Anda di halaman 1dari 30

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KARSINOMA SERVIKS

Disusun oleh :
Annisa Sri Wulandari Putri
C014212058

Residen Pembimbing :
dr. Nurul Fajri Syamsuri

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subsp.K.Fm

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN LAPORAN KASUS

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Sri Wulandari Putri
Stambuk : C014212058

Benar telah membacakan laporan kasus dengan judul “Karsinoma Serviks”


pada :
Hari/Tanggal : Rabu, 22 Maret 2023
Pukul : 16.00 WITA
Minggu dibacakan: V
Nilai :
Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan sebagai mana
mestinya

Makassar, Maret 2023

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

(Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subs.K.Fm) (dr. Nurul Fajri Syamsuri)

Mengetahui,
Ketua Program Mahasiswa
Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(Dr. dr. Monika Fitria Farid, Sp.OG)


LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Sri Wulandari Putri
Stambuk : C014212058
Judul Lapsus : Karsinoma Serviks

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada bulan Maret tahun 2023 dan
telah mendapatkan perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik
pada Departemen Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Maret 2023

Co-Assistant

(Annisa Sri Wulandari Putri)

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

(Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subs.K.Fm) (dr. Nurul Fajri Syamsuri)
LAPORAN KASUS

❖ Identitas
Nama : Ny. ADM
Umur : 49 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : BTP
Pendidikan Terakhir : S1
Tanggal Pemeriksaan : 15 Maret 2023
No. RM : 933906

❖ Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien berusia 49 tahun P4A1 datang dengan keluhan keluar darah
dari jalan lahir sejak pukul 02.30 WITA (2 jam sebelum masuk rumah
sakit), ganti popok dewasa sebanyak 4 kali, dan disertai nyeri perut bagian
bawah yang menjalar sampai ke belakang. Mual dan muntah tidak ada,
demam tidak ada. Riwayat berganti pasangan tidak ada. Riwayat merokok
dan alkohol disangkal. Riwayat biopsi serviks (20/04/2021) dengan kesan
squamous cell carcinoma non keratinizing moderately differentiated.
Riwayat kemoterapi 6 kali, riwayat radioterapi 40 kali, riwayat
hemodialisa 11 kali.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Alergi Obat/Makanan : Disangkal
Riwayat Haid :
Menarche : 16 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari, teratur
Dismenorhoe : disangkal
Banyaknya : ganti pembalut 3x/hari
Riwayat Pernikahan :
Menikah : 1 kali pada usia 21 tahun
Lamanya menikah : 28 tahun
Riwayat kehamilan ;
1. 1996/Perempuan/Normal/Rumah/Dukun
2. 1997/Laki-Laki/Normal/Rumah Sakit/Bidan/3000 gram
3. 1999/Laki-Laki/Normal/Rumah Sakit/Bidan/2800 gram
4. 2003/Abortus/Rumah Sakit/Kuretase
5. 2012/Laki-Laki/SC/Rumah Sakit/Dokter/1200 gram
Riwayat KB
Riwayat KB suntik 3 bulan sejak tahun 2013, berhenti tahun 2019.

❖ Pemeriksaan Fisis
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5), baik
Status Gizi : BB 50 kg, TB 153 cm, IMT 21,35 kg/m2

Tanda Vital
Tensi : 80/40 mmHg
Nadi : 110 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 0C

Head to Toe Examination


Kepala : Normocephal, rambut warna hitam sukar dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-),
gangguan visus (-)
Thorax : Cor : Bunyi jantung normal, bising tidak ada
Pulmo : Bunyi napas vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen : Liver/Spleen : Tidak teraba
Bising usus : Normal
Ekstremitas : Edema (-), akral dingin (-)

 Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Supel
Massa tumor : Tidak ada
Nyeri tekan : Nyeri tekan suprapubik
Fluksus : Darah (+)
Pemeriksaan Dalam
Vulva/Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Berbenjol-benjol dan mudah berdarah
Uterus : Kesan normal
Adneksa : Kesan normal
Pelepasan : Darah (+)

❖ Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
WBC 27,1 4,00 - 10,00 103/uL
RBC 2,15 4,00 – 6,00 106/uL
HBG 5,9 12,0 – 16,0 g/dL
HCT 17 37,0 - 48,0 %
MCV 81 80,0 – 97,0 fL
MCH 27 26,5 – 33,5 pg
MCHC 34 31,5 – 35,0 g/dL
PLT 207 150 – 400 103/uL
NEUT 87,6 50,0-70,0 %
LYMP 6,9 20,0-40,0 %
MONO 5,1 2,00 - 8,00 %
Kimia Darah
SGOT 23 <38 U/L
SGPT 17 <41 U/L
Ureum 40 10-50 mg/dl
Kreatinin 3,13 P (<1,1) mg/dl
Albumin 2,0 3,5-5,0 gr/dl
Natrium 128 136-145 mmol/l
Kalium 2,8 3,5-5,1 mmol/l
Klorin 99 97-111 mmol/l
GDS 88 <140 mg/dl
Hematologi
Waktu Perdarahan 2,0 1-7 menit
Waktu Bekuan 7,0 4-10 menit

❖ Diagnosis Kerja : P1A0 + Karsinoma Serviks + Chronic Kidney Disease


on Hemodialisa + Anemia Normositik Normokrom

❖ Penatalaksanaan :
Terapi
- Injeksi asam traneksamat 1 gr/intravena
- Injeksi ranitidin 50 mg/intravena
- Injeksi ketorolac 30 mg/intravena
- Drips cocktail
- Transfusi PRC 1 bag per hari (diambil 4 bag)
Planning
- Observasi keadaan umum, tanda vital, dan perdarahan
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Karsinoma serviks merupakan tumor ganas pada wanita kedua terbanyak


di dunia yang mengancam kesehatan wanita secara serius. Risiko tinggi infeksi
persisten human papillomavirus (HPV) telah diklarifikasi sebagai penyebab
Karsinoma serviks.1 Karsinoma serviks merupakan keganasan berupa tumbuhnya
sel abnormal yang berasal serviks (kanalis servikalis dan/atau porsio). Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.2

Epidemiologi

Kanker serviks adalah salah satu penyebab utama kematian akibat kanker
pada wanita. Selama 30 tahun terakhir, peningkatan proporsi wanita muda yang
terkena kanker serviks berkisar antara 10-40%. Menurut WHO dan International
Agency for Research on Cancer (IARC), tahun 2008 terdapat 529.000 kasus baru
kanker serviks secara global. Di negara berkembang, jumlah kasus baru kanker
serviks adalah 452.000 dan menempati urutan kedua di antara keganasan pada
pasien wanita. Sebaliknya, jumlah kasus baru kanker serviks adalah 77.000 di
negara maju dan menduduki peringkat kesepuluh di antara keganasan wanita.
Pada tahun 2018 di seluruh dunia, diperkirakan 570.000 kasus dan 311.000
kematian, kanker serviks menempati urutan keempat kanker yang paling sering
didiagnosis dan penyebab utama kematian keempat akibat kanker pada wanita.
Namun, sekitar 85% dari kematian akibat kanker serviks di seluruh dunia terjadi
di negara-negara berkembang, dan angka kematian 18 kali lebih tinggi di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan negara maju. Kanker
serviks menempati urutan kedua dalam insiden dan kematian setelah kanker
payudara menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM); namun, ini adalah
kanker yang paling sering didiagnosis di 28 negara dan penyebab utama kematian
akibat kanker di 42 negara, yang sebagian besar berada di Afrika SubSahara dan
Asia Tenggara. Insiden regional dan tingkat kematian tertinggi terlihat di Afrika.1
\
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks adalah 454.000
kasus. Data ini didapatkan dari registrasi kanker berdasarkan populasi, registrasi
data vital, dan data otopsi verbal dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010.
Per tahun insiden dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada
tahun 1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks, dan
46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup di negara sedang
berkembang. Kanker serviks menduduki urutan tertinggi di negara berkembang,
dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke-5 secara global. Di Indonesia
kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data
dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%. Menurut
perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah wanita penderita baru kanker
serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40
ribu kasus kanker serviks.3

Faktor Risiko

Adapun faktor resiko terjadinya Karsinoma serviks antara lain:1,4

• Berhubungan seksual dengan multipartner

Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara


seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan
seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan
partner seksual yang banyak merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya
karsinoma serviks. Memiliki pasangan seksual 2 orang akan berisiko 2 kali
terkena karsinoma serviks, dan pasangan seksual lebih dari 6 orang akan berisiko
3 kali terkena Karsinoma serviks.

• Awal aktivitas seksual

Wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan


meningkatkan risiko terkena karsinoma serviks. Karena sel kolumnar serviks
lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang
berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena karsinoma
serviks lima kali lipat. Penelitian lain menyebutkan bahwa risiko karsinoma
serviks lebih tinggi 1,5 kali pada individu yang melakukan senggama pertama saat
usia 18 – 20 tahun dibandingkan saat usia diatas 21 tahun.
• Menikah di usia muda

Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko


kanker serviks, hamil dan melahirkan petama kali di bawah usia 20 tahun atau
melahirkan lebih dari 3 kali (multiparitas) dengan manajemen persalinan yang
tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.

• Infeksi Menular Seksual

Agen I infeksius mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang


ditularkan melalui hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan
Herpes Simpleks Virus Tipe 2 ( HSV 2 )

• Merokok

Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai faktor resiko
karsinoma serviks dan terdapat hubungan antara merokok dengan kejadian kanker
sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi
mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif
dari merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam
lendir dari mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat
merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan
transformasi keganasan.

• Diet

Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam
faktor risiko karsinoma serviks.

• Etnis dan Faktor Sosial

Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko


lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini
mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan
kesehatan. Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki
insiden karsinoma serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih.
Perbedaan ini mungkin mencerminkan pengaruh sosioekonomi.
• Pekerjaan

Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu,


logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker
serviks.

Etiologi

Karsinoma serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV


atau Human Papilloma Virus, mempunyai presentase yang cukup tinggi dalam
menyebabkan kanker serviks yaitu sekitar 99,7%. Lebih dari 70% kanker serviks
disebabkan oleh infeksi HPV tipe 16 dan 18. Sifat onkogenik dikaitkan dengan
protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga
terjadi lesi pra kanker dan dapat berkembang menjadi kanker.2

Patogenesis

Tumorigenesis

Kebanyakan wanita dengan mudah membersihkan HPV, tetapi mereka


dengan infeksi persisten dapat mengembangkan lesi serviks displastik prainvasif.
Dari lesi tersebut, karsinoma sel skuamosa serviks biasanya muncul di
skuamokolumnar junction. Secara umum, perkembangan dari displasia menjadi
kanker invasif membutuhkan waktu beberapa tahun, meskipun waktu dapat sangat
bervariasi. Perubahan molekuler yang terlibat dalam karsinogenesis serviks sangat
kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Karsinogenesis saat ini diduga hasil
dari efek interaktif antara lingkungan, kekebalan host, dan variasi genom sel
somatik.5

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa onkoprotein HPV mungkin


merupakan komponen penting dari proliferasi sel kanker yang berkelanjutan.
Tidak seperti serotipe berisiko rendah, serotipe HPV onkogenik dapat berintegrasi
ke dalam DNA manusia (gambar 1). Akibatnya, dengan infeksi, protein replikasi
awal HPV onkogenik El dan E2 memungkinkan virus untuk bereplikasi di dalam
sel serviks. Protein ini diekspresikan pada tingkat tinggi pada awal infeksi HPV.
Mereka dapat menyebabkan perubahan sitologi yang terdeteksi sebagai low-grade
squamous intraepithelial (LSIL) tingkat rendah dari tes Pap.5
Amplifikasi replikasi virus dan transformasi sel normal menjadi sel tumor
dapat mengikuti. Secara khusus, produk gen virus, onkoprotein E6 dan E7 terlibat
dalam transformasi ini (gambar 2). Protein E7 mengikat protein supresor tumor
retinoblastoma (Rb), sedangkan E6 mengikat protein supresor tumor p53. Dalam
kedua kasus, pengikatan menyebabkan degradasi protein penekan ini. Efek E6
dari degradasi p53 dipelajari dengan baik dan dikaitkan dengan proliferasi dan
imortalisasi sel serviks. 5

Gambar 1. Spektrum Displasia

A.Titik awal ini menunjukkan sel berisiko karena infeksi HPV aktif. Genom HPV
(cincin biru) ada sebagai plasmid, terpisah dari DNA host. B. Lesi prainvasif yang
relevan secara klinis, cervical neoplasma intraepithelial 3 (CIN 3) atau carsinoma
in situ (CIS), merupakan tahap peralihan dalam perkembangan kanker serviks.
Genom HPV telah terintegrasi ke dalam DNA host, menghasilkan peningkatan
kemampuan proliferasi. C. Efek interaktif antara gangguan lingkungan, imunitas
pejamu, dan variasi genom sel somatik menyebabkan kanker serviks invasif.5

Penyebaran Tumor

Setelah tumorigenesis, pola pertumbuhan lokal mungkin eksofitik jika


kanker muncul dari ektoserviks, atau mungkin endofitik jika muncul dari kanal
endoserviks. Lesi lebih rendah di kanal dan ektoserviks lebih mungkin terlihat
secara klinis selama pemeriksaan fisik. Atau, pertumbuhan mungkin infiltratif,
dan dalam kasus ini, lesi ulserasi sering terjadi jika nekrosis menyertai
pertumbuhan ini. Saat lesi primer membesar dan keterlibatan limfatik berkembang,
invasi lokal meningkat dan akhirnya akan menjadi luas.5

Gambar 2. Pengaruh Onkoprotein E6 dan E7

Di sebelah kiri, onkoprotein E6 virus secara langsung mengikat p53 dan juga
mengaktifkan E6AP untuk mendegradasi protein supresor tumor p53. Di sebelah
kanan, oncoprotein E7 memfosforilasi protein penekan tumor retinoblastoma,
menghasilkan pelepasan faktor transkripsi E2F, yang terlibat dalam
perkembangan siklus sel. E7 juga menurunkan regulasi produksi protein penekan
tumor p21 dan merusak fungsi p53. Efek kumulatif dari onkoprotein E6 dan E7
akhirnya menghasilkan perubahan siklus sel, mendorong proliferasi sel yang tidak
terkendali.5

Stadium dan Klasifikasi

Stadium karsinoma serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena


itu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. Stadium
klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan
dalam penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.2

Kanker serviks diklasifikasikan secara klinis. Komponen staging yang


diperbolehkan termasuk konisasi pisau dingin, pemeriksaan panggul di bawah
anestesi, sistoskopi, proktoskopi, radiografi dada, dan pielogram intravena (atau
computed tomography [CT] dapat digunakan). Tabel 1 mencantumkan ini dan
pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang tidak termasuk dalam staging
formal tetapi dapat memberikan informasi tambahan. Edema bulosa tidak cukup
untuk diagnosis keterlibatan kandung kemih, dan keterlibatan ini harus dibuktikan
dengan biopsi. Metastasis kelenjar getah bening tidak mengubah stadium klinis.5

Sistem stadium yang banyak digunakan untuk kanker serviks adalah yang
dikembangkan oleh FIGO bekerja sama dengan WHO dan International Union
Against Cancer (UICC). Staging ini diperbarui pada tahun 2009 dan dirinci dalam
Tabel 1 dan Gambar 3. Dalam bab ini, penyakit stadium awal mengacu pada
FIGO stadium I-IIA. Istilah penyakit stadium lanjut menggambarkan stadium IIB
dan lebih tinggi.5

Tabel 1. Klasifikasi Kanker Serviks Berdasarkan Stadium2,5


Gambar 3. Ilustrasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO5

Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi neoplastik pada


lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) 1, NIS 2,
NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya setelah menembus membrana
basalis akan berkembang menjadi karsinoma mikroinvasif dan invasif.

Gambar 4. Stadium CIN Hingga Karsinoma Invasif Serviks Uteri


Penegakan Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah


menjadi kanker invasif, gejala yang paling umum adalah perdarahan (contact
bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut,
gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena
desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, buang air
kecil atau buang air besar yang sakit, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala
lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena,
misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai.2

Pemeriksaan panggul harus dilakukan pada semua wanita yang dicurigai


adanya kanker serviks. Visualisasi dengan spekulum dapat menemukan gambaran
normal atau gambaran lesi pada serviks. Semua lesi yang terlihat harus dilakukan
biopsi, kecuali dicurigai suatu kista nabothian. Kanker serviks umumnya berasal
dari zona transformasi serviks, lesi yang dapat muncul berupa ulserasi superficial,
tumor eksofitik pada ektoserviks, ataupun infiltrasi pada endoserviks. Tumor
endofitik dapat menyebabkan serviks bertambah besar, licindan adanya indurasi
sehingag sering dikenal sebagai barrel shaped cervix. Melalui pemeriksaan ini,
termasuk pemeriksaan rektovaginal, dapat dilakukan diagnosis ukuran tumor dan
keterlibatan vagina atau parametrium untuk menentukan stadium kanker serviks.3

Kebanyakan wanita dengan kanker serviks memiliki temuan pemeriksaan


fisik umum yang normal. Pada mereka yang diduga menderita kanker serviks,
pemeriksaan genital eksternal dan vagina menyeluruh dilakukan. Karena HPV
merupakan faktor risiko untuk kanker serviks, vagina, vulva, dan anus, lesi yang
menyertai harus dicari. Dengan pemeriksaan spekulum, serviks mungkin tampak
sangat normal jika kanker bersifat mikroinvasif. Dapat terlihat tampilan yang
bervariasi. Lesi dapat berupa pertumbuhan eksofitik atau endofit; massa polipoid,
jaringan papiler, atau barrel-shaped cervix; ulserasi serviks atau massa granular;
atau jaringan nekrotik. Keluarnya cairan encer, purulen, atau berdarah juga bisa
terlihat. Oleh karena itu, kanker serviks memiliki tampilan klinis yang mirip
dengan leiomioma serviks, polip serviks, vaginitis, eversi serviks, servisitis,
plasenta previa, kondiloma akuminata, chancre, atau leiomioma uterus yang
prolaps, polip, atau sarkoma.5

Selama pemeriksaan bimanual, dokter dapat meraba rahim yang


membesar akibat invasi dan pertumbuhan tumor. Atau, hematometra atau
pyometra dapat memperluas rongga endometrium setelah obstruksi jalan keluar
cairan oleh kanker serviks primer. Dalam hal ini, rahim mungkin terasa membesar.
Kasus kanker serviks stadium lanjut dapat meluas ke dalam vagina, dan perluasan
penyakit dapat diketahui selama palpasi dinding vagina anterior atau selama
pemeriksaan rektovaginal. Dengan penyebaran posterior, palpasi septum
rektovaginal antara telunjuk dan jari tengah tangan pemeriksa menunjukkan
septum yang tebal, keras, tidak teratur. Dinding vagina posterior proksimal paling
sering diinvasi. Selain itu, selama pemeriksaan colok dubur, keterlibatan dinding
samping parametrium, uterosakral, dan panggul dapat dinilai. Salah satu atau
kedua parametria dapat diinvasi, dan jaringan yang terlibat terasa tebal, tidak
teratur, kencang, dan kurang bergerak. Massa terfiksir menunjukkan bahwa tumor
mungkin telah meluas ke dinding samping panggul. Namun, lesi sentral dapat
menjadi sebesar 8-10 cm sebelum mencapai dinding samping.5

Pada stadium lanjut, pembesaran limfadenopati supraklavikula atau


inguinal menunjukkan penyebaran tumor limfatik. Edema ekstremitas bawah dan
nyeri punggung bawah, sering menjalar ke kaki posterior, mungkin
mencerminkan kompresi akar saraf skiatik, limfatik, vena, atau ureter oleh tumor
yang meluas. Dengan obstruksi ureter, hidronefrosis dan uremia dapat mengikuti
dan kadangkadang dapat menjadi temuan awal. Dalam kasus ini, stenting ureter
atau insersi tabung nefrostomi perkutan biasanya diperlukan. Fungsi ginjal
idealnya dipertahankan untuk kemoterapi. Selain itu, dengan invasi tumor ke
kandung kemih atau rektum, hematuria dan/atau fistula vesikovaginal atau
rektovaginal dapat ditemukan.5

Pemeriksaan Penunjang

Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :

1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC )

2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


3. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)

Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik.


Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks, sistoskopi,
rektoskopi, USG, BNO-IVP, foto toraks dan bone scan, CT scan atau MRI, PET
scan. Kecurigaan metastasis ke kandung kemih atau rektum harus dikonfirmasi
dengan biopsi dan histologik. Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai
pemeriksaan klinik. Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan
hanya pada kasus dengan stadium IB2 atau lebih.2

Tes Pap Smear dan Sitologi

Tes Pap pada saat ini merupakan alat skrining yang diandalkan. Tes Pap
direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah
menikah. Setelah tiga kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun, interval pemeriksaan
dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuanyang berisiko
tinggi (infeksi hPV, HIV, kehidupan seksual yang berisiko) dianjurkan
pemeriksaan tes Pap setiap tahun. Pap Smear test adalah suatu tes yang aman dan
sederhana dengan pengambilan sample mengunakan kapas di serviks dan dilihat
secara mikroskopik untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel
leher rahim.6

Sitologi serviks yang abnormal menunjukkan sel skuamosa yang berbeda


tahapkematangan (diskariosis) setelah dikenakan. Seperti CIN, sitologi serviks
diklasifikasikan sebagai derajat rendah (kelainan sitologi minor yang
menunjukkan diskariosis ringan atau perubahan batas) atau derajat tinggi (sedang
dan dyskaryosis parah). Test ini ditemukan pertama kali oleh Dr. George
Papanicolou, sehingga dinamakan Pap Smear Test adalah suatu metode
pemeriksaan sel-sel rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan
beberapa tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang
menjadi sel kanker.6

Tes IVA

Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-5%)
dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi
setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami
dysplasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks . Interpretasi dari tes
ini berupa terjadinya Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat
SSK apabila positif . Asam asetat menyebabkan nukleoprotein di dalam sel
membeku sementara. Oleh karena itu, area peningkatan pergantian sel, termasuk
CIN, tampak putih.6

Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan inspeksi serviks dengan menggunakan


sumbercahaya. Ini digunakan untuk baik diagnosis maupun pengobatan. Pasien
akan membuka pakaian dan menempatkan kakinya pada posisi semi-litotomi dan
spekulum ditempatkan di vagina dan serviks sebelum diperiksa dengan sumber
cahaya, di bawah pembesaran (5-20 ganda). Penerapan larutan asam asetat dan
yodium dapat menyoroti area abnormal pada serviks dibiopsi.6

