Anda di halaman 1dari 33

KEGIATAN BELAJAR 1

KONSEP DASAR PROFESI

Deskripsi Umum
Pengembangan profesi guru di lingkungan pendidikan diarahkan pada kualitas
profesional, penilaian kinerja secara objektif, transparan dan akuntabilitas, serta
memotivasi untuk meningkatkan kinerja dan prestasi. Pengembangan profesi guru
yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap, berkelanjutan untuk
meningkatkan profesionalitas guru. Dengan demikian, guru dapat memelihara,
meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk
melaksanakan proses pembelajaran secara profesional. Pembelajaran yang berkualitas
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta
didik.
Kegiatan Belajar (KB) 1 membahas tentang konsep profesi dan istilah-istilah yang
berkaitan dengan profesi, syarat dan urgensi profesi, ragam profesi, guru sebagai suatu
profesi, dan landasan guru PAK. Dari bahasan ini diharapkan mahasiswa memiliki
pengetahuan serta gambaran yang jelas tentang profesi keguruan serta memaknainya
bahwa profesi guru tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang karena jabatan
profesi guru di dalamnya terkandung sebuah tanggung jawab moral dan kemanusiaan
yang harus diwujudkan dalam panggilannya di sekolah, gereja, juga di masyarakat.

Petunjuk Penggunaan Modul


A. Bagi Mahasiswa
Bila saudara ingin berhasil dalam mempelajari modul ini, saudara diharapkan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Baca dan pahamilah modul ini dengan baik sesuai dengan capaian pembelajaran
yang telah ditetapkan;
2. Pelajari modul secara bertahap sesuai uruatan KB yang disajikan, dan lakukan
secara berulang-ulang sampai saudara benar-benar memahaminya.
3. Bacalah sumber bacaan lain yang dipandang relevan dengan materi yang
dipelajari sebagai bahan rujukan dan pembanding;


4. Diskusikan materi pada setiap KB dengan rekan sejawat dan/atau dosen
pengampu modul;
5. Ikuti kegiatan pembelajaran sebaik mungkin bersama dosen pengampu baik
secara tatap muka online ataupun melalui chat diskusi di LMS yang telah tersedia;
6. Pastikan saudara dapat menyelesaikan seluruh tagihan tugas yang telah
ditetapkan.
7. Bila saudara belum memenuhi passing grade, silahkan pelajari kembali modul
secara maksimal dan saudara diminta menyelesaikan tugas remedial yang telah
tersedia pada LMS
B. Bagi Dosen
Bila dosen ingin mahasiswa berhasil dalam mempelajari modul ini, dosen
diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Dosen memperdalam materi-materi yang disajikan pada modul ini guna
memberikan pemahaman lebih kepada mahasiswa.
2. Dosen melakukan perkuliahan secara online baik tatap maya dan atau melalui
disksui sesuai dengan kesepakatan;
3. Dosen memberikan penjelasan terkait materi-materi dalam modul yang masih
sulit dipahami;
4. Dosen menyusun soal formatif pada setiap KB dan menginputkannya pada LMS;
5. Dosen menyusun bahan tayang setiap KB dalam bentuk PDF dan
mengunggahnya ke LMS pada Fitur Analisa Bahan Ajar;
6. Dosen membimbing mahasiswa yang memiliki nilai tugas kurang dari passing
grade.
7. Dosen dapat memberikan sumber-sumber bacaan lain yang dipandang relevan
dengan meteri yang disajikan jika diperlukan;
8. Dosen mengarahkan mahasiswa untuk selalu mengikuti pembelajaran sampai
selesai dan menyelesaikan seluruh tugas tagihan yang ditetapkan.

Capaian Pembelajaran dan


Memahami Konsep Dasar Profesi Guru
Sub Capaian Pembelajaran

• Menganalisis konsep profesi dan istilah-istilah yang terkait dengan profesi


• Menganalisis syarat dan urgensi profesi
• Menganalisis ragam profesi


• Menganalisis guru sebagai suatu profesi
• Menganalisis Landasan Profesi guru PAK
Pokok Materi Dalam Peta Konsep

Kegiatan belajar 1: Konsep dasar profesi


Menganalisis konsep profesi dan istilah-istilah yang terkait dengan profesi

• Konsep profesi dan istilah-istilah yang terkait dengan profesi


• syarat dan urgensi profesi
• Ragam profesi
• Guru sebagai suatu profesi
• Landasan Profesi guru PAK


Uraian Materi:

A. Konsep Profesi dan Istilah-Istilah yang terkait dengan Profesi


Istilah profesi sering diberi makna secara kabur, karena memang ada perbedaan
antara sisi pandang akademik dengan sisi pandang praktikal. Kekaburan akan makna
istilah profesi dapat diperjelas dengan mendudukannya, baik secara etimologi maupun
terminologi. Secara etimologi kata profesi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
profession sama artinya dengan vocation, occupation, dan job yang berarti pekerjaan atau
jabatan (Rugaiyah dan Atiek Sismiati, 2011; 5), sedangkan dalam bahasa Latin dari kata
profecus, yang artinya adalah mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli
dalam melaksanakan pekerjaan tertentu (Sudarwan Danim & Wiwien W.Rahayu,
2009;32). Namun pertanyaannya adalah pengakuan siapa? Kalau pengakuan itu datang
dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan misalnya; apakah
kemampuan yang diklaimnya itu benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu
tidak lebih dari sebuah kesombongan? Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-
riak air” yang sesungguhnya mengimplisitkan kedangkalan derajat professional
penyandang profesi itu? Apakah benar ada bukti formal dan material yang
memperkuat dibalik pengakuannya itu? Pertanyaan ini mengemuka karena di
masyarakat kerap terjadi atau muncul perilaku gadungan, misalnya dokter gadungan,
ABRI atau polisi gadungan, dosen gadungan, dan sebagainya. Penyandang profesi
boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu, asalkan pengakuannya itu disertai oleh bukti riil, bahwa dia benar-benar
mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim sebagai keahliannya. Akan tetapi
pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang
profesi itu. Dimana, pengakuan itu berangkat dari karya ilmiah atau produk kerja lain
yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas
kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu.
Secara terminologi profesi dapat diartikan suatu pekerjaan yang
mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya dengan titik tekan pada pekerjaan
mental, bukan pekerjaan manual (Kunandar, 2007; 33). Kemampuan mental yang
dimaksudkan adalah persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk
melakukan perbuatan praktis. Profesi juga memiliki arti sebagai suatu pekerjaan atau
professional yang memiliki tugas dan tanggung jawab khusus serta membutuhkan
kuaifikasi dan kompetensi tertentu. Profesi biasanya dikelolah oleh suatu organisasi
professional atau badan yang memiliki wewenang dan tugas sesuai dengan standard


dan peraturan yang harus diterima serta mengikat para anggotanya. Seorang individu
yang bekerja dalam suatu organisasi profesi biasanya memiliki kualifikasi tertentu
seperti lulus dari sekolah atau universitas yang berkaitan dengan profesi tersebut, serta
memiliki sertifikat atau lisensi professional yang menandakan bahwa ia memenuhi
standar dan peraturan yang ditetapkan oleh organisasi professional. Dalam konteks
profesi keguruan, misalnya seorang guru harus memiliki gelar pendidikan dalam
bidang yang diajrakan dan memiliki sertifikasi professional yang diterbitkan oleh
badan yang berwewenang untuk memberikan izin praktek guru. Ini menunjukkan
bahwa guru memiliki kompetensi dan kualifikasi yang memadai untuk pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata profesi diartikan pekerjaan yang
menjadi nafkah untuk hidupnya, pekerjaan yang dikuasai berdasarkan kompetensi
pada bidang ilmu atau pendidikan keahliannya, seperti guru, dokter, pengacara
(Badudu-Zain, 2001;1090). Dengan demikian profesi diartikan sebagai suatu jabatan
atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus pada
bidang keahlian yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Kunandar,
2007; 45). Orang yang mempunyai keahlian khusus pada bidang profesi senantiasa
melakukan pekerjaannya sebagai kegiatan pokok untuk mendapatkan penghasilan
hidup. Kehidupannya diabadikan dalam bidang profesi dan tidak akan mengalihkan
pekerjaan kepada orang lain yang tidak mempunyai keahlian khusus pada bidang
tugasnya atau dengan kata lain bidang tugasnya tidak dapat diwakili oleh orang yang
tidak seprofesi dengannya.
Dari sudut penghampiran sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan
bahwa profesi menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang
bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh
(Kunandar, 2007; 33). Pengembangan profesi guru agaknya tidak bermuara pada sisi
“ideal”, dia tidak akan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki tetapi terus
mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, serta
perubahan dinamika kemasyarakatan. Pengembangan diri terhadap ilmu pengetahuan
tidak cukup dengan memiliki Ijazah yang sudah diperoleh akan tetapi selalu peka
terhadap perkembanagn ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi (Martininis Yamin &
Maisah, 2010; 27). Pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan di dalam science
dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan
dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat (Martininis Yamin & Maisah, 2010; 30).


