Resume Textbook Reading Kelompok 4
Resume Textbook Reading Kelompok 4
TEXTBOOK READING
TRAUMA
KELOMPOK 4
FAKULTAS KEDOKTERAN
GIGI UNIVERSITAS YARSI
2021 - 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur atas limpahan nikmat kepada Allah karena telah memberikan
dan memudahkan kami dalam penyusunan tugas wrap up. Atas rahmat dan hidayat-nya lah kami
dapat menyelesaikan wrap up dari textbook reading kami pada materi Trauma. Wrap up ini disusun
guna memenuhi tugas Textbook Reading. Selain itu, kami berharap wrap up ini dapat menjadi
penambah wawasan serta memberi manfaat secara luas.
Dalam wrap up ini, kami mendapat bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu,
sudah sepantasnya kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen yang telah membimbing kami
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun materil.
3. Semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan wrap up ini.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami terkait
skenario yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan wrap up ini. Kami menyadari wrap up ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima dengan senang
hati.
DAFTAR ISI
TARUMA........................................................................................................................................................4
RADIOLOGI TERAPAN............................................................................................................................4
Fraktur Dentoalveolar..............................................................................................................................4
Fraktur Mandibula...................................................................................................................................4
Fraktur Maksilofasial...............................................................................................................................4
Tanda Radiologi Fraktur..........................................................................................................................4
CEDERA TRAUMATIK GIGI...................................................................................................................5
Konkusio.................................................................................................................................................5
Luksasi.....................................................................................................................................................5
Avulsi......................................................................................................................................................7
FRAKTUR GIGI.........................................................................................................................................8
Fraktur Mahkota Gigi..............................................................................................................................8
Fraktur Akar Gigi....................................................................................................................................9
Kombinasi Fraktur Mahkota dan Akar...................................................................................................12
CEDERA TRAUMATIK PADA TULANG WAJAH...............................................................................13
Fraktur Mandibular................................................................................................................................13
Fraktur Kondilus Mandibula..................................................................................................................17
Fraktur Prosessus Alveolaris..................................................................................................................18
FRAKTUR TENGAH TERMASUK FRAKTUR MAKSILA..................................................................20
Fraktur Blow-out Pada Dinding Orbita..................................................................................................20
Fraktur Zygomatic.................................................................................................................................20
Fraktur Le Fort.......................................................................................................................................21
PEMANTAUAN PENYEMBUHAN FRAKTUR.....................................................................................26
TARUMA
Pemeriksaan radiologis sangat penting digunakan untuk mengevaluasi trauma pada gigi dan
rahang, melihat bidang yang fraktur dan menetukan fragmen dan juga mendeteksi benda asing yang
tertanam didalam jaringan lunak akibat trauma serta dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat
penyembuhan setelah cedera.
RADIOLOGI TERAPAN
Fraktur Dentoalveolar
Trauma dentoalveolar membutuhkan gambar intraoral untuk mendapatkan detail yang
bagus. Minimal dua gambar periapikal intraoral harus dibuat pada sudut sinar x-ray hoizontal yang
bebeda untuk mengidentifikasi fraktur gigi. Pandangan oklusal mungkin juga sangat berguna
tergantung pada tingkat keparahan taruma dan kemampuan pasien untuk membuka mulut. Baru
baru ini gambaran CBCT telah digunakan untuk mengidentifikasi fraktur gigi, meskipun hasilnya
bervariasi.
Fraktur Mandibula
Gambaran panoramik sangat berguna sebagai pemeriksaan awal untuk menilai fraktur
mandibula, jika fraktur tersebut dicurigai melibatkan prosesus alveolar mandibula, maka bisa
ditambahkan pandangan oklusal penampang intraoral mandibula. Pandangan mulut terbuka Towne
mungkin berguna dalam kasus dugaan trauma pada daerah kepala dan leher kondilus mandibula.
Pandangan ini dapat melengkapi gambaran panoramik terutama dalam kasus fraktur greenstick
nondisplaced pada leher kondilus. Untuk dugaan fraktur multiple dan kompleks pada mandibula
baiknya menggunakan gambaran CBCT atau MDCT.
Fraktur Maksilofasial
Computed tomographic (CT) imaging adalah metode pilihan untuk gambaran fraktur
kerangka maksilofasial, terutama fraktur yang melibatkan banyak tulang.
Konkusio
Definisi
Syarat concussion yaitu mengacu pada struktur vaskular di apeks gigi dan ligamen
periodontal yang mengakibatkan edema inflamasi. Gigi tidak goyang namun hanya terjadi sedikit
kelonggaran gigi.
Fitur klinis
Pasien biasanya kan mengeluh bahwa gigi yang mengalami trauma terasa nyeri saat
disentuh, yang dapat dikonfimasikan dengan dilakukan perkusi gigi yang lembut secara horizontal
atau vertikal, mungkin gigi juga menjadi sensitif terhadap kekuatan mengigit.
