Anda di halaman 1dari 26

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PREEKLAMSIA BERAT

Disusun oleh :
Annisa Sri Wulandari Putri
C014212058

Residen Pembimbing :
dr. Nurul Fajri Syamsuri

Supervisor Pembimbing :
Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subsp.K.Fm

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN LAPORAN KASUS

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Sri Wulandari Putri
Stambuk : C014212058

Benar telah membacakan laporan kasus dengan judul “Preeklamsia Berat”


pada :
Hari/Tanggal : Kamis, 9 Maret 2023
Pukul : 10.00 WITA
Minggu dibacakan: III
Nilai :
Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan sebagai mana
mestinya

Makassar, Februari 2023

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

(Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subs.K.Fm) (dr. Nurul Fajri Syamsuri)

Mengetahui,
Ketua Program Mahasiswa
Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

(Dr. dr. Monika Fitria Farid, Sp.OG)


LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Annisa Sri Wulandari Putri
Stambuk : C014212058
Judul Lapsus : Preeklamsia Berat

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada bulan Februari tahun 2023
dan telah mendapatkan perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik
pada Departemen Obsetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, Februari 2023

Co-Assistant

(Annisa Sri Wulandari Putri)

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

(Dr. dr. Efendi Lukas, Sp.OG, Subs.K.Fm) (dr. Nurul Fajri Syamsuri)
LAPORAN KASUS

❖ Identitas
Nama : Ny. H
Umur : 44 tahun
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Wajo
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Pemeriksaan : 26 Februari 2023
No. RM : 1011072

❖ Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien berusia 44 tahun G5P4A0 datang dengan keluhan nyeri
perut hilang timbul yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dirasakan sampai ke panggul. Keluhan disertai dengan nyeri
kepala yang dirasakan hilang timbul tanpa dipengaruhi aktivitas.
Pandangan kabur dan nyeri ulu hati disangkal. Riwayat kejang disangkal.
Riwayat demam, lemas, mual, dan muntah disangkal. Riwayat pelepasan
air, lendir, ataupun darah dari jalan lahir disangkal. Buang air besar dan
buang air kecil kesan normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Alergi Obat/Makanan : Ada, alergi telur
Riwayat Obstetri
- Riwayat Kehamilan Sekarang : G5 P4 A0
HPHT : 15/06/2022
Taksiran Persalinan : 22/03/2023
Usia Kehamilan : 36 minggu 3 hari
ANC : 4 kali di puskesmas
Imunisasi TT : 2 kali
- Riwayat Haid :
Menarche : 14 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari, teratur
Dismenorhoe : disangkal
Banyaknya : ganti pembalut 3x/hari
- Riwayat kehamilan
1. 2000/Perempuan/2400 gram
2. 2003/Laki-laki/2200 gram
3. 2014/Perempuan/2700 gram
4. 2015/Perempuan/2500 gram
5. 2023/Kehamilan saat ini
Riwayat KB
Riwayat KB suntik 3 bulan, terakhir suntik 2017

❖ Pemeriksaan Fisis
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5), baik
Status Gizi : BB sebelum hamil = 52 kg, BB saat hamil = 56 kg,
TB = 156 cm
IMT sebelum hamil = 21,36, IMT saat hamil 23,01

Tanda Vital
Tensi : 170/100mmHg
Nadi : 93 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 0C
Head to Toe Examination
Kepala : Normocephal, rambut warna hitam sukar dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
gangguan visus (-)
Thorax : Cor : Bunyi jantung normal, bising tidak ada
Pulmo : Bunyi napas vesikuler, ronkhi dan
wheezing tidak ada
Abdomen : Liver/Spleen : Tidak teraba
Bising usus : Normal
Ekstremitas : Edema (-), akral dingin (-)

Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Bentuk : Cembung
Striae : Ada
Bekas Luka Operasi : Tidak ada
Palpasi
TFU : 27 cm
Lingkar Perut : 82 cm
TBJ : 2214gram
Leopold I : TFU 27 cm, teraba bokong
Leopold II : Situs memanjang, punggung kanan
Leopold III : Bagian terbawah kepala
Leopold IV : 5/5
Tunggal/Gemelli : Tunggal
HIS : 1x10, 20 detik
Auskultasi DJJ : 134 kali/menit

Pemeriksaan Genitalia Luar


Bentuk : Tidak ada kelainan
Edema : Tidak ada
Massa/Kista : Tidak ada
Pelepasan Pervaginam : Lendir (+), Darah (-), Air ketuban (-)

Pemeriksaan Dalam
Vulva/Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Konsistensi lunak sedang
Pembukaan : Belum ada
Ketuban : Utuh
Presentasi : Kepala
Penurunan Kepala : Hodge I
Pelepasan : Lendir
Panggul : Kesan cukup

❖ Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Rutin
WBC 23,2 4,00 - 10,00 103/uL
RBC 3,84 4,00 – 6,00 106/uL
HBG 11,8 12,0 – 16,0 g/dL
HCT 34,0 37,0 - 48,0 %
MCV 90,0 80,0 – 97,0 fL
MCH 31,0 26,5 – 33,5 pg
MCHC 34,0 31,5 – 35,0 g/dL
PLT 80 150 – 400 103/uL
NEUT 92,8 50,0-70,0 %
LYMP 4,6 20,0-40,0 %
MONO 2,5 2,00 - 8,00 %
Kimia Darah
SGOT 73,0 <38 U/L
SGPT 59,0 <41 U/L
Ureum 28,0 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,76 P (<1,1) mg/dl
Bilirubin Total 0,45 Adult <1,1 mg/dl
Bilirubin Direct 0,25 Adult <0,3 mg/dl
Albumin 2,7 3,5-5,0 gr/dl
Natrium 134 136-145 mmol/l
Kalium 4,8 3,5-5,1 mmol/l
Klorin 104 97-111 mmol/l
GDS 144 <140 mg/dl
LDH 637 210-425 U/L
Hematologi
PT 9,8 10,0-14,0 detik
APTT 26,4 22,0-30,0 detik
INR 0,91
D-dimer 4,76 <0,5
Waktu Perdarahan 5,0 1-7 menit
Waktu Bekuan 8,0 4-10 menit
Imunoserologi
HbsAg (ICT) Non Reactive Non Reactive
Urinalisis
Warna Kuning Kuning Muda
pH 5,5 4,5-8,0
Berat Jenis 1,012 1,005-1,035
Protein 2+ Negatif mg/dl
Glukosa Negatif Negatif mg/dl
Bilirubin Negatif Negatif mg/dl
Urobilinogen Normal Normal mg/dl
Keton Negatif Negatif mg/dl
Nitrit Negatif Negatif mg/dl
Blood 3+ Negatif RBC/ul
Leukosit Negatif Negatif WBC/ul
Sedimen Eritrosit 4028 <5 lpb
Sedimen Kristal 0 lpk
Sedimen Epitel Sel 48 lpk
Sedimen Lain-Lain BAC = 60 ul
Sedimen Leukosit 20 <5 lpb
Sedimen Torak 6 lpk

USG :
Gravid tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan,
plasenta letak fundus maturasi grade 2, single deepest pocket = 4,6 cm,
EFW 2340 gram. Biometri sesuai usia kehamilan 34 minggu 0 hari.