Sikun Pribadi mengatakan : Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan
atau janji yang terbuka (to profes : menyatakan, menyebut), bahwa seseorang akan
mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena
merasa terpanggil (H. Supeno,1995;19). Keterpanggilan yang dimaksudkan di sini
terkait dengan tugas-tugas kemanusian yang akan dijalankan untuk melayani dan
membimbing orang lain keluar dari persoalan kehidupan. Seseorang terpanggil karena
memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang
dipercayakan kepadanya. Selain itu, profesi dalam bahasa Latin ’professues’ artinya
suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah dan janji
yang bersifat religius (Ruslan Rusadi, 2002;48). Janji adalah sebuah komitmen untuk
merespons tugas dan panggilan pengabdian terhadap masyarakat. Jadi profesi
merupakan suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu, dan orang
yang memangkunya disertai dengan sumpah atau janji jabatan. Janji yang mengikat
bathinnya dengan tanggung jawab moral terhadap pekerjaan bahwa ia akan setia dan
bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Dengan demikian kehormatan profesi, perlu dijaga dan dijunjung tinggi terhadap
panggilan kemanusiaannya, jika terjadi pelangaran terhadap sumpah atau janji, ia
dianggap telah menodai “kesucian“ profesi tersebut. Artinya kesucian profesi tersebut
perlu dipertahankan dan yang bersangkutan tidak akan mengkhianati profesinya.
Karena itu jabatan profesi berhubungan juga dengan kode etik profesi yang merupakan
standar moral. Keilmuan dan ketrampilan tidaklah cukup untuk memangku suatu
jabatan kehormatan tetapi harus diimbangi dengan perilaku hidup yang baik dan dapat
diteladani oleh bawahan atau masyarakat demi menangkap esensi dari etika profesi
sebagai standar moral atau pedoman melaksanakan kewajiban pokok profesi. Ada tiga
pilar pokok yang ditunjukan untuk suatu profesi , yaitu pengetahuan, keahlian dan
persiapan akademik. Pengetahuan adalah segala fenomena yang diketahui yang
disistimatisasi sedemikian rupa, sehingga memiliki daya prediksi, daya control, dan
daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas
kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian bermakna
penguasaan substansi keilmuan, dimana hal itu dapat dijadikan acuan dalam
bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk
dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik mengandung makna bahwa
untuk mencapai derajat professional atau untuk memasuki jenis profesi tertentu
diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang
dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi.


Menurut Sidjabat, guru termasuk suatu profesi, karena memiliki kepandaian
khusus untuk mengerjakan sesuatu, namun bayaran atau imbalan material yang
diterimanya seringkasli pas-pasan dibandingkan dengan kelompok profesi lainnya.
Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa tugas dan panggilan keguruannya tidak lagi
disebut profesi. Bila orang dan bahkan guru itu sendiri menilai tugasnya dari segi
materi, maka ia akan mengatakan bahwa tugas dan panggilannya tidak disebut sebagai
profesi lagi. Akan tetapi, memandang suatu tugas yang berkualitas professional tidak
saja dengan uang (bayaran), namun juga dengan “ketangkasan, kepandaian khusus”
(Samuel Sidjabat, 1994;157). Sehubungan dengan hal ini, T. Raka Joni (1989)
sebagaimana dikutip Sidjabat, menyatakan bahwa ditengah krisis profesionalisme,
guru perlu tetap diajak memandang tugasnya sebagai profesi. Profesionalisme guru
perlu dibangkitkan. Menurutnya hal ini penting guna meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Atas dasar itu, dikemukakan sedikitnya empat ciri khas dari
tugas atau pekerjaan (keguruan) yang dapat disebut sebagai profesi. Bahwa guru yang
professional : (a). handal dalam pelayanannya; (b). mendapat penghargaan masyarakat;
(c). unggul dalam penguasaan kerja; (d). tahu serta mengutamakan kepentingan
mereka yang dilayani (Samuel Sidjabat, 1994;157).
Selain istilah profesi, kita pun mengenal istilah professional, profesionalisme, dan
profesionalisasi. Profesional sebagai kata benda adalah orang yang berprofesi tertentu,
sedangkan professional sebagai kata sifat menunjuk kepada sifat cara kerja atau hasil
kerja seseorang yang berprofesi tertentu (Sentot Sadono, 2005;1). Profesional adalah
sebuah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang
memiliki keahlian dan keterampilan khusus dalam bidang tertentu serta memegang
standar tinggi untuk tugas dan tanggung jawabnya. Seorang professional biasanya
memiliki pendidikan serta pelatihan formal dalam bidang keilmuan yang digeluti dan
memegang standar nilai-nilai etis dan moral yang tinggi dalam pekerjaan. Dalam
banyak kasus, istilah “professional” juga berkaitan dengan sikap dan prilaku yang
menunjukkan dedikasi, integritas serta kompetensi dalam melakukan pekerjaan.
Sudarwan & Wiwien menjelaskan, kata professional merujuk kepada dua hal:
Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Orang yang profesional biasanya
melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa
disertai dengan tanggungjawab atas kemampuan profesionalnya itu. Istilah otonom di
sini bukan berarti menafikan kolegialitas, melainkan harus diberi makna bahwa
pekerjaan yang dilakukan oleh seorang penyandang profesi itu benar-benar sesuai
dengan keahliannya. Otonomi itu berseri atau serial, misalnya seorang dosen/guru


melakukan pekerjaan mulai dari mempersiapkan bahan ajar, melakukan tugas-tugas
pembelajaran, hingga melakukan evaluasi dan menetapkan nilai akhir untuk warga
belajarnya. Kedua, kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang
sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati unsur-unsur kiat atau
seni yang menjadi ciri tampilan professional seorang penyandang profesi. Seni atau kiat
itu umumnya tidak dapat dipelajari secara khusus, meski dapat saja diasah melalui
latihan. Misalnya, seni seorang guru dalam mengolah pertanyaan siswanya,
memberikan umpan balik, mengemas humor secara tepat selama mengajar, dll.
Dalam UU Nomor 14 tahun 2005, kata professional bermakna pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris professionalism yang secara
klasikal berarti sifat professional. Dalam UU No. 14 tahun 2005 bab 2 ayat 1
menjelaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya pada ayat 4 dijelaskan kedudukan guru sebagai tenaga professional
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
sebagai tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 1, 2, dan 3 UU
No. 74 Tahun 2008 tentang Guru memuat kriteria guru profesional. Ini berarti
menyepakati secara nasional tentang standar bagi guru profesional. Pencapaian standar
guru profesional merupakan hasil penelitian mendalam oleh kelompok penyusun
hukum yang terdiri dari para ahli, pejabat, dan praktisi pendidikan. Diyakini bahwa
berbagai literatur yang otoritatif dan kredibel telah diteliti untuk menentukan standar
guru profesional. Seorang professional memiliki sifat dan sikap yang berbeda dengan
orang yang tidak professional, meski mereka mengerjakan pekerjaan yang sama atau
katakanlah berada pada satu ruang kerja. Tidak jarang pula orang yang
berlatarbelakang pendidikan yang sama dan bekerja pada tempat yang sama
menampilkan kinerja professional yang berbeda, serta berbeda pula pengakuan
masyarakat kepada mereka. Jadi profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen
para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus
menerus mengembangkan strategi yang digunakannya untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan profesinya itu.


Sanusi (1991) menguraikan lima konsep berikut yaitu:
1. Profesi. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para
anggotanya. Maksudnya, ia tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang yang
tidak dilatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan
baik sebelum seseorang menjalani profesi itu maupun setelah menjalani suatu
profesi (in service training) maupun setelah menjalani suatu profesi. Selain
pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang berkaitan dengan
profesi kependidikan. Dengan demikian, kata profesi menunjuk pada suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan
terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
2. Profesional. Kata profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang
menyandang suatu profesi, misalnya ”Dia seorang profesional”. Kedua,
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan
profesinya. Pengertian kedua ini, profesional dikontraskan dengan
”nonprofesional” atau ”amatir”. Suatu pekerjaan profesional memerlukan
persyaratan khusus, yaitu menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep
dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; menekankan pada suatu keahlian
dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; menuntut adanya
tingkat pendidikan yang memadai; adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; dan memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Ali, 1985).
3. Profesionalisme. Kata profesionalisme menunjuk kepada komitmen para
anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme juga
menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau
penampilan suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesionalismenya
tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu profesionalisme juga mengacu kepada
sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan pada standar
yang tinggi dan kode etik profesinya. Sedangkan Ahmad Tafsir (1992)
memberikan pengertian profesionalisme sebagai paham yang mengajarkan
bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional.


