Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PELATIHAN PERAWAT ANASTESI DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA KLIEN


DENGANDIAGNOSA MEDIS HEMANGIOMAREGIO MANUS DENGAN
ANASTESIUMUM TOTAL INTRAVENA (TIVA)
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM

OLEH :

RAHMAWATI NINGSIH, S.Kep


KLINIK UTAMA SUKMA WIJAYA SAMPANG

INSTALASI ANESTESI
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI


PADA An. KDENGAN DIAGNOSA HEMANGIOMA REGIO MANUS
DENGAN ANESTESIUMUM TOTAL INTRAVENA (TIVA)
RSUD Dr SAIFUL ANWAR PROVINSI JATIM

Telah Disetujui pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 17 Mei 2023

Tempat : RSUD Dr. Saiful Anwar

Malang, 17 Mei 2023


Peserta Pelatihan Pembimbing

(Rahmawati Ningsih, S.Kep)


(M. Yasin, AMD.Kep )
19680310 198902 1 003
BAB I

KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT

1.1 Pengertian

Hemangioma adalah tumor jinak atau hamartoma yang terjadi akibat gangguan pada

perkembangan dan pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi disegala organ seperti

hati, limpa, otak, tulang, dan kulit.Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak atau tumor

vaskuler jinak akibat proliferasi (pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak

normal dan dapat terjadi pada setiap jaringan pembuluh darah. Hemangioma sering terjadi

pada bayi baru lahir dan pada anak usia kurang dari 1 tahun (5-10%).

1.2 Etiologi

Hemangioma terbentuk ketika pembuluh darah kecil tumbuh secara tidak normal, dan

berkumpul menjadi satu. Belum diketahui apa yang memicu terjadinya kondisi tersebut,

namun ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko munculnya hemangioma, yaitu :

a) Berjenis kelamin perempuan

b) Lahir prematur

c) Memiliki berat badan lahir rendah

d) Mengalami gangguan perkembangan selama dalam kandungan

e) Memiliki kelainan genetik yang diturunkan dalam keluarga

1.3 Patofisiologi

Hemangioma terjadi pada fase yang berbeda-beda. Hemangioma dibagi menjadi 3 fase yaitu

a) Fase proliferatif yang ditandai dengan pertumbuhan hemangioma secara cepat dimulai

usia 3 bulan, lalu pertumbuhan bertahap pada usia 5–8 bulan

b) Fase plateau di mana lesi stabil dan tidak banyak bertumbuh selama 6–12 bulan awal

kehidupan.
c) Fase involusi, yang biasa terjadi mulai 1 tahun pertama kehidupan dan berlanjut

hingga beberapa tahun. Pada fase involusi, hemangioma akan menjadi lebih lembut,

dan terjadi perubahan warna dari merah terang menjadi ungu atau abu-abu

Pertumbuhan hemangioma ini bisa terjadi di beberapa bagian tubuh tidak hanya bagian luar

namun juga pada organ dalam tubuh.

a) Kulit

Hemangioma yang terjadi pada permukaan kulit bisa berkembang apabila terdapat

proliferasi pembuluh darah abnormal pada satu area tubuh.Namun, para ahli tidak

bisa memastikan kenapa darah tersebut berkelompok dan diduga terjadi karena

protein tertentu yang di produksi dalam plasenta pada masa kehamilan.Hemangioma

kulit ini terbentuk pada lapisan atas kulit atau pada lapisan lemak dibawahnya yang

disebut dengan lapisan subkutan. Awalnya, hemangioma akan terlihat seperti tanda

lahir berwarna merah kemudian akan mulai timbul di permukaan kulit.

b) Hati

Hemangioma yang yang berbentuk seperti hati dan timbul pada permukaan hati

dianggap sensitif dengan estrogen. Pada masa menopause, wanita umumnya akan

diresepkan pengganti estrogen untuk meminimalisir gejala yang disebabkan

menurunnya kadar estrogen alami. Kelebihan estrogen ini bisa menjadi pemicu

pertumbuhan hemangioma hati.Selain itu, penggunaan pil KB juga bisa

meningkatkan ukuran hemangioma.

c) Selain di kulit dan juga hati, hemangioma juga dapat tumbuh dibeberapa area tubuh

lain seperti paru paru, ginjal, otak dan juga usus besar. Untuk hemangioma yang

tumbuh di rongga mulut dan rongga otak disebut dengan hemangioma kavernosa.

1.4 Klasifikasi

Secara histologik hemangioma diklasifikasikan berdasarkan besarnya pembuluh darah,

menjadi tiga jenis yaitu :

1. Hemangioma kapiler, yang terdiri atas :

a) Hemangioma kapiler pada anak (nevus vasculosus, strawberry nevus).

b) Granuloma piogenik.
c) Cherry-spot (ruby-spot), angioma senillis.

2. Hemangioma kavernosum, yang terdiri atas :

a) Hemangioma kavernosum (Hemangioma matang).

b) Hemangioma keratonik.

c) Hemangioma vaskular

3. Telangiektasis :

a) Nevus flameus.

b) Angiokeratoma.

c) Spider angioma.

Dari segi praktisnya, umumnya para ahli memakai sistem pembagian sebagai berikut:

1. Hemangioma kapiler

Dari Hemangioma kapiler, dikenal :

- Salmon patch

- Port wine stain

- Spider angioma

- Strawberry mark

2. Hemangioma kavernosum

3. Hemangioma campuran (kapiler dan kavernosum)

1.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala hemangioma tergantuk pada jenis hemangioma itu sendiri.

 Pada hemangioma kapiler berupa bercak merah tidak menonjol dari permukaan kulit.

“Salmon patch” berwarna lebih muda sedang “Port wine stain” lebih gelap kebiru-

biruan, kadang-kadang membentuk benjolan di atas permukaan kulit.

 Pada hemangioma kavernosum tampak suatu benjolan, kemerahan, terasa hangat dan

“compressible” (tumor mengecil bila ditekan dan bila dilepas dalam beberapa waktu

membesar kembali).

 Sedangkan pada hemangioma campuran (kapiler dan kavernosum) ada yang disertai

fistula arterio-venous (bawaan).

1.6 Penatalaksanaan

Dari segi pengobatan, karena adanya persamaan-persamaan dalam tindakan, maka dapat

digolongkan atas 3 golongan yaitu :


1. Golongan I :

a. Strawbery mark

b. Hemangioma kavernosum

c. Hemangioma campuran

2. Golongan II

a. Salmon patch

b. Port wine stain

3. Golongan III

Spider angioma dengan central arteriole

A. Pengobatan untuk Golongan I

1. Radiasi : radiasi dapat membuat involusi, tapi komplikasi-komplikasi radiasi jauh

lebih berbahaya dari pada hemangiomanya sendiri bila tidak diobati.

2. Pembedahan

a) Eksisi hemangioma

Bukan cara yang ideal karena kesukaran teknis, perdarahan banyak, tidak dapat

mengambil secara tuntas tanpa merusak organ setempat, untuk hemangioma kecil

kurang dari 1 cm, di daerah nasolabialis eksisi akan memberi hasil baik.

b) Ligasi arteri proksimal : kurang memuaskan

c) Ligasi a-v shunt

d) Elektro koagulasi : untuk spider angioma

e) Sclerozing agent

Dipakai 5% sod.Morhuate. Dipergunakan hanya di daerah skalp, lidah, mucosa,

dimana sikatriks yang timbul tidak akan menyusahkan kelak.

f) Kortikosteroid : dosis pemberian per oral 20-30 mg/hari selama 2-3 minggu, dan

pelan-pelan diturunkan sampai 3 bulan.Kortikosteroid, menambah sensitifnya

pembuluh darah terhadap vaso constricting agent.

3. Menunggu

Tindakan ini dilakukan atas dasar pertimbangan, bahwa hemangioma ini akan

mengalami involusi spontan. Hemangioma ini sudah ada sejak lahir atau timbul

sementara sesudah lahir.Kemudian membesar dengan cepat sampai umur 6-9 bulan.

Selama 1 tahun berikutnya ia tumbuh pelan sampai maksimum besarnya pada lebih
kurang umur 1 tahun. Kemudian mulai terjadi involusi spontan.Perjalanan involusi ini

berjalan bertahun-tahun, sampai umur 7 tahun.

B. Pengobatan Golongan II :

Salmon patchdanPort wine statis, tidak mengadakan regresi spontan. Tindakan eksisi

kemudian defek ditutup dengan skin graft atau dengan flap memberikan hasil lebih jelek

dari sebelum operasi. Penanganan yang memberi hasil memuaskan dengan sinar Laser

Argon.

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1. USG

Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari struktur dermis yang

dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar limfe.USG secara umum

mempunyai keterbatasan untuk mengevaluasi ukuran dan penyebaran hemangioma.

Pemeriksaan menggunakan alat ini merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik

untuk mengenali suatu hemangioma infantil dan membedakannya dari massa jaringan

lunak lain.

2. MRI

MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu mengetahui lokasi dan

penyebaran baik hemangioma subkutan dan ekstrakutan.MRI juga dapat membantu

membedakan hemangioma yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi

yang lain (misalnya malformasi arteriovenus). Hemangioma dalam fase involusi

memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran rendah (misalnya malformasi

vena)

3. CT scan

Pada sentra yang tidak mempunyai fasilitas MRI, dapat merggunakan CT scan

walaupun cara ini kurang mampu menggambarkan karakteristik atau aliran darah.

Penggunaan kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit

keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.

4. Foto polos

Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai untuk melihat apakah

hemangioma mengganggu jalan nafas.

5. Biopsi kulit
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan

hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit keganasan.Pemeriksaan

immunohistokimia dapat membantu menegakkan diagnosis.Komplikasi yang dapat

terjadi pada tindakan biopsi ialah perdarahan.

BAB II

KONSEP DASAR ANESTESI

2.1 Pengertian Anestesi

Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya reflek.

Anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan

dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

2.2 Macam-Macam Anestesi

a. Anestesi Umum

Klien yang mendapat anestesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan

kesadarannya. Relaksasi otot mempermudah manipulasi anggota tubuh.Pembedahan

yang menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor, yang membutuhkan

manipulasi jaringan yang luas.

b. Anestesi Regional

Induksi anestesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh

tertentu.Anestesi regional terdiri dari spinal anestesi, epidural anestesi, kaudal

anestesi.Metode induksi mempengaruhi bagian alur sensorik yang diberi anestesi.Ahli

anestesi memberi regional secara infiltrasi dan lokal.Pada bedah mayor, seperti

perbaikan hernia, histerektomi vagina, atau perbaikan pembuluh darah kaki, anestesi

regional atau spinal anestesi hanya dilakukan dengan induksi infiltrasi.Blok anestesi

pada saraf vasomotorik simpatis dan serat saraf nyeri dan motoric menimbulkan

vasodilatasi yang luas sehingga klien dapat mengalami penurunan tekanan darah yang

tiba – tiba.