❖ Diagnosis Kerja : G5P4A0 Gravid 36 minggu 3 hari + Preeklamsia berat


+ HELLP syndrome

❖ Penatalaksanaan :
Terapi
- Oksigen 3 lpm via nasal canul
- Loading dose 4 mg MgSO4 40% dalam 100 cc RL 73 tpm
- Maintenance dose drips 6 mg MgSO4 40% dalam 500 cc RL 28 tpm
- Nifedipine 10 mg/8 jam/oral
Planning
- Rencana operasi cito seksio sesarea transperitoneal profunda dan
tubektomi bilateral

❖ Prognosis : Dubia ad Bonam


TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika tekanan darah


sistolik mencapai ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik mencapai ≥ 90
mmHg pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama.1

Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai


dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklamsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan
disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu.1

Klasifikasi

Secara umum, hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan


berdasarkan munculnya manifestasi hipertensi arterial sebelum atau setelah usia
kehamilan 20 minggu. Kelompok pertama adalah :2

1. Hipertensi kronik. Penyakit hipertensi kronis adalah ditemukannya


desakan darah > 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum
kehamilan 20 minggudan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca
persalinan.

2. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi


kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.3

Hipertensi yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu adalah seperti


berikut :2

1. Hipertensi gestasional (juga disebut transient hypertension) adalah


hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda- tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

2. Preeklamsia. Preeklamsia adalah sindrom yang ditandai oleh tekanan


darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
disertai dengan :

a. Proteinuria (rasio proteinuria/kreatinuria diatas 0.3 mg/mg atau


tes dipstick urin ≥1+ atau proteinuri > 300mg / 24 jam.

b. Disfungsi organ maternal yang menyebabkan insufisiensi renal,


yang ditandai oleh kreatinin diatas 1.02mg/dL; kegagalan hepar,
yang ditandai dengan elevasi nilai transaminase dua kali di atas
normal, atau nyeri pada hipokondrium kiri, atau nyeri epigastrik;
kelainan neurologi dengan karaksiteristik seprti nyeri kepala,
hiperrefleksia, eklamsia, amourosis, dan kelainan hematologi
berupa trombositopenia atau hemolisis.

c. Disfungsi uteroplasenta; pertumbuhan janin terhambat,


perubahan velosimetri srteri umbilikal pada pemeriksaan doppler.

Disebut dengan preeklamsia berat jika tekanan darah sistolik mencapai ≥


160 mmHg atau tekanan darah diastolik mencapai ≥ 110 mmHg.

3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/


atau koma.

Epidemiologi

Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan


dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di
negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan
di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan di negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat
komplikasikehamilan dan persalinan.1

Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi


dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
preeklamsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju.
Prevalensi preeklamsia di negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara
berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklamsia di Indonesia sendiri adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Preeklamsia merupakan masalah kedokteran
yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini
bukan hanya karena preeklamsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan,
namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di
berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.1

Etiopatogenesis

1. Invasi Trofoblastik Abnormal

Implantasi plasenta secara umum memiliki karakteristik beruparemodeling


luas arteriol spiral pada desidua basalis. Trofoblas endovaskularmenggantikan
endotel vaskular agar memperlebar diameter pembuluh darah. Pada preeklamsia,
invasi trofoblastik dapat terjadi secara tidak sempurna sehingga arteriol yang
berada lebih profunda tidak mengalami remodeling yang menyebabkan diameter
pada pembuluh darah Plasenta penderita preeklamsia tidak sebesar pada kondisi
plasenta normal. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pada aliran darah
plasenta. Turunnya perfusi dan kondisi hipoksik akan menimbulkan pelepasan
placental debris atau mikropartikel yang kemudian akan menyebabkan respon
inflamasi sistemik.3

2. Faktor Imunologi

Pada kehamilan normal, terdapat toleransi imunologi terhadap antigen


paternal dan fetal yang memfasilitasi implantasi plasenta. Sel natural killer pada
desidua dan human leukocyte antigen (HLAs) dari sitotrofoblas mengalami
kontak akan tetapi tidak saling bereaksi dan fetus ditoleransi secara imunologi.
Pada preeklamsia, toleransi imunologi ini mengalami gangguan yang
menyebabkan invasi trofoblastik abnormal. Pada wanita nullipara yang
sebelumnya belumterpapar oleh antigen paternal atau tingkat antigen paternal
tinggi yang dapat dilihat pada kasus gemelli atau kehamilanmola, kelainan
imunologi ini mungkin mengalami peningkatan sehingga dapat menjelaskan
kondisi diatas sebagai salah satu faktor predisposisi preeklamsia.3

3. Aktivasi Sel Endotel

Hipoperfusi plasenta dan hipoksia dapat menyebabkan


peningkatanproduksi faktor antiangiogenik dan mengurangi produksi faktor
proangiogenik. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya produksi prostaglandin
vasodilator (PGI2) dan nitrit oksida oleh endotelium yang akan menyebabkan
kerusakan dan disfungsi pada endotel. Selain itu, hipoksia plasenta menyebabkan
pelepasan debris sinsitiotrofoblas dan mikropartikel yang akan berujung pada
produksi sitokin, interleukin, dan tumor necrosis alpha (TNF- α) yang kemudian
menginduksi terjadinya stres oksidatif. Stress oksidatif akan menimbulkan
peningkatan radikal bebas yang akan berimplikasi pada terjadinya inflamasi,
kerusakan, dan disfungsi endotel. Disfungsi endotel dapat menyebabkan koagulasi
mikrovaskular sistemik yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang bermanifestasi sebagai edema dan
proteinuria.3

4. Faktor Genetik

Risiko preeklamsia lebih tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga dan
riwayat menderita preeklamsia sebelumnya.3

Faktor Risiko

Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklamsia masih belum


diketahui, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan bahwa sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklamsia dan dapat dideteksi semenjak kunjungan
antenatal pertama, yaitu :1

Risiko Tinggi

1. Riwayat preeklamsia merupakan salah satu faktor resiko tinggi karena dapat
meningkatkan resiko preeklamsia hingga 7 kali lipat menurut penelitian yang
dilakukan oleh duckit.

2. Kehamilan multipel dianggap faktor resiko tinggi preeklamsia karena dapat


meningkatkan resiko hingga 3 kali lipat mengalami preeklamsia hingga
disimpulkan bahwa kehamilan multiple memiliki tingkat resiko preeklamsia yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan normal.

3. Hipertensi kronis meningkatkan risiko preeklamsia. Pada penelitian dengan


menggunakan subjek wanita yang mengalami hipertensi kronik, sebanyak 22%
diantaranya (n=180) mengalami preeklamsia superimposed dan hampir
setengahnya adalah preeklamsia onset dini (<34 minggu).

4. Diabetes melitus tipe 1 atau 2 meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia


hingga 4 kali lipat.

5. Penyakit ginjal dapat meningkatkan resiko preeklamsia dan berbandinglurus


dengan kondisi penyakit ginjal tersebut.

6. Penyakit autoimun (contoh : sistemik lupus eritematosus)

Risiko Sedang

1. Nulipara dilaporkan memiliki resiko hampir 3 kali lipat menderita preeklamsia

2. Obesitas (indeks masa tubuh > 30 kg/m2) dianggap meningkatkan risiko


preeklamsia sebanyak 2,47 kali lipat karena berhubungan dengan resistensi
insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklamsia.

3. Riwayat preeklamsia dalam keluarga terutama pada ibu atau saudara


perempuan dianggap sebagai faktor resiko karena riwayat preeklamsia pada
keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat.

4. Usia ≥ 35 tahun

5. Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun) dianggap sebagai faktor
resiko karena studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia,
memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10
tahun atau lebih memiliki risiko preeklamsia hampir sama dengan nulipara.
Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko preeklamsia semakin meningkat sesuai
dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak
kehamilan pertama dan kedua; p<0,0001
Penegakan Diagnosis

Berdasarkan PNPK, kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi


preklamsia berat adalah salah satu dibawah ini :1

1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg


diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama.

2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

3. Gangguan ginjal : kreatinin serum>1,1 mg/dLatau didapatkan


peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya

4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal


dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

5. Edema Paru

6. Gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus

7. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth


Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolicvelocity (ARDV)

Tanda dan Gejala4,5

1. Hipertensi yang terjadi didasari oleh peningkatan resistensi sistemik dan


afterload, menurunnya cardiac output dan volume plasma, aktivasi RAAS,
endotelin-1, dan sistem saraf pusat, serta meningkatnya vasokonstriktor,
menurunnya vasodilator, dan stres oksidatif.

2. Proteinuria yang terjadi akibat endoteliosis glomerular, kerusakan barrier


filtrasi, serta peningkatan permeabilitas tubular.

3. Disfungsi ginjal yang terjadi karena menurunnya aliran darah ke ginjal dan laju
filtrasi glomerulus, endoteliosis glomerular, meningkatnya ekspresi tissue factor,
dan trombotic microangiopathy.
4. Abnormalitas neurologi

a. Sakit kepala yang terjadi karena hilangnya fenestrase dari pleksus


choroideus, edema periventricular, dan edema vasogenik pada sirkulasi
posterior cerebri.

b. Gangguan penglihatan akibat retinopati, lepasnya lapisan retina,


kebutaan kortikal, hipertensi retinopati, dan diabetik retinopati.

5. Edema paru akibat meningkatnya permeabilitas vaskular, disfungsi cardiac,


kortikosteroid, dan overload volume iatrogenic.

6. Disfungsi hepatik akibat perubahan mikrosirkulasi hepatik dan injury


hepatoselular.

7. Pertumbuhan janin terhambat akibat remodelling arteri spiralis yang tidak


komplit, vaskulopati desidual, serta disfungsi uteri dan plasenta.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diawali dengan evaluasi tanda-tanda vital, lebih spesifik


tekanan darah. Pasien dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, perlu dicurigai menderita preeklamsia. Pada pasien
dengan usia kehamilan > 20 minggu, pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan
sebanyak 2 kali dengan jarak pemeriksaan setidaknya 4 jam untuk diagnostik
lebih lanjut.6 Evaluasi ulang dari tekanan darah diperluas untuk mencakup
hipertensi berat yang berkelanjutan, dilakukan dalam beberapa menit untuk
menentukan waktu yang tepat pemberian terapi antihipertensi. Yang termasuk
kedalam hipertensi berat bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan
darah diastolic ≥ 110 mmHg. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecology (ACOG), pasien yang sebelumnya terdiagnosis hipertensi gestasional
dengan rentang tekanan darah berat perlu didiagnosis dengan preeklmasi yang
disertai dengan gejala yang berat.5,6

Pasien yang datang dengan keluhan sesak napas, perlu dilakukan


pemeriksaan auskultasi dan perkusi dari paru untuk melihat ada tidaknya
gangguan paru. Palpasi dari kuadran kanan atas dan regio epigastrium perlu
dilakukan untuk mengevlusi ada tidaknya rasa nyeri. Pemeriksaan menyeluruh
untuk melihat edema perlu dilakukan utamanya pada ekstremitas bawah, wajah
dan tangan.6

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan rutin2,3

Semua perempuan yang mengalami hipertensi onset baru harus menjalani


tes laboratorium berikut:

a. Hitung sel darah lengkap (CBC)

b. Tingkat serum alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate


aminotransferase (AST)

c. Kreatinin serum

d. Asam urat

Selain itu, apusan darah tepi harus dilakukan, kadar serum laktat
dehidrogenase (LDH) harus diukur, dan bilirubin indirek harus dilakukan jika
dicurigai adanya sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, trombosit
rendah). Meskipun profil koagulasi (waktu protrombin [PT], aktivasi parsial
[aPTT], dan fibrinogen) juga harus dievaluasi, penggunaan klinis dari evaluasi
rutin tidak jelas ketika jumlah trombosit 100.000/mm3 atau lebih tanpa bukti
perdarahan. Nilai laboratorium untuk preeklamsia dan sindrom HELLP, yaitu :

Nilai rujukan untuk ginjal

a. Kadar proteinuria di atas 300 mg/24 jam

b. Dipstick urine lebih dari 1+

c. Rasio protein / kreatinin lebih besar dari 0,3

d. Kadar asam urat serum di atas 5,6 mg/dL

e. Tingkat kreatinin serum lebih dari 1,1 mg/dL10


Hasil terkait trombosit / koagulopati

a. Jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3

b. Elevated PT atau aPTT

c. Fibrinogen menurun

d. Peningkatan level d-dimer10

Hasil terkait hemolisis

a. Apusan darah tepi abnormal

b. Tingkat bilirubin tidak langsung lebih dari 1,2 mg/dL

c. Tingkat LDH lebih besar dari 600 U/L

Selain itu, enzim hati yang meningkat (serum AST> 70 U/L)


ditemukan pada preeklamsia dan sindrom HELLP

2. Pemeriksaan urin3

Untuk mendiagnosis proteinuria, pengumpulan protein dan kreatinin


selama 24 jam harus dilakukan kapan pun memungkinkan. Hingga 30%
perempuan dengan hipertensi gestasional yang memiliki riwayat protein trace
pada sampel urin acak mungkin memiliki 300 mg protein dalam pengumpulan
urin 24 jam. Dengan demikian, analisis protein urin 24 jam tetap menjadi standar
kriteria untuk diagnosis proteinuria. Sebagai alternatif, lebih dari 1+ protein pada
analisis dipstik pada sampel acak sudah cukup untuk membuat diagnosis
proteinuria. Hingga 10% pasien dengan preeklamsia dan 20% pasien eklamsia
mungkin tidak memiliki proteinuria. Hiperurisemia adalah salah satu manifestasi
laboratorium paling awal dari preeklamsia. Jika diukur pada awal trimester kedua,
ACR 35,5 mg/mmol atau lebih tinggi dapat memprediksi preeklamsia sebelum
gejala muncul.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi4,5

Ultrasonografi digunakan untuk menilai status janin serta untuk


mengevaluasi hambatan pertumbuhan. Selain ultrasonografi transabdominal,
ultrasonografi doppler arteri umbilikalis harus dilakukan untuk menilai aliran
darah. Nilai ultrasonografi doppler pada pembuluh janin lainnya belum dibuktikan.
Panduan tentang USG preeklamsia dirilis oleh International Society of
Ultrasound in Obstetrics and Gynecology pada tanggal 15 Oktober 2018 :

a. Indeks pulsatilitas (PI) harus digunakan untuk pemeriksaan resistensi


arteri uterina dalam konteks skrining preeklamsia (PE).

b. Pemeriksaan arteri uterina dengan Doppler pada minggu ke 11 + 0


hingga 13 + 6 dapat dilakukan baik secara transabdominal atau
transvaginal, sesuai dengan preferensi dan sumber daya lokal.

c. Karena faktor maternal dapat mempengaruhi PI arteri uterina,


penyertaan PI arteri uterina dalam model skrining multifaktorial harus
lebih disukai daripada penggunaannya sebagai uji mandiri dengan cut-off
absolut, jika memungkinkan.

d. PI arteri uterina rata-rata harus menjadi indeks Doppler pilihan untuk


skrining trimester pertama.

e. Pemeriksaan Doppler pada arteri uterine pada scan trimester kedua


dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal.

f. Rata-rata PI arteri uterina harus digunakan untuk prediksi PE. Dalam


kasus plasenta unilateral, peningkatan PI secara sepihak tampaknya tidak
meningkatkan risiko PE jika rata-rata PI dalam batas normal.

g. Meskipun velosimetri arteri uterina dapat dinilai secara transvaginal,


metode pemeriksaan doppler arteri uterina yang paling umum pada
trimester ketiga adalah pendekatan transabdominal.

h. Model skrining yang paling efisien untuk mengidentifikasi wanita


berisiko PE tampaknya merupakan kombinasi dari faktor ibu, tekanan
darah arteri rata-rata ibu, Doppler arteri uterina, dan tingkat faktor
pertumbuhan plasenta (PlGF) pada 11-13 minggu.
i. Ada bukti yang meyakinkan bahwa aspirin dosis rendah dapat secara
signifikan menurunkan risiko PE dini ketika dimulai pada skrining
trimester pertama.

4. CT Scan dan MRI5

Pemindaian computed tomography (CT) dan pemindaian magnetic


resonance imaging (MRI) telah mengungkapkan banyak kelainan pada pasien
dengan eklamsia, seperti edema serebral, infark fokal, perdarahan intrakranial,
dan leukoensefalopati posterior. Namun, saat ini tidak ada temuan CT scan atau
MRI patognomonik untuk eklamsia. Selain itu, pencitraan otak tidak diperlukan
untuk diagnosis dan manajemen kondisi. Namun, CT scan kepala digunakan
untuk mendeteksi perdarahan intrakranial pada pasien tertentu dengan sakit
kepala berat mendadak, defisit neurologis fokal, kejang dengan keadaan postiktal
berkepanjangan, atau presentasi atipikal untuk eklamsia.

Penatalaksanaan1

Tatalaksana awal untuk kasus preeklamsia adalah manajemen ekspektatif,


yang berguna untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas
neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu hamil.
Terdapat beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Perhimpunan Dokter
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) terkait manajemen ekspektatif pada
kasus preeklamsiatanpa gejala berat yaitu :

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia


tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat.

2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus


preeklamsia tanpa gejala berat.

3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:

a. Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
b. Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis

c. Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu

d. Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan


2 kali dalam seminggu)

e. Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi


menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilical
direkomendasikan.

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya


kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intracranial serta
kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan dan saat yang tepat untuk
persalinan. Pada kasus preeklamsia dengan gejala berat, POGI memberikan
rekomendasi sebagai berikut :

1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklamsia berat


dengan usia Kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat kondisi ibu
dan janin stabil.

2. Manajemen ekspektatif pada preeklamsia berat juga direkomendasikan


untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang adekuat dengan
tersediaperawatan intensif bagi maternal dan neonatal.

3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia berat,


pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin.

4. Pasien dengan preeklamsia berat direkomendasikan untuk melakukan


rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.

5. Medikamentosa

6. Pemberian loading dose 4 mg MgSO4 40% dalam larutan RL 100 cc


dalam 15 menit, dilanjutkan maintenance dose 6 mg MgSO4 40% dalam
larutan RL 500 cc dalam 6 jam.

Syarat pemberian MgSO4 :

a. Harus tersedia antidtum bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium


glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan IV 3 menit

b. Refleks patella (+) kuat

c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda


distress napas.

MgSO4 dihentikan bila :

a. Ada tanda-tanda intoksikasi

b. Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam pasca kejang


terakhir

7. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

8. Diuretik diberikan bila ada edema paru, gagal jantung kongestif atau
edema anasarka. Diuretik yang digunakan adalah furosemide

9. Pemberian antihipertensi apabila TD ≥ 160/110 mmHg. Antihipertensi


lini pertama adalah nifedipine 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit
maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Pencegahan

Pencegahan merupakan cara untuk mencegah terjadinya preeklamsia pada


wanita hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsia. Pencegahan dapat
dilakukan dengan non medikal dan medikal. Sampai saat ini belum ada metode
yang dapat dikatakan efektif dalam mencegah risiko preeklamsia. Hal ini
disebabkan oleh karena etiologi dan patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya
dapat dijelaskan. Pada dasarnya upaya pencegahan penyakit preeklamsia melalui
3 tahapan, yaitu: 3,4

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan cara yang terbaik namun hanya


dilakukan bila penyebab telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengontrol penyebab-penyebab
tersebut. Dengan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklamsia dan
mengkontrolnya memungkinkan dilakukan pencegahan primer.1
a. Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklamsia untuk
setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya (Level evidence
IIb,Rekomendasi C)

b. Pemeriksaan skrining preeklamsia selain menggunakan riwayat


medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin,
sampai metode skrining tersebut terbuktimeningkatkan luaran
kehamilan (Level evidence IIb,Rekomendasi C)

2. Pencegahan sekunder

Upaya mendeteksi adanya kelainan yang belum memberikan gejala


klinik namun sudah terjadi proses patobiologis awal akibat penyakit ini
sehingga dapat mencegah berkembang dan memberatnya penyakit.
Pencegahan ini berupa :

a. Istirahat

Berdasarkan telaah 2 studi kecil yang didapat dari


Cochrane, istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan
risiko preeklamsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas (RR
0,05; 95% CI 0,00 – 0,83). Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari
ditambah suplementasi nutrisi juga menurunkan risiko preeklamsia
((0,12; 95% CI 0,03 – 0,51). Dari 3 studi yang dilakukan telaah,
didapatkan hasil tidak ada perbedaan kejadian eklamsia, kematian
perinatal, perawatan intensif pada kelompok yang melakukan tirah
baring di rumahdibandingkan istirahat di rumah sakit pada pasien
preeklamsia.

- Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan


primer preeklamsia

- Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran


pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria). (Level evidence IIII, Rekomendasi C)
b. Retriksi konsumsi garam

Pembatasan garam untuk mencegah preeklamsia dan


komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan. (Level
evidence II, Rekomendasi C)

c. Aspirin dosis rendah

Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki


efek penggunaan aspirin dosis rendah (60-80 mg) dalam mencegah
terjadinya preeklamsia. Beberapa studi menunjukkan hasil
penurunan kejadian preeklamsia padakelompok yang mendapat
aspirin.

- Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan


untuk prevensi preeklamsia pada wanita dengan risiko tinggi
(Level evidence II,Rekomendasi A)

- Apirin dosis rendah sebagai prevensi preeklamsia sebaiknya


mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu (Level
evidence IIII, Rekomendasi C)

d. Suplementasi kalsium

- Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan


terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah

- Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal


1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklamsia pada
wanita denganrisiko tinggi terjadinya preeklamsia (Level evidence
I, Rekomendasi A)

3. Pencegahan tersier

Asuhan antenatal yang baik merupakan bagian yang paling penting


dalam pencegahan tersier. Diperlukan sistem asuhan antenatal yang
terorganisir dengan baik,sehingga alur rujukan semua ibu hamil dengan
risiko dapat berjalan dengan jelas dan lancar.3,4
Prognosis

Hipertensi gestasional dan preklamsia/eklamsia berhubungan dengan


risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang. Dari
studi Shammas dan Maayah didapatkan risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskular padawanita dengan preeklamsia 8,12 x lebih tinggi dibandingkan
kontrol (Wanita tanpa riwayat preeklamsia).1,5

Wanita dengan riwayat preeklamsia memiliki risiko penyakit


kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung
iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang. Risiko kematian pada wanita
dengan riwayat preeklamsia lebih tinggi, termasuk yang disebabkan oleh penyakit
serebrovaskular.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo, Noroyono et al. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran:


Diagnosis dan tatalaksana preeklamsia. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.

2. J. Mayrink, M. L. Costa, J. G. Cecatti, Preeclampsia in 2018: Revisiting


Concepts, Physiopathology, and Prediction, Hindawi The Scientific World
Journal.

3. Cunningham et al. 2018. Williams Obstetrics, 25th edition. New York:


McGraw Hill Education, 2018.

4. Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawiorhardjo

5. Marielle G. Van Pampus JGA. Long term outcomes after preeclampsia. Clin
Obstet and Gynecol. 2005;48(2):489-94.

6. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman


GG, Brown MA. The classification, diagnosis and management of the
hypertensive disorders of pregnancy: A revised statement from the ISSHP.
Pregnancy Hypertens 4: 97–104, 2014. doi:10.1016/j.preghy.2014.02.001.

Anda mungkin juga menyukai