SECTIO CAESAREA
Disusun Oleh :
1. Egi Prayoga
2. Muhammad Gilang D
3. Ratu Keysa
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien yang
mengalami Sectio Caesarea” ini dapat terselesaikan.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUA
1.1 Latar belakang............................................................................................................1
1.2 Batasan masalah.........................................................................................................2
1.3 Rumusan masalah......................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sectio Caesarea (SC) adalah salah cara untuk melahirkan janin. Tindakan Sectio
Caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu karena bahaya atau
komplikasi yang akan terjadi apabila ibu melahirkan secara pervaginam. (Juliathi et al.,
2021)
Menurut (Anggorowati & Sudiharjani, 2018) sejak adanya bedah Sectio Ccaesarea
(SC) telah menjadikan perubahan dan pergeseran pandangan masyarakat akan metode
tersebut, diikuti dengan semakin meningkatnya angka persalinan dengan tindakan Sectio
Ccaesarea (SC). WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi sesar hanya
sekitar 10- 15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan
pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar, baik resiko bagi ibu maupun bayi
(Onggang, 2001). WHO memperkirakan bahwa angka persalinan dengan Sectio Caesarea
(SC) pada tahun 1998 adalah 10% sampai 15% sedangkan di Amerika Serikat persalinan
dengan Sectio Caesarea (SC) 21,2% (Cunningham et al, 2006) sedangkan pada tahun
2000 meningkat menjadi 24-30% (Roeshadi, 2006). Di Indonesia terjadi peningkatan
Sectio Caesarea (SC) di mana tahun 2005 sebesar 51,59% dan tahun 2006 sebesar
53,68% (Grace, 2007). Di Jawa Tengah persalinan dengan Sectio Caesarea (SC) pada
tahun 2010 sebesar 11,8% (Profil Dinas Kesehatan, 2010)
Komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur masa nifas
yang normal dan prosedur pembedahan utama. Komplikasi penting yang muncul pada
Sectio Caesarea (SC) mencakup perdarahan, infeksi sesudah pembedahan (Hacker &
Moore, 2001). Penyebab utama trias kematian pada ibu hamil dan nifas yaitu perdarahan
60 %, infeksi 26 %, gestosis 15 % (Manuaba, 2002). Menurut Danida (2006) Masih
banyak penyebab kematian ibu antara lain disebabkan oleh keracunan kehamilan/eklamsi
(kaki bengkak dan darah tinggi) sebanyak 24 %, dan infeksi 11%. Asuhan masa nifas
diperlukan dalam periode awal karena merupakan masa kritis bagi ibu. Di perkirakan
bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40 % kematian
masa nifas terjadi 24 jam pertama. Nifas merupakan proses fisiologis, akan tetapi dengan
asuhan dan manajemen yang kurang tepat dapat menjadikan proses yang patologis yang
dapat membahayakan keselamatan ibu dan komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC)
iv
mencakup komplikasi prosedur periode masa nifas yang normal dan komplikasi prosedur
pembedahan utama (Anggorowati & Sudiharjani, 2018)
Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitative (pemulihan) yang dilakukan
setelah pasien sadar dari pengaruh anestesi dan sesudah operasi. Mobilisasi berguna untuk
membantu dalam jalannya penyembuhan luka. Mobilisasi atau bergerak adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dengan menggunakan koordinasi
sistem saraf dan muskuloskeletal. Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam
mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah.
Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini
pasca bedah. Mobilisasi akan sangat berguna bagi semua sistem tubuh, terutama fungsi
usus, kandung kemih, sirkulasi dan paru-paru. Hal tersebut juga membantu mencegah
pembentukan bekuan darah (trombosis) pada pembuluh darah tungkai dan membantu
kemajuan ibu dari ketergantungan peran sakit menjadi peran sehat dan tidak tergantung
namun sebagian pasien enggan untuk melakukan mobilisasi dini setelah beberapa jam
melahirkan (Anggorowati & Sudiharjani, 2018)
v
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep medis
2.1.1 Sectio Caesarea
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Anggorowati &
Sudiharjani, 2018)
Sectio caesarea suatu tindakan medis yang diperlukan untuk membantu
persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah kesehatan ibu
atau kondisi janin (Arda & Hartaty, 2021)
Bedah sesar adalah suatu persalinan buatan untuk mengeluarkan bayi dengan
cara insisi pada dinding abdomen dan dindin uterus atau rahim. Dengan syarat
Rahim dalam kedaan utuh dan umur kehamilan lebih dari 28 minggu” (Novita &
Donel, 2018)
vi
(2) Lapisan retikulosa mengandung jaringan pengikat rapat dan serat
kolagen. Sebagian besar lapisan ini tersusun bergelombang, sedikit
serat retikulin, dan banyak serat elastin.
c) Hipodermis
Lapisan bawah kulit atau fasia superfisialis terdiri dari jaringan pengikat
longgar. Komponennya serat longgar, elastis, dan sel lemak. Pada lapisan
adiposa terdapat susunan lapisan subkutan yang menentukan
mobilitasmkulit diatasnya. Pada aderah perut, lapisan ini dapat mencapai 3
cm. Pada kelopak mata, penis, skrotum lapisan subkutan tidak
mengandung lemak. Bagian superfisial hipodermis mengandung kelenjar
keringat dan folikel rambut.
2) Fisiologi Kulit
Menurut Ali Maghfuri (2015), fungsi kulit yaitu sebagai berikut:
a) Fungsi Proteksi
Kulit punya bantalan lemak, ketebalan, serabut jaringan penunjang yang
dapat melindungi tubuh dari gangguan tekanan, gesekan, tarikan, kimiawi :
iritan seperti lisol, karbil, asam, alkali kuat. Panas : radiasi, sengatan sinar
UV. Infeksi luar bakteri, jamur.
b) Fungsi Absorpsi
Permeabilitas kulit terhadap 02, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya bergantung pada
ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
Penyerapan dapat melalui celah antar sel, menembus sel epidermis,
melalui muara saluran kelenjar.
c) Fungsi Ekskresi yaitu mengeluarkan zat yang tidak berguna bagi tubuh
seperti natrium, urea, asam urat dan amonia. Pada fetus, kelenjar lemak
dengan bantuan hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk
melindungi kulitnya dari cairan amnion, pada waktu lahir ditemui sebagai
Vernix Caseosa.
d) Fungsi Persepsi yaitu kulit mengandung ujung saraf sensori di dermis dan
subkutis. Badan Ruffini di dermis dan subkutis berfungsi peka rangsangan,
panas. Badan Krause di dermis peka rangsangan dingin. Badan Taktik
Meissner di papila dermis peka rangsangan rabaan. Badan Merkel Ranvier
vii
di epidermis : peka rangsangan rabaan. Badan Paccini di epidemis peka
rangsangan tekanan.
e) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) dengan cara mengeluarkan
keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit
kaya pembuluh darah sehingga mendapat nutrisi yang baik. Tonus
vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi, dinding
pembuluh darah belum sempurna sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan
membuat kulit bayi terlihat lebih edematosa (banyak mengandung air dan
Na).
viii
2.1.5 Test diagnostic
Menurut (Agustin, 2013) test diagnoctik pada pasien SC adalah :
1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2) Pemantauan EKG
3) Elektrolit
4) Hemoglobin atau hematokrit
5) Golongan darah
6) Urinalisisi
7) Aminosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8) Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut (Agustin, 2013) test penatalaksanaan pada pasien SC adalah :
1) Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam, kontraksi uterus, dan
perdarahan.
2) Mobilisasi yaitu dengan cara menggerakkan kaki, tangan dan tubuhnya
sedikit, kemudian duduk setelah 8-12 jam sesudah operasi.
3) Perawatan pada luka berfungsi sebagai penghalang terhadap terjadinya infeksi
selama proses penyembuhan.
4) Perawatan fungsi kandung kemih, pada prosedur bedah dibutuhkan
pemasangan kateter. Pelepasan kateter dapat mencegah kemungkinan
terjadinya infeksi dan membuat pasien lebih cepat mobilisasi.
ix
2.2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status
kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya (Panjaitan,
2020)
Menurut (Panjaitan, 2020) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
Sectio Caesarea yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik (pembedahan, trauma
jalan lahir, episiotomi).
2) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan pengetahuan ibu,
terhentinya proses menyusui.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko : episiotomi, laserasi jalan
lahir, bantuan pertolongan persalinan.
5) Defisit perawatan diri : mandi/kebersihan diri, makan, toileting berhubungan
dengan kelelahan postpartum.
6) Resiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan.
x
Menurut tim pokja SLKI DPPP PPNI dan tim pokja SIKI DPPP PPNI 2018:
Diagnose
NO Kriteria dan hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah di lakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan
agen pecedera fisik selama 3x24jam di Identifikasi kesiapan dan
(pembedahan, trauma harpkan masalah nyeri
jalan lahir, episiotomi). meningkat dengan
kriteria hasil: kemampuan menerima
1. Nyeri meningkat
informasi
(1)
2. Kecemasan Terapeutik
meningkat (1)
kesehalan sesuai
kesepakatan
Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
napas
Anjurkan memposisikan
xi
(mis. duduk, baring)
Ajarkan melakukan
inspirasi dengan
Ajarkan melakukan
ekspirasi dengan
menghembuskan udara
mulut mencucu
secara perlahan
Demonstrasikan menarik
detik dan
menghembuskan napas
selama 8 detik
xii
membaik (5) Jelaskan penyebab,
4. Keteganggan periode, dan pemicu
otot menurun (5) nyeri
5. Frekuensi nadi Jelaskan startegi
membaik (5) meredakan nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetic
3 Gangguan pola tidur Setelah di lakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Identifikasi pola
kelemahan selama 3x24jam di aktivitasdan tidur
harapkan masalah Identifikasi faktor
gangguan pola tidur penganggu tidur
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil: Modifikasi
1. Kesejahteraan lingkungan(mis :
fisik meningkat pencahayaan,kebisingan,
(5) suhu, matras,dan tempat
2. Rileks tidur)
meningkat (5) Fasilitas
3. Keluhan tidak menghilangkanstress
nyaman sebelum tidur
meningkat (1) Tetapkan jadwal tidur
rutin
Edukasi
Jelaskan pentingnya
tidurcukup selama sakit
Ajarkan relaksasi
ototautogenik atau
caranonfarmakologis
lainnya
4 Resiko infeksi Setelah di lakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Identifikasi indikasi
faktor resiko : selama 3x24jam di dilakukan indukasi
episiotomi, laserasi harapkan masalah persalinan
jalan lahir, bantuan Resiko infeksi Terapeutik
pertolongan persalinan meningkat dengan Berikan kenyamanan
kriteria hasil selama indukasi
1. Perfusi jaringan persalinan
meingkat (5) Kolaborasi
2. Kerusakan Kolaborasi pemberian
jaringan obat IV (mis.oksitosin)
meningkat (1) untuk merangsang
3. Kerusakan aktivitas rahim
lapisan kulit
meningkat (1)
4. Kemerahan
xiii
meningkat (1)
xiv
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan (Panjaitan, 2020)
2.2.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan cara menilai
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang berkaitan (Panjaitan, 2020)
xv
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
xvi
DAFTAR PUSTAKA
Agustin. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Obesitas Sentral Dan Kadar
Kolesterol Darah Total, 9(1), 37–43.
Anggorowati, & Sudiharjani, N. (2018). Mobilisasi Dini dan Penyembuhan Luka Operasi
Pada Ibu Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga. Prosiding Seminar Nasional Dan Internasional Universitas Muhammadiyah
Semarang, 30–35. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/
1281/1334
Arda, D., & Hartaty, H. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Post Op Section Caesarea
dalam Indikasi Preeklampsia Berat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 447–
451. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.631
Juliathi, N. L. P., Marhaeni, G. A., & Dwi Mahayati, N. M. (2021). Gambaran Persalinan
dengan Sectio Caesarea di Instalasi Gawat Darurat Kebidanan Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Tahun 2020. Jurnal Ilmiah Kebidanan (The Journal Of Midwifery), 9(1),
19–27.
Novita, D., & Donel, S. (2018). No Title. 1(1).
Panjaitan, C. (2020). Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cara Proses
Keperawatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
xvii