Tes HPV

Mengingat HPV tidak dapat ditumbuhkan pada kultur konvensional dan


uji serologis hanya memiliki sensitivitas terbatas diagnosis infeksi HPV
memerlukan deteksi genomnya dalam sampel seluler yang dikumpulkan dari situs
di bawah penyelidikan. Teknologi molekuler untuk mendeteksi DNA HPV dapat
secaraluas dibagi menjadi amplifikasi dan non-amplifikasi. Tes yang terutama
digunakan dalam penelitian klinis menggunakan metode amplifikasi, yang
selanjutnya dibagi menjadi sinyal diperkuat dan target diperkuat. Teknik
perwakilan utama dari setiap kategori adalah hybrid capture 2 (HC2; Digene
Corporation, Gainthersburg, MD,USA) dan polymerase chain reaction (PCR).7

Biopsi Serviks

Ada beberapa tipe biopsi yang dapat digunakan unuk mendiagnosis lesi
prankanker dan kanker. Jika dengan menggunakan biopsi dapat mengangkat
seluruh jaringan yang abnormal, hal ini bisa menjadikan biopsi sebagai
tatalaksana pengobatan. Jaringan yang diangkat bisa dinilai derajat histopatologi
yaitu penilaian terhadap morfologi sel yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan
tumor secara mikroskopik. Derajat histopatologi kanker serviks didasarkan pada
ukuran dari sel-sel tumor dimana semakin pleomorfik sel-sel tersebut maka
derajatnya semakin jelek, pembentukan keratinisasi per sel, pembentukan mutiara
tanduk, semakin banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara
tanduk semakin baik diferensiasinya, jumlah sel yang mengalami mitosis, invasi
ke pembuluh darah maupun ke pembuluh limfe, dan batas tumor, semakin jelas
batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat diferensiasi yang lebih baik.7

Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan radiologic berupa foto paru-paru, pielografi intravena atau


CTscan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit,
serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter. Pemeriksaan laboratorium klinik
berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal, dan tes fungsi hati diperlukan
untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang akan
diberikan.6

Diagnosis Banding

1. Servivitis

Servisitis mengacu pada peradangan pada stroma serviks yang bisa akut
atau kronis. Servisitis biasanya muncul dengan cairan encer dan mukopurulen.
Perdarahanpost coitus juga berhubungan dengan kondisi ini. Servisitis akut dapat
disebabkan oleh infeksi C. trachomatis, N. gonorrhea, T. vaginalis, G. vaginalis,
dan spesies mycoplasma. Servisitis kronis biasanya tidak memiliki sumber infeksi.
Infeksi serviks penting untuk mendiagnosis dan mengobati sedini mungkin karena
infeksi inidapat meningkat ke saluran kelamin bagian atas dan menyebabkan
komplikasi yang signifikan termasuk penyakit radang panggul, infertilitas, nyeri
panggul kronis, dan peningkatan risiko kehamilan ektopik.8

2. Endometritis

Endometritis adalah peradangan pada endometrium yang bisa akut atau


kronis; didasarkan pada evaluasi patologis. Pada endometritis akut terdapat
mikroabses di dalam kelenjar endometrium, sedangkan pada endometritis kronis
terdapat sel plasma multiple dalam stroma endometrium. Endometritis kronis
sering disebabkan oleh agen infeksi tetapi bisa juga disebabkan oleh benda asing,
polip, atau fibroid di dalam rongga rahim. kebanyakan wanita dengan
endometritis kronis asimtomatik bisa datang dengan perdarahan menstruasi yang
berat atau perdarahan intermenstrual Namun, beberapa wanita mungkin pada
awalnya mengeluhkan perdarahan postcoital.8

3. Cervical polyps

Polip serviks sering ditemukan secara insidental selama pemeriksaan


spekulum dan dapat menjadi sumber perdarahan postcoital sekunder akibat
trauma serviks dengan hubungan intim. Polip endoserviks dan serviks adalah
pertumbuhan neoplastik benigna yang paling umum terjadi yang terjadi pada leher
rahim dengan kejadian 4% dari pasien ginekologi. Polip biasanya terjadi pada
pasien multipara dengan rentang usia 40-an hingga 50-an. Kebanyakan penderita
hanya memiliki satu polip serviks, tetapi tidak jarang memiliki lebih dari satu. Di
pemeriksaan gross, mereka tampak halus, ungu kemerahan struktur lobular yang
rapuh dan mudah berdarah bila tersentuh. Kebanyakan polip hanya berukuran
beberapa sentimeter. Polip mungkin timbul dari bagian endoserviks serviks atau
muncul di portio serviks. Diyakini bahwa polip ini berasal dari peradangan
berulang pada serviks ataupun respons fokal terhadap stimulasi hormonal.8

Penatalaksanaan

Tatalaksana Lesi Pra-Kanker

Tatalaksana lesi prakanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan


kesehatan, kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada.
Pada tingkat pelayanan primer, dapat dilakukan program skrining atau deteksi
dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single
visit approach atau see and treat program, yaitu jika ditemukan IVA positif, maka
dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum.2

Jika dilakukan skrining dengan papsmear, maka temuan hasil yang


abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan
kolposkopi. Bila diperlukan, maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision
Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation
Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun terapeutik. Bila hasil
elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan
tindakan konisasi atau histerektomi total. Jika ditemukan temuan abnormal setelah
melakukan kolposkopi.2

• LSIL dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun

• HSIL dilakukan LEEP dan observasi 6 bulan

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:

Terapi NIS dengan Destruksi Lokal

Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O
dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan
untuk destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang
kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel
skuamosa yang baru.2

• Krioterapi

Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode


pembekuan atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6 menit
(teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan
bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan
mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan
denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular.2

• Elektrokauter

Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan


melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi
anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk
menentukantindakan cukup atau perlu terapi lanjutan.2

• Diatermi Elektrokoagulasi

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan


efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan
anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan
serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi,
terutama jika lesi tersebut sangat luas.2

• Laser

Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu


muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium,
gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang
mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada
serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan
paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih,
sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume
jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.2

Tatalaksana Kanker Serviks Invasif

a. Stadium 0 / KIS (Karsinoma In Situ)

Konisasi (Cold knife conization):

1) Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan
fertilitas;

2) Bila tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi;

3) Bila fertlitas tidak diperlukan histerektomi total;

4) Bila hasil konisasi ternyata invasive, terapi sesuai tata laksana kanker
invasif.

b. Stadium IA1 (LVSI negatif)

1) Konisasi (Cold knife conization) bila free margin (terapi adekuat) apabila
fertilitas dipertahankan (Tingkat Evidens B).

2) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi.


Histerektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan.

c. Stadium IA1 (LVSI positif)

1) Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila


fertilitas dipertahankan.
2) Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat
dilakukan Brakhiterapi.

d. Stadium IA2, IB1, IIA1

Pilihan:

1) Operatif

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat


evidens 1 / Rekomendasi A). Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi
bila terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium,
batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor
risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB
saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor/closed margin, maka radiasi
eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.

2) Non Operatif

Radiasi (EBRT dan brakiterapi) dan Kemoradiasi (Radiasi: EBRT


dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi).

e. Stadium IB2 dan IIA2

Pilihan:

1) Operatif (Rekomendasi A)

Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi. Tata laksana


selanjutnyatergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk
dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.

2) Neoajuvan Kemoterapi (Rekomendasi C)

Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah untuk mengecilkan


massa tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata
laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi
anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.
f. Stadium IIB

Pilihan:

1) Kemoradiasi (Rekomendasi A);

2) Radiasi (Rekomendasi B);

3) Neoajuvan Kemoterapi (Rekomendasi C)

Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi dan pelvik


limfadenektomi.

4) Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam


penelitian).

g. Stadium IIIA → IIIB

1) Kemoradiasi (Rekomendasi A)

2) Radiasi (Rekomendasi B)

h. Stadium IIIB dengan CKD

1) Nefrostomi/Hemodialisa bila diperlukan;

2) Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin; atau

3) Radiasi

i. Stadium IVA tanpa CKD

Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasikan terlebih


dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan dengan Kemoradiasi Paliatif atau Radiasi
Paliatif.

j. Stadium IVA dengan CKD dan IVB

1) Paliatif;

2) Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif/radiasi paliatif dapat


dipertimbangkan

Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker serviks sampai


stadium IIA dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi, akan tetapi
mempunyai keunggulan dapat meninggalkan ovarium pada pasien usia
pramenopause. Kanker serviks dengan diameter Iebih dari 4 cm menurut beberapa
peneliti lebih baik diobati dengan kemoradiasi daripada operasi. Histerektomi
radikal mempunyai mortalitas kurang dari 1 %. Morbiditas termasuk kejadian
fistel (1% sampai2%), kehilangan darah, atonia kandung kemih yang
membutuhkan kateterisasi intermiten, antikolinergik, atau alfa antagonis.6

• Stadium I A1 tanpa invasi limfo-vaskuler: Konisasi serviks atau histerektomia


totalis simpel. Risiko metastasis ke kelenjar getah bening/residif 1%.

• Stadium I A1 dengan invasi limfo-vaskuler, stadium I A2. Modifikasi


histerektomia radikal (tipe II) dan limfadenektomia pelvik. Stadium I Al dengan
invasi limfovaskuler didapati 5% risiko metastasis keleniar getah bening.