c. Blok perifer
Blok perifer adalah teknik pembiusan yang hanya melibatkan sebagian tubuh saja

(misalnya lengan atas atau bawah, tangan, tungkai, kaki dan sebagainya). Teknik ini

dilakukan dengan menyuntikkan obat bius lokal didaerah syaraf yang mensyarafi

bagian tubuh yang akan dioperasi. Pada saat mencari lokasi syaraf yang akan disuntik

mungkin akan merasakan sedikit nyeri. Kadang bila syaraf sudah tidak terkena maka

akan terasa seperti kesetrum dibagian tubuh yang akan dioperasi. Demikian juga pada

saat penyuntikan obat bius lokal akan terasa nyeri, tapi lama kelamaan bagian tubuh

yang dioperasi akan terasa kesemutan dan akhirnya terasa berat sampai tidak bisa

digerakkan. Efek bius berlangsung antara 2-4 jam tergantung jenis obat yang dipakai.

d. Sedasi (TIVA)

 Sedasi ringan

Adalah teknik pembiusan dengan penyuntikan obat yang menyebabkan pasien

mengantuk, tetapi masih memiliki respon terhadap rangsangan verbal dan tetap

mempertahankan patensi dari jalan nafasnya, sedangkan fungsi pernafasan dan

kerja jantung serta pembuluh darah tidak dipengaruhi

 Sedasi sedang/moderate

Adalah teknik pembiusan dengan penyuntikan obat yang dapat menyebabkan

pasien mengantuk, tetapi masih bisa memiliki respon terhadap rangsangan verbal

dapat diikuti atau tidak diikuti oleh rangsangan tekan yang ringan dan pasien

masih dapat menjaga patensi nafasnya sendiri.Pada sedasi moderate terjadi

perubahan ringan dari respon pernafasan namun fungsi kerja jantung dan

pembuluh darah masih tetap dipertahankan dalam keadaan normal. Pada sedasi

moderat dapat diikuti gangguan orientasi lingkungan serta gangguan fungsi

motorik ringan sampai sedang

 Sedasi dalam

Teknik pembiusan dengan penyuntikan obat yang dapat menyebabkan pasien

mengantuk, tidur serta tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan

respon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan nyeri.Respon pernfasan

sudah mulai terganggu dimana nafas spontan sudah mulai tidak adekuat dan

pasien tidak dapat mempertahankan patensi dari jalan nafasnya (mengakibatkan

hilangnya sebagian atau seluruh reflek potensi jalan nafas).Sedasi dalam dapat
berpengaruh fungsi kerja jantung dan pembuluh darah terutama pada pasien sakit

berat sehingga tindakan sedasi dalam membutuhkan alat monitoring yang lebih

lengkap dari sedasi ringan maupun sedasi moderate.

2.3 Konsep Anestesi Umum TIVA (Total Intra Venous Anesthesia)

A. Pengertian

TIVA (Total Intra Venous Anesthesia) adalah teknik anestesi umum di mana induksi

dan pemeliharaan anestesi didapatkan dengan hanya menggunakan kombinasi obat-

obatan anestesi yang dimasukkan lewat jalur intra vena tanpa penggunaan anestesi

inhalasi.TIVA dalam anestesi umum digunakan untuk mencapai 4 komponen penting

dalam anestesi yaitu ketidaksadaran, analgesia, amnesia dan relaksasi otot.Namun

tidak ada satupun obat tunggal yang dapat memenuhi kriteria di atas, sehingga

diperlukan pemberian kombinasi dari beberapa obat untuk mencapai efek yang

diinginkan tersebut.Sifat fisik dan farmakologis anestetika intra vena yang ideal

meliputi :

a. Larut dalam air dan stabil di dalam larutan

b. Tidak menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan tidak merusak jaringan saat

digunakan ekstravaskuler maupun intra arteri.

c. Tidak melepas histamin atau mencetuskan reaksi hipersensitifitas

d. Onset hipnotis yang cepat dan lembut tanpa menimbulkan aktifitas eksitasi

e. Metabolisme inaktivasi metabolit obat yang cepat

f. Memiliki hubungan dosis dan respon yang curam untuk meningkatkan kefektifan

titrasinya dan meminimalisir akumulasi obat di jaringan

g. Depresi pada respirasi dan jantung yang minimal

h. Menurunkan metabolisme serebral dan tekanan intra kranial

i. Pemulihan kesadaran dan kognitif yang cepat dan lembut

j. Tidak menimbulkan postoperative nausea and vomiting (PONV), amnesia, reaksi

psikomimetik, pusing, nyeri kepala maupun waktu sedasi yang memanjang

(hangover effects)

B. Keuntungan Anestesi TIVA

1) Induksi anestesi yang lebih lembut tanpa batuk ataupun cegukan


2) Mudah dalam mengendalikan kedalaman anestesi ketika menggunakan obat

dengan waktu kesetimbangan darah-otak yang singkat

3) Hampir semua agen TIVA memilki onset yang cepat dan dapat diprediksi

dengan efek hangover yang minimal

4) Angka kejadian PONV yang rendah

5) Sebagian besar menurunkan CBF dan CMRO2 sehingga ideal untuk bedah

saraf

6) Tingkat toksisitas organ yang rendahPembebasan jalan nafas

C. Metode Pemberian Anestesia TIVA

1. Bolus intermiten

2. Infus kontinyu menggunakan syringe infusion pumps atau sejenisnya

3. Dengan target controlled infusion system (TCI)

D. Induksi Anestesi TIVA

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan induksi dengan metode TIVA,

meliputi

1) Dosis induksi dan interaksi dari kombinasi obat yang digunakan.

