksa” tidak selalu ada hubungannya dengan
keadaan bahaya, tetapi cukup kiranya apabila menurut keyakinan Presiden
terdapat keadaan yang mendesak, dan keadaan itu perlu segera diatur dengan
peraturan yang mempunyai derajat Undang-Undang.
- Pengaturan tidak dapat ditangguhkan hingga adanya sidang Dewan Perwakilan
Rakyat yang akan membicarakan pengaturan keadaan tersebut
- Contoh:
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Th. 1984 tentang
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
- Makna "kegentingan yang memaksa" dalam Pasal 22 UUD 1945 berdasarkan
Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-
VII/2009, 8 Februari 2010:
(1) adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang;
(2) Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum,
atau ada Undang- Undang tetapi tidak memadai;
(3) kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara
prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan
- Jika Presiden mengajukan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dimintakan
persetujuan, maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerima atau
menolak RUU tersebut tanpa dapat melakukan perubahan di dalamnya (sesuai
Pasal 52 Undang-Undang No. 12 Th. 2011).

f. Perbedaan UU dan PERPU


Undang-Undang itu dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan
bersama Presiden dan dalam keadaan pemerintahan yang normal, sedangkan
21
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh Presiden


sendiri tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam keadaan pemerintahan
tidak normal (dalam kegentingan yang memaksa)

2. Peraturan Pemerintah
- Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
"Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya."
- Ditafsirkan secara teknis, dibentuk Presiden
- Dibentuk apabila telah ada Undang-Undangnya
- Peraturan Pemerintah hanya boleh mencantumkan sanksi pidana ataupun sanksi
pemaksa apabila ditentukan dalam Undang-Undang yang dilaksanakannya.
- Karakteristik Peraturan Pemerintah menurut A. Hamid S. Attamimi:
a. Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa terlebih dulu ada Undang-Undang yang
menjadi “induknya”.
b. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana apabila Undang-Undang
yang bersangkutan tidak mencantumkan sanksi pidana. (Tidak berlaku sejak UU No. 12
Tahun 2011)
c. Ketentuan Peraturan Pemerintah tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan
Undang-Undang yang bersangkutan.
d. Untuk "menjalankan", menjabarkan, atau merinci ketentuan Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dapat dibentuk meski ketentuan Undang-undang tersebut tidak memintanya
secara tegas
e. Ketentuan Peraturan Pemerintah berisi peraturan atau gabungan peraturan dan penetapan
- Peraturan Pemerintah tidak dapat mengubah materi yang ada dalam UU yang
dijalankannya

3. Peraturan Presiden
- Pasal 4 ayat (1) UUD 1945:
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”
- Jellinek: Pemerintah dalam arti formal mengandung kekuasaan mengatur dan memutus
sedangkan pemerintahan arti materil mengandung unsur melaksanakan
- Presiden memiliki kekuasaan mengatur segala sesuatu di negara Republik Indonesia
sesuai Batasan dalam pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 UUD 1945 di mana Presiden
membentuk UU harus dilakukan bersama DPR
- Apabila Presiden hendak mengatur dengan jalur eksekutif, dapat dilaksanakan dengan
pembentukan Peraturan Presiden.
- Suatu Keputusan Presiden dapat merupakan pengaturan secara langsung berdasarkan
atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, Keputusan Presiden ini disebut Keputusan
Presiden yang mandiri
- Keputusan presiden juga dapat berupa peraturan bersifat pelimpahan wewenang
(delegasi) dari PP atau UU yang dilaksanakan
- Tidak selalu keputusan yang bersifat penetapan dan berlaku sekali selesai (einmahlig)
tetapi sering kali merupakan keputusan yang mengatur dan berlaku terus-menerus
(dauerhaftig)

22
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

- Berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 istilah Keputusan Presiden yang bersifat


mengatur tidak lagi disebut Keputusan Presiden, akan tetapi disebut Peraturan
Presiden.

4. Peraturan Menteri
- Pasal 17 UUD 1945 di mana Menteri-menteri Negara itu adalah pembantu-pembantu
Presiden yang menangani bidang-bidang tugas pemerintahan yang diberikan
kepadanya.
- Tidak semua Menteri dapat membentuk Permen
- Menteri yang dapat membentuk Permen:
a. Menteri Kelompok I yang nomenklaturnya disebutkan dalam UUD 1945
b. Menteri Kelompok II yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945
- Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011
(1) Yang dimaksud dengan "Peraturan Menteri" adalah peraturan yang ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan.
(2) Yang dimaksud dengan "berdasarkan kewenangan" adalah penyelenggaraan urusan tertentu
pemerintahan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Pembentukan Permen dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif

5. Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian


- Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) adalah suatu istilah
baru dari Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan PERPRES No. 3 Tahun
2013
- Setingkat lebih rendah dari Peraturan Menteri
- Kewenangan dimiliki oleh setiap Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
- Lembaga-lembaga Pemerintah Non Kementerian diatur dengan Peraturan Presiden No.
145 Tahun 2015
- Pembatasan untuk peraturan bersifat teknis administratif

6. Peraturan Direktur Jenderal (Kementerian)


- Peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran dari Peraturan Menterinya
- Bersifat teknis
- Diatur dalam PP No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara

7. Peraturan Badan Negara


- Kewenangan pembentukannya ditentukan dalam Undang-Undang secara atribusi
- Kewenangan untuk mengatur hal-hal yang termasuk bidang tugas dan wewenangnya
- Contoh:
a. Peraturan Bank Indonesia
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
- Badan Negara tersebut kewenangan mengatur segala sesuatu yang dirumuskan dalam
Undang-Undangnya.

23
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

peraturan perundang-undangan di tingkat daerah


1. Peraturan Daerah Provinsi
- Pasal 1 angka 7 UU No. 12 Tahun 2014
“Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersama Gubernur.”
- Kewenangan atribusi berdasarkan UUD 1945 dan UU pemerintah daerah
- Dapat juga merupakan pelimpahan wewenang (delegasi) dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.

2. Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi


- Gubernur/Kepala Daerah dapat membentuk Peraturan Kepala Daerah berdasarkan
delegasi dari Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Perundang-undangan lainnya

3. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


- Dibentuk oleh Bupati atau Walikota dengan DPRD
- Pelaksanaan otonomi daerah
- Atribusi untuk mengatur daerah berdasarkan UU Pemerintahan Daerah
- Delegasi dari Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

4. Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota


- Pasal 246 ayat (1) UU Pemerintah Daerah
- Bupati/Kepala Daerah dan Walikota/Kepala Daerah dapat membentuk Peraturan
Kepala Daerah berdasarkan delegasi dari Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau
Peraturan Perundang-undangan lainnya

peraturan perundang-undangan peninggalan hindia belanda


1. Peraturan Perundang-undangan pokok
- Algemeene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie
- Reglement op het beleid der regering in Nederlands-Indie
- Wet op staatsinrichting van Nederlands-Indie atau IS

2. Peraturan yang berlaku pada masa IS


- Wet
Merupakan peraturan yang dibentuk di belanda oleh Regering dan Staten Generaal dengan nasihat
dari Raad van State. Beberapa Wet masih berlaku, seperti Wetboek van Straftrecht (KUHP) dan
Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata).
- AMvB
Perturan yang dibentuk oleh Raja dan Menteri dengan nasihat Raad van State. Dibentuk di
Belanda. Setingkat UU.
- Ordonnantie
Peraturan perundangan yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal dan Volksraad di Jakarta dan
berlaku bagi Hindia Belanda.
- Regeringsverordning
Setingkat PP perubahan dan pencabutannya dilakukan dengan peraturan pemerintah.

24
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

peraturan perundang-undangan peninggalan orde lama


1. Penetapan Presiden (Berdasarkan Surat Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat No. 3639/Hk/59)
- Kewenangan Luar Biasa Presiden untuk mengatur/bertindak
- Kewenangan luar biasa itu dapat bersumber pada UUD 1945 sendiri, yaitu bersumber
khusus pada Pasal IV Aturan Peralihan, yakni sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk.
- Dapat bersumber selain pada UUD 1945 (Seperti bersumber pada Dekrit Presiden)

2. Peraturan Presiden
- Dibentuk oleh Presiden berdasarkan Surat Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat No. 3639/Hk/59
- Bersumber pada Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan PENPRES

3. Ketetapan MPRS No. XIXIMPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-produk


Legislatif Negara Di Luar Produk MPRS Yang Tidak sesuai Dengan Undang-Undang
Dasar 1945
- Bunyi TAP MPRS:
1. Semua Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang dikeluarkan sejak Dekrit 5 Juli
1959, ditinjau kembali.
2. Menugaskan kepada Pemerintah bersama-sama DPR-GR untuk melaksanakan peninjauan
kembali Penetapan Presiden/Peraturan Presiden tersebut dengan ketentuan:
a. Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang isi dan turunannya sesuai dengan
suara hati nurani Rakyat dalam rangka usaha pengamanan Revolusi dituangkan dalam
Undang-Undang;
b. Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang tidak memenuhi ketentuan dalam
huruf a, dinyatakan tidak berlaku, sedang akibat pernyataan tidak berlaku itu
selanjutnya diatur dengan perundang-undangan.
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang memuat
materi yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 ditinjau kembali.
4. Peninjauan terhadap peraturan-peraturan tersebut di atas harus selesai dalam jangka waktu
dua tahun sesudah dikeluarkannya ketetapan ini.
5. Selama peninjauan tersebut belum selesai, peraturan- peraturan tersebut tetap berlaku.
6. Sejak ditetapkannya Ketetapan MPRS ini, tidak dibenarkan lagi pembentukan Penetapan
Presiden dan Peraturan Presiden yang baru.

4. Pelaksanaan TAP MPRS tersebut dilakukan dengan pembentukan undang-undang


oleh Pemerintah dan DPR untuk melakukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebagai berikut:
- Undang-Undang No. 25 Tahun. 1968 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai
Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia.
- Undang-Undang No. 5 Tahun. 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden
dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-Undang.
- Undang-Undang No. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1969 tentang Penetapan Berbagai Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang.
25
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

5. Persoalan pada UU No. 5 Tahun 1969


Adanya penggolongan PENPRES dan PERPRES:
- Golongan I à Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden yang diubah menjadi
Undang-Undang penuh.
- Golongan II à Penetapan Presiden yang dinyatakan sebagai Undang-Undang
Kondisional.
- Golongan IIA à Peraturan Presiden yang diserahkan kepada Pemerintah untuk ditinjau
kembali dan diatur kembali
- Golongan IIIA à Penetapan Presiden yang diserahkan kepada Pemerintah untuk
ditinjau Kembali
- Golongan IIIB à Peraturan Presiden yang dinyatakan diserahkan kepada Pemerintah
untuk ditinjau dan diatur kembali
Contoh:
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1969, salah satunya telah menetapkan Penetapan
Presiden No. 11 Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi

peraturan perundang-undangan peninggalan orde baru


• Pada saat ini dengan berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan beserta perubahannya, memang
istilah "peraturan" masih tetap dipertahankan dalam Pasal 7 tentang jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan.
• Untuk Keputusan Presiden, Menteri dan Lembaga lain masih berlaku disebut
“Keputusan” bukan “Peraturan”

fungsi peraturan perundang-undangan

fungsi uu dan perpu


a. Menyelenggarakan Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang dasar
1945 yang tegas menyebutnya
- Beberapa pasal UUD 1945 menyatakan secara tegas hal yang harus diatur dengan UU
- Contoh:
Pasal 2 ayat (1) tentang susunan MPR
Pasal 6 ayat (2) tentang syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden

b. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam Batang Tubuh
UUD 1945
- Dirumuskan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 alinea ke IV
- Apabila suatu ketentuan dalam Batang Tubuh (Pasal-pasal) UUD 1945 walaupun tidak
menyatakan secara tegas ditetapkan untuk diatur dengan Undang-Undang, tetapi
pengaturannya harus dilakukan dengan Undang-Undang.

26
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

c. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam ketetapan MPR yang tegas-tegas


menyebutnya
- Pasal 3 ayat (3) TAP MPR No. III/MPR/2000
“Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang-
Undang Dasar 1945 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia”
- Sejak Amandemen UUD 1945, hanya beberapa peraturan TAP MPR yang masih berlaku
- 14 (empat belas) Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang dinyatakan dalam Pasal 2
dan Pasal 4

d. Pengaturan di bidang materi konstitusi


- Organisasi, tugas dan susunan Lembaga tinggi negara
- Tata hubungan antara negara dan warga negara dan antara warga negara/penduduk
timbal balik
Pendapat ahli menyatakan bahwa pengaturan di bidang materi konstitusi seperti peraturan
mengenai organisasi dan susunan lembaga- lembaga negara di tingkat pusat, serta hubungan
antara negara dan warga negara, perlu diatur dengan Undang-Undang.
- Contoh:
UU MA, UU MPR, UU DPR

fungsi peraturan pemerintah


a. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-Undang yang tegas menyebutnya
- Pasal 5 ayat (2) UUD 1945
“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya”
- PP harus melaksanakan semua ketentuan dari UU yang secara tegas meminta untuk
diatur lebih lanjut dengan PP
- Contoh:
Pasal 75 UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan
(1) Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar
hubungan kerja.
(2) Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengatur


meskipun tidak tegas menyebutnya
- Presiden dapat membentuk PP apabila perlu, meskipun tidak secara tegas dalam UU
untuk diatur dengan PP

fungsi peraturan presiden


a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan
- Kewenangan atribusi dari UUD 1945 kepada presiden
- Fungsi mengatur dan memutus Presiden dapat dilaksanakan dengan membentuk suatu
peraturan perundang-undangan,

27
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

- Peraturan Presiden yang merupakan “sisa” dari per-UU-an yang tertentu batas
lingkupnya, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden yang merupakan pengaturan
delegasian.

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas


menyebutnya
Contoh:
Pasal 74 ayat (3) PP No. 11 Tahun 2014 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
(3) Jenis JF tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

c. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam PP meskipun tidak


tegas menyebutnya
- Fungsi sebelumnya merupakan fungsi delegasi dari PP dan UU yang dilaksanakannya
- Peraturan Presiden di sini hanya mengatur lebih lanjut saja, tidak membentuk suatu
kebijakan baru.

fungsi peraturan menteri


Sesuai Pasal 17 UUD 1945
a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan di bidangnya
- Dimiliki setiap Menteri sesuai dengan bidang tugasnya
- Contoh: Menteri Kesehatan mempunyai kekuasaan mengatur segala hal dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidangnya kesehatan, Menteri Keuangan

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Presiden


- Delegasi ketentuan Pasal 17 UUD 1945
- pengaturan lebih lanjut dari kebijakan Presiden yang dituangkan dalam Peraturan
Presiden.

c. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas


menyebutnya
Contoh:
Undang-Undang No.12 Th. 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42
diatur dengan Peraturan Menteri”

d. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas


menyebutnya
- Fungsi c dan d harus diberi catatan khusus (harus dihindari untuk saat ini)
- Tersirat dalam Nomor 60
“Pembukaan Peraturan Perundang-undangan tingkat Pusat yang tingkatannya lebih rendah
daripada Undang-Undang, antara lain Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan
Dewan Perwakilan Rakyat, Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Dewan

28
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Perwakilan Daerah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Menteri, dan peraturan pejabat yang
setingkat, secara mutatis mutandis berpedoman pada pembukaan Undang-Undang.”
- Nomor 211 Lampiran II Undang-Undang No. 12 Tahun. 2011
“Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang- Undang kepada menteri, pemimpin
lembaga pemerintah non kementerian, atau pejabat yang setingkat dengan menteri dibatasi
untuk peraturan yang bersifat teknis administratif.”

fungsi peraturan kepala lpnk


a. Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan di bidangnya
Contoh:
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), mempunyai kewenangan mengatur segala hal
yang berhubungan dengan administrasi di bidang kepegawaian

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Presiden


- Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU 12 Tahun 2011:
“…dibentuk berdasarkan kewenangannya, seperti kepala badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat.”
- Harus diperhatikan apa yang menjadi fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga
tersebut, oleh karena tidak semua badan, lembaga, atau komisi yang setingkat tersebut
mempunyai kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan.

fungsi peraturan direktur jenderal kementerian


a. Menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis peraturan Menteri
- Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan dan standardisasi teknis
- perumusan kebijakan Kementerian di bidangnya;
- pelaksanaan kebijakan Kementerian di bidangnya;
- penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidangnya;
- pemberian bimbingan teknis dan evaluasi; dan pelaksanaan administrasi Direktorat
Jenderal.

b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Menteri


- Dilaksanakan berdasarkan kebiasaan yang ada
- Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Menteri
- Pedoman Nomor 213 UU 10 Tahun 2004
Pendelegasian kewenangan mengatur dari suatu Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
didelegasikan kepada direktur jenderal, sekretaris jenderal, atau pejabat yang setingkat.
- Pedoman Nomor 214 Lampiran 11 UU 10 Tahun 2004
Pendelegasian hanya boleh dari peraturan yang lebih rendah dari UU

fungsi peraturan badan negara


a. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang
mengatribusikan dan Peraturan Pemerintah yang bersangkutan

29
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

Ø Bersifat atribusi dari UU


b. Menyelenggarakan secara umum dalam rangka penyelenggaraan fungsi dan
tugasnya

fungsi peraturan daerah


a. Penyelenggaraan pengaturan dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan
b. Penyelenggaraan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
c. Pengaturan materi muatan lokal masing-masing daerah
d. Menyelenggarakan pengaturan hal yang tidak bertentangan dengan epraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi

fungsi peraturan kepala daerah


Pasal 247 UU No. 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah:
a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah yang
bersangkutan; dan
b. Menyelenggarakan pengaturan atas kuasa peraturan per-undang-undangan yang
lebih tinggi.

materi muatan peraturan perundang-undangan

materi muatan undang-undang (sebelum perubahan uud 1945)


Istilah “materi muatan undang-undang” diperkenalkan oleh A. Hamid S. Attamimi sebagai
terjemahan dari “het eigenaardig onderwerp der wet” yang aslinya digunakan oleh Throbecke
dalam Aantekening op de Grondwet. Intinya, grondwet (konstitusi) meminjam pemahaman
tentang wet (undang-undang) dari orang/badan hukum yang membentuknya dan
meninggalkan pertanyaan terbuka tentang apa saja yang harus ditetapkan sebagai suatu
wet dan apa yang harus ditetapkan dengan cara lain. Grondwet berdiam diri untuk
merumuskan materi muatan yang khas bagi wet (het eigenaardig onderwerp der wet).

Hal tersebut sesuai dengan UUD 1945 yang hanya menetapkan siapa yang dapat
membentuk undang-undang (Pasal 5 ayat (1): Presiden dengan persetujuan DPR), tetapi
tidak menetapkan mengenai materi muatan undang-undang.

Banyak ahli berpendapat bahwa muatan undang-undang dalam arti “formele wet” atau
“formell Gesetz” tidak dapat ditentukan lingkup materinya karena undang-undang
merupakan perwujudan kedaulatan raja/rakyat. Kedaulatan bersifat mutlak dan tidak
bergantung pada apa pun sehingga undang-undang bisa mempunyai materi muatan apa
saja kecuali undang-undang tidak berkehendak mengatur atau menetapkannya.

30
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

A. Hamid S. Attamimi berpendapat bahwa materi muatan undang-undang di Indonesia


penting untuk dicari karena pembentukan undang-undang bergantung pada cita negara
dan teori bernegara yang dianut, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam
negaranya, serta pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya.

Penetapan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia ditetapkan karena


peraturan perundang-undangan di Indonesia dibentuk oleh lembaga yang berbeda, serta
masing-masing mempunyai fungsi dan materi muatan yang berbeda sesuai jenjangnya,
sehingga hierarki, fungsi, dan materi muatan perundang-undangan selalu membentuk
hubungan fungsional antara peraturan satu dan lainnya.

Jellinek: pemerintahan secara formal mengandung kekuasaan mengatur


(verordnungsgewalt) dan memutus (entscheidungsgewalt), sedangkan secara material
mengandung unsur memerintah dan menyelenggarakan (das Element der Regierung und das
der Vollziehung).

Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 ayat (1)), maka
meliputi wewenang untuk dapat membentuk semua peraturan perundang-undangan di
Indonesia dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun, dalam Pasal 5
ayat (1) disebutkan bahwa pembentukan undang-undang oleh Presiden harus melalui
persetujuan DPR, maka dapat dibedakan menjadi:
1. Undang-undang à perlu persetujuan DPR (berarti pembentukannya dikaitkan
dengan materi muatan yang khas/khusus)
2. Peraturan perundang-undangan lainnya à tidak perlu persetujuan DPR (dibentuk
dari sisa materi muatan yang tidak menjadi materi muatan undang-undang)

Pedoman untuk menemukan materi muatan undang-undang:


1. Dari ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945
Masalah yang harus diatur, ditetapkan, atau dilaksanakan dengan/berdasarkan undang-
undang:
a. Kelompok hak-hak (asasi) manusia: Pasal 12, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 26
ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (1).
b. Kelompok pembagian kekuasaan negara: Pasal 2 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 24
ayat (1) dan (2), dan Pasal 25.
c. Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara: Pasal 16 ayat (1), Pasal
18, dan Pasal 23 ayat (1), (4), dan (5).

2. Berdasarkan Wawasan Negara berdasar atas hukum (Rechtsstaat)


Indonesia merupakan Rechtsstaat, dan dengan wawasan negara berdasar atas hukum
terdapat konsekuensi di bidang perundang-undangan karena hal tersebut menyangkut
masalah pembagian kekuasaan negara dan perlindungan hak-hak (asasi) manusia.
Perkembangan Rechtsstaat:

31
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

a. Polizeistaat
Terbentuk sebagai reaksi terhadap monarki absolut, cirinya adalah undang-undang
dibentuk dengan tujuan mengatur semua rakyat yang pengaturannya dilakukan oleh
negara (bukan rakyat itu sendiri).
b. Rechtsstaat sempit/liberal (negara penjaga malam)
Berfungsi menjaga ketertiban dan ketenangan masyarakat, negara hanya bertindak
jika ada gangguan terhadapnya. Cirinya adalah mulai ada pengaturan undang-
undang yang berisi:
• perlindungan hak-hak asasi manusia
• prinsip pemisahan kekuasaan.
c. Rechtsstaat formal
Negara sudah mulai melaksanakan pengaturan untuk kepentingan masyarakat. Hal-
hal yang membatasi kemerdekaan dan milik warga negara serta yang membebani
warga negara harus diatur undang-undang. Undang-undang menjadi jembatan
penyelenggaraan pemerintahan negara. Cirinya ditandai dengan adanya:
• prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia
• prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan
• prinsip pemerintahan berdasarkan undang-undang
• prinsip adanya peradilan administrasi
d. Rechtsstaat material/sosial (welfare state/verzorgingstaat)
Ada pengakuan terhadap kebijaksanaan bagi tindakan pemerintahan negara, namun
diimbangi dengan adanya peradilan administrasi. Pengaturan tidak dituangkan
dalam undang-undang sepenuhnya, dapat didelegasikan kepada peraturan yang
lebih rendah à pelimpahan titik berat materi muatan “dari atas ke bawah”. Hukum
material negara harus menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Cirinya:
• prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia
• prinsip pemisahan/pembagian kekuasaan
• prinsip pemerintahan berdasarkan undang-undang
• prinsip adanya peradilan administrasi

Indonesia merupakan negara berdasar atas hukum material/sosial, disebutkan dalam


Pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4 yang memuat cita-cita Indonesia (memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial).

3. Berdasarkan Wawasan Pemerintahan berdasarkan sistem Konstitusi


Merupakan pasangan dari wawasan rechtsstaat. Kewenangan pemerintah dan segala
tindakannya dibatasi oleh konstitusi. Di Indonesia, kekuasaan perundang-undangan terikat
oleh UUD dan hukum dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan
peradilannya terikat oleh undang-undang dan hukum negara.

Penjelasan UUD 1945 menentukan mengenai pembentukan undang-undang pada Pasal 5


ayat (1) (lihat penjelasan di atas). Ada sembilan materi muatan dari undang-undang di
Indonesia, yaitu hal-hal:
a. yang tegas-tegas diperintahkan UUD dan TAP MPR

32
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

b. yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD


c. yang mengatur hak-hak (asasi) manusia
d. yang mengatur hak dan kewajiban warga negara
e. yang mengatur pembagian kekuasaan negara
f. yang mengatur organisasi pokok Lembaga-lembaga Tertinggi/Tinggi Negara
g. yang mengatur pembagian wilayah/daerah negara
h. yang mengatur siapa warga negara dan cara memperoleh/kehilangan warga negara
i. yang dinyatakan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang.

Rincian di atas menunjukkan ‘pena-pena penguji’ (testpennen) untuk menguji apakah suatu
materi perundang-undangan negara termasuk materi muatan undang-undang atau tidak.
Jika suatu masalah tidak sesuai dengan butir-butir materi muatan di atas, maka diatur dalam
Keputusan Presiden.

materi muatan peraturan perundang-undangan lainnya (sebelum


perubahan uud 1945)
Materi muatan peraturan perundang-undangan lainnya adalah atribusian atau delegasian
dari materi muatan undang-undang atau materi muatan Keputusan Presiden.
1. Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
PERPU setingkat dengan undang-undang, dibuat dalam kegentingan yang
memaksa, dibentuk oleh Presiden, dan berfungsi sama seperti undang-undang.
Maka dari itu materi muatannya sama dengan undang-undang.

2. Materi Muatan Peraturan Pemerintah (PP)


PP dibentuk sebagai peraturan yang menjalankan undang-undang, dibentuk oleh
Presiden, dan berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang baik
yang secara tegas ataupun tidak tegas menyebutnya. Maka materi muatan PP adalah
keseluruhan materi muatan undang-undang yang dilimpahkan padanya.

3. Materi Muatan Keputusan Presiden (Keppres)


Keppres dibentuk oleh Presiden sebagai penyelenggara fungsi pemerintahan sesuai
Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dan juga untuk menyelenggarakan pengaturan lebih
lanjut dari PP (fungsi delegasi PP). Maka materi muatan Keppres merupakan materi
muatan sisa dari materi muatan undang-undang dan PP (atribusian) dan materi
muatan delegasi undang-undang dan PP.

4. Materi Muatan Peraturan di bawah Keputusan Presiden


Merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang dan Keputusan Presiden
sehingga materi muatannya bersifat atribusian dan delegasian dari materi muatan
keduanya.

33
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

materi peraturan perundang-undangan sesudah perubahan uud 1945


(menurut uu no. 10 tahun 2004)
Setelah perubahan UUD 1945, pendapat A. Hamid S. Attamimi resmi diakui. Hal tersebut
dituangkan dalam rumusan pasal-pasal UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 22A UUD 1945
Perubahan dan Pasal 6 TAP MPR No. III/MPR/2000.

Tiga cara mencari dan menemukan materi muatan undang-undang:


1. Ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945
a. Kelompok lembaga negara: Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat (5), Pasal 19
ayat (2), Pasal 20A ayat (4), Pasal 22B, Pasal 22C ayat (4), Pasal 22D ayat (4), Pasal 23G
ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 24A ayat (5), Pasal 24B ayat (4), Pasal 24C ayat (6), dan
Pasal 25.
b. Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan negara: Pasal 16, pasal 17 ayat (4),
Pasal 18 ayat (1) dan (7), Pasal 18A ayat (1), Pasal 23D, dan Pasal 23 ayat (4) dan (5).
c. Kelompok hak-hak (asasi) manusia: Pasal 12, Pasal 15, Pasal 18A ayat (2), Pasal 18B ayat
(1) dan (2), Pasal 22E ayat (6), Pasal Pasal 23 ayat (1), Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23D,
Pasal 23E ayat (3), Pasal 26 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 28I ayat (5), Pasal 30 ayat (5),
Pasal 31 ayat (1), Pasal 33 ayat (5), dan Pasal 34 ayat (4).
d. Kelompok pengaturan wilayah negara: Pasal 25A.
e. Kelompok pengaturan atribut negara: Pasal 36C.
f. Kelompok lain-lain: Pasal 11 ayat (3), dan Pasal 22A.

2. Berdasarkan Wawasan Negara Berdasar atas Hukum (Rechtsstaat)


(lihat penjelasan sebelumnya)

3. Berdasarkan Wawasan Pemerintahan berdasarkan sistem Konstitusi


Dalam UU No. 10 Tahun 2004 mengatur mengenai materi muatan peraturan
perundang-undangan dalam pasal-pasalnya, yaitu sebagai berikut:
a. Materi Muatan Undang-Undang
Pasal 8:
a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:
(1) hak-hak asasi manusia;
(2) hak dan kewajiban warga negara;
(3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan
negara; 4. wilayah negara dan pembagian daerah;
(4) kewarganegaraan dan kependudukan;
(5) keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

34
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

b. Materi Muatan PERPU


Pasal 9:
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi
muatan Undang-Undang.

c. Materi Muatan PP:


Pasal 10:
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan UndangUndang
sebagaimana mestinya. àsebagaimana mestinya berarti materi muatan dalam PP tidak
boleh menyimpan dari materi undang-undang terkait.

d. Materi Muatan Peraturan Presiden (Perpres)


Pasal 11:
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-
Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

e. Materi Muatan Peraturan Daerah (Perda)


Pasal 12:
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.

f. Materi Muatan Peraturan Desa


Pasal 13:
Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka
penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selain dalam Pasal 8 sampai Pasal 13, dalam Pasal 14 dirumuskan bahwa materi muatan
mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang dan Perda. Hal
ini bertentangan dengan Pasal 10, karena PP harusnya dapat mencantumkan sanksi
pidana sesuai dengan undang-undang yang dilaksanakannya.

materi peraturan perundang-undangan sesudah perubahan uud 1945


(menurut uu no. 12 tahun 2011)
1. Materi Muatan Undang-Undang
Pasal 10:
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan UndangUndang berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

35
Dyah Ayu Saraswati, Raisya Tjahyaningtyas, Fairuz Rana Indrayanti (FH UI 2018)

d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau


e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.

2. Materi Muatan PERPU


Pasal 11:
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi
muatan Undang-Undang.

3. Materi Muatan PP
Pasal 12:
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.

4. Materi Muatan Perpres


Pasal 13:
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang,
materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

5. Materi Muatan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota


Pasal 14:
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi.

6. Materi Muatan yang berhubungan dengan sanksi pidana


Pasal 15:
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa
ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat
ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.

36

Anda mungkin juga menyukai