Fitur gambaran
Perubahan ukuran kamar pulpa dan saluran akar dapat berkembang dalam beberapa bulan
dan tahun setelah terjadi cedera traumatis pada gigi. Jika nekrosis pulpa terjadi setelah trauma
mungkin tidak ada deposisi lebih lanjut dari dentin sekunder karena odontoblas dan pulpa mati.
Gigi yang telah mengalami trauma sebelum penutupan apikal dapat mengembangkan apex yang
secara morfologis abnormal, yaitu osteodentin cap. Saat proses nekrosis pulpa dimulai secara
insisal dan berlanjut ke apikal, odontoblas vital dapat tetap berada di apeks akar yang sedang
berkembang dan dentin tersie dapat terdeposit didepan nekrosis pulpa. Osteodentin cap dalam
beberapa kasus mungkin terlihat bersebelahan dengan apeks akar yang berkembang. Berbeda
dengan resorpsi internal dimana saluran akar melebar secara fokal, saluran akar yang terlihat
berhubungan dengan osteodentin cap tampak melebar secara seragam dari kamar pulpaa ke apeks.
Pengelolaan
Perawatan yang tepat pada kasus ini adalah konservatif dan mungkin termasuk sedikit
penyesuaian pada gigi lawan atau penerapan fleksible splint. Kemudian dilakukan pemantauan
berkala pada tahun pertama dengan pengujian vitalitas berulang dan radiografi.
Luksasi
Definisi
Luksasi adalah dislokasi gigi dari soketnya setelah lepasnya perlekatan periodontal. Sub luksasi
gig menunjukan cedera pada struktur pendukung gigi yang mengakibatkan kelonggaran abnormal
gigi tanpa dislokasi yang nyata. Tergantung pada besar dan arahnya, gaya trauma dapat
menyebabkan
1. luksasi intrusif ( yaitu perpindahan gigi ke prosesus alveolar )
2. luksasi ekstrusif ( perpindahan sebagian gigi dari soketnya )
3. luksasi lateral ( gerakan gigi kearah lain)
Pergerakan apeks dan gangguan sirkulasi ke gigi yang mengalami trauma yang menyertai
luksasi dapat menghasilkan perubahan sementara atau permanen pada pulpa gigi dan perubahan ini
dapat menyebabkan nekrosis pulpa. Jika pulpa dapat bertahan dari kejadian traumatik, maka
kecepatan pembentukan dentin dapat meningkat dan berlanjut sampai pulpa mengobliterasi kamar
pulpa dan saluran akar. Proses ini dapat terjadi pada gigi permanen maupun sulung.
Fitur Klinis
Gigi subluksasi normalnya tetap berada di lokasi, namun jika bergerak abnormal maka bisa
jadi karena ada darah pada celah gingiva yang membuktikan kerusakan pada ligamen periodontal.
Mahkota klinis gigi yang terintrusi mungkin akan tampak berkurang ketinggiannya
.
Pada pengujian vitalitas berulang, sensitivitas gigi yang mengalami luksasi dapat menurun
sementara atau tidak terdeteksi. Dan vitalitas dapat kembali setelah beberapa minggu/bulan
kemudian. Biasanya gigi insisif desidui dan permanen rahang atas sering terlibat dalam cedera
luksasi, sedangkan gigi mandibula jarang terkena. Intrusi dan ekstrusi sering ditemukan pada gigi
sulung. Pada gigi permanen, jenis luksasi intrusif lebih jarang terlihat.
Fitur Pencitraan
Pemeriksaan radiografik pada gigi yang mengalami luksasi dapat menunjukan luasnya
cedera pada akar, ligament periodontal, dan prosesus alveolaris. Satu-satunya temuan radiografi
mungkin pelebaran bagian apical dari ruang ligament periodontal. Elevasi gigi mungkin tidak
terlihat pada gambar.
Pada gambar ini terdapat intrusi setelah trauma. Intrusi dapat mengakibatkan obliterasi
parsial atau total dari ruang ligament periodontal apical. Gigi yang telah diekstrusi dapat
menunjukan berbagai tingkat pelebaran apical dari ligament periodontal, tergantung besar gaya
ekstrusi.
Pengelolaan
Gigi permanen subluksasi dapat dikembalikan ke posisi normal setelah kecelakaan. Jika
peradangan menghalangi reposisi, pengurangan minimal gigi lawan mungkin diperlukan untuk
meminimalkan ketidaknyamanan. Penggunaan belat yang fleksibel dapat memberikan stabilitas
tambahan dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada pulpa dan ligament periodontal. Gigi desidui
yang mengalami subluksasi harus diperiksa secara berkala setelah cedera. Jika menyebabkan
ketidaknyamanan karena ekstrusi, maka dapat dihilangkan tanpa terlalu menghawatirkan masalah
oklusal.
Avulsi
Definisi
Avulsi menggambarkan perpindahan lengkap gigi dari proses alveolar. Gigi dapat
mengalami avulsi oleh trauma ketika gaya diterapkan langsung ke gigi/ oleh trauma tidak langsung.
Avulsi terjadi pada sekitar 15% dari cedera traumatis pada gigi.
Fitur klinis
Insisivus sentralis rahang atas adalah gigi yang paling seing mengalami avulsi dari kedua
gigi. Fraktur prosesus alveolaris dan laserasi bibir dapat terlihat pada gigi yang avulsi.
Fitur Pencitraan
Pada avulsi, lamina dura dari soket yang kosong terlihat jelas dan biasanya menetap selama
beberapa bulan. Gigi yang hilang dapat dipindahkan ke jaringan lunak yang berdekatan, dan
gambarnya dapat menonjol di atas gambar prosesus alveolaris, memberikan kesan palsu bahwa gigi
tersebut terletak dalam tulang. Untuk membedakan antara gigi intrusi dan gigi avulsi yang terletak
di dalam jaringan lunak yang berdekatan harus di buat jaringan lunak dari bibir / lidah yang ter
koyak. Beberapa kasus, tulang baru dalam soket berkembang sangat padat dan mensimulasikan
ujung akar yang tertahan.
Pengelolaan
Penanaman kembali gigi permanen setelah avulsi dimungkinkan, namun prognosis
reimplantasi tergantung pada kondisi gigi saat berada diluar mulut, saat keluar dari socket, dan
viabilitas sisa serat ligament periodontal. Terapi endodontic di butuhkan setelah reimplantasi, dan
mungkin ada resorpsi akar eksternal dalam beberapa bulan setelah reimplantasi. Penanaman
kembali gigi desidui yang avulsi membawa bahaya mengganggu perkembangan calon gigi
permanen
FRAKTUR GIGI
Fitur Klinis
Fraktur mahkota gigi sering melibatkan gigi anterior, fraktur ini dapat dilihat dengan alat
penerangan. Studi histologis menunjukkan bahwa fraktur tersebut melewati email tetapi tidak
masuk ke dentin. Fraktur tanpa komplikasi yang melibatkan email dan dentin gigi permanen lebih
sering terjadi daripada fraktur yang mengenai pulpa. Dentin yang terbuka biasanya sensitif
terhadap rangsangan kimia, termal, dan mekanik. Mahkota yang mengalami fraktur dapat
dibedakan dengan perdarahan dari pulpa yang terbuka atau dengan tetesan darah.
Pengelolaan
Prognosis untuk gigi dengan fraktur pada email cukup baik, dan nekrosis pulpa berkembang
kurang dari 2% dari kasus tersebut. Jika fraktur melibatkan dentin dan email, frekuensi nekrosis
pulpa adalah sekitar 3%, namun fraktur oblik memiliki prognosis yang lebih buruk daripada fraktur
horizontal karena berpotensi menyebabkan lebih banyak dentin yang terekspos.
Fitur Klinis
Fraktur akar horizontal lebih sering terjadi pada gigi insisivus sentral rahang atas dan
diakibatkan oleh trauma pada wajah, prosesus alveolaris dan gigi. Sebaliknya, fraktur vertikal
biasanya melibatkan gigi molar pada orang dewasa. Mobilitas mahkota gigi yang retak
berhubungan dengan tingkat fraktur. Artinya, semakin dekat bidang fraktur dengan apeks, maka
semakin stabil gigi tersebut. Fraktur akar biasanya ditandai dengan hilangnya sensitivitas
sementara, dalam beberapa kasus sebagian besar gigi kembali normal dalam waktu kurang lebih 6
bulan.
Fitur Pencitraan
Fraktur horizontal akar gigi dapat terjadi pada semua tingkat (Gambar 30-8). Sebagian
besar fraktur terjadi di sepertiga tengah akar. Fraktur akar nondisplaced biasanya sulit untuk
dideteksi karena dalam beberapa kasus garis fraktur tidak terlihat (Gambar 30-9) Fraktur akar
longitudinal atau vertikal jarang terjadi tetapi kemungkinan besar terjadi pada gigi yang telah
mengalami trauma (Gambar 30-10). Pencitraan CBCT beresolusi tinggi telah digunakan untuk
memeriksa fraktur akar, meskipun dengan sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi. Beberapa
sistem CBCT sangat berguna dalam mengidentifikasi fraktur gigi (Gambar 30-11). CBCT juga
memungkinkan pengguna untuk memvisualisasikan fraktur dalam beberapa bidang penglihatan
(Gambar 30-12).