4. Profesionalitas. Profesionalitas adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap
para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan
demikian, profesionalitas guru adalah suatu “keadaan” derajat keprofesian
seorang guru dalam sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas pendidikan dan. Dalam hal ini, guru diharapkan memiliki
profesionalitas keguruan yang memadai sehingga mampu melaksanakan
tugasnya secara efektif.
5. Profesionalisasi. Kata profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan
kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria
yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan
profesional baik dilakukan melalui pendidikan ”pra-jabatan” maupun ”dalam
jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi merupakan proses yang panjang.

B. Syarat dan Urgensi Profesi


Setelah mengemukakan tentang pengertian profesi dan istilah-istilah yang
berkaitan dengan profesi, selanjutnya akan dilihat tentang syarat dan urgensi profesi
dan profesi keguruan secara umum maupun syarat profesi guru PAK.
Jabatan profesi supaya mendapat pengakuan di masyarakat memerlukan
sejumlah persyaratan yang mendukung pekerjaannya. Dalam kajian di atas telah
dijelaskan bahwa tidak semua pekerjaan menunjuk pada suatu profesi. Suharsimi
Arikunto,menyebutkan ciri khusus profesi, yaitu: (1).Mendapat pengakuan oleh
masyarakat terhadap layanan tertentu,yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok
pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi; (2). Memiliki sekumpulan bidang ilmu
yang menjadi landasan bagi sejumlah teknik dan prosedur yang unik; (3). Memerlukan
persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang mampu melaksanakan pekerjaan
profesional; (4). Memiliki organisasi profesional di samping meindungi kepentingan
anggotanya dari saingan kelompok luar,juga berfungsi menjaga dan berusaha
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat,termasuk tindakan etis profesional
kepada anggotanya (Rusdiana dan Yeti Heryanti, 2015;16). Menurut Supriadi, profesi
memiliki lima ciri pokok, yaitu: (1).mempunyai fungsi dan signifikasi sosial karena
diperlukan dalam upaya mengabdi kepada masyarakat. (2), menuntut ketrampilan
tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang seriusdan intensif serta
dilakukan dilembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan

10
(accountable).Ketrampilan yang diperoleh bukan rutin tetapi bersifat memecahkan
masalah.(3), didukung oleh disiplin ilmu (a systematic body of knowledge),bukan sekedar
serpihan. (4),Kode etik yang menjadi pedoman perilakuanggotanya beserta sanksi yang
jelas dan tegas terhadap peanggar kode etik. (5),Sebagai konsekuensi dari layanan yang
diberikan kepada masyarakat,anggota profesi secara perseorangan ataupun kelompok
memperoleh imbalan finansial atau materi. Menurut Syafrudin Nurdin (2005), syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi,
yaitu:
1. Panggilan hidup yang sepenuh waktu;
2. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian;
3. Kebakuan yang universal;
4. Pengabdian;
5. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif;
6. Otonomi;
7. Kode etik;
8. Klien;
9. Berperilaku pamong;
10. Bertanggung jawab, dan lain sebagainya
Ahmad Tafsir (1992) berpendapat bahwa pekerjaan dapat disebut sebagai profesi
harus memenuhi syarat, yaitu:
1. Profesi harus memiliki suatu keahlian yang khusus.
2. Profesi harus diambil sebagai pemenuhan panggilan hidup.
3. Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal.
4. Profesi adalah diperuntukkan bagi masyarakat.
5. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic dan kompetensi aplikatif.
6. Pemegang profesi memegang otonomi dalam melakukan profesinya.
7. Profesi memiliki kode etik.
8. Profesi miliki klien yang jelas.
9. Profesi memiliki organisasi profesi.
10. Profesi mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain.
Sementara Glenn Langford, menyebutkan kriteria profesi mencakup:
(1) Upah.
(2) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan.
(3) Memiliki rasa tanggung jawab dan tujuan.
(4) Mengutamakan layanan.

11
(5) Memiliki kesatuan.
(6) Mendapat pemgakuan dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS Pasal 39 (ayat 2) guru
dinyatakan sebagai jabatan profesional. “Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat 1, prinsip
profesional guru mencakup karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan, dan idealisme.
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
c. dengan bidang tugas.
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
e. Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi.
f. Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
g. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
h. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesi berkelanjutan.
i. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan keprofesionalan.
j. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan keprofesian.
Sebagai tanda pengakuan jabatan guru sebagai jabatan fungsioal sebenarnya
sudah nampak sejak ditetapkan kebijakan pemerintah mengenai fungsionalisasi
jabatan guru berdasarkan SK. MENPAN No.26/MENPAN/1989. Dalam keputusan
tersebut secara tegas dinyatakan bahwa guru memiliki tugas fungsional yang cukup
bervariasi,bukan hanya mengajar,tetapi tugas lainnya yang dapat menunjang
pengembangan profesi guru.Sejak itu kenaikan jabatan guru berubah dari kenaikan
pangkat regular menjadi kenaikan pangkat pilihan, yaitu kenaikan pangkat yang
mempersyaratkan terpenuhinya angkakredittertentu dari berbagai kegiatan
professional pokok dan penunjang sebagaimana dalam SK MENPAN tersebut.
Pada dasarnya profesionalisme dan sikap profesional itu merupakan motivasi
intrinsik yang ada pada diri seseorang sebagai pendorong untuk mengembangkan
dirinya menjadi tenaga profesional. Motivasi intrinsik tersebut akan berdampak pada
munculnya etos kerja yang unggul (exellence) yang ditunjukkan dalam lima bentuk
kerja sebagai berikut:

12
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
Berdasarkan kriteria ini, jelas bahwa guru yang memiliki profesional tinggi akan
selalu berusaha mewujudkan dirinya sesuai dengan standar ideal akan
mengidentifikasikan dirinya kepada figur yang dipandang memiliki standar ideal.
2. Meningkatkan dan Memelihara Citra Profesi Profesionalisme yang tinggi
ditunjukkan oleh besarnya keinginan untuk selalu meningkatkan dan memelihara
citra profesi melalui perwujudan perilaku profesional. Perwujudan dilakukan
melalui berbagai cara, penampilan, cara bicara, penggunaan bahasa, postur, sikap
hidup sehari-hari, hubungan antar pribadi, dan sebagainya.
3. Memanfaatkan setiap Kesempatan Pengembangan Profesional Berdasarkan
kriteria ini, para guru diharapkan selalu berusaha mencari dan memanfaatkan
kesempatan yang dapat mengembangkan profesinya. Berbagai kesempatan yang
dapat dimanfaatkan antara lain: (a) mengikuti kegiatan ilmiah seperti lokakarya,
seminar, dan sebagainya, (b) mengikuti penataran atau pendidikan lanjutan, (c)
melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, (d) menelaah
kepustakaan, membuat karya ilmiah, serta, (e) memasuki organisasi profesi.
4. Mengejar Kualitas dan Cita-Cita dalam Profesi.
Hal ini mengandung makna bahwa profesionalisme yang tinggi ditunjukkan
dengan adanya upaya untuk selalu mencapai kualitas dan cita-cita sesuai dengan
program yang telah ditetapkan. Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan
selalu aktif dalam seluruh kegiatan dan perilakunya untuk menghasilkan kualitas
yang ideal. Secara kritis, ia akan selalu mencari dan secara aktif selalu
memperbaiki diri untuk memperoleh hal-hal yang lebih baik dalam melaksanakan
tugasnya.
5. Memiliki Kebanggaan Terhadap Profesinya.
Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat kebanggaan akan profesi yang
dipegangnya. Dalam kaitan ini, diharapkan agar para guru memiliki rasa bangga
dan percaya diri akan profesinya. Rasa bangga ini ditunjukkan dengan
penghargaan akan pengalamannya di masa lalu, berdedikasi tinggi terhadap
tugas-tugasnya sekarang, dan meyakini akan potensi dirinya bagi perkembangan
di masa depan.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menempatkan kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sangat urgen karena berfungsi untuk meningkatkan
martabat guru sendiri dan meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini tertera pada
pasal 4, “Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam

13
Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”. Selanjutnya
Pasal 6 menyatakan tujuan menempatkan guru sebagai tenaga profesional yaitu:
“Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.”
Jabatan guru sebagai pendidik formal di sekolah sebenarnya tidaklah dapat di
pandang ringan karena menyangkut berbagai aspek kehidupan, serta menuntut
pertaggung jawaban moral yang berat. Karena itu tidaklah heran kalau mereka yang
hendak menjadi calon guru harus menempuh proses penjaringan baik dari segi
kemampuan akademis, fisik dan moralitas diri yang matang dalam tanggung jawab
profesi keguruan. Terkait dengan hal dimaksud maka ada beberapa persyaratan profesi
guru yang menjadi standar bagi mereka yang hendak menjadi calon guru di Indonesia
meliputi : fisik, psychis, mental, moral dan intelektual.
1) Peryaratan fisik yaitu kesehatan jasmani, maksudnya seorang calon guru haruslah
berbadan sehat tidak berpenyakit menular yang membahayakan seperti misalnya :
penyakit Tuberculase, Epilepsi, dan cacat tubuh lainnya yang dapat menggangu
tugas mengajarnya.
2) Persyaratan psychis, yaitu sehat rohaninya. Maksudnya tidak mengalami
gangguan kelainan jiwa atau penyakit syaraf.
3) Persyaratan mental yaitu terhadap profesi keguruan, harus mencintai dan dapat
mengabdi dengan penuh dedikasi pada tugas jabatannya, bermental pancasila,
bersikap demokratis sesuai dengan rumusan dasar dan tujuan UUD 1945 dan UU
pendidikan
4) Persyaratan moral yaitu sifat-sifat dan budi pekerti luhur. Maksudnya ia sanggup
berbuat kebajikan, serta bertingkah laku yang bisa dijadikan suri teladan bagi
siswa dan masyarakat sesuai dengan semboyan klasik yaitu “guru digugu dan
ditiru” artinya digugu perkataannya dan ditiru perbuatannya.
5) Persyaratan intelektual atau akademi yaitu mengenai pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diperoleh dari lembaga pendidikan guru yang
memberi bekal untuk menunaikan tugas sebagai pendidik formal di sekolah. Sisi
lain Ijazah yang memberi hak dan wewenang untuk mengajar. Guru juga perlu

14
terus membina diri untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya agar
selalu up to date (yang terbaru saat ini) dengan tuntutan profesinya serta
perubahan-perubahan di dalam masyarakat.
National Education Association (NEA) (1948) menyusun kriteria untuk jabatan
guru sebagai berikut :
a). Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual. Maksudnya seluruh aktivitas
kegiatan guru sangat didominasi kegiatan intelektual.
b). Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. Dalam
“Encyclopedia of Educatonal Research” di katakan bahwa mengajar secara intensif
mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya. Pendidikan keguruan harus
memiliki kurikulum pengetahuan didaktik metodik.
c). Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (latihan). Kurikulum
keguruan harus memuat kajian teori dan praktek pengalaman. Persiapan
profesional yang cukup lama, amat perlu untuk mendidik calon guru agar meliki
kualitas.
d). Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan. Setiap
tahun guru melalukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik untuk
penghargaan kredit maupun tampa kredit poin.
e). Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. Jabatan
guru di Indonesia agak sulit untuk sistim pindah jabatan bila dibandingkan
dengan dunia barat tidak begitu permanen dan bisa kemungkinan pindah ke
lapangan kerja lain.
f). Jabatan yang menentukan standar baku (standarnya) sendiri. Hal tersebut bisa di
atur oleh pemerintah maupun yayasan pendidikan swasta. Demi meningkatkan
mutu kelulusan maka standar penerimaan mahasiswa harus diatur dengan
persyaratan-persyaratan tertentu.
g). Jabatan yang mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. Guru harus
mencintai jabatan mendidik anak-anak ketimbang mencari keuntungan ekonomi
atau keuangan. Ia mendapatkan kepuasan rohani ketimbang kepuasan ekonomi.
h). Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Organisasi profesional guru adalah : 1) PGRI dari TK sampai SMA. 2). ISPI
(Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) 3). Kelompok guru mata pelajaran sejenis,
baik tingakat daerah maupun nasional (Soetjipto & Reflis Kosasi, 2014, 18-25).
Oemar Hamalik, mengatakan bahwa guru profesional harus memiliki persyaratan
yang meliputi:

15
(1) Memiliki bakat sebagai guru.
(2) Memiliki keahlian sebagai guru.
(3) Memiliki keahlian dan terintegrasi.
(4) Memiliki mental yang sehat.
(5) Berbadan sehat.
(6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
(7) Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
(8) Guru adalah seorang warga negara yang baik.
Berbagai uraian tentang syarat atau kriteria dan urgensi perofesi, profesi keguruan
yang dikemukakan di atas, walaupun dalam kata-kata yang berbeda, pada hakikatnya
memperlihatkan persamaan yang besar dalam substansinya.
Selanjutnya tentang syarat profesi guru PAK, menurut penulis menjadi seorang
guru PAK pekerjaannya sangat berat tetapi begitu luhur dan mulia, demikian menurut
pepatah para pendahulu kita. Mengapa? Karena tugas guru PAK yang sangat kompleks
yakni mendidik bangsa yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan meningkatkan
kualitas kehidupan. Dengan kata lain, majunya dinamika kehidupan bangsa di masa
depan sangat ditentukan atau dipengaruhi para guru PAK sebagai pendidik. Oleh
karena itu, menjadi seorang guru PAK harus memiliki syarat sebagai berikut:
a) Guru PAK harus menerima Yesus sebagai satu-satunya jalan kebenaran dan hidup.
Seorang guru PAK, menerima hidup kekal karena beriman kepada Yesus. Dia tahu
bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan kebenaran dan hidup (bdk.Yoh.14:6). Guru
Pak tahu dan sadar bahea tanpa Yesus dia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan
Allah (bdk.Kisah 4:12). Karena itu, ia sadar bahwa Allah mempunyai rencana
atasnya, Allah memanggilnya untuk melaksanakan Amanat Agung Yesus
(Mat.28:19-20).
b) Seorang guru PAK hidupnya telah mengalami pembaharuan diri, baik roh,
maupun pikiran dan perbuatan yang dikerjakan oleh pekerjaan Roh Kudus ( Efesus
4: 22-23). Dengan kata lain, Guru PAK harus mengalami hidup baru. Seorang guru
PAK harus mengalami hidup baru sehingga ia menjadi milik Kristus, tempat
berdiam Roh Allah (Roma 8:9-11). Kristus hidup di dalamnya (bdk.Gal.2:20) dan
kuasa Roh Kudus membawanya ke pengalaman pengudusan atau transformasi.
Dengan demikian seorang guru PAK adalah seorang yang sedang bertumbuh
menjadi dewasa rohani, yang mendisiplinkan diri, bertumbuh dalam pengetahuan
Alkitab yang benar. Sebab pengalaman interaksi dengan Alkitab itulah yang
melimpah kepada peserta didik, dan yang memberi kehidupan. Guru PAK adalah

16
saluran berkat bagi peserta didik, yang dipakai oleh Tuhan menjadi saluran berkat
atas kebenaran Allah.
c) Seorang guru PAK harus hidup berpadanan dengan panggilan hidupnya; rendah
hati, lemah lembut, sabar, penuh kasih dan hidup dalam kesatuan Roh dan
memiliki ikatan damai sejahterah dengan Allah dan sesama manusia (Efesus 4:1-4;
5:18).
d) Seorang guru PAK harus mempunyai pengalaman rohani dengan Allah. Artinya, ia
tidak hanya terpanggil untuk mengajar anak didik dengan pengetahuan Alkitab
saja, tetapi apa yang diajarkan itu terkait dengan apa yang ia ketahui dan alami
sendiri dengan Tuhan. Karena itu guru PAK harus dapat mengajarkan anak
didiknya, bagaimana menerapkan iman Kristen secara nyata dalam kehidupannya
sehari-hari. Sebagai guru PAK, ia harus sanggup berkata seperti rasul Paulus
“Jadilah penggikutku, seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” ( 1 Kor. 11:1).
Guru PAK harus percaya bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang otoritatif dan
infalibilitas. Seorang guru PAK harus percaya akan otoritas Alkitab sebagai Firman
Allah, Alkitab tidak keliru dan memiliki infalibilitas. Pandangan dan sikap
terhadap Alkitab sebagai Firman Allah menentukan tujuan pendidikan agama
Kristen karena Alkitablah yang harus menjadi sumber pengajaran bagi seorang
guru PAK (bdk.2 Tim.3:16-17; 2 Pet.1:19-20).
e) Seoang guru PAK mempunyai kerinduhan untuk menyampaikan Injil kepada
sesama manusia. Harus ada dorongan yang kuat untuk mengantar orang lain
kepada Kristus (Markus 15: 16; Matius 28:18-20).
f) Seorang guru PAK mempunyai pengetahuan yang cukup tentang isi dari iman
Kristen. Ia harus menguasai pengetahuan Alkitab dengan baik, untuk itu ia perlu
dididik dan dilatih sebelum mengajar orang lain (Yosua 1:8-9).
g) Seorang guru PAK perlu mengetahui bagaimana iman Kristen bertumbuh dengan
baik di dalam bathin dan bagaimana iman itu berkembang dalam seluruh hidup
anak didik.
h) Seorang guru PAK harus menunjukkan kesetiaan yang sungguh kepada gereja.
Terlibat aktif dalam persekutuan dan aktivitas gereja (Efesusu 4:17-18).
i) Seorang guru PAK, kata-katanya harus membangun, sopan, santun, dan
mendatangkan puji-pujian bagi Allah (Efesus 5:19).
j) Seorang guru PAK harus memiliki Komitmen yang Tinggi terhadap Profesi Guru
PAK. Komitmen terhadap suatu profesi merupakan modal dasar bagi seseorang
untuk eksis pada suatu jabatan atau profesi. Hal ini dibangun atas dasar cita-cita