• Stadium I A2 berkaitan dengan 4% sampai 10% risiko metastasis kelenjar getah


bening.

• Stadium I B sampai stadium II A: Histerektomia radikal (tipe III) dan


limfadenektomia pelvik dan para-aorta.

• Radiasi ajuvan diberikan pascabedah pada kasus dengan risiko tinggi (lesi besar,
invasi limfo-vaskuler atatr invasi stroma yang dalam). Radiasi pascabedah dapat
mengurangi residif sampai 50%.

Prognosis

Proses anemia tergantung pada etiologi anemia itu sendiri. Biasanya


anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi memiliki prognosis yang baik selama
ditangani dengan cepat dan tepat sebelum menimbulkan masalah pada ibu
maupun janin.4

Radioterapi

Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama mulai


stadium II B sampai IV atau bagi pasien pada stadium yang lebih kecil tetapi tidak
merupakan kandidat untuk pembedahan. Penambahan Cisplatin selama
radioterapi whole pebic dapat memperbaiki kesintasan hidup 30% sampai 50 %.
Komplikasi radiasi yang paling sering adalah komplikasi gastrointestinal seperti
proktitis, kolitis, dan traktus urinarius seperti sistitis dan stenosis vagina.6
Kemoterapi

Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan


atau untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah
Cisplatin. Carboplatin juga mempunyai aktivitas yang sama dengan Cisplatin.8
Jenis kemoterapilainnya yang mempunyai aktivitas yang dimanfaatkan dalam
terapi adalah Ifosfamid dan pac-Iitaxel.6

Pencegahan dan Deteksi Dini

Pencegahan Primer

• Menunda onset aktivitas seksual

Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara


monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan.

• Penggunaan Kontrasepsi Barier

Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma,


dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan
lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing.

• Penggunaan Vaksinasi HPV

Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi


Human Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan
dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah
perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker
serviks. Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan
penghasilan antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler.
Masa depan dari vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan
seluruh populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan
kultur berbeda tetap dipersoalkan. Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi
HPV mengindikasikan bahwa akan butuh beberapa dekade untuk program
imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker serviks.

Pencegahan Sekunder

• Pasien dengan risiko sedang hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali
berturut turut dengan selisih waktu antar pemeriksaan satu tahun dan atas
petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual
yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap
tahun. Pasien dengan risiko tinggi. Pasien yang memulai hubungan seksual saat
usia.

Deteksi Dini

Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode:2

• Papsmear

Gambar 5. Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dengan Tes Pap Smear.2


• Inspeksi Visual Asam Asetat

Gambar 6. Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dengan Tes IVA/Visual Asam


Asetat2

• Inspeksi Visual Lugoliodin

• Test DNA HPV

Prognosis

Efektivitas vaksinasi HPV diperkirakan hingga 90%. Skrining yang tidak


konsisten merupakan faktor risiko independen untuk diagnosis kanker serviks.
Tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk kanker serviks bisa mendekati 92%,
namun berkurang dengan adanya faktor lain seperti keterlibatan kelenjar getah
bening, usia, ukuran serta invasi tumor. Umumnya, angka kelangsungan hidup
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira-kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.9
DAFTAR PUSTAKA

1. Zhang S, Xu H, Zhang L, Qiao Y. Cervical cancer: Epidemiology, risk factors


and screening. Chin J Cancer Res. 2020;32(6):720-728. doi:10.21147/j.issn.1000-
9604.2020.06.05Tarney CM, Han J. Postcoital Bleeding: A Review on Etiology,
Diagnosis, and Management [Internet]. Vol. 2014, Obstetrics and Gynecology
International. Hindawi; 2014 [cited 2022 Jun 12]. p. e192087.

2. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Penatalaksanaan Kanker


Serviks. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2016

3. Kementerian Kesehatan RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta.


Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2018

4. Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer. 2009. 3


(3) : 103-108p

5. Cunningham, F. Gary. William Gynecologi 3th edition. McGraw Hill: New


York. 2018.

6. Prawirohardjo,S., 2014. Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

7. Koliopoulos G dkk. (2018). Cytology versus HPV testing for cervical cancer
screening in the general population (Review). Cochrane Library by John Wiley &
Sons, Ltd.

8. Jonathan S. Berek, et al. Berek & Novak’s Gynecology 15th edition. Wolter
Kluwer Health: Lippincott Williams & Wilkins. 2012

9. Fowler JR, Jack BW. Cancer, Cervical [Internet]. StatPearls [Internet].


StatPearls Publishing; 2020 [cited 2022 Jun 13]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431093/

Anda mungkin juga menyukai