2) Onset efek anestesi ditentukan oleh konsentrasi obat di otak, dapat dicapai secara

cepat maupun perlahan.

3) Pencapaian yang cepat biasanya dapat disertai efek samping yang nyata seperti

hipotensi, bradikardia dan depresi pernafasan. Semakin besar gradien konsentrasi

antara darah dan otak, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya

induksi anestesi

4) Variasi pada dosis induksi ini juga dapat disebabkan perbedaan farmakokinetik

dan farmakodinamik masing-masing individu yang dipengaruhi oleh umur, jenis

kelamin, cardiac output, perokok, obat-obatan yang dikonsumsi dan penyakit

yang sudah diderita sebelumnya

5) Dikarenakan tidak adanya obat IV yang dapat memberikan efek hipnotik,

amnesia dan analgesi sekaligus (kecuali ketamin) maka diperlukan kombinasi

dari beberapa obat anestetik intra vena

6) Sebagian besar obat IV anestesi bekerja secara sinergis di dalam kombinasinya.

Keuntungannya adalah terjadinya kedalaman anestesi yang adekuat terhadap


stimuli noksius akibat laringoskopi dan intubasi tanpa depresi kardiovaskuler

yang signifikan

E. Obat-Obat Anestesi TIVA

1) Barbiturat

Barbiturat yang biasa digunakan adalah thiopental, methohexital dan thiamylal

(barash, miller). Ketiganya tersedia dalam bentuk garam sodium dan harus

dilarutkan ke dalam larutan isotonik NaCl (0,9%) atau air untuk mendapatkan

larutan thiopental 2,5%, methohwxital 1-2% dan thiamylal 2%.

Efek pada sistem organ :

a) Kardiovaskuler

Dosis induksi bolus barbiturat iv menyebabkan penurunan tekanan darah

dan peningkatan denyut jantung.

b) Respirasi

Barbiturat menekan pusat pernafasan di tingkat medulla, menurunkan

respon pernafasan terhadap hiperkapnia dan hipoksia.Sedasi dalam

barbiturat sering menyebabkan obstruksi jalan nafas atas, apnea (pada

dosis induksi).Volume tidal dan laju respirasi menurun saat induksi

dengan barbiturat.

c) Otak

Barbiturat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak yang

menimbulkan penurunan cerebral blood flow (CBF), cerebral blood

volume dan tekanan intra kranial. Barbiturat tidak memiliki efek

analgesia dan relaksasi otot

d) Ginjal

Barbiturat menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerolus

terkait dengan penurunan pada tekanan darah

e) Hepar

Menurunkan aliran darah ke hepar.Barbiturat mendorong pembentukan

asam aminolevulinic yang merangsang pembentukan porfi rin (mediator

pembentukan heme). Hal ini dapat memicu terjadinya porfi ria intermiten

akut
2) Benzodiazepin

Golongan obat benzodiazepin yaitu midazolam, diazepam dan lorazepam.

Midazolam mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam dan lorazepam

untuk induksi anestesi, karena ia mempunyai onset yang lebih cepat.

Kecepatan onset midazolam dan barbiturat lainnya ketika digunakan untuk

induksi anestesi ditentukan oleh dosis, kecepatan injeksi, tingkat premedikasi

sebelumnya, umur, status fisik ASA dan kombinasi obat anestetik lain yang

digunakan.

Efek pada sistem organ :

a) Kardiovaskuler

Benzodiazepin memiliki efek depresi kardiovaskuler yang minimal

meskipun pada dosis anestesi umum, kecuali jika diberikan bersama

dengan opioid. Jika diberikan tunggal, akan menurunkan tekanan darah

arteri, cardiac output dan resistensi pembuluh darah perifer yang ringan,

terkadang dapat meningkatkan denyut jantung.

b) Respirasi

Benzodiazepin IV menurunkan respon pernafasan terhadap CO2,

utamanya jika dikombinasikan dengan obat depresan nafas yang lainnya.

Meskipun apnea relatif jarang pada induksi dengan benzodiazepin,

pemberian dosis kecil IV dapat menyebabkan respiratory arrest

c) Otak

Benzodiazepin menurunkan kebutuhan oksigen otak, CBF dan tekanan

intra kranial tetapi tidak sebanyak barbiturat.Menimbulkan relaksasi otot

ringan yang bekerja pada tingkatan corda spinalis bukan pada

neuromuscular junction. Pada dosis rendah menimbulkan efek anti cemas,

amnesia, dan sedasi, sedangkan pada dosis besar akan menimbulkan efek

stupor sampai hilangnya kesadaran. Tidak mempunyai efek analgesik dan

bila dibandingkan dengan propofol dan thiopental, mempunyai onset

yang lebih lambat dan durasi yang lebih lama.


3) Ketamin

Di antara agen anestetik lainnya ketamin mempunyai keunggulan dengan

menimbulkan efek hipnotik dan analgesi sekaligus berkaitan dengan dosis

yang diberikan. Pada dosis sub anestesi ketamin dapat menimbulkan halusinasi

yang dapat dicegah dengan pemberian midazolam ataupun agen hipnotik

lainnya. Didahului dengan premedikasi benzodiazepin, ketamin 1-2 mg/kg IV

dapat digunakan untuk induksi anestesi dengan durasi sekitar 10-20 menit

setelah dosis tunggal induksi, dengan tambahan waktu 60-90 menit untuk pulih

sadar dengan orientasi yang utuh.

Efek pada sistem organ :

a) Kardiovaskuler

Ketamin meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung dan cardiac

output, terutama setelah injeksi bolus cepat. Efek tersebut disebabkan

oleh stimulasi sentral pada sistem saraf simpatis dan inhibisi pada

reuptake norepinephrine setelah dilepaskan pada terminal saraf

b) Respirasi

Ventilatory drive sedikit dipengaruhi oleh ketamin dosis induksi,

walaupun dengan pemberian bolus IV cepat atau kombinasi dengan

opioid dapat menyebabkan apnea. Ketamin racemic merupakan

bronkodilator yang poten, sehingga berguna sebagai agen induksi untuk

pasien ashma, sedangkan ketamin S(+) mempunyai efek bronkodilator

yang minimal. Refl eks saluran nafas atas terjaga dengan baik, walaupun

juga dapat terjadi obstruksi parsial, sehingga pasien dengan resiko

aspirasi (lambung penuh) sebaiknya diintubasi selama anestesi umum

dengan ketamin.

c) Otak

Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen otak, CBF dan tekanan intra

kranial, sehingga penggunaannya dihindari pada keadaan space

occupying intracranial lesions seperti yang terjadi pada trauma kepala. .

Efek samping psikomimetik akibat ketamin jarang terjadi jika


dikombinasikan dengan benzodiazepin ataupun ketamin pada tehnik

TIVA

4) Propofol

Injeksi propofol IV akan menimbulkan nyeri yang dapat dikurangi dengan

pemberian injeksi lidokain sebelumnya atau dengan mencampurkan lidokain

2%. Induksi anestesi dengan propofol berlangsung dengan lembut dengan

hanya sedikit menimbulkan efek samping eksitasi. Dosis 1-2,5 mg/kg

(tergantung pada usia dan status fisik pasien serta penggunaan premedikasi)

menghasilkan induksi anestesi dalam waktu 30 detik. Pada pasien dengan

penyakit kardiovaskuler harus diberikan dosis induksi yang lebih rendah.

Efek pada sistem organ :

a) Kardiovaskuler

Propofol menghambat aktivitas simpatis vasokonstriktor sehingga

menurunkan resistensi pembuluh darah perifer, preload dan kontraktilitas

otot jantung yang akhirnya akan menurunkan tekanan darah arteri.

Hipotensi yang terjadi saat induksi biasanya akan pulih akibat dari

stimulasi laringoskopi dan intubasi. Hipotensi pada iduksi propofol

dipengaruhi oleh dosis yang besar, kecepatan injeksi dan usia tua.

b) Respirasi

Pada dosis induksi propofol menekan secara dalam fungsi pernafasan

hingga menyebabkan apnea. Meski hanya dengan dosis sub anestetik

propofol menghambat respon normal terhadap hiperkarbia. Propofol

menekan refl eks jalan nafas atas melebihi thiopental sehingga tindakan

intubasi, endoskopi dan pemasangan LMA dapat dilakukan tanpa blokade

neuromuskular

c) Otak

Propofol menurunkan CBF, cerebral metabolit rate dan tekanan intra

kranial.Ketika dosis besar diberikan, efek penurunan tekanan darah

sistemik yang nyata dapat menurunkan CPP. Propofol memiliki

kemampuan yang sama dengan thiopental sebagai protektor otak terhadap

fokal iskemia.
5) Dexmedetomidine

Merupakan obat anestesi agonis α2-adrenoseptor yang memiliki efek

sedative, ansiolitik, simpatolitik dan analgesic.Dexmedetomidine memiliki

efek depresi pernapasan yang minimal. Pasien yang menerima obat ini akan

lebih mudah dibangunkan dari anestesi. Awalnya dexmedetomidine hanya

digunakan secara intravena sebagai sedasi pada pasien dewasa dengan

ventilasi mekanik yang dirawat di ICU selama 24 jam.

Efek dari pemberian dexmedetomidine adalah bradikardi, hipotensi, sinus

arrest dan hipertensi transien. Efek samping ini terutama bila digunakan pada

pasien usia>65 tahun, pada anak-anak, ibu hamil, menyusui, gangguan fungsi

hati dan ginjal perlu perhatian khusus.

Dosis pemberian pada dewasa : 1 mcg/kgBB secara IV selama 10 menit,

dilanjutkan dengan infuse pemeliharaan 0,2-0,7 mcg/kgBB/jam.


BAB III

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANESTESI


PADA FASE PERIANESTESI

Nama Pasien : An. K No.Register : 11553976


Umur :6 Tahun Pelaku Sedasi : dr Akbar
Ruang Rawat :Jayawijaya Perawat Anestesi : Yasin
Diagnosa Medis :Hemangioma Regio Manus Perawat RR : Darsono
Tindakan :MRI Hand Sinistra + Kontras
Tgl. Pengkajian :20 Maret 2023 Tanggal Tindakan :20 Maret 2023
Jam Mulai : 08.54 WIB Jam Selesai :09.45 WIB

PENGKAJIAN PRE ANESTESI


DATA SUBYEKTIF
 Keluhan Utama : takut
 Riwayat penyakit saat ini: pasien dengan hemangioma pada tangan kiri
 Riwayat penyakit yang lalu: ibu pasien mengatakan munculnya penyakit tersebut dari usia
bayi, yang awalnya hanya berupa tanda merah, namun semakin melebar dan timbul.
 Riwayat anestesi/ operasi terdahulu : pasien pernah dilakukan tindakan pembedahan dengan
pembiusan general anestesi intubasi
 Riwayat kebiasaan pasien (Perokok, alcohol, obat obatan) : -
DATA OBYEKTIF
a. Sistem Pernafasan (B1)
Jalan Nafas : Paten / Obstruksi
Sesak nafas : Ya / tidak, terpasang O2 : - lpm
Artificial airway : Oro/Nasofaringeal tube/ ETT / Tracheocanule
RR : 22 x/menit
SpO2 : 98%
Gigi : Palsu (-) Cakil (-) Tongos (-) Ompong (-)
Buka Mulut : 3 jari
MALAMPATTI : 1 / 2 / 3 / 4
Jarak Mentothyroid : 6 cm
Gerak leher : Flexy / Ekstensi
Suara nafas : Vesikuler / Bronkovesikuler
Ronchi : - - Whezing : - -
- - - -
Riwayat Asthma : Ya / Tidak
Lain lain : -
a. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tensi : 90/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Suhu : 36,5 ‘C
CRT : <2’ , >2’
Sirkulasi : S1 S2 Tunggal (reguler / irreguler) / extra systole / Gallop
Lain2 : -
Konjungtiva : Anemis / Pink pale
Sianosis : Ya / Tidak
Perfusi :
b. Sistem Persyarafan (B3)
Keadaan Umum : baik
GCS :E4V5M6
Skala nyeri :1
Reflek pupil : Isokor / Anisokor / Miosis / Pint point / Midriasis
Reflek cahaya : +/+
Motorik : 5 5
5 5
Plegi : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Parese : Ya ( Tetra D S / Hemi D S ) Tidak
Lain lain :-
c. Sistem Perkemihan (B4)
Produksi urine :BAK spontan
Keluhan : Kencing menetes (-), Inkontinensia (-), Retensi Urine (-)
Oliguri (-),Anuria (-), Hematuri (-),
Disuria (-), Poliuria (-), tidak ada keluhan (√)
Warna urine : kuning jernih
Kandung Kemih : Membesar / Tidak
Kateter : Terpasang / Tidak
Blass punctie : Terpasang / Tidak
d. Sistem Pencernaan (B5)
Mukosa bibir : Lembab / Kering
Abdomen : Supel / Distended / Nyeri tekan
Bising Usus : 10x/menit
Terpasang NGT : Tidak / Ya
Terpasang Drain : Tidak /Ya
Diare : Tidak / Ya Frekuensi : -
Lain-lain :-
e. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Pergerakan sendi : Bebas / terbatas
Fraktur : Tidak / Ya lokasi : -
Kompartemen Syndrom : Tidak / Ya lokasi : -
Turgor : Baik / Kurang / Jelek
Hiperpigmentasi : Tidak / Ya
Dekubitus : Tidak / Ya
Ikterik : Tidak / Ya
Lain -lain :-
Keadaan Umum : Baik
Tanda Vital : Tensi : 90/60 mmHg Nadi : 110x/menit Suhu : 36,5’C
RR : 22x/menit SpO2 : 99%
TB / BB : 105 cm / 15kg
Surat Persetujuan Tindakan : Tidak ada / Ada
Protese dan Gigi Palsu : Tidak ada / Ada
Cat kuku dan Lensa Kontak : Tidak ada / Ada
Perhiasan : Tidak pakai / Pakai
Folley Catheter : Tidak ada / Ada produksi : - cc ( Ditampung / Dibuang )
NGT : Tidak ada / Ada
Persiapan Skiren / Cukur : Tidak / Ya
Huknah / Gliserin : Tidak / Ya Jam : -
Persiapan darah : Tidak ada / Ada, Berapa kantong (-)
Contoh darah : Tidak ada / Ada
IV line : Tidak ada / Ada: Kaki Kiri
Lokasi : Vena perifer / Central / Lain-lain ...............
Jenis Cairan : Kristaloid / Koloid / Darah Tetesan :20 tpm
Terakhir makan & minum : Makan : 02.00 WIB Minum : 03.00 WIB
Obat yang telah dikonsumsi :Tidak ada / Ada Jenis : -
Alergi obat : Tidak ada / Ada Jenis : -
Obat Premedikasi : Tidak ada / Ada Jenis : Midazolam
Jam : 08.55 WIB
Status ASA : 1 2 3 4 5
Jenis Tindakan : Emergency/ Elektif
Pemeriksaan Penunjang
Data Penunjang Laboratorium :
Darah Lengkap
Hemoglobin (HGB) : 13,30 g/dl
Eritrosit (RBC) : 5,09 juta
Leukosit (WBC) : 7,60 10³/mm³
Hematokrit : 39,00 %
Trombosit (PLT) : 307,00 10³/mm³

Serum Elektrolit
Natrium (Na) : 138 mmol/L
Kalium (K) : 4,25 mmol/L
Clorida (Cl) : 111 mmol/L

Faal Hemostatis:
PPT
- Pasien : 10,20 detik
- Kontrol : 10,7 detik
- INR : 0,98
APTT
- Pasien : 31,40 detik
- Kontrol : 25,3 detik

Faal Ginjal :
Ureum : 20,0 mg/dl
Creatinin : 0,45 mg/dl

Faal Hati :
Bilirubin Total : 0,26 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,12 mg/dl
Bilirubin Indirek : 0,14 mg/dl
AST/SGOT : 35 U/L
ALT/SGPT : 10 U/L
Albumin : 4,28 g/dl
ANALISA DATA( PRE ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS:pasien mengatakan takut Krisis Situasional (D.0080)
DO: Ansietas
- Pasien tampak gelisah dan rewel
- Ibunya tidak boleh jauh-jauh
- TD : 90/60 mmHg
- N : 110x/menit
- RR : 20x/menit
- SpO2 : 98%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama: An. K
No RM: 11553976
Tanggal :20 Maret 2023

NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0080) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 1. Reduksi Ansietas


Ansietas berhubungan dengan krisis menit diharapkan ansietas menurun dengan kriteria Observasi
situasional yang ditandai dengan luaran - Monitor tanda-tanda ansietas
- Pasien tampak gelisah dan rewel - Verbalisasi khawatir akibat kondisi menurun Terapeutik
- Ibunya tidak boleh jauh-jauh - Perilaku gelisah menurun - Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
- TD : 90/60 mmHg - Pasien mulai mengantuk karena pengaruh obat kepercayaan
- N : 110x/menit - Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- RR : 20x/menit Edukasi
- SpO2 : 98% - Anjurkan keluarga tetap bersama pasien bila perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti ansietas
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : An. K
No RM : 11553976
OK :Ambulatory

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

20/03/2023 1. Memonitoring tanda-tanda ansietas 20/03/2023 S : - Ningsih


08.55 2. Menciptakan suasana terapeutik untuk 09.10
menumbuhkan kepercayaan
3. Menggunakan pendekatan yang tenang dan 
meyakinkan - pasien tenang dan mengantuk
4. Menganjurkan keluarga tetap bersama pasien bila - TD : 90/60 mmHg
perlu - N : 98x/menit
5. Berkolaborasi pemberian obat anti ansietas - RR : 20x/menit
- SpO2 : 99%

masalah teratasi

P : intervensi dihentikan


INTRA ANESTESI
Anestesi mulai : 08.55 WIB s/d 09.45 WIB

Pembedahan mulai :-
Jenis pembiusan : General : a. Intubasi Endotracheal Tube
b. Laringeal Mask Airway (LMA)
c. Face Mask
d. Total Intravena Anestesi (TIVA)
Regional : a. Sub Arachnoid Block (SAB)
b. Epidural Block
c. Combined Subarachnoid-epidural (CSE)
d. Block Ganglion / saraf perifer
e. Kaudal
Lain – Lain : -
Jenis Operasi : 1. Bersih 2. Bersih kontaminasi
3. Kotor 4. Kontaminasi
Golongan Operasi : 1. Khusus 2. Besar 3. Sedang 4. Kecil
Plate Diathermi : Lokasi : 1. Bokong 2. Tungkai kaki 3. Bahu
4. Tangan 5. Paha
Dipasang oleh :
Pemeriksaan sebelumnya : 1. Utuh 2. Menggelembung
Pemeriksaan sesudah : 1. Utuh 2. Menggelembung
Monitor Anestesi : 1. Tidak 2. Ya3. Standby
Mesin Anestesi : 1. Tidak 2. Ya 3. Standby
Persiapan Statics : 1. Lengkap. 2. Belum Lengkap
Anestesi Dengan : 1. Induksi :Midazolam, Dexmedetomidine, Propofol, Ketamin
2. Analgesik :-
3. Maintenance : Sevoflurane
Relaksasi dengan :-
Ukuran ETT & kedalaman :-
Mode (Presure/Volume) :-
Teknik Anestesi :TIVA (Total Intra Venous Anesthesia)
Stadium Anestesi :-
Lembar observasi Intra operasi
Tabel 3.3 Obat obatan

Jam Nama Obat/ Dosis jam Nama Obat/ Dosis Jam Nama Obat/dosis
08.55 Midazolam 2 mg
08.56 Dexmedetomidine 10
mg dalam NaCl 100
cc
08.57 Propofol 10 mg
08.58 Ketamin 10 mg

08.55 09.55 10.55

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20
ANALISA DATA (INTRA ANESTESI)

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1 DS : - Agen farmakologis ( D.0005)
DO: (obat anestesi) Pola napas tidak
- Pasien terpasang O2 NRBM 6 lpm efektif berhubungan
- RR : 22x/menit dengan efek agen
- SpO2 : 99% Kelemahan otot-otot farmakologis (obat
- Nadi : 110x/menit pernapasan anestesi)

Pola nafas tidak


efektif
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An. K
No RM : 11553976
Tanggal : 20 Maret 2023
NO Diagnosis Luaran Intervensi

1 (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Manajemen jalan napas


Pola napas tidak efektif berhubungan dengan 40 menit diharapkan pola napas membaik dengan Observasi
efek agen farmakologis (obat anestesi) yang kriteria luaran - Monitor TTV pasien
ditandai dengan - Dispnea menurun Terapeutik
- Pasien terpasang O2 NRBM 6 lpm - Frekuensi napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
- RR : 22x/menit - Kedalaman napas membaik 2. Pemantauan respirasi
- SpO2 : 99% Observasi
- Nadi : 110x/menit - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai BGA jika perlu
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : An. K
No RM : 11553976
OK : Ambulatory

TGL/ TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA


JAM
20-03-2023 1. Memonitoring TTV pasien 20-03-2023 S : - Ningsih
08.55 2. Mempertahankan kepatenan jalan napas 09.45
3. Memonitoring saturasi oksigen
4. Memonitoring nilai BGA jika perlu 
- Jalan napas paten
- Tidak ada lendir/sekret
- SpO2 : 99%
- Nadi : 90x/menit
- RR : 20x/menit

masalah teratasi

P : intervensi dilanjutkan


POST ANESTESI

Data Subyektif :
Data Obyektif
( √ ) KU Cukup, GCS 456 TD : 90/60 mmHg ( √ ) Skala nyeri = 1
( - ) Sesak (+) Nadi : 98x/mnt ( - ) Menggigil
( √ ) Terpasang O2 6lpm SpO2 : 99 % ( - ) Mual & Muntah
RR : 20x/mnt (-) Aldrete/Bromage skore= -
09.50 10.50 11.50

N TD

220
200
180 180
160 160
140 140
120 120
100 100
80 80
60 60
40
20

A. Bromage score Nilai


Jika terdapat gerakan penuh tungkai 3
Jika mampu fleksikan lutut ttp tidak bisa angkat tungkai 2
Jika tidak mampu memfleksikan lutut 1
Jika tidak mampu memfleksikan pergelangan kaki 0
Pasien boleh pindah ruang jika nilai bromage score ≥ 2
B.  Aldrete Score (dewasa)
Nilai Warna:
         Merah muda    (2)
         Pucat               (1)
         Sianosis           (0)
Pernapasan:
         Dapat bernapas dalam dan batuk                    (2)
         Dangkal namun pertukaran udara adekuat     (1)
         Apnoea atau obstruksi                                    (0)
Sirkulasi:
         Tekanan darah menyimpang <20% dari normal         (2)
         Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal     (1)
         Tekanan darah menyimpang >50% dari normal         (0)
Kesadaran:
         Sadar, siaga dan orientasi                               (2)
         Bangun namun cepat kembali tertidur            (1)
         Tidak berespons                                              (0)
Aktivitas:
         Seluruh ekstremitas dapat digerakkan            (2)
         Dua ekstremitas dapat digerakkan                  (1)
         Tidak bergerak                                                (0)
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat dipindahkan ke ruangan.

C. Steward Score (anak-anak)


Pergerakan: Kesadaran:
         Gerak bertujuan                      (2)√          Menangis                                             (2)√
         Gerak tak bertujuan                (1)          Bereaksi terhadap rangsangan              (1)
         Tidak bergerak                       (0)          Tidak bereaksi                                     (0)
Pernafasan:
         Batuk, menangis                     (2)√ Jika jumlah > 5, pasien dapat dipindahkan
         Pertahankan jalan nafas          (1) ke ruangan
         Perlu bantuan                         (0)
ANALISA DATA (POST ANESTESI)
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS :- Ketidakseimbangan ( D.0003)
DO: ventilasi-perfusi Gangguan pertukaran
- Pasien belum sadar gas
- Terpasang O2 NRBM 6 lpm
- TD : 90/60 mmHg
- Nadi : 112x/menit
- RR : 22x/menit
- SpO2 : 98%

2 DS : - Kondisi pasca anestesi (D.0143)


DO : Resiko jatuh
- Pasien terlihat masih mengantuk
- Napas spontan
- Airway paten
- SpO2 : 98%
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : An. K
No RM : 11553976
Tanggal : 20 Maret 2023
N Diagnosis Luaran Intervensi
O
1 ( D.0003) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pemantauan respirasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan selama 20 menit diharapkan pertukaran gas Observasi
dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi meningkat dengan kriteria luaran - Monitor frekuensi, irama dan upaya napas
yang ditandai dengan - Tingkat kesadaran meningkat - Monitor pola napas
- Pasien belum sadar - Dispnea menurun - Monitor saturasi oksigen
- Terpasang O2 NRBM 6 lpm - Pola nafas membaik 2. Terapi oksigen
- TD : 90/60 mmHg Observasi
- Nadi : 112x/menit - Monitor kecepatan aliran oksigen
- RR : 22x/menit Terapeutik
- SpO2 : 98% - Pertahankan kepatenan jalan napas
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
2 (D.0143) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pemantauan
Resiko jatuh yang ditandai dengan selama 20 menit diharapkan resiko jatuh Terapeutik
- Pasien terlihat masih mengantuk menurun dengan criteria luaran - Pasang alat pengaman misal pagar tempat tidur untuk
- Napas spontan - Tingkat kesadaran membaik membatasi mobilitas fisik pada situasi yang membahayakan
- Airway paten - Orientasi waktu, tempat dan orang - Beri pemantauan selama proses pemulihan
- SpO2 : 98% meningkat - Minta keluarga untuk selalu berada disamping pasien
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama (Inisial) : An. K
No RM : 11553976
OK : Ambulatory

TGL/ JAM TINDAKANKEPERAWATAN TGL / JAM EVALUASI PPA

20-03-2023 1. Memonitoring frekuensi, irama dan upaya napas 20-03-2023 S : ibu pasien mengatakan anaknya sudah sadar dan bisa Ningsih
09.45 2. Memonitoring pola napas 10.05 diajak komunikasi
O 
3. Memonitoring saturasi oksigen
- Pasien sadar
4. Memonitoring kecepatan aliran oksigen - Pola napas membaik
5. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Nadi : 100x/menit
- RR : 20x/menit
6. Memberikan oksigen saat pasien ditransportasi - SpO2 : 99%

Amasalah teratasi
P : intervensi dihentikan

1. Memasangkan alat pengaman misal pagar tempat tidur untuk 20-03-2023 S : ibu pasien mengatakan anaknya sudah bisa diajak Ningsih
20-03-2023
10.45 komunikasi
09.45 membatasi mobilitas fisik pada situasi yang membahayakan
O:
2. Memberikan pemantauan selama proses pemulihan - Pasien sadar
3. Meminta keluarga untuk selalu berada disamping pasien - Pola napas membaik
- Mengenali sekeliling
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan.Edisi 2.


(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC.Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).


Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit


buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hamzah Mochtar.(1999). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai