Anda di halaman 1dari 13

perpustakaan.uns.ac.

id 32
digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Hasil Uji Aktivitas Analgetik pada Masing-masing Kelompok Uji

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan efek

pemberian ranitidin injeksi terhadap aktivitas analgetik dari tramadol injeksi pada

mencit galur Balb/c dengan rute pemberian intravena.

Mencit yang digunakan adalah mencit jantan galur Balb/c. Mencit jantan

galur Balb/c ini dapat digunakan untuk menguji efek analgetik sentral dengan

menggunakan metode rangsang panas atau hotplate (Widhaningtyas, 2013).

Sebelum diinjeksikan, terlebih dahulu dilakukan perhitungan dosis dari konversi

dosis pada manusia. Setelah dikonversikan, didapatkan hasil dosis tramadol

injeksi yang akan diberikan adalah 0,18 mg/20 gram mencit. Sedangkan dosis

Ranitidin injeksi adalah 0,13 mg/20 gram mencit. Dengan volume pemberian

injeksi adalah 0,5 ml. Karena dosis sediaan tramadol injeksi yang ada adalah 100

mg/2 ml sehingga tramadol injeksi yang digunakan adalah 0,0036 ml. Jumlah ini

terlalu kecil sehingga perlu dilakukan pengenceran. Begitu pula dengan tanitidin,

karena dosis sediaan tanitidin injeksi yang tersedia adalah 50 mg/2 ml maka

tanitidin injeksi yang digunakan adalah 0,0052 ml sehingga perlu dilakukan

pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan memperhitungkan berat masing-

masing mencit yang akan dilakukan uji coba. Perhitungan pengenceran dapat

dilihat pada lampiran 2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Uji aktivitas analgetik pada penelitian kali ini menggunakan metode

rangsang panas. Metode yang sering dikenal dengan nama hot plate ini

dikembangkan dari Eddy dan Leimbach (1953). Biasanya digunakan untuk

analgetik narkotik. Uji analgetik dengan metode hotplate digunakan untuk

mengukur nyeri nosiseptif spinal berdasarkan sensitifitas hewan pada kenaikan

temperatur. Rangsang nyeri yang digunakan pada metode ini berupa lempeng

panas yang dipaparkan pada telapak kaki mencit. Respon yang terjadi, mencit

akan merasakan nyeri panas yang ditandai dengan menjilatinya dan melompat

melompat dari tabung pembatas. Respon yang diamati adalah lamanya waktu

yang diperlukan sejak mencit diletakkan diatas hot plate sampai mencit menjilati

kakinya dan melompat dari tabung pembatas. Metode ini cepat, sederhana, dan

hasilnya reproduktif. Mencit atau tikus diberi rangsangan panas pada kakinya

dengan suhu 55 C dan respons yang ditunjukkan oleh mencit adalah menjilat kaki,

mengangkat kaki dengan cepat dari hot plate, menyembunyikan kakinya, dan

meloncat (Ramabadran, 1990).

Untuk mengetahui adanya efek analgetik dilakukan metode rangsang

panas dengan cara meletakkan mencit dalam panci alumunium diatas hotplate

yang telah diatur suhunya sebesar dan kemudian diamati perilaku mencit

menjilat kaki dan melompat dari menit ke 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, hingga 120

menit setelah mendapatkan perlakuan injeksi intravena.

Suhu yang digunakan adalah suhu konstan 55oC, karena suhu kritis rata-

rata sebesar 45oC saat seseorang mulai merasakan sakit dan reseptor panas

mempunyai respon terhadap suhu 30-45oC, suhu di atas 45oC mulai terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

kerusakan jaringan akibat panas dan sensasinya berubah menjadi nyeri. Jadi, rasa

nyeri yang disebabkan oleh panas sangat erat hubungannya dengan kemampuan

panas untuk merusak jaringan (Guyton, 1994). Metode rangsang panas digunakan

karena metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral (Gupta et al, 2003)

karena obat Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral

(Indra,2013).

Efek analgetik diamati dari jumlah mencit menjilat kaki dan melompat

setelah diberi perlakuan. Hal ini dikarenakan telapak kaki mencit merupakan

bagian tubuh yang terpapar langsung dengan hotplate sebagai perangsang panas,

sehingga mencit akan merasakan rasa panas yang cukup mengganggu dan

menyebabkan nyeri. Mencit akan refleks menjilat kaki yang terasa nyeri tersebut.