17
seseorang ketika ia menempuh pendidikan guru PAK, bukan atas dasar
keterpaksaan karena berbagai faktor lain. Komitmen terhadap suatu jabatan atau
profesi akan berdampak terhadap kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya pada jabatan atau profesi tersebut. Demikian pula bagi seorang guru
PAK, ia harus mencintai profesinya, jika tidak demikian ia akan merasa terpaksa
untuk melakukan tugasnya.
Dengan demikian, profesonalisme seorang guru PAK dapat dilihat pada komitmen
terhadap profesinya. Guru yang memiliki komitmen yang tinggi, pada umumnya
memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pula terhadap tugas-tugas profesinya,
sehingga perhatian, kesempatan dan tenaga yang dicurahkan bagi profesinya
maksimal.
k) Seorang guru PAK harus memiliki Keteladanan
Dalam proses pembelajaran, keteladanan seorang guru PAK adalah sangat penting
dan sangat dibutuhkan. Guru PAK mengajar untuk menanamkan ilmu
pengetahuan, tetapi yang paling penting adalah menanamkan nilai-nilai hidup.
Ada dua aspek yang dapat dijelaskan sehubungan dengan hal ini:
(1). Urgensi Keteladanan. Prinsip yang menganut bahwa peserta didik akan
menjadi sama dengan gurunya, dapat dilihat Yesus sebagai Guru Agung, yang
melatih murid-murid-Nya yang menghasilkan transformasi (bdk.Luk.6:39-40;
Mark.3:14). Maksudnya, supaya murid-murid-Nya dapat melihat langsung
teladan yang dilakukan Yesus melalui semua pelayanan-Nya. Ada pula prinsip
yang menganut bahwa orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya.
artinya bahwa realisasi pemahaman Alkitab, harus ada dalam hidup dan
kehidupan orang tua, barulah pengajaran dan perkataan mereka berwibawa
kepada anak-anaknya. pengajarannya tidak berarti, jika bertentangan dengan
realitas hidupnya (bdk.Ul.6:4-7).
(2). Implikasi keteladanan bagi PAK. Supaya Firman Tuhan yang diajarkan
menghasilkan transformasi, pengajar harus hidup di dalam realitas
pengajarannya sebagai tekat dan. Peserta didik harus mempunyai hubungan
yang intim dengannya, bergaul secara dekat untuk mengenal diri dan
perasaannya, nilai, dan sikapnya yang mencerminkan kebenaran Firman
Tuhan. Hal ini berarti bahwa baik guru PAK maupun peserta didik harus
bersedia membuka diri dan membagikan pengalaman pengaruh Firman Allah
dalam bentuk kepribadian yang utuh (Andar Gultom, 2017; 28-37).

18
C. Ragam Profesi
Sering terdengar dalam percakapan di masyarakat orang mengatakan bahwa
pekerjaannya sebagai profesi. Misalnya ada yang berkata profesinya sebagai tukang
kebun, peternak, pedagang, penyanyi, petinju, penari, tukang koran dan sebagainya.
Para staf dan karyawan instansi militer dan pemerintah juga tidak hentin-hentinya
menyatakan akan terus meningkatkan keprofesionalannya. Ini berarti bahwa jabatan
mereka dikategorikan semuanya dalam profesi. Kalau mencermati berbagai macam
profesi yang di sebutkan di atas, belum tergambar dengan jelas apa yang merupakan
kriteria bagi suatu pekerjaan sehingga dia dapat disebut sebagai jabatan profesi.
Kriteria untuk jabatan profesi bermula dari segi pendidikan formal yang diperlukan
bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai dengan kemampuan yang
dituntut untuk menjalani tugas dan kewajibannya. Seperti dokter dan guru harus
melalui pendidkan tinggi yang cukup lama disertai dengan pelatihan berupa magang
yang memerlukan waktu yang cukup lama sebelum mereka diizinkan memangku
jabatannya. Setelah memangku jabatannya, mereka juga dituntut untuk selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan tujuan dapat meningkatkan
kualitas layanan kepada masayarakat. Sementara itu untuk menjadi pedagang atau
petani serta petinju mungkin tidak diperlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan
khusus sebelum memangku jabatan itu pun tidak perlu. Oleh sebab itu, agar tidak
menimbulkan kerancuan dalam pembicaraan selanjutkan kita harus memperjelas
makna kata profesi itu sendiri (Soetjipto & Raflis Kosasi, 2007, 14-15).
Profesi menunjukkan pada lapangan pekerjaan khusus dan mensyaratkan studi
dan penguasaan pengetahuan khusus yang lebih mendalam, seperti bidang hukum,
militer, keperawatan, kedokteran, pendidikan dan sebaginya. Jenis pekerjaan yang
menuntut spesialisasi khusus dapat dikategorikan sebagai profesi. Pekerjaan yang
bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus untuk melakukan pekerjaan dimaksud.
Profesi seorang yang mendalami bidang hukum akan menjadi ahli hukum, seperti
jaksa, hakim, dan pengacara. Profesi hukum berkembang dari kebutuhan masyarakat
akan adanya rasa aman dan kepastian hukum bagi pelanggar aturan. Ahli sosiologi
hukum memahami betul bahwa setiap masyarakat mengembangkan hukumnya sendiri
sesuai dengan kondisi kemasyarakatan dan semangat zamannya. Profesi kedokteran
berkembang dari tradisi pengobatan tradisional yang mencampuradukkan pseudo
science dengan science. Profesi seorang yang mendalami keperawatan adalah perawat.
Sementara itu, seorang yang menggeluti dunia pendidikan (mendidik dan mengajar)

19
akan di sebut guru serta berbagai profesi lainnya. Berdasarkan defenisi di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu keahlian (Skill), dan kewenangan
dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan) tertetu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang
intensif.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu
keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan
kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tertentu secara khusus yang
diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi kata profesi tidak hanya berlaku
untuk pekerjaan guru saja, namun juga berlaku untuk bidang pekerjaan yang lain yang
didasarkan pada keahlian tertentu.

D. Guru sebagai suatu Profesi


Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para
anggotanya. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dijelaskan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Hal ini diperkuat Pidarta (1997:265) bahwa guru dan dosen adalah pejabat
professional sebab mereka diberi tunjangan professional. Usman (2002:5) menegaskan
bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus.
Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk
melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam
bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru
diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru profesional yang harus
menguasai seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan
lainnya.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh pelatihan
dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Pembinaan dan pengembangan profesi
guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional. Dan kompetensi guru diperoleh melalui pendidikan profesi.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen).

20
Profesi guru merupakan suatu profesi yang hanya dapat dilaksanakan secara
efektif dan efisien oleh seseorang yang dipersiapkan untuk menguasai kompetensi
guru melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus. Oleh karena pendayagunaan
profesi guru secara formal dilakukan di lingkungan pendidikan formal, maka guru
harus memenuhi persyaratan atau kualifikasi atau kompetensi sesuai jenis dan jenjang
sekolah tempatnya bekerja. Untuk itu jabatan guru sebagai profesi seharusnya
mendapat perlindungan hukum untuk menjamin agar pelaksanaannya tidak
merugikan berbagai pihak yang membutuhkan jasa guru secara profesional, dengan
memberikan penghargaan finansial dan non finansial yang layak bagi guru.
Penghargaan itu layak diberikan pada profesi guru dengan sistem gaji khusus
karena berbeda dari profesi lainnya di masyarakat. Perbedaan itu dijelaskan Sudarwan
Danim sebagai berikut:
a. Profesi guru memerlukan dua jenis keahlian, yaitu keahlian dalam bidang
pembelajaran dan dalam bidang studi yang diajarkan. Sedangkan profesi lain
hanya memerlukan satu jenis keahlian.
b. Profesi guru dilaksanakan selama jam kerja dan di luar jam kerja, yakni
menyusun rencana mengajar, melaksanakan proses belajar mengajar, menilai
pekerjaan rumah dan hasil evaluasi belajar, melayani orang tua/wali siswa di
sekolah juga di rumah, berkunjung pada orang tua siswa untuk
melaksanakan kerjasama dalam membantu siswa yang bermasalah.
c. Profesi guru berkenan dengan siswa sebagai manusia yang dapat merancang
tindakan yang merugikan guru apabila merasa diperlakukan tidak wajar,
meskipun sebenarnya guru telah melakukan tindakan kependidikan yang
benar. Berbeda dengan profesi yang mengelola benda karena tidak akan
mengeluh atau memprotes jika diperlakukan salah.
d. Profesi guru menyangkut masa depan bangsa sehingga jika dilaksanakan
dengan keliru akan menghasilkan lulusan sebagai SDM yang tidak
berkualitas.
e. Untuk menjadi guru yang profesional guru harus terus berusaha
mengembangkan diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidangnya dan di bidang pendidikan.
f. Profesi guru dibutuhkan masyarakat dari yang bermukim di kota besar
samapi ke pelosok desa, berbeda dengan profesi lain yang bidang kerjanya
hanya dibutuhkan di kota.

21
g. Profesi guru adalah teladan bagi siswa yang memerlukan penampilan
berwibawa (Sudarwan Danim, 60).

Jabatan profesi keguruan harus memiliki syarat, karena tidak sembarangan


orang dapat melaksanakan tugas sebagai guru yang baik, betapa pun ia, walaupun
berbakat ataupun memiliki/menguasai bidang pengetahuan atau keahlian yang harus
diajarkan atau disampaikannya (Soelaeman, 1985; 39).
Guru adalah tenaga profesi, memiliki spesifikasi ilmu tersendiri, yang
berhubungan dengan tugas mendidik dan mengajar di sekolah. Sebagai tenaga profesi,
seorang guru harus terus menerus berupaya meningkatkan mutu kinerjanya, agar
menjadi tenaga yang lebih profesional. Profesinalisme senantiasa menggunakan teknik
dan prosedur yang berpijak pada landasan intektual yang harus dipelajari secara
disengaja, terencana dan kemudian dapat dipergunakan untuk pencerdasan anak
didik. Seorang pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang
teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu,
seorang pekerja profesional juga ditandai dengan adanya informed responsiveness
terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Artinya bahwa seorang
pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketangkasan yang
bijaksana dan lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau
kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan
kecermatan, sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional pendidikan
ditandai dengan serentetan diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang terus
menerus. Guru harus cermat untuk menentukan langkah, ia juga harus sabar, ulet dan
telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan
membuahkan suatu hasil yang memuaskan (Sadirman A.M, 2007;133).
Profesi guru adalah sebuah jabatan keahlian dengan kewenangan khusus dalam
bidang pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata
pencaharian guna memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai
profesi berarti guru memiliki pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan
kewenagan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan
tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna. Guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan
dan pengajaran. Kompetensi disini meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Dengan kata lain
pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian

22
khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah
orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya
dibidangnya (Kunandar, 46-47).
Jadi guru profesional adalah guru yang mengajar dan mendidik (sebagai
pekerjaan utamanya) dengan mahir, pandai, cermat, dan cerdas karena dia ahli dalam
menjalankan pekerjaan sebagai guru. Ahli dalam bidang tugasnya sebagai guru berarti
dia menguasai berbagai aspek pendidikan dan pengajaran serta memiliki kompentensi
dalam bidang paedagogis (pendidikan, metodologi, penggunaan media
pembelajaran,dll).
Guru dalam bidang profesinya harus menguasai dengan baik materi pelajaran
yang akan disampaikannya kepada siswa, baik dalam bentuk teori maupun praktek.
Mampu melaksanakan bimbingan dan penyuluhan, mampu mengadakan penelitian
sederhana, serta mampu melaksanakan administrasi sekolah dengan baik, sopan,
memiliki sifat terpuji, dan tanggap terhadap pembaharuan. Guru dalam bidang
kehidupan sosial kemasyarakatannya berinteraksi dengan baik dengan masyarakat
sekitarnya, berkomunikasi dengan baik dengan orang tua siswa, berinteraksi dengan
baik dengan sesama rekan kerja dan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan (Thomas Edison, 2016;2).
Surya berpendapat bahwa profesionalisme guru mempunyai makna penting,
yaitu :
(1) profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan
masyarakat umum;
(2) profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi
pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah;
(3) profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan
diri yang memungkinkan guru memberikan pelayanan sebaik mungkin dan
memaksimalkan kompetensinya.
Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima sikap, yakni :
(1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal
(2) meningkatkan dan memelihara citra profesi ;
(3) Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan keterampilannya ;
(4) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi dan

23
(5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Guru profesional adalah guru yang mengenal diri, yaitu dirinya adalah pribadi
yang dipilih dan terpanggil dalam tugas kemanusian untuk mendampingi peserta
didik dalam proses belajar mengajar. Guru dituntut untuk mencari tahu terus menerus
bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar dan bagaimana mereka mengalami
perubahan hidup, memiliki sejumlah pengalaman hidup dengan sesama dan Tuhan.
Apabila ada kegagalan dari peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan
penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkan atau
malahan menyalahkannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan
untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan panggilan profesi gurunya.
Guru tersebut ingin belajar mengembangkan diri secara terus menerus demi
menjawab tuntutan perubahan zaman dari waktu ke waktu.
Seorang guru yang tidak mau belajar, ia akan ketinggalan dari berbagai
dinamika perkembangan akibat dari kemajuan teknologi dan arus globalisasi modern.
Guru harus merasa bangga dengan jabatan profesinya (Kunandar, 48). Kebanggaan
seorang guru dapat terjadi jika ia telah mampu menunjukan yang terbaik bagi anak
didik serta dapat melihat keberhasil mereka. Seorang yang sudah mengalami proses
belajar semestinya ia harus dapat menunjuhkan hasil yang baik bagi orang lain.

E. Landasan Profesi Guru PAK


Tugas mendidik merupakan upaya bersahaja, dan sadar tujuan dari seseorang
untuk orang lain, dalam waktu dan dengan pendekatan tertentu. Seorang guru yang
membimbing anak didiknya, berarti memperlengkapinya dengan nilai-nilai moral,
pengetahuan dan ketrampilan, agar dapat mengembangkan dirinya ke tingkat yang
lebih kurang sama dengan guru itu sendiri. Upaya yang sadar tujuan atau bersahaja ini,
sudah tentu memerlukan penanganan yang handal dan penuh kesetiaan (commitment).
Karenanya seorang guru PAK harus memiliki dan memahami landasan profesinya
yang tepat sehingga tugasnya akan berhasil. Adapun landasan prtofesi guru PAK
adalah:
Pertama, Landasan Alkitabiah. Alkitab adalah bentuk penyataan Allah yang
berisi kesaksian dan pengalaman hidup orang beriman dengan Tuhan. Para penulis
Alkitab adalah mereka yang menjadi saksi mata dan memiliki hubungan kedekatan
dengan Allah. Karena itu Alkitab memberi banyak kesaksian tentang tugas mengajar
dan mendidik anak. Allah sendiri “memberi percontohan” cara mendidik Adam dan

24
Hawa di Taman Eden ( Kej. 2). Ia menghendaki agar mereka taat kepadaNya. Ia
berulang kali berkomunikasi dengan mereka. Manusia pertama ditempatkan di
lingkungan khusus dan istimewa, namun mengandung pilihan moral, serta tidak
terlepas dari sejumlah tanggung jawab dari karya hidup yang menuntut energi fisik
dan kemampuan mental. Kedua insan manusia pertama gagal menjalankan perintah
Tuhan namun Allah terus setia melawat mereka, di sisi lain Tuhan sendiri memberikan
jalan keluar guna menanggulangi konsekuensi dari perbuatan mereka. Allah ingin
tegahkan disiplin, dan keteraturan hidup, sikap moral, etis dan nilai-nilai dari
perbuatan ketuhanan (menunjukkan sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kehendak Allah dari segi iman Kristen) serta Allah sendiri menyatakan kasih yang
tidak terpisahkan dari kekudusan-Nya (Samuel Sidjabat, 158).
Identitas anak Tuhan atau murid Kristus harus mengedepankan kekudusan
hidupnya sebab tanpa kekudusan, seorang guru kurang mendapat pengurapan dari
Tuhan untuk menjalankan tugas profesinya. Seorang guru PAK harus menyatakan apa
yang menjadi kehendak Allah bagi anak didiknya. Guru PAK harus menyadari
pangilan profesi, sebagai pangilan kenabian yang Tuhan amanatkan pada dirinya, agar
ia dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Panggilan guru PAK
bukan saja menjalankan tugas untuk mengajar dan mendidik, tetapi lebih dari itu ia
juga seorang murid Tuhan yang sewaktu-waktu mendapat didikan dan pengajaran dari
Tuhan yang mengutus dan memberkatinya. Jadi dalam proses belajar mengajar akan
terjadi interaksi timbal balik yang sifatnya mengevaluasi, untuk saling belajar
mengoreksi dan memperkaya diri antara guru dan siswa.
Abraham mendapat didikan dari Allah dan teruji, ketika kesetiaan dan ketaatan
menyerahkan anaknya untuk dipersembahkan menjadi korban bagi Tuhan. Ketulusan
dan kepolosan Abraham untuk melakukan segala sesuatu yang didasarkan atas iman
itulah yang membuat Allah memberkatinya, menjadi bapak orang beriman serta
menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. “Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi
akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan FirmanKu” ( Kejadian 22:18).
Musa menghabiskan waktunya empat puluh tahun di padang gurun sebagai
gembala kambing dan domba, setelah melarikan diri dari istana Firaun di Mesir.
Padahal sebelumnya ia telah dididik dengan ilmu pemerintahan di Mesir selama lebih
kurang empat puluh tahun. Jika di Mesir Musa menghadapi dan menikmati
kemewahan dan kelimpahan, di padang gurun Allah mengisinkannya mengalami
kesendirian, panas terik, dan suasana tandus serta ancaman bahaya dari binatang buas.
Semuanya Tuhan siapkan dalam rangka membentuk ketahanan mental Musa untuk

25
bergantung pada kuasa dan bimbingan Tuhan yang memanggil dan memeliharanya,
sehingga ia memiliki kemapanan diri yang tangguh untuk menghadapi semua masalah
yang akan dialami dengan Firaun dan bangsa Israel dikemudian hari. Bekal itu penting
bagi Musa untuk memimpin bangsa Israel yang berwatak budak di Mesir untuk
membawa mereka keluar dari Mesir, menuju tanah perjanjian di Kanaan.
Dalam Perjanjian Lama, umat Israel diperintahkan oleh Allah untuk mendidik
anak-anaknya. Tugas itu disampaikan kepada orang tua. Meraka harus mengajar anak-
anak agar menaruh rasa hormat dan takut akan Tuhan dalam segala hal. Tugas itu
harus dilaksanakan secara berkesinambungan, serta dengan segala daya dan upaya.
Perhatikan penegasan teks Alkitab berikut ini :
“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila
engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring
dan apabila engkau bangun.”(Ulangan 6:6-7).
Tugas mendidik dengan penuh kesadaran dipahami sebagai shema (Ibrani:
artinya “dengarlah”, atau semacam “penegasan berulang-ulang”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tugas mendidik memerlukan ketekunan dari pendidik maupun
anak didik. Tugas di atas tidak saja menyangkut pengajaran rohani (agama) saja, tetapi
termasuk juga pengajaran lainnya, seperti keterampilan hidup atau kerja, yang harus
disampaikan setiap orang tua kepada anak-anaknya dikalangan umat Israel.
Zaman raja-raja Israel di daerah Palestina dahulu, Allah tetap menghendaki
orang tua berperan aktif dalam mendidik anak-anaknya. Apalagi konteks kehidupan
generasi di zaman itu cukup berbeda dengan konteks perjalanan nenek moyang mereka
di padang gurun. Generasi baru menghadapi tantangan pluralisme budaya dan agama
yang tidak sedikit menyeret kaum muda jatuh ke dalam sinkretisme dan berbagai
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu, orang tua didesak
para pemimpin untuk menekankan pengajaran verbal dan disiplin bagi anak-anaknya,
agar dapat mengambil keputusan yang tepat bagi mereka sendiri (Samuel Sidjabat,
158). Keputusan yang tepat harus berdasarkan pada hikmat sehingga orang yang
menerima keputusan itu mau melakukannya dengan penuh sukacita. Alkitab sering
mengambarkan hikmat dengan serangkaian kata yang berhubungan dengan, pengertian,
pengetahuan, pertimbangan (Amsal. 1:5; 3:5; 4:1), akal budi, bijaksana, cerdas, berhasil
(Amsal.10:23;11:12), keberhasilan, hasil-hasil yang baik (Amsl.3:21;Yes.28:29).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hikmat pada dasarnya sebagai
kepandaian praktis untuk bertindak dengan hati-hati, bijaksana dan penuh pengertian

26
sehingga orang lain tidak dirugikan tetapi berhasil dalam penyeselaian masalah
hidupnya. Hikmat dalam PL. juga berarti perilaku yang tertib dan baik, serta belajar
bagaimana melakukan apa yang baik dan benar serta adil (Amsl 3:1-5). Belajar
bagaimana seharusnya menempuh jalan kehidupan agar disenangi dan mendapat
nama baik dari pandangan manusia dan Tuhan (Andrew E. Hill, 2004;415). Kitab Amsal
banyak memberikan indikasi tentang tugas mendidik anak dengan mengunakan
hikmat.
Perhatikan beberapa penegasan berikut :
➢ “Siapa mencintai didikan, mencintai pengetahuan, tetapi siapa membenci
teguran, adalah dungu” (Amsal 12:1).
➢ ”Didikan yang keras adalah bagi orang yang meninggalkan jalan yang
benar, dan siapa benci kepada teguran akan mati” (Amsal 15:10):
➢ “Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau
memukulnya dengan rotan” (Amsal 23:13). ;
➢ ”Hai anakku janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu
memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta
sejahtera akan ditambahkannya kepadamu. Janganlah kiranya kasih dan
setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah
itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan
dalam pandangan Allah serta manusia. Percayalah kepada Tuhan dengan
segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri,
akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu”
(Amsal 3:1-6). ”Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apa pun
yang diinginkan orang tidak dapat menyamainya. Aku, Hikmat, tinggal
bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan
kebijaksanaan”. (Amsal 9:11-12).
Kedua, Landasan Teologis mengenai panggilan dan kualitas hidup Kristen untuk
bekerja. Kerja dalam perspektif iman Kristen bukanlah “Kutukan Allah”, melainkan
sebuah respons dari panggilan Tuhan untuk menjadi berkat bagi orang banyak dan
demi kemuliaan Allah sendiri. Karena itu kerja tidak semestinya dipahami sebagai
sebuah beban tetapi mesti diterima dan dilakukan dengan sukacita. Kerja merupakan
alat sekaligus wadah untuk merefleksikan kreativitas yang adalah anugerah Allah
sendiri kepada manusia. Sebab Allah menciptakan manusia dengan creative intelligence
(intelegensia untuk mencipta), karena Sang Pencipta adalah Pribadi pemilik kreativitas.
Ia adalah sumber hidup, hikmat dan kebenaran. Tentulah tugas dan panggilan tersebut

27
perlu dilaksanakan oleh guru PAK dengan penuh tanggung jawab. Sekolah adalah
medan, di mana guru PAK di panggil Allah untuk mewujudkan karya berkualitas
lewat proses belajar-mengajar yang dikelolahnya. Ibarat perabot dalam suatu rumah,
seorang guru PAK harus mengembangkan dirinya menjadi perabot yang mulia (2
Tim. 2:20-21).
Upaya meningkatkan atau membangun diri menjadi perabot yang mulia bagi
seorang guru PAK, tidak lepas dari pembentukan kualitas spiritualitas dan kualitas
moralnya. Pribadi guru PAK yang bermoral dan memiliki sikap dan keteladanan dan
kesaksian hidup beriman, jauh lebih baik dari pada pengajaran verbal yang
disajikannya. Seorang guru PAK, harus menyadari bahwa selain ia menjadi abdi
negara, ia juga adalah “hamba Tuhan” (Yunani : doulos tou theou), yang berarti “milik
kepunyaan Allah”, Seorang beriman tidak lagi berhak sepenuhnya atas dirinya; tidak
hidup untuk dan oleh dirinya sendiri, melainkan bagi dan untuk Allah yang mengasihi
dan memanggilnya. Guru PAK adalah hamba Allah, dipanggil untuk melaksanakan
kehendak-Nya (2 Tim.2: 24-25). Nyata benar bahwa kualitas keterampilan tidak lepas
dari kualitas emosi, ketertiban hidup dan kehendak. Kualitas kerja yang baik tidak
muncul semata dari kecakapan tetapi dari hasil pergumulan pekerja juga, dan
merupakan aspek yang tidak bisa dipungkiri. Rasul Paulus, dalam perannya juga
sebagai pengajar bagi jemaat-jemaat, mengungkapkan bahwa tugas itu ia laksanakan
dengan “usaha dan pergumulan dalam hikmat dan kuasa Allah” (Kol.1:28-29). Dengan
kata lain, guru PAK yang profesional akan senantiasa mengumuli tugasnya demi
peningkatan pelayanan semaksimal mungkin bagi anak didiknya.
Ketiga, Landasan Etis Moral. Seorang guru PAK harus mempunyai
kepbribadian yang baik di tengah-tengah masyarakat. Guru adalah panutan anak didik
dan masyarakat karena itu seorang guru PAK dalam pergaulannya harus menjaga citra
diri dengan baik sebagai orang yang mempunyai moral dan keyakinan kepada Tuhan
yang setia dan taat KepadaNya. Guru PAK dalam tutur kata dan perbuatannya harus
dapat menunjukkan bahwa ia adalah seorang guru yang mempunyai moralitasa yang
baik. Seorang guru PAK sudah mampu menilai dirinya sendiri tentang apa yang harus
dia lakukan dan tidak boleh dilakukannya. Perbuatan guru harus dibawa pengendalian
kuasa Tuhan yang mengendalikan dirinya.
Selain landasan yang harus dimiliki dan dipahami seorang guru PAK dalam
melaksanakan tugasnya, hal lain yang tidak kalah penting yang harus dimiliki guru
PAK adalah kualitas hidupnya. Bagaimana seharusnya kualitas hidup seorang guru
PAK, akan dijelaskan berikut. Sehubungan dengan bahasan ini maka pertanyaan yang