A B C
A. Fraktur horizontal pada gigi insisivus sentral rahang atas kanan dan osteitis apikal yang
melibatkan gigi insisivus sentral kiri yang berdekatan
B, Fraktur yang mulai membaik dengan sedikit perpindahan fragmen.
C, Fraktur dengan peningkatan jarak antara segmen fraktur yang di akibatkan resorpsi akar.
Diagnosis Banding
Superimposisi gambar fraktur prosesus alveolar atau kanal neurovaskular kecil atau struktur
jaringan lunak seperti bibir, ala hidung, atau lipatan nasolabial di atas gambar akar dapat
menyerupai fraktur akar.
Pengelolaan
Fraktur horizontal di sepertiga tengah atau apikal akar gigi permanen dapat direduksi secara
manual ke posisi yang tepat dan diimobilisasi. Semakin apikal fraktur, semakin baik prognosisnya.
Terapi endodontik dilakukan bila ada bukti nekrosis pulpa. Resorpsi tulang biasanya terjadi di
lokasi fraktur daripada di apeks. Ketika fraktur terjadi pada sepertiga koronal akar, prognosisnya
buruk, dan ekstraksi diindikasikan kecuali bagian apikal dari fragmen akar dapat diekstrusi secara
ortodontik dan direstorasi. Akar gigi sulung yang retak dan dislokasi yang tidak parah dapat
dipertahankan. Gigi berakar tunggal dengan fraktur akar vertikal harus dicabut. Gigi multiroot
dapat dibelah, dan sisanya tetap utuh setengah dari gigi dapat direstorasi dengan terapi endodontik
dan mahkota.
Fitur Klinis
Bidang fraktur tipikal fraktur mahkota-akar gigi anterior memanjang secara oblik dari
permukaan labial dekat sepertiga gingival mahkota ke posisi apikal dari perlekatan gingiva pada
permukaan lingual. Fraktur mahkota-akar kadang-kadang bermanifestasi dengan perdarahan dari
pulpa. Karena gigi ini sensitif terhadap tekanan oklusal yang dapat menyebabkan pemisahan
fragmen, pasien dengan fraktur mahkota dan akar biasanya mengeluh nyeri selama pengunyahan.
Fitur Pencitraan
Identifikasi fraktur mahkota-akar penuh dengan masalah yang sama seperti
mengidentifikasi fraktur akar yang berdiri sendiri karena jumlah distraksi fragmen, angulasi sinar-x
primer, dan artefak yang berasal dari bahan restorasi intrakanal.
Pengelolaan
Jika fragmen koronal mencakup 3 sampai 4 mm akar klinis, restorasi gigi yang berhasil
diragukan, dan pencabutan akar sisa disarankan. Jika fraktur mahkota-akar berorientasi vertikal,
prognosis buruk terlepas dari perawatan. Jika pulpa tidak terbuka dan fraktur tidak meluas lebih
dari 3 sampai 4 mm di bawah perlekatan epitel, pengobatan konservatif mungkin berhasil. Fraktur
mahkota dan akar tanpa komplikasi sering dijumpai pada gigi posterior, dan gigi kemungkinan
besar dapat direstorasi dengan prosedur pemanjangan mahkota. Jika hanya sejumlah kecil akar
yang hilang dengan fragmen koronal tetapi pulpa telah terganggu, kemungkinan gigi dapat
direstorasi setelah perawatan endodontik.
Fraktur wajah paling sering mempengaruhi mandibula dan wajah tengah dan pada rahang
atas. Pemeriksaan radiologi memainkan peran penting dalam diagnosis dan manajemen cedera
traumatis pada tulang wajah ini dan lainnya. Tanda-tanda luka superfisial, seperti pembengkakan
jaringan lunak, pembentukan hematoma, atau perdarahan dari laserasi atau abrasi, dapat menjadi
fokus pemeriksaan radiologis.
Fraktur Mandibular
Tempat fraktur mandibula yang paling umum adalah kondilus, badan, dan sudut, diikuti
oleh daerah parasimfisis, ramus, prosesus koronoideus, dan prosesus alveolaris. Trauma mandibula
sering dikaitkan dengan cedera lain, paling sering gegar otak (kehilangan kesadaran) dan patah
tulang lainnya, biasanya rahang atas, tulang zygomatic, dan kubah tengkorak. Penyebab paling
umum dari fraktur mandibula adalah serangan, jatuh, dan cedera olahraga. Sekitar setengah dari
semua fraktur mandibula terjadi pada individu berusia 16 sampai 35 tahun, dan cedera pada laki-
laki dilaporkan tiga kali lebih sering terjadi daripada pada wanita. Fraktur lebih mungkin terjadi
pada hari-hari akhir pekan daripada pada hari-hari lain dalam seminggu.
Fitur Klinis
Riwayat cedera adalah tipikal, dibuktikan dengan beberapa bukti trauma yang
menyebabkan fraktur, seperti cedera pada kulit di atasnya. Pasien sering mengalami pembengkakan
dan kelainan bentuk yang menonjol saat pasien membuka mulut. Ketidaksesuaian sering terjadi
pada bidang oklusal, dan manipulasi dapat menghasilkan krepitasi atau mobilitas abnormal.
Pemeriksaan intraoral dapat mengungkapkan ekimosis di dasar mulut. Dalam kasus fraktur bilateral
mandibula, terdapat risiko bahwa otot digastrik, mylohyoid, dan omohyoid akan menggeser
fragmen mandibula anterior ke posterior dan inferior, menyebabkan tubrukan pada jalan napas.
Fitur Pencitraan
Pemeriksaan fraktur mandibula yang dicurigai dapat mencakup pencitraan panoramik atau
pencitraan CT. Dalam beberapa kasus jika pasien kooperatif dan sadar, gambar periapikal dan
oklusal intraoral mungkin bermanfaat mengingat resolusinya yang lebih tinggi.
Margin bidang fraktur biasanya tampak sebagai garis pemisah radiolusen yang berbatas
tegas yang terbatas pada struktur mandibula. Pergeseran fragmen menghasilkan diskontinuitas
kortikal atau "langkah" atau ketidakteraturan pada bidang oklusal. Kadang-kadang, margin fraktur
saling tumpang tindih, menghasilkan area dengan peningkatan radiopasitas di lokasi fraktur.
Fraktur mandibula nondisplaced mungkin melibatkan satu atau kedua lempeng kortikal
bukal dan lingual. Fraktur tidak lengkap yang hanya melibatkan satu lempeng kortikal sering
disebut fraktur greenstick, dan ini biasanya terjadi pada anak-anak. Fraktur oblik yang melibatkan
kedua lempeng kortikal dapat menyebabkan beberapa kesulitan diagnostik jika garis fraktur pada
lempeng bukal dan lingual tidak tumpang tindih. Dalam kasus ini, dua garis terlihat bertemu di
pinggiran, menunjukkan dua patahan yang berbeda padahal pada kenyataannya hanya ada satu.
Pencitraan CT lebih disukai dalam kasus ini, tetapi jika pencitraan ini tidak tersedia, pandangan
oklusal akan membantu.
Diagnosa Banding
Fitur Klinis
Pasien mungkin memiliki rasa sakit saat membuka atau menutup mulut atau trismus dari
pembengkakan lokal. Gigitan terbuka anterior dapat terjadi hanya dengan kontak molar distal, dan
mungkin terdapat deviasi mandibula pada pembukaan. Gambaran yang signifikan mungkin adalah
ketidakmampuan pasien untuk menonjolkan mandibula karena otot pterigoid lateral melekat pada
kondilus.
Fitur Pencitraan
Fraktur nondisplaced dari kepala kondilus mandibula mungkin sulit, jika bukan tidak
mungkin, untuk dideteksi pada gambar panorama. Pencitraan CT adalah modalitas pilihan karena
memungkinkan dokter untuk memvisualisasikan hubungan tiga dimensi dari kepala kondilus yang
dipindahkan ke fossa glenoid dan struktur anatomi yang berdekatan di dasar tengkorak dan fossa
infratemporal
Pengelolaan
Perawatan ditujukan untuk meredakan gejala akut, memulihkan hubungan anatomis yang
tepat, dan mencegah ankilosis tulang. Jika maloklusi berkembang, fiksasi intermaxillary dapat
diberikan dalam upaya untuk mengembalikan oklusi yang tepat. Seringkali fraktur kepala dan leher
condylar tidak berkurang karena morbiditas prosedur dan ukuran dan posisi fragmen fraktur.
Fraktur Prosessus Alveolaris
Definisi
Fraktur sederhana dari prosesus alveolar dapat melibatkan pelat kortikal bukal atau lingual
dari prosesus alveolar maksila atau mandibula. Fraktur ini biasanya berhubungan dengan cedera
traumatis pada gigi yang mengalami luksasi dengan atau tanpa dislokasi. Beberapa gigi biasanya
terkena, dan bidang fraktur paling sering berorientasi horizontal. Beberapa fraktur meluas melalui
seluruh proses alveolar (berbeda dengan fraktur sederhana yang hanya melibatkan satu lempeng
kortikal), dan bidang fraktur mungkin terletak apikal gigi atau melibatkan soket gigi. Ini juga sering
dikaitkan dengan cedera gigi dan luksasi ekstrusif dengan atau tanpa fraktur akar.
Fitur Klinis.
Lokasi umum fraktur alveolar adalah rahang atas anterior. Fraktur alveolar sederhana relatif
jarang terjadi pada segmen posterior lengkung. Di lokasi ini, fraktur bukal plate biasanya terjadi
selama pencabutan gigi posterior rahang atas. Fraktur seluruh proses alveolar terjadi di daerah
anterior dan premolar dan pada kelompok usia yang lebih tua.
Ciri khas fraktur proses alveolar ditandai dengan maloklusi dengan perpindahan dan
mobilitas fragmen, dan ketika praktisi menguji mobilitas satu gigi, seluruh fragmen tulang
bergerak. Gigi pada fragmen memiliki suara tumpul yang dapat dikenali saat perkusi, dan gingiva
cekat mungkin mengalami laserasi. Tulang yang terlepas mungkin termasuk dasar sinus maksilaris,
dimana perdarahan dari hidung pada sisi yang terlibat dapat terjadi serta ekimosis dari vestibulum
bukal.
Fitur Pencitraan
Gambaran periapikal, jika dapat dibuat, seringkali tidak menunjukkan fraktur pada satu
dinding kortikal prosesus alveolaris, meskipun terdapat bukti bahwa gigi telah mengalami luksasi.
Namun, fraktur lempeng kortikal labial anterior mungkin terlihat pada gambar oklusal atau pada
gambar ekstraoral lateral mandibula jika perpindahan tulang telah terjadi dan sinar x-ray
berorientasi pada sudut kanan dekat ke arah perpindahan tulang. Fraktur kedua lempeng kortikal
dari prosesus alveolar biasanya terlihat (Gambar 30-18).
Pengelolaan
Fraktur prosesus alveolar dirawat dengan memposisikan ulang gigi yang dipindahkan dan
fragmen tulang yang terkait dengan tekanan digital. Laserasi gingiva dijahit. Jika gigi permanen
luksasi dibidai dan stabil, fiksasi intermaxillary mungkin tidak diperlukan. Gigi yang telah
kehilangan suplai vaskularnya pada akhirnya mungkin memerlukan perawatan endodontik.
Diet lunak selama 10 sampai 14 hari dianjurkan. Cakupan antibiotik diberikan karena komunikasi
dengan soket gigi.
Fitur Klinis
Edema periorbital adalah gambaran umum dari fraktur blow-out orbital, seperti halnya
enophthalmos. Gerakan mata dapat dibatasi jika satu atau lebih otot periorbital terperangkap dalam
defek tulang yang disebabkan oleh fraktur. Jika sel udara ethmoid terlibat, mungkin ada epistaksis.
Fitur Pencitraan
Rekonstruksi pencitraan CT koronal paling baik menunjukkan diskontinuitas lamina
papiracea pada fraktur blow-out dinding medial atau akumulasi jaringan lunak di atap sinus
maksilaris pada fraktur blow-out lantai orbital. Pencitraan CT koronal dapat menunjukkan tampilan
klasik "pintu jebakan" dari lantai orbital yang dipindahkan ( Gambar 30-19,A). Pencitraan CT juga
dapat menunjukkan kepadatan jaringan lunak atau air-fluid level di sel udara ethmoid yang
berdekatan atau sinus maksilaris.Gambar 30-19,B) atau herniasi lemak periorbital dan jebakan otot
periorbital melalui defek tulang di dasar orbita (Gambar 30-19,C).
Pengelolaan
Perbaikan bedah dapat dicoba untuk pasien yang telah sangat mempengaruhi gerakan mata
sebagai akibat dari jebakan otot atau enophthalmos yang tidak dapat diterima.
Fraktur Zygomatic
Definisi
Fraktur yang melibatkan tulang zygomatic mungkin termasuk fraktur tripod, di mana tulang
zygomatic dan area yang berdekatan dari tulang maxillary, frontal, sphenoid, dan temporal
mungkin terlibat.
Cedera pada tulang atau lengkung zygomatic biasanya diakibatkan oleh pukulan kuat pada
pipi atau sisi wajah. Fraktur tulang zygomatic dapat memutar atau menggeser fragmen ke medial,
dukungan oleh otot temporalis dan masseter yang berdekatan dapat membatasi perpindahan.
Fitur Klinis
Perataan pipi bagian atas dengan nyeri tekan dan lesung pipit pada kulit di sisi wajah dapat
terjadi, meskipun beberapa karakteristik klinis fraktur zygomatik mungkin tidak terlihat lebih lama
dari satu jam setelah trauma karena mungkin tertutup oleh edema. Dalam kebanyakan kasus,
ekimosis periorbital dan perdarahan ke dalam sklera (dekat kantus luar) terjadi. Gejala tambahan
mungkin termasuk epistaksis unilateral (untuk waktu yang singkat setelah kecelakaan), anestesi
atau parestesia pipi, dan gerakan mata yang terganggu. Kehadiran diplopia menunjukkan cedera
yang signifikan pada dasar orbit. Pergerakan mandibula mungkin terbatas jika tulang zygomatic
yang tergeser menimpa prosesus koronoideus.
Fitur Pencitraan
Lengkungan zygomatic dapat patah pada titik terlemahnya, sekitar 1 cm posterior sutura
zygomaticotemporal. Pemisahan atau fraktur jahitan frontozygomatic juga dapat terjadi. Fraktur
biasanya tidak terjadi melalui sutura zygomaticomaxillary; namun, dalam beberapa kasus, bidang
fraktur dapat meluas secara oblik, melibatkan tepi inferior orbita dan dinding lateral maksila. Jika
bidang fraktur melibatkan sinus maksilaris, sinus dapat menunjukkan peningkatan radiopasitas
sebagai akibat dari akumulasi darah dan sekret mukus, air-fluid level.
Gambar panorama dari lengkungan zygomatic sering mengungkapkan jahitan
zygomaticotemporal sebagai garis radiolusen yang mungkin memiliki penampilan diskontinuitas di
perbatasan inferior. Ini adalah variasi anatomi normal dan tidak boleh disalahartikan sebagai
fraktur.
Pengelolaan
Ketika gejala termasuk perpindahan minimal dari lengkung zygomatic dan tidak ada
deformitas kosmetik atau gangguan gerakan mata, tidak diperlukan pengobatan. Jika tidak,
pengurangan biasanya ditunjukkan. Fraktur tulang dan lengkung zygomatic mungkin dikurangi
melalui pendekatan intraoral atau ekstraoral.
Fraktur Le Fort
Semua fraktur Le Fort termasuk fraktur satu atau lebih lempeng pterigoid tulang sphenoid.
Meskipun fraktur Le Fort mungkin bilateral, mereka paling sering unilateral.
Deteksi fraktur wajah tengah dalam gambar sulit karena anatomi yang kompleks di wilayah
ini dan beberapa superimposisi struktur. Pencitraan CT adalah metode pencitraan diagnostik pilihan
untuk fraktur wajah kompleks karena menyediakan beberapa irisan gambar dalam bidang ortogonal
melalui wajah yang memungkinkan tampilan struktur tulang tanpa komplikasi anatomi yang
tumpang tindih yang bermasalah dengan pencitraan polos. CT juga memberikan detail gambar
yang sesuai untuk mendeteksi perubahan sekunder yang terkait dengan trauma, termasuk herniasi
lemak orbital dan otot ekstraokular, pembengkakan jaringan lunak atau emfisema, dan akumulasi
darah atau cairan.
Le Fort I (Fraktur Horizontal)
Definisi
Fraktur Le Fort I adalah fraktur yang relatif horizontal pada corpus maksila yang
mengakibatkan lepasnya processus alveolaris dan tulang rahang atas yang berdekatan dari muka
tengah. Fraktur ini adalah hasil dari gaya traumatik yang diarahkan secara horizontal ke posterior di
dasar hidung. Bidang fraktur melewati superior akar gigi dan dasar hidung dan posterior melalui
dasar sinus maksilaris dan tuberositas ke proses pterigoid (Gambar 30-22).
Fitur Klinis
Jika fragmen tidak terkena dampak distal, itu bisa dimanipulasi dengan memegang gigi.
Jika garis fraktur berada pada tingkat yang tinggi, fragmen mungkin termasuk perlekatan otot
pterigoid, yang menarik fragmen ke posterior dan inferior. Akibatnya, gigi posterior rahang atas
berkontak dengan gigi rahang bawah terlebih dahulu, menghasilkan gigitan terbuka anterior, dagu
retrusi, dan rahang panjang.
Jika fraktur pada tingkat rendah, tidak ada perpindahan yang mungkin terjadi. Gejala lain
mungkin termasuk pembengkakan dan memar terkait mata, nyeri di hidung dan wajah, kelainan
bentuk hidung, dan perataan bagian tengah wajah. Epistaksis tidak dapat dihindari, dan terkadang
penglihatan ganda dan berbagai derajat parestesia pada distribusi saraf infraorbital dapat terjadi.
Manipulasi dapat mengungkapkan rahang atas yang bergerak dan krepitasi.
Fitur Pencitraan
Pencitraan CT mengungkapkan air-fluid level atau radiopacification di sinus
maksilaris.Gambar 30-23,A). Gambar koronal dapat mengungkapkan bidang fraktur yang meluas
ke posterior melalui rahang atas, sedangkan gambar koronal atau aksial bersama-sama dapat
mengungkapkan keterlibatan lempeng pterigoid di posterior. Rekonstruksi tiga dimensi dari
kumpulan data CT dapat menunjukkan bidang fraktur dengan keuntungan terbesar (Gambar 30-
23,B).
Pengelolaan
Jika fraktur tidak bergeser dan berada pada tingkat yang relatif rendah di rahang atas, dapat
diobati dengan fiksasi intermaxillary. Fraktur yang tinggi, dengan fragmen bergeser ke posterior
atau dengan pemisahan yang jelas, memerlukan fiksasi kraniomaxilla selain fiksasi intermaksila.
Fitur Klinis
Berbeda dengan fraktur Le Fort I, yang mungkin ditandai dengan hanya sedikit
pembengkakan di sekitar bibir atas, fraktur Le Fort II menyebabkan edema masif dan
pembengkakan yang nyata pada sepertiga tengah wajah. Biasanya, ekimosis berkembang di sekitar
mata dalam beberapa menit setelah cedera. Edema kemungkinan akan sangat parah sehingga tidak
mungkin untuk melihat bola mata. Konjungtiva di atas kuadran dalam mata merah, dan jika tulang
zygomatic terlibat, ekimosis ini meluas ke kuadran luar. Hidung yang patah tergeser karena wajah
jatuh, dan hidung serta wajah memanjang. Sebuah gigitan terbuka anterior terjadi. Epistaksis tidak
dapat dihindari, dan rinore cairan serebrospinal dapat terjadi. Palpasi mengungkapkan
diskontinuitas batas bawah orbit. Dengan menerapkan tekanan antara batang hidung dan langit-
langit, "piramida" tulang dapat digerakkan. Gejala umum lainnya termasuk penglihatan ganda dan
derajat parestesia yang bervariasi pada distribusi saraf infraorbital.
Fitur Pencitraan
. Pemeriksaan radiologis menunjukkan fraktur tulang hidung, prosesus frontal maksila, tepi
infraorbital, dan dasar orbita. Lebih inferior dan posterior, akan ada keterlibatan tulang zygomatic
atau proses zygomatic dari rahang atas, pemisahan sutura zygomaticomaxillary, dan fraktur dinding
lateral sinus maksilaris dan lempeng pterigoid. Keterlibatan sel udara ethmoid dan sinus frontal dan
maksila akan mengakibatkan penebalan mukosa sinus atau akumulasi tingkat cairan darah di ruang
udara. Pencitraan CT adalah modalitas pilihan untuk pencitraan fraktur kompleks tersebut.
Pengelolaan
Perawatan fraktur ini dilakukan dengan reduksi rahang atas yang bergeser dengan fiksasi
intermaxillary, reduksi terbuka, dan pemasangan kabel interoseus dari tepi infraorbital dan
pelapisan fraktur hidung, septum hidung, dan dasar orbita yang menyertainya. Perbaikan ligamen
canthal medial yang terlepas juga mungkin diperlukan. Kebocoran cairan serebrospinal
memerlukan perhatian ahli bedah saraf jika dinding posterior atau superior sinus frontal terlibat.
GAMBAR 30-26 Posisi biasa fraktur Le Fort III pada frontal(A) dan lateral(B) dilihat
Fitur Klinis
Disjungsi kraniofasial menghasilkan gambaran klinis mirip dengan fraktur
piramidal. Cedera jaringan lunak parah, dengan edema masif. Perdarahan dapat terjadi ke jaringan
periorbital dan konjungtiva, dan banyak tanda mata yang penting secara neurologis kemungkinan
besar akan hadir. Deformitas «dished-in» atau cekung pada wajah merupakan karakteristik dari
pola fraktur ini, seperti halnya open bite anterior karena posisi insisivus rahang atas yang
retroklinasi dengan hanya gigi posterior yang oklusi. Bahkan pada pembukaan mandibula, pasien
tidak dapat memisahkan geraham.
Fitur Pencitraan
Hampir tidak mungkin untuk mendokumentasikan fraktur multipel ini dengan film
polos, dan gambar CT sesuai dengan informasi klinis diperlukan. Temuan radiologis utama adalah
distraksi dari jahitan frontonasal, frontomaxillary, zygomaticofrontal, dan zygomaticotemporal dan
fraktur melalui tulang hidung, proses frontal rahang atas, dasar orbital, dan pelat pterigoid. Fraktur
terkait yang melibatkan dinding semua sinus paranasal menghasilkan air-fluid level radiopak
dengan penebalan mukosa.
Pengelolaan
Perawatan fraktur transversal rumit karena fiksasi sepertiga tengah yang longgar dari
kerangka wajah sulit karena fakta bahwa fraktur arkus zigomatikus terjadi. Pada yang
pertama, rahang atas yang longgar digantung dengan kawat melalui pipi dari kerangka kepala
logam atau dipasang dengan pin eksternal yang ditambatkan di tulang.
Pemeriksaan pencitraan tulang wajah setelah trauma biasanya diperlukan untuk mengukur
tingkat pengurangan dari pengobatan dan untuk memantau imobilisasi lanjutan dari lokasi fraktur
selama perbaikan. Biasanya, pemantauan jenis ini dilakukan dengan menggunakan pencitraan
biasa. Peningkatan lebar ini dihasilkan dari resorpsi ujung fraktur dan fragmen tulang kecil yang
diasingkan.