Semakin banyak mencit menjilat kaki dan melompat, maka efek analgetiknya

akan semakin berkurang. Kemudian dibandingkan hasil dari perlakuan kontrol

negatif, positif, dan perlakuan.

1. Kontrol Negatif

Hasil pengamatan uji kelompok kontrol negatif dapat dilihat pada tabel II berikut:

Tabel II. Hasil Pengamatan Respon Kelompok Kontrol Negatif (Aqua p.i.)

Jumlah Jilatan dan Lompatan Signifikansi


Menit Mencit Kontrol Negatif (kali) D Normalitas
1 2 3 4
15 90 89 102 112 98.25 ± 10.90 0.376
30 102 95 119 120 109 ± 12.46 0.257
45 109 119 124 144 124 ± 14.72 0.734
60 125 131 120 149 131.25 ± 12.66 0.488
75 147 142 135 161 146.25 ± 10.99 0.804
90 168 160 149 170 161.75 ± 9.54 0.488
105 251 186 184 168 197.25 ± 36.73 0.129
120 303 248 239 188 244.5 ± 47.11 0.867
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Pengamatan kontrol negatif berfungsi untuk membuktikan bahwa tidak

ada efek analgetik yang ditimbulkan, dalam hal ini kontrol negatif yang

diberikan adalah aqua pro injection dengan volume pemberian 0,5 ml.

Setelah aqua p.i. diinjeksikan pada mencit, dapat dilihat pada rata-rata

jumlah jilatan dan lompatan mencit. Pada kelompok uji kontrol negatif, mencit

melakukan jilatan dan lompatan dengan jumlah antara 89 – 303 kali. Jilatan

dan lompatan paling sedikit terjadi pada menit ke 15 dan paling banyak terjadi

pada menit ke 120. Rata-rata jumlah jilatan dan lompatan mencit bertambah

terus secara berkala hingga akhir waktu pengujian. Hal ini menunjukkan

bahwa kadar nyeri yang dialami oleh mencit terus bertambah seiring dengan

bertambahnya waktu pengujian karena tidak ada obat analgetik yang

diberikan, sehingga rangsang panas yang cukup mengganggu mencit akan

menyebabkan mencit mencoba mengurangi nyeri yang dialami dengan cara

menjilat telapak kakinya atau melompat.

Data yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya menggunakan

aplikasi SPSS metode Shapiro-Wilk untuk mengetahui persebaran datanya

merata atau tidak. Metode Shapiro-Wilk ini digunakan karena jumlah data

yang ada berjumlah kurang dari 50 data. Data yang persebarannya normal

dapat dilihat pada hasil signifikansi yang menunjukkan angka >0.05. Dari

hasil uji metode Shapiro-Wilk didapatkan signifikansi 0.129 - 0.867 yang

masih berada >0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa persebaran data tersebut

telah normal, sehingga data termasuk kedalam data parametrik untuk

kemudian dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Kemudian dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan variansi pada populasi. Pada uji homogenitas didapatkan nilai

signifikansi > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih

kelompok data adalah sama sehingga analisis One Way ANOVA dapat

dilakukan.

2. Kontrol Positif

Hasil pengamatan pada uji kelompok kontrol positif dapat dilihat pada

tabel III berikut:

Tabel III. Hasil Pengamatan Respon Kelompok Kontrol Positif (Tramadol)

Jumlah Jilatan dan Lompatan Signifikansi


Menit Mencit Kontrol Positif (kali) D Normalitas
1 2 3 4
15 76 85 74 80 78.75 ± 4.86 0.755
30 66 55 63 57 60.25 ± 5.12 0.594
45 64 54 55 51 56 ± 5.60 0.343
60 61 53 45 54 53.25 ± 6.55 0.828
75 37 36 59 61 48.25 ± 13.60 0.075
90 27 19 51 44 35.25 ± 14.79 0.642
105 30 8 45 35 29.5 ± 15.63 0.659
120 58 21 49 33 40.25 ± 16.48 0.832

Pengamatan kontrol positif berfungsi sebagai pembanding terhadap

efek analgetik pada perlakuan. Pada kontrol positif yang digunakan adalah

tramadol injeksi yang sebelumnya diencerkan terlebih dahulu menggunakan

aqua pro injection yang merupakan salah satu obat analgetik yang dapat

digunakan untuk mengobati pasien dengan nyeri derajat sedang keatas.

Tramadol diinjeksikan secara intravena dengan volume pemberian 0.5 ml.

Sebelum dilakukan pengamatan kontrol positif, terlebih dahulu mencit

dilakukan pengujian rangsangcommit


panas toselama
user 15 menit sebelum diinjeksikan
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

tramadol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui onset atau waktu tramadol

berefek yang ditandai dengan perubahan jumlah jilatan dan lompatan mencit

sebelum dan sesudah diinjeksikan tramadol.

Setelah tramadol diinjeksikan pada mencit, dapat dilihat pada rata-rata

jumlah jilatan dan lompatan mencit. Pada kelompok uji kontrol positif, rata-

rata jumlah jilatan dan lompatan mencit berkisar antara 8 – 89 kali. Rata-rata

jumlah jilatan dan lompatan mencit pada 15 menit sebelum diberikan obat

adalah 87.75 ± 3.30, kemudian 15 menit awal pengujian adalah 81 ± 7.16,

jumlah rata-rata jilatan dan lompatan mencit yang menurun menunjukkan

bahwa obat tramadol telah bereaksi dan memberikan efek analgetik pada 15

menit pertama.

Jumlah ini terus mengalami penurunan hingga pada menit ke 105, pada

menit tersebut merupakan waktu puncak efek analgetik dari tramadol karena

rata-rata jumlah jilatan dan lompatan dari mencit adalah paling sedikit yakni

29.5 ± 15.63. Kemudian jumlah jilatan dan lompatan mencit bertambah pada

menit ke 120 yakni 40.25 ± 16.48 yang menandakan bahwa efek analgetik

tramadol mulai mengalami penurunan pada menit ke 120 meski jumlah respon

mencit tidak sebanyak kontrol negatif. Namun menurut literatur (Medscape,

2016), tramadol mulai memberikan efek setelah 1 jam pemberian dan kadar

puncaknya berada pada waktu 1,5 jam. Dari penelitian Wardani (2016)

menunjukkan waktu untuk onset tramadol yang diberikan secara peroral pada

pengujian efek analgetik menggunakan rangsang panas menunjukkan waktu

onset di menit ke 90. Perbedaan ini dapat disebabkan karena rute pemberian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

melalui intravena yang tidak melalui fase absorbsi sehingga obat yang

dimasukkan melalui satu pembuluh darah langsung bereaksi menuju sel dan

jaringan, sehingga efeknya lebih cepat (Nasif et al., 2013).

Data yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya menggunakan

aplikasi SPSS metode Shapiro-Wilk untuk mengetahui persebaran datanya

merata atau tidak. Data yang persebarannya normal dapat dilihat pada hasil

signifikansi yang menunjukkan angka >0.05. Dari hasil uji metode Shapiro-

Wilk didapatkan signifikansi 0.075 - 0.832 yang masih berada >0.05 sehingga

dapat dikatakan bahwa persebaran data tersebut telah normal, sehingga data

termasuk kedalam data parametrik untuk kemudian dianalisis menggunakan

metode One Way ANOVA.

Kemudian dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan variansi pada populasi. Pada uji homogenitas didapatkan nilai

signifikansi > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih

kelompok data adalah sama sehingga analisis One Way ANOVA dapat

dilakukan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

3. Perlakuan

Hasil pengamatan pada uji kelompok perlakuan dapat dilihat pada

tabel IV berikut:

Tabel IV. Hasil Pengamatan Respon Kelompok Perlakuan

Jumlah Jilatan dan Lompatan Signifikansi


Menit Mencit Perlakuan (kali) D Normalitas
1 2 3 4
15 63 67 78 72 70 ± 6.48 0.931
30 68 62 75 65 67.5 ± 5.57 0.759
45 74 65 79 74 73 ± 5.57 0.470
60 79 68 86 77 77.5 ± 7.41 0.890
75 75 76 89 81 80.25 ± 6.40 0.384
90 79 74 92 84 82.25 ± 7.68 0.937
105 81 80 104 94 89.75 ± 11.44 0.366
120 83 81 108 96 92 ± 12.57 0.459

Perlakuan yang digunakan adalah pemberian tramadol injeksi yang

diikuti dengan pemberian ranitidin injeksi yang sebelumnya telah diencerkan

dahulu menggunakan aqua pro injection dengan volume masing-masing

pemberian 0.25 ml sehingga didapatkan total volume pemberian adalah 0.5

ml. Ranitidin merupakan inhibitor isoenzim CYP2D6. Perlakuan berfungsi

untuk membuktikan bahwa penggunaan ranitidin dan tramadol secara

bersamaan dapat menurunkan aktivitas analgetik dari tramadol.

Sebelum dilakukan pengamatan perlakuan, terlebih dahulu mencit

dilakukan pengujian rangsang panas selama 15 menit sebelum diinjeksikan

tramadol dan ranitidin. Hal ini bertujuan untuk mengetahui onset atau waktu

obat berefek yang ditandai dengan perubahan jumlah jilatan dan lompatan

mencit sebelum dan sesudah diinjeksikan obat. Setelah tramadol dan ranitidin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

diinjeksikan pada mencit, dapat dilihat pada rata-rata jumlah jilatan dan

lompatan mencit.

Pada kelompok uji perlakuan, rata-rata jumlah jilatan dan lompatan

mencit berkisar antara 62 - 108 kali. Rata-rata jumlah jilatan dan lompatan

mencit pada 15 menit sebelum diberikan obat adalah 75.75 ± 4.79, kemudian

15 menit awal pengujian adalah 70 ± 6.48, jumlah rata-rata jilatan dan

lompatan mencit yang menurun menunjukkan bahwa obat tramadol telah

bereaksi dan memberikan efek analgetik pada 15 menit pertama. Jumlah ini

mengalami penurunan pada menit ke 30 sebesar 67.5 ± 5.57 kemudian

mengalami peningkatan pada menit ke 45 sebesar 73 ± 5.83 dan terus

mengalami peningkatan secara berkala seiring dengan bertambahnya waktu

pengujian hingga menit ke 120 sejumlah 92 ± 12.57.

Hal ini menunjukkan bahwa efek analgetik mengalami penurunan

dimulai dari menit ke 45 dan seiring dengan bertambahnya waktu pengujian

hingga menit ke 120. Hal ini disebabkan oleh penghambatan kerja isoenzim

CYP2D6 oleh ranitidin sehingga metabolisme tramadol menjadi o-

desmethyltramadol yang merupakan metabolit aktif untuk menghasilkan efek

analgetik ikut terganggu. Sehingga aktivitas analgetik dari tramadol tidak

bekerja secara maksimal.

Data yang diperoleh kemudian diuji normalitasnya menggunakan

aplikasi SPSS metode Shapiro-Wilk untuk mengetahui persebaran datanya

merata atau tidak. Data yang persebarannya normal dapat dilihat pada hasil

signifikansi yang menunjukkan angka >0.05. Dari hasil uji metode Shapiro-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Wilk didapatkan signifikansi 0.366 - 0.937 yang masih berada >0.05, dapat

dikatakan bahwa persebaran data tersebut telah normal, sehingga data

termasuk kedalam data parametrik untuk kemudian dianalisis menggunakan

metode One Way ANOVA.

Kemudian dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan variansi pada populasi. Pada uji homogenitas didapatkan nilai

signifikansi > 0,05 dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok

data adalah sama sehingga analisis One Way ANOVA dapat dilakukan.

E. Efek Pemberian Ranitidin Injeksi terhadap Aktivitas Analgetik

Tramadol

Data dari rata-rata jumlah jilatan dan lompatan mencit pada kontrol

negatif, kontrol positif, dan perlakuan serta signifikansi ANOVA dapat dilihat

pada tabel V berikut:

Tabel V. Data Rata-rata dan Standar Deviasi serta Signifikansi ANOVA

Menit Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan Signifikansi ANOVA

1 ’ 98.25 ± 10.90 78.75 ± 4.86 70 ± 6.48 0.002

’ 109 ± 12.46 60.25 ± 5.12 67.5 ± 5.57 0.000

4 ’ 124 ± 14.72 56 ± 5.60 73 ± 5.57 0.000

6 ’ 131.25 ± 12.66 53.25 ± 6.55 77.5 ± 7.41 0.000

7 ’ 146.25 ± 10.99 48.25 ± 13.60 80.25 ± 6.40 0.000

9 ’ 161.75 ± 9.54 35.25 ± 14.79 82.25 ± 7.68 0.000

1 ’ 197.25 ± 36.73 29.5 ± 15.63 89.75 ± 11.44 0.000

1 ’ 244.5 ± 47.11 40.25 ± 16.48 92 ± 12.57 0.000


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Pada data diatas, ditunjukkan data signifikansi dengan menggunakan uji

