Pajak
A
tas
Merger
Oleh
Chandra Budi
, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
Beberapa waktu lalu, p
emberitaan tentang Di
rektorat J
en
deral
Pajak
(DJP) yang
menolak
proses penggabungan
usaha (merger) antara PT. SCMA
-
pemilik SCTV
-
de
ngan PT. IDKM
-
pemilik Indosiar
-
mengelitik sa
ya untuk menanggapinya. Seakan
-
akan, menurut pemberitaan
tersebut,
DJP
memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak proses merger yang
dilakukan. Padahal,
DJP
tidak memiliki kewenangan atau otrorisasi ters
ebut. Jadi, dapat
dikatakan bahwa proses legal formal merger perusahaan tidak ada kaitannya
dengan
DJP
.
Lantas,
bagaimana perlakuan pajak bagi perusahaan yang melakukan merger?
Merger menurut definisi akuntansi adalah penyatuan dua atau lebih perusahaa
n terpisah
menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan
perusahaan lain
atau memperoleh kendali (kontrol) atas aktiva dan operasional perusahaan lain.
Merger
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akui
sisi dan penyatuan kepemilikan.
Akuisisi adalah penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu
pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang
diakuisisi, dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau
mengeluarkan saham. Sedangkan penyatuan kepemilikan adalah suatu
penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang
bergabung secara bersama-sama memiliki kendali atas seluruh aktiva dan
operasional perusahaan yang tergabung serta memiliki tanggung
jawab bersama sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasikan sebagai
pengakuisisi.Konsekuensi dari proses merger, apapun jenis dan metode
pencatatannya, adalah adanya perpindahan aktiva yang
tentunya terkait dengan perpajakan. Setidaknya ada transfer tax(PPN, PPh Final
4 ayat2 danBPHTB) dan keuntungan atas selisih aktiva yang merupakan
objek Pajak Penghasilan (PPh). Untuk perlakuan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), awalnya,UU PPN Tahun 1983 dan perubahan
nya Tahun 1994, pengalihan aktiva perusahaan sehubungan dengan proses mer
ger tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan tidak terutang PPN. Namun, sejak Tahun 2001,
pengalihan aktiva dalam rangka merger ini dikenakan PPN karena tidak
termasuk dalam daftar negatif jenis barang kena pajak yang tidak d
ikenakan PPN. Terakhir, sesuai dengan UU PPN yang baru
Tahun 2009, kembali lagi pada ketentuan semula, dimana penyerahan barang
kena pajak dalam rangka merger tidak terutang PPN.
Setiap pengalihanaktiva atau harta berupa tanah dan bangunan akan dikenakan
PPh final dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Demikian
juga, apabila pengalihan dilakukan dalam rangka merger perusahaan. PPh final
yang dikenakan adalah sebesar 5% dari harga jual sedangkan untuk BPHTB
dikenakan tarif 5% dari nilai jual kena pajak –selisih antara harga jual dengan
nilai jual objek pajak tidak kena pajak.
Goodwill adalah istilah yang digunakan di akuntansi dan hukum. Goodwill adalah aset perusahaan yang
tidak berwujud dan dapat meliputi merek dagang dan paten, karyawan dan keahliannya, nama dagang
dan pengakuan logo, daftar pelanggan dan relasi.