28
muncul adalah: Pandangan hidup apa yang perlu dimiliki, dipertahankan serta
dipelihara seorang guru PAK dalam pelaksanaan tugas dan panggilannya? Sedikitnya
ada empat hal penting:
Pertama, Guru PAK harus memahami bahwa panggilannya menjadi guru adalah
rahmat Allah. Dalam Efesus 4:11,12 dan Roma 12:7 kita dapat melihat bahwa karunia
guru dan keguruan yang diberikan Allah bukanlah karunia kelas dua atau kelas tiga,
dibandingkan dengan karunia lainnya seperti penginjil, rasul, nabi dan gembala sidang.
Allah memanggil orang-orang percaya menjadi guru yang akan mengemban tugas
yang sama derajatnya dengan tugas nabi, rasul, atau gembala sidang. Setiap guru PAK
perlu melihat dan meyakini bahwa tugas dan panggilan keguruan adalah kesempatan
emas untuk menjadi saluran berkat Allah bagi orang lain, didalam kerangka pelebaran
kerajan-Nya.
Kedua, Guru PAK harus memiliki dan memelihara komitmen (penyerahan)
hidup kepada Yesus Kristus yang adalah sentral dalam perjalanan iman setiap orang
percaya. Karena itu, guru PAK perlu memiliki komitmen hidup yang jelas, yakni hidup
hidup bagi Yesus (Filipi 1:21-22; 3:10; 4:13). Allah memanggil guru PAK dan setiap
orang Kristen untuk hidup berpusatkan Kristus, karena dalam dan melalui Dialah
mereka dapat mengenal dan memuliakan Allah. Tanpa keikutsertaan Yesus dalam
hidup kita, kita tidak dapat berbuat sesuatu yang memuliakan Dia, dan yang menjadi
berkat bagi sesama manusia (Yohanes 15:4,5). Yesus yang bangkit dari kematian itu
perlu hadir dalam diri kita melalui Roh-Nya, karena Ia lah yang memberi motivasi
sejati.
Ketiga, Guru PAK harus senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan mengajar atas dasar motivasi yang jujur dan komitmen hidup kepada
Allah. Guru yang profesional berarti tahu tentang segi-segi apa, bagasimana, mengapa
dan kapan dari proses belajar mengajar yang dikelolanya. Artinya, ia tahu akan apa
yang ia ajarkan (penguasaan bahan). Ia juga tahu bagaimana mengajarkan (ketrampilan
mengajar) secara lebih efektif. Ia tahu pula mengapa metode tertentu ia gunakan untuk
mengajarkan sesuatu materi. Ia tahu kapan tepatnya melaksanakan tugas mengajar itu
(masalah waktu, pengenalan akan tingkat perkembangan dan kesiapan belajar anak
didik).
Guru harus selalu sadar bahwa mengajar merupakan teknik yang perlu
mendapat peningkatan terus-menerus dalam pengembangan profesionalosme
keguruan. Teknik mengajar tidak dapat berkembang dari hasil bacaan terhadap
sumber-sumber bacaan (literatur), melainkan juga dari kesediaan guru yang

29
bersangkutan untuk terus-menerus berinovasi dalam dalam setiap kesempatan ia
mengajar. Di samping itu, guru perlu juga menyadari bahwa mengajar itu juga
merupakan seni (art), bukan hanya sebagai teknik. Mengajar dikatakan sebagai seni
karena memerlukan kreativitas untuk memilih dan menerapkan pendekatan yang tepat
bagi suatu konteks pelayanan. Kemampuan ini lahir dari perlengkapan ilahi yang
diberikan oleh Allah (Norman de Jong, 1979; 39).
Untuk itulah, guru PAK perlu terus menerus menyerahkan dirinya dan bahkan
teknik mengajarnya, kepada Allah untuk Dia urapi menjadi berkat bagi anak didik.
Anak didik itu adalah pribadi, sama seperti guru adalah pribadi, bukan mesin berjalan.
Karena itu, anak didik juga memiliki intelek, emosi, kehendak, dan hidup dalam
perbedaan individu, serta memiliki kecerdasan majemuk yang harus diketahui oleh
guru sama seperti guru-guru mereka. Maka adalah tugas guru PAK yang mendesak
untuk menciptakan komunikasi antarpribadi yang membangun dalam interaksi belajar
mengajar yang dikelolanya (Norman de Jong, 138).
Keempat, otoritas guru perlu bersumber dari Allah. Bila guru meletakan dirinya
di bawah wewenang dan dalam naungan kasih Allah, maka kasih itu akan mewarnai
hidupnya. Di mana ada kasih di situ ada kebebasan (Yohanes 8:32). Kasih merupakan
tenaga pendorong (Yunani; dunamis) yang sangat mendasar fungsinya bagi
pelaksanaan disiplin dalam kelas. Dengan kasih dari Allah, guru dimampukan
menerapkan keadilan di kalangan anak didiknya. Hikmat dan kuasa dari Allah
memunculkan didalam dirinya kreativitas serta wibawa. Kasih juga mampu
memadamkan emosi kemarahan, kebencian, kejengkelan, kekesalan, yang setiap saat
bisa muncul dalam diri guru manakala menghadapi tingkah laku yang ”aneh-aneh”
dari anak didiknya. Jadi, guru yang profesional jelas otoritas dan dunamisnya (Samuel
Sidjabat, 167).
Setiap guru PAK, aspek iman harus menjadi dasar bagi pengembangan
profesinya. Karena dengan iman, ia tahu apa yang akan dikerjakan, mengapa ia
melakukannya dan untuk apa ia berbuat sesuatu. Menjadi guru adalah panggilan
Allah yang istimewa bagi guru PAK dan bagi setiap pendidik Kristen. Hal ini harus
diemban dalam komitmen yang konsisten terhadap Dia. Dia yang memanggil Dia pula
yang melindungi serta menyertai, memberi hikmat dan otoritas tanpa harus menjadi
otoriter.

30
Forum Diskusi
Untuk meningkatkan kemampuan analisis, Saudara diminta untuk mendiskusikan hal
di bawah ini bersama kelompok/rombel:

1. Apakah pekerjaan sebagai supir angkot dapat dikatakan sebagai suatu profesi”?
Diskusikanlah!
2. Mengapa harus ada persyaratan-persyaratan tertentu untuk seseorang yang ingin
menjadi guru?

31
Daftar Pustaka
Andar Gultom, 2017, Profesionalisme, Standar Kompetensi, dan Pengembangan Profesi Guru
PAK, Bandung:Bina Media Informasi

Andrew.E.Hill, 2014, Survei Perjanjian Lama, Malang:Gandum Mas

H.A.R.Tilaar, 1999, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif abad
XXI, Malang: Indonesia Tera

Kunandar, 2007, Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) dan Persiapan Mengahadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Martinis Yamin & Maisah, 2010, Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta: Gaung Persada Press

Martinis Yamin, 2006, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta:Gaung Persada


Press

Norman De Jong, 1979, Educational In The Truth, Phillipsburg N.J.: Presbiterian and
Reformed Publishing Company

Ruslan Rosady, 2002 Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi , Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada.

Sadirman.A.M. 2017, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Samuel B.Sidjabat, 1994, Strategi Pendidikan Kristen Suatu Tinjauan Teologis-Filosofis,


Yogyakarta: Andi.

Sentot Sadono, 2005, Pengembangan Kompetensi Profesional, Semarang:Program


Pascasarjana STBI

Soelaeman M.I. 1995, Menjadi Guru: suatu pengatar kepada dunia guru, Bandung: CV
diponegoro

Soetjipto & Raflis Kosasi, 1014, Profesi Keguruan, Jakarta: PT Rineka Cipta

Sudarwan Danim & Wiwien W.Rahayu, 2009, Profesi & Profesionalisasi, Yogyakarta:
Paradigma Indonesia

Sudarwan Danim, 2010, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Bandung: Alfabeta

32
Supeno,H. 1995 Potret Guru, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Thomas Edison, 2016 .Materi kuliah,Profesionalisme guru Pendidikan Agama Kristen,


Direktorat Pendidikan Agama Kristen Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Kristen Departemen Agama RI. disampaikan pada kuliah
penyetaraan STAKPN Ambon

33

Anda mungkin juga menyukai