One Way ANOVA. Pada menit ke 15 hingga 120, terdapat perbedaan yang

signifikan antara jumlah jilatan dan lompatan mencit kelompok kontrol negatif,

kontrol positif, dan perlakuan. Hal ini ditandai dengan nilai signifikansi yang

menunjukkan angka <0.05. Ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antar kelompok. Hal ini dimungkinkan pada menit ke 15, obat sudah

mulai bereaksi atau menimbulkan efek baik pada kontrol positif maupun pada

perlakuan. Ini menunjukkan onset waktu obat yang cukup cepat (<15 menit). Ini

kurang sesuai dengan literatur (Medscape, 2016) bahwa obat mulai berefek pada

waktu 1 jam setelah pemakaian dan mempunyai kadar puncak pada waktu 1,5 jam

setelah pemakaian. Hal ini dapat disebabkan karena rute pemberian melalui

intravena yang tidak melalui fase absorbsi sehingga obat yang dimasukkan

melalui satu pembuluh darah langsung bereaksi menuju sel dan jaringan, sehingga

efeknya lebih cepat (Nasif et al., 2013).

Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat dilihat bahwa kadar puncak

tramadol pada mencit terdapat pada menit ke 105, pada menit tersebut jumlah

jilatan dan lompatan mencit berjumlah paling sedikit yang berarti efek analgetik

berada dalam kondisi maksimum. Dan dapat dilihat pula bahwa pada kelompok

perlakuan efek analgetik dari tramadol injeksi mulai menurun dari menit ke 15

hingga akhir waktu pengujian yakni pada menit ke 120. Ini menunjukkan bahwa

ranitidin injeksi menurunkan efek analgetik dari tramadol injeksi.

Menurut Julita (2012), tramadol digunakan sebagai obat analgetik atau

commit
pereda nyeri dan ranitidin sebagai terapito simtomatik
user untuk mengatasi keluhan
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

saluran pencernaan seperti tukak duodenum dengan mekanisme menghambat

sekresi asam lambung dalam penatalaksanaan kanker bronkogenik. Tramadol

dimetabolisme oleh demetilasi N dan O via sitokrom P450 isoenzim CYP2D6 dan

CYP3A4 menjadi bentuk aktif o-desmethyltramadol dan n-desmethyltramadol di

hepar. Hanya o-desmethyltramadol (M1) yang aktif secara farmakologis. Produksi

M1 bergantung pada ikatan isoenzym CYP2D6 pada sitokrom P450. O-

desmethyltramadol merupakan metabolit aktif yang bekerja untuk memberikan

efek analgetik sedangkan N-desmethyltramadol merupakan metabolit inaktif

(Ajartha, 2007).

Sedangkan ranitidin adalah obat golongan antagonis reseptor H2 berfungsi

menghambat sekresi asam lambung dengan cara kompetisi dengan histamin untuk

berikatan dengan reseptor H2 yang berada di membran basolateral sel parietal.

Ranitidin mempunyai sifat dapat menginhibisi isoenzym CYP2D6 yang berarti

dapat menghambat kerja dari isoenzym CYP2D6 (Chisholm-Burns, 2008). Hal ini

menyebabkan metabolisme tramadol terganggu, sehingga metabolit O-

desmethyltramadol yang merupakan bentuk aktif untuk menghasilkan efek

analgetik tidak bisa maksimal dihasilkan. Hal ini dapat menyebabkan kadar

metabolit O-desmethyltramadol dalam plasma menurun sehingga efek analgetik

yang dihasilkan juga akan menurun.

Penggunaan ranitidin dalam hal ini dapat merugikan jika digunakan

bersamaan dengan tramadol karena menyebabkan penurunan efek analgesik. Hal

ini disebabkan karena interaksi obat pada fase metabolisme. Sebaiknya untuk

commit
penanganan keluhan penyakit yang to user kelebihan asam lambung, obat
disebabkan
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

golongan H2 bloker diganti dengan obat golongan lain yang memiliki efek yang

sama agar efek obat yang diinginkan dapat tercapai.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai