Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok : - Andi Muhammmad Fadly Nur

- Muh. Nur Chaidir

POTENSI PAJAK ATAS PENYERTAAN MODAL


Setoran modal atas saham yang selama ini lazim disebutkan dalam akta pendirian perusahaan dalam
bentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Perseroan Komanditer (CV) yang terdiri dari saham adalah setoran
modal tunai, sehingga perusahaan sebagai subyek pajak yang baru didirikan belum mempunyai
penghasilan dapat dikenakan pajak. Demikian pula dengan pihak yang menyetorkan modal, uang tunai
yang disetorkan tidak bertambah sampai dengan diterimanya pembagian laba atau dikenal dengan
deviden, sehingga tidak terdapat penghasilan yang dapat dikenakan pajak.

Penyetoran modal atas saham yang selama ini disetorkan dalam bentuk tunai atau kas, saai ini
berkembang dalam bentuk lain misalnya aset tetap yang dapat berupa tanah, gedung, pabrik, mesin ,
alat berat, kendaraan dan lain-lain.

Selain itu, setoran modal juga dapat timbul bagi pihak-pihak yang akan melakukan Kerja Sama Operasi
(KSO). KSO merupakan bentuk kerja sama yang dilakukan oleh perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan asset
dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama-sama mengurangi resiko usaha. Jadi dalam KSO
juga dimungkinkan adanya setoran modal dalam bentuk asset.

Dasar Hukum
Pada Pasal 34ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengatur beberapa hal
mengenai setoran modal antara lain.

1. Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.


2. Minimal 25% dari jumlah modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh.
3. modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
4. Sebagai bukti bahwa modal dasar yang ditetapkan sudah disetor maka wajib dibuktikan dengan
bukti penyetoran yang sah. Bukti penyetoran yang saha ditunjukkan dengan bukti setroan bank
ke rekening atas nama perseroan, atau dari data laporan keuangan audit atau data laporan
keuanganyang sudah ditandatangani oelh Direksi dan komisaris.
5. Atas penerbitan saham selanjutnya wajib disetor penuh dan tidak dapat dilakukan dengan cara
mengangsur
6. para pendiri/calon pemegang saham PT dapat menyetorkan modalnya dalam bentuk: uang
tunai, aset, maupun good will (kecakapan/nama baik).

Pasal 4 ayat 3 huruf c Undang-Undang (UU) PPh yang menyatakan bahwa harta, termasuk setoran tunai
yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham, atau sebagai penyertaan modal, termasuk
penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Aturan penjelasan UU PPh Pasal 4 ayat 3 huruf c menyatakan bahwa pada prinsipnya harta, termasuk
setoran tunai, yang diterima badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan itu. Namun
karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham, atau penyertaan modal, maka berdasarkan
ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek pajak.

CONTOH KASUS

Pada SPT Tahunan PT X, direktur yakni Fahir melakukan penyertaan modal senilai 150 juta, maka
berdasarkan aturan UU PPh Pasal 4 ayat 3 huruf c, setoran modal sebesar Rp 150 juta tersebut bukan
merupakan penghasilan bagi perusahaan, dan juga bagi Fahir sebagai pemegang saham sehingga atas
penyertaan modal 150 juta tersebut bukan merupakan objek pajak.

khusus untuk setoran modal dalam bentuk asset khususnya tanah dan bangunan hal ini akan
diperlakukan berbeda karena atas setoran modal berupa asset (tanah dan bangunan) sudah termasuk
dalam katagori pengalihan hak.

CONTOH KASUS

Pada 20 Februari 2015, Tuan Ahmad dan Tuan Rudi sepakat untuk mendirikan Perseroan Terbatas
dengan nama PT. Cahaya Sukses dengan modal awal sebesar Rp500.000.000,00. Sebagai setoran modal,
tuan Ahmad sepakat menyerahkan Ruko yang dibeli tahun 2011 dengan nilai perolehan sebesar Rp
100.000.000,00. Harga pasar Ruko yang diserahkan oleh Tuan Ahmad saat diserahkan sebesar Rp
300.000.000,00 dan tuan Rudi menyetorkan uang tunai sebesar Rp 200.000.000,00.

Atas setoran modal tuan Ahmad berupa ruko kepada PT. Cahaya Sukses, maka perlakuan pajaknya Tuan
Ahmad harus membayar Pajak Penghasilan Final sebesar 2,5% (PP 34 tahun 2016) dari nilai pasar yaitu
Rp300.000.000,00 dan hak atas tanah dan bangunan (ruko) dialihkan dari Tuan Ahmad kepada PT.
Cahaya Sukses. Kondisi ini mengakibatkan kepemilikan hak atas ruko akan beralih kepada PT. Cahaya
Suskses dan dituangkan dalam akta notaris.

Pengenaan Pajak Penghasilan bersifat Final atas pengalihan hak atas penyertaan modal berupa ruko ini
dalam kenyataannya sering menimbulkan pertanyaan karena investor berpendapat ruko yang
diserahkan merupakan pengganti setoran modal yang akan digunakan sebagai modal usaha dan tidak
terdapat penghasilan kena pajak atas kejadian tersebut. Pendapat tersebut benar karena Pajak
Penghasilan yang dibayar oleh Tuan Ahmad adalah PPh atas pengalihan hakatas tanah dan bangunan
(berupa ruko), dan atas setoran modal tidak dikenakan pajak. Secara rinci timbulnya Pajak Penghasilan
bersifat final atas setoran modal berupa ruko di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Tuan Ahmad membeli ruko dengan nilai perolehan sebesar Rp 100.000.000,00 pada tahun 2011
 Setoran Modal Tuan Ahmad yang dicatat pada akta pendirian PT. Cahaya Sukses adalah sesuai
dengan harga pasar ruko pada tanggal 20 Februari 2015 yaitu sebesar Rp 300.000.000,00
 Sesuai dengan latar belakangnya bahwa Pajak Penghasilan final dikenakan atas pengalihan hak
atas tanah dan bangunan karena pada umumnya terdapat penghasilan yang diterima oleh
pemilik asset pada saat pengalihan asset yaitu nilai perolehan asset dikurangi dengan nilai jual
dari asset dimaksud. Dan Pihak DJP menyadari sulitnya memperoleh data mengenai perolehan
asset maka pengenaan pajaknya dikenakan bersifat final dari nilai penjualan asset.
 Dengan demikian Pajak Penghasilan final yang dikenakan atas penyerahan hak atas tanah dan
bangunan yang muncul pada saat asset diserahkan sebagai setoran modal merupakan pajak atas
tambahan penghasilan yang diterima pada nilai asset (ruko) milik Tuan Ahmad.

Dengan demikian pajak yang terhutang atas setoran modal merupakan pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterimaoleh Tuan Ahmad akibat kenaikan harga Ruko yang semula diperoleh dengan
harga Rp 100.000.000,00 dan setoran modal yang diakui sebesar Rp 300.000.000,00 dan tidak terdapat
aspek perpajakan atas setoran modal yang dilakukan oleh Tuan Ahmad.

CONTOH KASUS KSO

PT. Puspa dan PT. Kemanggisan mendirikan KSO PT.Kemanggisan-PT.Puspa untuk membangun Ruko
dalam jangka waktu 30 tahun. Dalam perjanjian KSO disepakati PT. Puspa menyerahkan tanah (asset)
senilai Rp 500.000.000,00 dan PT Kemanggisan akan membangun ruko untuk disewakan dengan biaya
pembangunan sebesar Rp 1.000.000.000,00

Atas penyerahan asset berupa tanah oleh PT. Puspa kepada KSO PT. Kemanggisan – PT. Puspa, tidak
terdapat pengalihan hak kepemilikan dan PT. Puspa tetap mencatat asset dimaksud dengan tambahan
informasi sebagai asset KSO. Dengan demikian tidak terdapat aspek perpajakan yang timbul atas asset
yang diserahkan untuk penyertaan modal KSO.

KESIMPULAN
Setoran modal dalam bentuk lain berupa tanah dan atau bangunan, akan menimbulkan kewajiban untuk
membayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilankarena termasuk dalam
katagori pengalihan hak sebesar 2,5% dari jumlah bruto. Sedangkan pada KSO, asset yang diserahkan
oleh anggota KSO belum terjadi pengalihan hak sehingga tidak terhutang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh karena terdapat perbedaan perlakuan perpajakan atas
setoran modal saham dan penyertaan pada KSO, sebaiknya diperlukan pengaturan lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai